“Bang lihatlah, mommy kita tengah dimarahi oleh nenek sihir.” Ucap seorang anak balita bermata bulat mengenakan hijab.
Sontak atensi anak pria yang mengenakan jas itu menoleh dan terkejut melihat wanita yang sangat dia cintai bersitegang dengan seorang wanita yang pakaiannya sangat mencolok. “Abang, ayo kita cari perlindungan buat mommy.” Ucap anak balita yang bernama Caca itu. “Cari perlindungan bagaimana Ca?” Tanyanya. Anak balita 4 tahun ini melihat sekeliling hingga netranya menemukan seorang pria berparas tampan yang mengenakan jas dengan wajah yang sangat dingin. “Ayo ikut aku bang,” ajak Caca alias Clara Adelin Alemanus. Kembaran Clara yang bernama Calvin Pratama Alemanus. Hingga keduanya sampai di meja yang terdapat dua orang pria berparas tampan, berahang tegas, sorot matanya tajam. Wajahnya datar. “Assalamualaikum om tampan,” ucap Caca. Kedua pria itu menoleh ke samping dan menaikan sebelah alisnya saat melihat manik mata balita ini sudah berkaca-kaca. Pria yang menegangkan jas biru Dongker pun bertanya “Are you okay sweety?” Tanyanya dengan lembut. “Om jas hitam,” ucap Caca. Bukannya menjawab pertanyaan pria tadi malah memanggil pria dewasa satunya lagi. “Ya,” sahutnya dengan singkat. “Om, mau tidak jadi papa kami?” Tanya Caca membuat pria itu tersedak ludahnya sendiri. Sedangkan sahabatnya yang mengenakan jas biru itu tertawa, melihat sahabatnya yang dilamar bocah kecil. “Are you kidding me?” Tanya pria itu dengan suara dingin. “No, I am serious." Jawab Caca. “KURANG AJAR YA LO, LO MAUNYA APA SIH!” teriak seorang wanita yang mengundang atensi semua orang menatap ke arahnya termasuk si kembar. “Harusnya saya yang tanya sama kamu, kamu maunya apa? Saya tidak merebut kekasih anda. Bahkan saya pun tidak kenal siapa dia.” Jawab seorang wanita mengenakan hijab dengan gamis berwarna emas. “Gak usah ngeles Lo, udah kayak bajay aja. Dasar wanita mur*han!” ucap wanita yang mengenakan pakaian galmor. Sedangkan Caca bertekuk lutut di samping pria berjas itu, sampai menangkupkan kedua tangannya. “Uncle, please bantu Caca. Help mommy uncle,” ucap Caca dengan suara yang bergetar. “Udahlah bro iyain aja dulu, dan tolong tuh ibunya. Kasian juga gue gak tega liatnya. “ Ucap Frans sahabat pria itu. Entah kenapa melihat balita itu bertekuk lutut dan memohon membuatnya tidak tega, alhasil pria berjas hitam itu berjongkok dan meraih tubuh Caca lalu menggendongnya. Tangan satunya lagi menarik bocah laki-laki berjas sama sepertinya hitam. Jeinnarra memejamkan matanya saat melihat tangan wanita di hadapannya sudah melayang diudara. “HENTIKAN!” suara bariton itu membuat semua orang menoleh tentunya dengan wanita yang bernama Sarah, wanita yang hendak menampar Jeinnarra. “Albirru,” ucap Sarah. “Turunkan tangan anda nona,” perintahnya yang berjalan mendekat ke arah Jeinnarra. “Al, siapa anak yang kamu gendong? Dan…” “Dia adalah istri saya, istri Albirru Sean Abritama.” Ucap Albirru. Sontak ucapan Albirru sukses membuat semua orang terkejut, termasuk Frans sahabatnya. ‘Astaga, diluar teks ini.’ batin Frans mengumpat. Wajah Sarah pucat pasi, bagaimana mungkin Albirru sudah menikah dan kapan? Kenapa dia tidak tahu. “Ayo sayang kita