Setelah acara pernikahan selesai, Kanaya mengajak Jayden untuk beristirahat di dalam kamarnya. Mereka berdua berada di dalam kamar, dengan Kanaya duduk di depan meja rias. "Apa mau saya bantu?" tawar Jayden saat melihat Kanaya kesulitan melepas singa pengantin yang terdapat di atas hijabnya. "Apakah tidak merepotkan?" tanya Kanaya dengan keraguan. "Tidak," jawab Jayden dengan tulus. Dia berjalan mendekati Kanaya, dan dengan lembut Jayden mengulurkan tangannya untuk membantu melepas aksesoris yang menempel di atas hijab Kanaya. "Cantik," ucap Jayden dengan penuh kagum saat melihat wajah istrinya melalui cermin. "Siapa?" tanya Kanaya dengan gugup. Jayden menunduk, dan dengan suara lembutnya dia berbisik di samping Kanaya, "Istriku." Wajah Kanaya langsung memerah, dan detak jantungnya berdegup kencang. Dia memalingkan wajahnya ke samping, mencoba menyembunyikan perasaannya. "Su-dah, Jay," ucap Kanaya dengan
Maaf, Bu, bolehkah saya mengetahui kejadiannya?" tanya Jayden lembut, menatap Maryam dengan penuh perhatian. Maryam menghela nafas panjang, berusaha mengumpulkan keberaniannya, lalu berkata, "Baiklah, Nak." ***Flashback on***Kembali pada tujuh tahun yang lalu, malam itu Maryam pergi membantu tetangganya yang hendak melahirkan. Dia meninggalkan Kanaya seorang diri di rumah. Hujan turun lebat saat itu, angin menerbangkan dedaunan dan menyapu permukaan jalan. Ketika Maryam mencoba menghubungi Kanaya, tak ada jawaban dari ponsel putrinya. Keesokan harinya, dengan wajah pucat dan rasa cemas menyelimuti hatinya, Maryam kembali ke rumah. Dia menemukan Kanaya yang penuh luka; pakaian yang acak-acakan, rambut yang berantakan, dan tangan yang memerah seperti bekas cengkraman yang kuat. Maryam mendekat, hatinya teriris melihat kondisi anaknya. Namun, saat Maryam hendak menyentuhnya, Kanaya kembali histeris, berteriak penuh ketakutan,
Allahu Akbar," ucap Jayden dengan takbir.Deg, jantung Kanaya berdegup kencang, darahnya berdesir hebat. Mendengar suara Jayden membuat hati Kanaya tenang."Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucap Jayden."Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucap Keanu, Kalisa, dan Kanaya.Kemudian mereka berdoa, Kalisa mengucapkan, "Ya Allah, terima kasih. Terima kasih sudah mendengarkan doa Kalisa. Akhirnya Kalisa punya ayah seperti teman-teman Kalisa, ya Allah.""Ya Allah, terima kasih sudah memberikan sosok ayah yang baik seperti Ayah Jayden. Keanu merasa tenang karena Bunda ada yang menjaga. Keanu berdoa semoga Allah melimpahkan kasih sayang dan rejeki bagi keluarga Keanu. Amin," ucap Keanu.Kanaya dan Jayden tertegun mendengar doa dari kedua anak kembar ini. Jayden bahkan tidak bisa menahan air matanya. Sungguh, Jayden merasakan betapa menderitanya kedua anak ini karena sering dihina dan merasakan penderitaan yang dialami
