Keduanya berjalan masuk ke dalam butik. pintu terbuka, dan beberapa karyawan menyapa Jayden dan Kanaya.
"Selamat pagi, Tuan Haris," sapa beberapa karyawan dengan sopan. Kanaya terdiam mendengar sapaan tersebut, terkejut dengan panggilan 'Tuan Haris'."Tolong kamu siapkan beberapa gaun untuk calon istri saya," perintah Jayden kepada para karyawan dengan tegas. Mereka mengangguk patuh dan membawa Kanaya untuk melihat koleksi gaun yang tersedia di butik tersebut.Sementara itu, Jayden duduk di sofa yang tidak jauh dari Kanaya. Pria tampan ini mengeluarkan ponselnya dan mulai memeriksa laporan kerjanya.Kanaya tercengang saat melihat gaun-gaun yang indah di hadapannya. Namun, dia tak dapat menyembunyikan kejutan saat melihat harga-harga yang tertera di label gaun-gaun tersebut. "Ya Allah, ini mahal sekali," batin Kanaya dengan kaget. Meskipun dia tertarik dengan beberapa gaun, namun dia tidak berani mencobanya karena harganya yang sangat tinggi.Jayden memasukkan ponselnya ke dalam saku jas, lalu bangkit berdiri dan melangkah menuju Kanaya."Kenapa kamu tidak mencoba gaunnya?" tanya Jayden. Kanaya meringis dan berbisik."Mungkin kita sebaiknya pulang saja, tempat ini terlalu mahal. Sayang uangnya," ucapnya dengan suara lirih. Jayden hampir saja tertawa mendengarnya."Hey ngapain pulang, saya bawa kamu kesini untuk mencoba gaunnya. Bukan untuk melihat harganya." ujar Jayden dengan nada meyakinkan. Bibir Kanaya mengerucut mendengarnya. Padahal Kanaya tidak mau merepotkan Jayden, uang dari mana coba beli gaun ratusan juta seperti itu.Tanpa diketahui oleh Kanaya, butik yang mereka kunjungi adalah milik Jayden sendiri, Muhammad Jayden Haris, calon suaminya yang akan segera resmi menjadi suaminya.Tidak banyak yang mengetahui bahwa Jayden adalah seorang pria yang sukses dalam berbagai bidang. Bahkan keluarganya pun tidak mengetahui bahwa Jayden sudah bekerja. Selain memiliki butik, Jayden juga memiliki beberapa kafe yang ia kelola bersama dua sahabatnya sejak SMA, dan omsetnya sangat luar biasa.Mereka berdua melanjutkan perjalanan mereka di butik tersebut, dengan Jayden berjanji untuk membantu Kanaya memilih gaun yang sempurna untuk pernikahan mereka. Pernikahan sekali seumur hidup harus terlihat istimewa.Setelah memilih gaun pengantin dan berdiskusi dengan wedding organizer, Jayden dan Kanaya merasa lapar. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang, dan Jayden mengajak Kanaya makan siang di sebuah cafe."Mau makan di cafe mana?" tanya Jayden, dengan senyum yang hangat.Kanaya merasa lelah dan hanya ingin pulang. "Boleh langsung pulang tidak?" tanyanya, dengan nada yang lembut. "Makan di rumah saja."Jayden menggeleng, "Untuk hari ini kita makan bersama, tidak ada penolakan." ucapnya tegas.Kanaya mengerutkan dahinya, "Kalau gak bisa nolak ngapain nawarin," balasnya, agak kesal."Saya nawarin mau ke cafe mana, bukan mau ke cafe atau pulang. Bagaimana sih kamu," balas Jayden, agak frustasi. Wajah Kanaya seketika menekuk, susah memangnya kalau ngomong sama brondong tengil."Ja_ euh, Mas. Boleh aku bertanya?" tanya Kanaya, mencoba mengubah topik."Boleh," jawab Jayden dengan cepat, penasaran dengan pertanyaan Kanaya."Apa kamu yakin ingin menikah denganku? Apakah kamu tidak punya kekasih?" tanya Kanaya, dengan suara yang penuh keraguan.Jayden tertawa, "Pertanyaan pertama sungguh konyol, kalau tidak yakin ngapain saya buang-buang waktu untuk datang ke rumah kamu dan melamar kamu. Dan yang kedua, Saya tidak pernah pacaran atau punya pacar."Jayden lalu berhenti sejenak, melihat Kanaya dengan tatapan yang penuh cinta, "Tapi kita akan pacaran setelah halal." ucapnya, sambil mengedipkan sebelah matanya.Kanaya merasa wajahnya memerah, jantungnya berdetak kencang, tak menyangka Jayden akan berkata seperti itu. Jayden memperhatikan perubahan warna wajah Kanaya dan berdecak, "Kok wajahnya memerah Bun?" ucapnya, menirukan suara Keanu yang menggoda ibunya