pulang, anak kita sudah rewel sepertinya dia mengantuk.” Ucap Albirru yang mengajak Jeinnarra. Calvin menarik sang mommy pergi dari sana diikuti oleh Albirru di belakangnya. Semua orang nampak berbisik, bagaimana tidak pengusaha kayak raya nomor satu di Indonesia ini mengakui bahwa dirinya sudah menikah dan memiliki dua orang anak sekaligus. Banyak yang berpikir bahwa mereka menikah rahasia, atau nikah karena bisnis. Banyak juga yang mencemooh Jeinnarra mengatakan bahwa dia adalah wanita penggoda dan lain sebagainya. Saat sampai di lobby hotel, Jeinnarra menghentikan langkahnya. Lalu berbalik menatap pria yang berwajah datar itu. “Mommy, kenapa berhenti?” Tanya Calvin. “Hmmm itu…” “Saya antarkan pulang,” ucap Pria itu. Saat Jeinnarra akan berbicara tiba-tiba seorang pria setengah baya menghampiri Albirru. “Tuan muda,” panggilnya. Albirru bergegas berjalan menuju mobilnya diikuti Jeinnarra. Ya mau bagaimana lagi ya kali dia mau meninggalkan Caca sama pria asing batinnya. Setelah memastikan Jeinnarra memasangkan selt bet dengan wbanr mobil pun melaju meninggalkan hotel itu. Sepanjang perjalanan hening, membuat Jeinnarra gugup bukan main, entahlah Jwin merasa seperti berada di benua Antartika saat ini. “Mom, Calvin mengantuk.” Ucap Vita tersebut. Jangan ditanya Caca kenapa tidak berisik karena balita itu sudah tidur di dalam pelukan Albirru. “Tidurlah, sayang.” ucap Jein dengan mengelus puncak kepala Calvin. Tidak membutuhkan waktu lama balita ini sudah tertidur. Melihat kedua bocah itu telah tertidur, Albirru membuka suara. "Siapa namamu?" tanyanya. “Aku?” Tanya Jeinnarra. “Ya terus, kamu pikir saya tanya siapa?” Sarkasnya dengan ketus. "Aku, Jeinnarra." "Lengkapnya?" "Hah?" "CK, nama lengkap kamu?!" "Oh, Jeinnarra Alemanus." "Besok kamu jangan kemana-mana. Saya akan datang ke rumah kamu," ucapnya tegas. Jeinnarra mengernyit, bingung. "Maksudnya bagaimana?" "Saya akan menikahi kamu besok," ujar Albirru dingin. Raut wajahnya datar, tanpa emosi. Jeinnarra merasa seolah-olah dia diajak menikah dengan cara yang begitu saja, seperti membeli bakwan di pinggir jalan. “Kamu bercanda? Kamu ngajak menikah? Kita saja bahkan tidak mengenal satu sama lain,” ucap Jein. “Tidak ada penolakan, saya akan ke rumah kamu besok.” Ucap tegas Albirru. Daripada melayani ucapan pria ini, Jeinnarra memalingkan wajahnya ke jendela. ‘Dasar pria sinting,’ umpat Jeinnarra dalam hati."Ayo, Abang, kita ke Bunda," ajak Kalisa tiba-tiba kepada Keanu. Dia tidak akan memaksa jika pria dewasa ini tidak mau menjadi ayahnya. Nanti Kalisa akan mencari sendiri saja ayah baru di toko Oren seperti yang sering Tante Zoya katakan jika tengah berbincang dengan bundanya. Harusnya ada, kan?"Tapi, Dek, bukannya kita-""KITA KE BUNDA, BANG!" teriak Kalisa. Wajahnya memerah dan matanya sudah sembab. Entah apa yang ada di hati bocah cantik ini saat ini, tapi satu hal yang dia inginkan adalah pergi dari sini.Akhirnya, Keanu pun mengikuti keinginan Kalisa. Mereka berdua pergi dari tempat itu, tidak lupa mengucapkan salam kepada Jayden.Jayden terdiam, tatapannya tidak lepas dari dua bocah itu. Entah kenapa, melihat gadis mungil itu menangis membuat hati Jayden terasa sesak."Jay, ayo, Pak Anwar akan segera masuk," ajak Bima untuk membuyarkan lamunan Jayden.Jayden bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kelasnya, diikuti oleh teman-temannya yang lain.Sementara itu, Kanya baru saja