Di meja makan, sambil mengunyah lahap hidangan makan malam, Jayden sesekali mencuri pandang kepada putra sambungnya. Saat ia fokus menatap, ditemukannya kemiripan antara wajah dan bola mata Keanu dengan Abang Rayyan. "Gak mungkin, ini hanya kebetulan," gumam Jayden ragu-ragu, sambil berusaha meyakinkan diri. "Mas, kenapa?" tanya Kanaya penasaran, sekaligus menepuk pundak Jayden. Jayden tersentak kaget, namun segera meresapi jantung yang berdebar kencang. "Tidak apa-apa, Sayang," sahutnya tenang. "Mau ditambah sayurannya?" tawar Kanaya. "Tidak, Sayang. Ini sudah cukup," ucap Jayden, berusaha meredam curiga di benaknya. Mereka melanjutkan makan malam dengan khidmat, menyantap sajian yang tersaji. Jayden masih tertatih menyingkap tabir misteri tersebut, tetapi dia mengusir bayang-bayang tersebut demi menikmati kebersamaan bersama keluarganya.Rayyan terdiam dalam kamarnya, matanya jauh melihat ke luar jend
Jayden menutup pintu dengan keras hingga terkunci, lantas meletakkan Kanaya di atas tempat tidur. Tak lama, Kanaya meraih segala benda yang ada di sekitarnya dan melemparkannya dengan geram. Jayden bergegas mendekat, memeluk tubuh Kanaya yang bergetar hebat. "Sayang, tenang ya, saya di sini," ucap Jayden, sambil mengusap puncak kepala Kanaya yang terbalut hijab. "By, orangnya datang lagi," desis Kanaya, suara gentar terpancar dari wajah pucatnya. Jayden menggenggam tangan Kanaya erat. "Saya tidak akan membiarkan dia mendekat, tenang ya," pinta Jayden tegas. "Tapi, By, dia jahat. Dia memaksaku, By," isak Kanaya terputus, air mata mulai membanjiri pipinya. Hati Jayden seperti teriris mendengar pengaduan istrinya. Seolah perih melihat trauma Kanaya terasa begitu dalam akibat ulah pria jahat itu. Dalam keheningan, pikiran Jayden berkecamuk mencari jalan keluar dari situasi ini.Jayden terus termenung, mencoba merangkai potonga
"Tenang, sayang. Saya tidak akan meninggalkanmu. Kita akan melewati semua ini bersama-sama. Kalau perlu, nanti kita hukum penjahat itu dengan hukuman yang setimpal," ucap Jayden dengan penuh keyakinan. "Mas, aku mau ngasih tahu kamu sesuatu," ucap Kanaya, melepaskan pelukannya. "Apa, sayang?" tanya Jayden, mencoba menenangkan dirinya sendiri. "Mas, kalau seandainya orang jahat itu orang terdekat kamu, bagaimana?" tanya Kanaya dengan suara gemetar. "Maksud kamu?" tanya Jayden, merasa gelisah. Hatinya berdebar kencang, takut dengan kemungkinan yang mungkin diungkapkan oleh Kanaya. "Mas," panggil Kanaya, namun sebelum dia bisa melanjutkan, tiba-tiba ponsel Jayden berdering. "Sebentar, sayang. Teman saya menelpon," ucap Jayden. Dia melihat layar ponselnya dan melihat nama Bima muncul. Dengan hati yang masih berdebar, Jayden menggeser tombol hijau dan mengangkat telepon tersebut. "Halo, Bima. Ada apa?" tanya Jayden, me
Jayden baru saja memarkirkan mobilnya di parkiran, menunggu waktu untuk menjemput Keanu. Tiba-tiba, ponselnya bergetar, menandakan ada panggilan masuk. Ia terkejut melihat nama Kanaya yang tertera di layar ponselnya. Ia segera mengangkatnya dan mendengar suara istrinya yang cemas. "By, di mana Keanu dan Kalisa? Aku sangat khawatir. Apakah mereka ada sama kamu? Mana dia?" tanya Kanaya dengan suara yang bergetar. Jayden merasa gelisah, "Maksudnya kamu bagaimana sayang? Maaf, saya baru saja keluar dari kelas dan sedang menuju sekolah untuk menjemput Keanu dan Kalisa. Apa yang terjadi?" "Anak-anak sudah pergi dengan seorang pria, By, pakai mobil. Aku pikir itu kamu! Aku panik, By. Aku tidak tahu apa yang terjadi sama mereka," ucap Kanaya dengan suara bergetar semakin. Jayden berusaha menenangkan istrinya, "Tenang dulu ya sayang. Jangan panik. Kamu tunggu di sana, saya akan ke sana sekarang." "Ya sudah, hati-hati mas, jangan ngebut ya