Jayden tersenyum kecil dan merentangkan kedua tangannya dengan lebar menyambut bocah kembar itu."Hap!" Keduanya masuk ke dalam pelukan Jayden.Hal ini jelas membuat Kanaya dan Maryam saling tatap seakan berbicara lewat hatinya, kenapa anak-anak begitu akrab dengan pria ini?"Ekhem!" Abdullah, ayah Jayden berbicara."Maaf sebelumnya, perkenalkan saya Muhammad Abdullah, ini istri saya Fatimah, dan putra bungsu saya, Muhammad Jayden Haris," ucap Abdullah."Kedatangan kamu kesini karena ada niat baik kepada putri ibu Kanaya," ucap Abdullah."Ayo Jay, kamu yang berbicara," titah Abdullah."Assalamualaikum, perkenalkan saya Muhammad Jayden Haris. Kedatangan saya malam ini ingin melamar Kanaya untuk menjadi istri saya," ucap Jayden.Sontak Maryam dan Kanaya terkejut bukan main, bahkan Kanaya sampai dibuat geleng-geleng kepala mendengar ucapan pria brondong ini."Maaf sebelumnya, sepertinya kamu salah orang," ucap Kanaya."Tidak! Memang benar kamu yang saya ingin jadikan istri saya," ucap J
"Alasannya, kamu ini masih anak kecil. Kamu masih senang bermain-main. Jangan sampai-""Itu pemikiran konyol, Nay," pungkas Jayden."Apakah menikah harus dilihat dari umur? Kata siapa saya kekanakan? Bahkan kamu belum mengenal saya, dan kamu tidak akan tahu sifat dan sikap saya," ucap Jayden."So, jangan menyimpulkan sesuatu dari penampilan atau umur.""Terkadang, wanita yang mengaku dewasa tapi masih memiliki sifat kekanakan, egois, bahkan lebih memikirkan keinginan sendiri daripada kedua anaknya," sindir Jayden."Hey, maksud kamu apa?""Kamu nyindir aku gitu?" tanya Kanaya."Nyindir? Buat apa? Tapi kalau kamu merasa ya, sudah. Mungkin buat kamu," ucap Jayden dengan santainya."Dasar brondong tengil," gerutu Kanaya yang masih terdengar oleh Jayden.Jayden terkekeh, "Jangan salah, brondong begini juga sebentar lagi jadi imammu," goda Jayden."Astagfirullah, mimpi apa aku semalam," keluh Kanaya dengan wajah sedih."Ketemu pangeran setampan Muhammad Jayden Haris," jawab Jayden."Tersera
"Ya jelas bisa, kan aku yang melamarnya," jawab Jayden dengan percaya diri."Kerja? Umurnya berapa?" tanya Rayyan."Dia seorang janda dengan dua anak, namanya Kanaya, usianya 27 tahun," jawab Jayden."Kamu sehat kan, Dek?" tanya Rayyan, masih bingung dengan pilihan Jayden yang memilih seorang janda."Tentu saja, Mas. Kenapa tidak sehat? Sudahlah, Ibu, Ayah, Jay pamit pergi dulu, Assalamualaikum," ucap Jayden sambil menyapa satu persatu dengan salam."Bu, kok janda sih!" ujar Rayyan."Ray, biarkan saja. Yang penting adikmu bahagia, semoga pernikahannya langgeng hingga akhir hayat," kata Fatimah dengan bijak.Jayden berpamitan kepada Fatimah dan Abdullah. Mereka yang melihat kepergian Jaydey berharap yang terbaik untuk Jayden dan Kanaya dalam perjalanan mereka menuju kehidupan baru yang penuh kebahagiaan. Terlepas status Kanaya yang terpenting keduanya bisa saling mencintai satu sama lain."Ya tapi tidak dengan janda juga apalagi memiliki anak, aduh ibu ayah ini bagaimana sih." Pekik Ra