Sementara itu, Jayden telah tiba di sekolah Keanu dan Kalisa. Dia melihat Kanaya yang sedang menangis di pos satpam, dan segera keluar dari mobil untuk menghampiri istrinya. "Sayang," panggil Jayden dengan suara lembut. Kanaya, yang mendengar suara yang begitu familiar, segera bangkit dari tempat duduknya dan memeluk Jayden dengan erat. Jayden membalas pelukan tersebut dengan penuh kelembutan. "Bagaimana ini, Mas? Anak-anak kita diculik. Aku sangat khawatir," tanya Kanaya dengan suara terisak. "Tenang, sayang. Aku akan mencari mereka. Kamu pulang dulu, biar aku yang mencarinya," ucap Jayden dengan penuh tekad. Dia tidak ingin Kanaya kelelahan atau stres karena memikirkan situasi ini. "Aku tidak mau pulang sebelum aku menemukan anak-anak, Mas. Tolong, mereka adalah harta yang paling berharga bagiku. Tolong bawa mereka kembali," pinta Kanaya dengan suara penuh harap. "Ya, sayang. Masuk ke mobil dulu ya. Aku perlu berbicara dengan Pak A
Setelah selesai mengisi kajian, Rayyan bergegas menuju sekolah si kembar. Waktu pulang sekolah sudah hampir tiba, dan entah mengapa kali ini Rayyan merasa lebih bersemangat daripada biasanya. Saat melangkah cepat, senyum merekah di wajahnya, dan detak jantungnya terasa semakin kencang. Rayyan lantas beristighfar dalam hatinya, memohon ampun atas perasaan yang memenuhi dirinya. Entah sadar atau tidak, hatinya mulai menyebut nama Anastasia, sang guru muda yang mengajar si kembar. Seperti ada aura positif yang memancar darinya, membuat Rayyan merasa bersemangat menghadapi harinya Setelah 30 menit, mobil Rayhan tiba di depan gerbang sekolah. Rayyan dapat melihat dengan jelas bahwa si kembar sedang berjalan dengan Bu Ana di samping mereka, satu di sebelah kanan dan satu di sebelah kiri.Pintu mobil terbuka, saat Rayyan akan dibantu turun oleh asisten pribadinya, Ana mengucapkan salam bersamaan dengan si kembar."Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucap Ana."Waalaikumsalam warah
Di ruang tunggu rumah sakit, Jayden dan Kanaya menarik perhatian banyak orang. Mata mereka tertuju pada Jayden yang tengah mendaftarkan Kanaya di meja resepsionis. Suasana jadi riuh oleh bisik-bisik penasaran, terutama melihat penampilan Jayden yang terlihat begitu cantik dan lucu dengan bandu telinga kelinci yang dipakai. Kemeja pink yang dikenakan Jayden semakin menambah daya tarik. Kanaya, menyadari hal tersebut, tersenyum ke arah suaminya dan berbisik, "Kamu tahu, kamu ini terlihat sangat manis hari ini." Jayden hanya bisa pasrah dengan wajah merah padam, menahan rasa malu yang meluap-luap. Seandainya ia tak perlu membujuk Kanaya untuk berobat, Jayden tentu tak akan mengenakan pakaian pink ini.Setelah mendaftar, Kanaya dan Jayden melangkah bersama menuju poli umum. Suasana ruangan yang ramai membuat Kanaya merasa gugup. Tak lama kemudian, nama Kanaya dipanggil oleh petugas, membuat jantungnya berdebar kencang. "Mas, sejujurnya gak usah ke dokter ih
Setelah satu bulan berlalu sejak kecelakaan itu, segalanya telah berubah. Kanaya dengan hati yang tulus memaafkan Rayyan atas semua kesalahannya. Dia juga mengizinkan si kembar bertemu dengan ayah kandung mereka.Fatimah, mertua Kanaya, sangat terharu dengan sifat baik hati menantunya. Dia melihat betapa Kanaya memiliki hati yang begitu baik.Setelah insiden itu, baru seminggu ini si kembar kembali melangkahkan kaki ke sekolah. Pagi ini, mereka akan diantar oleh ayah kandung mereka, Rayyan. "Abang! Adek! Ayo cepat, Papa sudah menunggu!" seru Kanaya, menarik perhatian mereka dari meja makan. "Sayang, jangan teriak-teriak, nanti tenggorokanmu sakit," tegur Jayden lembut. "Ih, kalau tidak teriak, bagaimana mereka bisa mendengar, Mas!" balas Kanaya dengan nada manja. Pagi itu, si kembar melangkah ke ruang makan dengan wajah ceria. "Pagi, Bunda. Pagi, Ayah sayang. Pagi, Nenek," sapa mereka ramah. "Lho, Bun, katanya ada Papa?" tanya Keanu dengan raut penasaran. "Tuh, Papamu ada di r
Fatimah menatap Jayden, mata yang penuh kecemasan. "Jayden, bawa Kanaya ke ruang rawat si kembar. Dia juga perlu istirahat," ujarnya lembut. Jayden tampak ragu, menggaruk-garuk kepala, "Tapi, Bun, bagaimana dengan Mas Rayyan?" Fatimah melirik Abdullah, yang kemudian mengambil alih pembicaraan. "Biarkan kami yang menjaganya, Jay. Kamu istirahat saja sekarang," ucap Abdullah, berusaha meyakinkan Jayden. Akhirnya, Jayden mengangguk dan mengajak Kanaya meninggalkan ruangan. Setelah pintu tertutup rapat, Fatimah tiba-tiba terisak pelan. Abdullah segera merengkuh istrinya, hati serasa teriris menyaksikan kesedihan yang mendalam di wajah Fatimah. "Sayang, kamu boleh menangis sekarang. Tapi setelah ini, saya mohon, jangan ada lagi air mata. Kita harus kuat demi Rayyan," bisiknya lembut di telinga Fatimah."Mas, tapi aku tidak menyangka Rayhan akan seberani itu membawa kabur si kembar," ucap Fatimah dengan suara lirih, matanya tampak berkaca-
Fatimah dan Abdullah tiba di rumah sakit dengan wajah bingung. Kedua orang tua itu tidak menyangka putra sulung mereka, Rayyan, akan terlibat dalam kejadian ini. Fatimah merasa dadanya berdegup kencang dan napasnya terengah-engah karena kekhawatiran. "Ayah, bang Rayyan mencoba menculik si kembar, dan akibatnya mereka mengalami kecelakaan," ujar Jayden dengan suara lirih. Fatimah terbelalak dan terkejut mendengarnya, matanya berkaca-kaca seakan tak percaya bahwa Rayyan akan melakukan hal seberani itu. "Ayo, Ayah dan Bunda. Kita lihat kondisi bang Rayyan karena dia sudah dipindahkan ke ruang rawat," ajak Jayden sambil menarik lengan Abdullah. Abdullah menahan tangan Jayden ketika akan melangkah menuju ruang rawat Rayyan. Suasana menjadi lebih tegang, mata Jayden bertanya-tanya. "Ada apa, Ayah?" tanya Jayden bingung. Abdullah menghela napas, lalu berkata, "Antarkan Ayah ke kamar rawat si kembar, Ayah ingin melihat kondisi cucu-cucu Aya
Situasi di rumah sakit begitu tegang, terutama bagi Jayden yang mondar-mandir gelisah di depan pintu ruang operasi. Hatinya dipenuhi dengan kekhawatiran dan penyesalan yang mendalam. Dia tidak pernah membayangkan bahwa abangnya, Rayyan, akan mengalami kecelakaan serius dan harus menjalani operasi. Mengingat kilas balik tentang perbuatannya yang menculik anaknya, Jayden merasa ini mungkin merupakan karma yang ia hadapi. Namun, di sisi lain, Jayden juga merasa khawatir karena putra-putrinya sedang berada di ruang pemeriksaan, ditemani oleh Kanaya. Pikirannya terbagi antara kekhawatiran untuk abangnya dan kekhawatiran untuk keselamatan anak-anaknya. Setelah menerima panggilan telepon dari pihak rumah sakit, Jayden segera memberitahu Kanaya tentang kecelakaan yang menimpa Rayyan dan si kembar. Kabar tersebut membuat Kanaya dan Maryam terkejut dan syok. Mereka segera bergegas menuju rumah sakit untuk memberikan dukungan dan kehadiran mereka. Kanaya berjalan