"Tapi aku udah kayak tante-tante gatel deh, masa nikah sama brondong kayak gak ada cowok aja.""Cowok banyak, tapi jodohnya sama saya. Sudah gak usah dipikirkan," ucap Jayden meyakinkan."Ayo turun," ajak Jayden saat mobil akhirnya sampai di depan butik. Ternyata perjalanan hanya memakan waktu 10 menit.Mereka berdua turun dari mobil dan masuk ke dalam butik. Saat pintu terbuka, para karyawan menyambut kedatangan Jayden.Keduanya berjalan masuk ke dalam butik. pintu terbuka, dan beberapa karyawan menyapa Jayden dan Kanaya."Selamat pagi, Tuan Haris," sapa beberapa karyawan dengan sopan. Kanaya terdiam mendengar sapaan tersebut, terkejut dengan panggilan 'Tuan Haris'."Tolong kamu siapkan beberapa gaun untuk calon istri saya," perintah Jayden kepada para karyawan dengan tegas. Mereka mengangguk patuh dan membawa Kanaya untuk melihat koleksi gaun yang tersedia di butik tersebut.Sementara itu, Jayden duduk di sofa yang tidak jauh dari Kanaya. Pria tampan ini mengeluarkan ponselnya dan mu
Kanaya merasa hatinya teriris mendengar kata-kata Rayyan. Dia ingin menampar Rayyan, tapi dia tidak bisa. Dia hanya bisa menahan rasa sakit yang mendalam di hatinya.Hening beberapa saat.Jayden melirik Kanaya, rasa penyesalan menggelayut di wajahnya. "Maaf," ucapnya dengan suara serak. Kanaya hanya menundukkan kepalanya, bibir bawahnya digigitnya kuat-kuat untuk menahan tangis yang hampir pecah. Bahkan tangan Kanaya meremas tali tasnya dengan kuat, mencoba mencari pegangan."Maaf, atas semua kata yang menyakiti hatimu." ucap Jayden lagi, suaranya penuh penyesalan. "Jangan dengarkan apa yang dia katakan, karena yang menikah itu bukan dia tapi kita," lanjut Jayden, mencoba memberikan semangat pada Kanaya.Namun, Kanaya hanya tersenyum getir. Apakah Jayden tidak tahu betapa sakitnya hatinya? Apakah benar apa yang dikatakan Rayyan, bahwa Kanaya tidak pantas untuk pria sebaik Jayden?Dengan suara yang hampir tak terdengar, Kanaya berbisik, "Aku mohon, batalkan pernikahan ini." Ucapnya pe
Fatimah menggelengkan kepalanya, dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipi. 'Astagfirullah, Mas," ucap Fatimah, terkejut dengan apa yang terjadi. Fatimah tidak menyangka bahwa putra sulungnya bisa bicara se-kasar itu terhadap seorang wanita."Maaf," ucap Rayyan, merasa menyesal atas tindakannya."Ya Allah, Mas. Kenapa seperti ini?" tanya Fatimah kepada putra sulungnya dengan suara penuh kekecewaan. Fatimah tidak percaya bahwa putranya, yang seorang ustadz, bisa melakukan hal seperti ini. Dia merasa kecewa dengan apa yang terjadi. Dia bertanya-tanya, kemana ilmu agama yang selama ini diajarkan kepada putranya."Mati-matian sedari tadi Jay menahan sakit ini, Mas," sambung Fatimah, mengungkapkan rasa sakit hatinya melihat Jayden menderita."Bahkan rasanya Jay belum puas memukuli wajahmu!" tambah Jayden dengan nada yang penuh kebencian."Kamu tahu, wanita yang kamu sakiti itu adalah seorang ibu, Mas!" lanjut Jayden dengan suara yang penuh emosi. Setelah mengucapkan itu, Jayden ba
Di dalam kamar, si kembar saling berbisik satu sama lain dengan hati-hati. Mereka tahu betul bahwa pintu kamar mereka tidak kedap suara, sehingga suara mereka bisa terdengar keluar."Abang, apakah kamu melihat pria dewasa tadi sore?" tanya Kalisa dengan suara berbisik."Ya, Abang melihatnya, dek," jawab Keanu dengan suara yang sama pelan."Kok pria itu mirip sekali dengan Abang, terutama dari bola matanya," ucap Kalisa dengan rasa penasaran. Keanu tertawa mendengar ucapan adiknya."Adek, di dunia ini banyak orang yang mirip satu sama lain, loh," jawab Keanu dengan santai."Ish, Abang, aku serius nih. Apa jangan-jangan..." Kalisa belum sempat menyelesaikan kalimatnya ketika pintu kamar mereka tiba-tiba diketuk.Tok, tok, tok.Mendengar ketukan itu, Keanu bergegas menuju pintu dan membukanya. Pintu terbuka, dan tampaklah Kanaya berdiri di sana."Ayo, makan malam dulu, sayang," ajak Kanaya sambil tersenyum. Keanu mengangguk setuju, lalu memanggil adiknya."Kalisa, ayo dekat sini. Waktuny
Setelah selesai mengisi kajian, Rayyan bergegas menuju sekolah si kembar. Waktu pulang sekolah sudah hampir tiba, dan entah mengapa kali ini Rayyan merasa lebih bersemangat daripada biasanya. Saat melangkah cepat, senyum merekah di wajahnya, dan detak jantungnya terasa semakin kencang. Rayyan lantas beristighfar dalam hatinya, memohon ampun atas perasaan yang memenuhi dirinya. Entah sadar atau tidak, hatinya mulai menyebut nama Anastasia, sang guru muda yang mengajar si kembar. Seperti ada aura positif yang memancar darinya, membuat Rayyan merasa bersemangat menghadapi harinya Setelah 30 menit, mobil Rayhan tiba di depan gerbang sekolah. Rayyan dapat melihat dengan jelas bahwa si kembar sedang berjalan dengan Bu Ana di samping mereka, satu di sebelah kanan dan satu di sebelah kiri.Pintu mobil terbuka, saat Rayyan akan dibantu turun oleh asisten pribadinya, Ana mengucapkan salam bersamaan dengan si kembar."Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucap Ana."Waalaikumsalam warah
Di ruang tunggu rumah sakit, Jayden dan Kanaya menarik perhatian banyak orang. Mata mereka tertuju pada Jayden yang tengah mendaftarkan Kanaya di meja resepsionis. Suasana jadi riuh oleh bisik-bisik penasaran, terutama melihat penampilan Jayden yang terlihat begitu cantik dan lucu dengan bandu telinga kelinci yang dipakai. Kemeja pink yang dikenakan Jayden semakin menambah daya tarik. Kanaya, menyadari hal tersebut, tersenyum ke arah suaminya dan berbisik, "Kamu tahu, kamu ini terlihat sangat manis hari ini." Jayden hanya bisa pasrah dengan wajah merah padam, menahan rasa malu yang meluap-luap. Seandainya ia tak perlu membujuk Kanaya untuk berobat, Jayden tentu tak akan mengenakan pakaian pink ini.Setelah mendaftar, Kanaya dan Jayden melangkah bersama menuju poli umum. Suasana ruangan yang ramai membuat Kanaya merasa gugup. Tak lama kemudian, nama Kanaya dipanggil oleh petugas, membuat jantungnya berdebar kencang. "Mas, sejujurnya gak usah ke dokter ih