"Apa? Hilang?!" pekik Jayden, sementara itu Maryam juga terkejut mendengarnya. Pada saat itu, atmosfer di rumah menjadi tegang dan panik."Bagaimana bisa, Nay?" tanya Maryam, bundanya Kanaya, dengan kekhawatiran yang terpancar dari matanya yang sayu. Kanaya menggelengkan kepalanya lemah, air mata menetes di pipinya tanpa henti. "Naya juga tidak tahu, Bu. Tadi anak-anak Naya tinggal di taman belakang karena mau mengambil pakan ikan. Tapi saat Naya kembali, mereka menghilang," lirih Kanaya dengan suara yang penuh duka.Maryam menarik napas panjang, mencoba meredakan paniknya. "Baiklah, kita akan mencarinya bersama-sama. Pertama, kita periksa rekaman CCTV," ucap Jayden. Kebetulan Jayden telah memasang CCTV di rumah baru mereka. Maryam dan Kanaya mengikuti Jayden menuju ruang kerjanya, langkah mereka terburu-buru.Setibanya di sana, Jayden duduk di depan meja kerjanya dan membuka laptopnya dengan sigap. Jayden mulai mengotak-atik rekaman CCTV sejenak, jari-jar
Setelah orang tua dan abangnya pergi, Jayden melangkah menuju kamar anak-anaknya. Namun, saat hendak menggenggam gagang pintu, langkahnya terhenti; suara Kalisa, putri bungsunya, terdengar meminta penjelasan pada Kanaya. "Bunda, apa Om Rayhan itu ayah kita, ya?" tanyanya polos. Kanaya, yang ditanya, terpana. Lidah terasa kelu dan mata membelalak dalam ketidakpercayaan. "Ica... mengapa kamu bertanya begitu pada Bunda?" sela Keanu, kakak Kalisa. "Tak ada yang salah, kan, Abang? Ica penasaran saja." Kalisa lantas menghela napas. "Bola mata Abang sama dengan Om Rayhan, kok. Tadi Abang dengar, Om Rayhan bilang kita anak-anaknya..." Tiba-tiba, Kanaya menutup matanya erat-erat. Tetes air mata tak terbendung meluncur membasahi pipi; menyimbolkan rasa gundah yang tak sanggup ia ungkapkan."Sudah, jangan bertengkar. Sekarang, kalian berdua mandi ya, sudah sore," ucap Kanaya dengan nada cemas, mencoba mengalihkan perhatian dari pertany
Sore hari, Kanaya terkejut membuka pintu dan menyaksikan sosok sepasang mertuanya berdiri gagah di depan rumah. "Ayah, Bunda," ucapnya bersemangat. "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," balas Ayah Abdullah dan Bunda Fatimah seraya mengepalkan dagunya. "Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Ayah, Bunda, ayo masuk," ajak Kanaya sambil membuka pintu lebar-lebar. Keduanya melangkah masuk dengan senyum mengembang. Keanu dan Kalisa, menyadari kehadiran kakek dan nenek mereka, langsung berlari memeluk mereka erat. "Dede kangen Nenek," ujar Kalisa sambil memeluk Fatimah. "Keanu juga kangen Kakek," timpal Keanu. Hatinya bergelora, teringat bagaimana seminggu terakhir tanpa kehadiran kakek yang kerap menemaninya dengan kisah-kisah tentang nabi. "Keanu, Kalisa, biarkan Kakek dan Nenek duduk dulu ya," ucap Kanaya menenangkan anak-anaknya. "Ayah, Bunda, Kanaya mau ke dapur sebentar ya." "Ya, Kanaya, sila