Setelah satu bulan berlalu sejak kecelakaan itu, segalanya telah berubah. Kanaya dengan hati yang tulus memaafkan Rayyan atas semua kesalahannya. Dia juga mengizinkan si kembar bertemu dengan ayah kandung mereka.Fatimah, mertua Kanaya, sangat terharu dengan sifat baik hati menantunya. Dia melihat betapa Kanaya memiliki hati yang begitu baik.Setelah insiden itu, baru seminggu ini si kembar kembali melangkahkan kaki ke sekolah. Pagi ini, mereka akan diantar oleh ayah kandung mereka, Rayyan. "Abang! Adek! Ayo cepat, Papa sudah menunggu!" seru Kanaya, menarik perhatian mereka dari meja makan. "Sayang, jangan teriak-teriak, nanti tenggorokanmu sakit," tegur Jayden lembut. "Ih, kalau tidak teriak, bagaimana mereka bisa mendengar, Mas!" balas Kanaya dengan nada manja. Pagi itu, si kembar melangkah ke ruang makan dengan wajah ceria. "Pagi, Bunda. Pagi, Ayah sayang. Pagi, Nenek," sapa mereka ramah. "Lho, Bun, katanya ada Papa?" tanya Keanu dengan raut penasaran. "Tuh, Papamu ada di r
Fatimah menatap Jayden, mata yang penuh kecemasan. "Jayden, bawa Kanaya ke ruang rawat si kembar. Dia juga perlu istirahat," ujarnya lembut. Jayden tampak ragu, menggaruk-garuk kepala, "Tapi, Bun, bagaimana dengan Mas Rayyan?" Fatimah melirik Abdullah, yang kemudian mengambil alih pembicaraan. "Biarkan kami yang menjaganya, Jay. Kamu istirahat saja sekarang," ucap Abdullah, berusaha meyakinkan Jayden. Akhirnya, Jayden mengangguk dan mengajak Kanaya meninggalkan ruangan. Setelah pintu tertutup rapat, Fatimah tiba-tiba terisak pelan. Abdullah segera merengkuh istrinya, hati serasa teriris menyaksikan kesedihan yang mendalam di wajah Fatimah. "Sayang, kamu boleh menangis sekarang. Tapi setelah ini, saya mohon, jangan ada lagi air mata. Kita harus kuat demi Rayyan," bisiknya lembut di telinga Fatimah."Mas, tapi aku tidak menyangka Rayhan akan seberani itu membawa kabur si kembar," ucap Fatimah dengan suara lirih, matanya tampak berkaca-
Fatimah dan Abdullah tiba di rumah sakit dengan wajah bingung. Kedua orang tua itu tidak menyangka putra sulung mereka, Rayyan, akan terlibat dalam kejadian ini. Fatimah merasa dadanya berdegup kencang dan napasnya terengah-engah karena kekhawatiran. "Ayah, bang Rayyan mencoba menculik si kembar, dan akibatnya mereka mengalami kecelakaan," ujar Jayden dengan suara lirih. Fatimah terbelalak dan terkejut mendengarnya, matanya berkaca-kaca seakan tak percaya bahwa Rayyan akan melakukan hal seberani itu. "Ayo, Ayah dan Bunda. Kita lihat kondisi bang Rayyan karena dia sudah dipindahkan ke ruang rawat," ajak Jayden sambil menarik lengan Abdullah. Abdullah menahan tangan Jayden ketika akan melangkah menuju ruang rawat Rayyan. Suasana menjadi lebih tegang, mata Jayden bertanya-tanya. "Ada apa, Ayah?" tanya Jayden bingung. Abdullah menghela napas, lalu berkata, "Antarkan Ayah ke kamar rawat si kembar, Ayah ingin melihat kondisi cucu-cucu Aya
Situasi di rumah sakit begitu tegang, terutama bagi Jayden yang mondar-mandir gelisah di depan pintu ruang operasi. Hatinya dipenuhi dengan kekhawatiran dan penyesalan yang mendalam. Dia tidak pernah membayangkan bahwa abangnya, Rayyan, akan mengalami kecelakaan serius dan harus menjalani operasi. Mengingat kilas balik tentang perbuatannya yang menculik anaknya, Jayden merasa ini mungkin merupakan karma yang ia hadapi. Namun, di sisi lain, Jayden juga merasa khawatir karena putra-putrinya sedang berada di ruang pemeriksaan, ditemani oleh Kanaya. Pikirannya terbagi antara kekhawatiran untuk abangnya dan kekhawatiran untuk keselamatan anak-anaknya. Setelah menerima panggilan telepon dari pihak rumah sakit, Jayden segera memberitahu Kanaya tentang kecelakaan yang menimpa Rayyan dan si kembar. Kabar tersebut membuat Kanaya dan Maryam terkejut dan syok. Mereka segera bergegas menuju rumah sakit untuk memberikan dukungan dan kehadiran mereka. Kanaya berjalan
"Apa? Hilang?!" pekik Jayden, sementara itu Maryam juga terkejut mendengarnya. Pada saat itu, atmosfer di rumah menjadi tegang dan panik."Bagaimana bisa, Nay?" tanya Maryam, bundanya Kanaya, dengan kekhawatiran yang terpancar dari matanya yang sayu. Kanaya menggelengkan kepalanya lemah, air mata menetes di pipinya tanpa henti. "Naya juga tidak tahu, Bu. Tadi anak-anak Naya tinggal di taman belakang karena mau mengambil pakan ikan. Tapi saat Naya kembali, mereka menghilang," lirih Kanaya dengan suara yang penuh duka.Maryam menarik napas panjang, mencoba meredakan paniknya. "Baiklah, kita akan mencarinya bersama-sama. Pertama, kita periksa rekaman CCTV," ucap Jayden. Kebetulan Jayden telah memasang CCTV di rumah baru mereka. Maryam dan Kanaya mengikuti Jayden menuju ruang kerjanya, langkah mereka terburu-buru.Setibanya di sana, Jayden duduk di depan meja kerjanya dan membuka laptopnya dengan sigap. Jayden mulai mengotak-atik rekaman CCTV sejenak, jari-jar
Setelah orang tua dan abangnya pergi, Jayden melangkah menuju kamar anak-anaknya. Namun, saat hendak menggenggam gagang pintu, langkahnya terhenti; suara Kalisa, putri bungsunya, terdengar meminta penjelasan pada Kanaya. "Bunda, apa Om Rayhan itu ayah kita, ya?" tanyanya polos. Kanaya, yang ditanya, terpana. Lidah terasa kelu dan mata membelalak dalam ketidakpercayaan. "Ica... mengapa kamu bertanya begitu pada Bunda?" sela Keanu, kakak Kalisa. "Tak ada yang salah, kan, Abang? Ica penasaran saja." Kalisa lantas menghela napas. "Bola mata Abang sama dengan Om Rayhan, kok. Tadi Abang dengar, Om Rayhan bilang kita anak-anaknya..." Tiba-tiba, Kanaya menutup matanya erat-erat. Tetes air mata tak terbendung meluncur membasahi pipi; menyimbolkan rasa gundah yang tak sanggup ia ungkapkan."Sudah, jangan bertengkar. Sekarang, kalian berdua mandi ya, sudah sore," ucap Kanaya dengan nada cemas, mencoba mengalihkan perhatian dari pertany
Sore hari, Kanaya terkejut membuka pintu dan menyaksikan sosok sepasang mertuanya berdiri gagah di depan rumah. "Ayah, Bunda," ucapnya bersemangat. "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," balas Ayah Abdullah dan Bunda Fatimah seraya mengepalkan dagunya. "Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Ayah, Bunda, ayo masuk," ajak Kanaya sambil membuka pintu lebar-lebar. Keduanya melangkah masuk dengan senyum mengembang. Keanu dan Kalisa, menyadari kehadiran kakek dan nenek mereka, langsung berlari memeluk mereka erat. "Dede kangen Nenek," ujar Kalisa sambil memeluk Fatimah. "Keanu juga kangen Kakek," timpal Keanu. Hatinya bergelora, teringat bagaimana seminggu terakhir tanpa kehadiran kakek yang kerap menemaninya dengan kisah-kisah tentang nabi. "Keanu, Kalisa, biarkan Kakek dan Nenek duduk dulu ya," ucap Kanaya menenangkan anak-anaknya. "Ayah, Bunda, Kanaya mau ke dapur sebentar ya." "Ya, Kanaya, sila