tadi pagi. Kanaya hanya bisa memalingkan wajahnya, "Diem mas," ucapnya pelan, menatap keluar jendela.Perjalanan mereka berlanjut hingga akhirnya sampai di Cafe JH 15 menit kemudian. Saat mereka berdua memasuki cafe, tiba-tiba terdengar seseorang memanggil nama Jayden. Mereka berdua langsung mencari sumber suara dan Jayden menemukan sosok Abangnya, Rayyan, berdiri di sana.Rayyan mendekat, memberi salam, "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucapnya. "Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Jayden dan Kanaya bersamaan.Rayyan langsung mengarahkan pertanyaannya ke Jayden, "Jay, jadi... ini janda yang kamu maksud?" tanyanya langsung. Jayden mengangguk, "Ya Mas, kenalin Kanaya." ucapnya. Kanaya mengepal kedua tangannya di dada, "Salam kenal Mas, saya Kanaya." ucapnya dengan sopan.Rayyan memandang Kanaya dengan pandangan sinis, "Gak usah sok suci dan sok baik, saya tidak akan tertarik." ucapnya dengan nada penuh sarkasme. Ucapannya membuat Kanaya terhenyak, begitu juga dengan Jayden. Mereka berdua tidak percaya Rayyan bisa berkata seperti itu."Saya sarankan, lebih baik kamu mundur. Adik saya terlalu sempurna untuk janda seperti kamu!" lanjut Rayyan, dengan nada merendah. Jayden langsung berdiri, "Stop mas!" ucapnya dengan emosi, kedua tangannya terkepal kuat.Jayden melanjutkan, "Mas, Jay tegasin sama mas. Jay mau menikah sama siapapun itu tidak perlu restu Mas. Yang Jay butuhkan restu kedua orang tua. Jadi, stop_"Rayyan tidak peduli, dia terus merendahkan Kanaya, "Kamu itu harusnya buka mata hati kamu Jay, Masih banyak diluaran sana gadis yang cantik dan Sholehah." ucapnya. "Kamu itu hanya di manfaatin sama janda gatal ini, apalagi dia punya anak dua paling cuman numpang hidup dan nyusahin!" lanjutnya.Rayyan berbalik ke Kanaya, "Lebih baik kamu mundur deh mbak, fokus saja sama anakmu. Kalian gak cocok bagai langit dan bumi." ucapnya dengan sinis.Jayden bergerak maju, amarahnya hampir memuncak. Namun, Kanaya cepat-cepat menahan lengan Jayden, menggelengkan kepalanya, seolah-olah memberi isyarat untuk tidak melakukan apa-apa."Tapi dia udah kelewatan Nay," ucap Jayden, suaranya gemetar menahan amarah. Gigi-giginya bergemeletuk, tanda bahwa dirinya berusaha keras menahan amarahnya."Sabar Mas, ini tempat umum." Ucap Kanaya, mencoba meredakan situasi.Rayyan hanya mengejek, "CK, sok suci sekali." Lalu dia menambahkan, "Ingat mbak, jika kamu punya rasa malu dan harga diri. Lebih baik jauhi adik saya." Setelah mengucapkan itu, Rayyan berbalik dan pergi, meninggalkan mereka berdua dalam keadaan terpaku.Kanaya merasa hatinya teriris mendengar kata-kata Rayyan. Dia ingin menampar Rayyan, tapi dia tidak bisa. Dia hanya bisa menahan rasa sakit yang mendalam di hatinya.Hening beberapa saat.Jayden melirik Kanaya, rasa penyesalan menggelayut di wajahnya. "Maaf," ucapnya dengan suara serak. Kanaya hanya menundukkan kepalanya, bibir bawahnya digigitnya kuat-kuat untuk menahan tangis yang hampir pecah. Bahkan tangan Kanaya meremas tali tasnya dengan kuat, mencoba mencari pegangan."Maaf, atas semua kata yang menyakiti hatimu." ucap Jayden lagi, suaranya penuh penyesalan. "Jangan dengarkan apa yang dia katakan, karena yang menikah itu bukan dia tapi kita," lanjut Jayden, mencoba memberikan semangat pada Kanaya.Namun, Kanaya hanya tersenyum getir. Apakah Jayden tidak tahu betapa sakitnya hatinya? Apakah benar apa yang dikatakan Rayyan, bahwa Kanaya tidak pantas untuk pria sebaik Jayden?Dengan suara yang hampir tak terdengar, Kanaya berbisik, "Aku mohon, batalkan pernikahan ini." Ucapnya pe
Fatimah menggelengkan kepalanya, dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipi. 'Astagfirullah, Mas," ucap Fatimah, terkejut dengan apa yang terjadi. Fatimah tidak menyangka bahwa putra sulungnya bisa bicara se-kasar itu terhadap seorang wanita."Maaf," ucap Rayyan, merasa menyesal atas tindakannya."Ya Allah, Mas. Kenapa seperti ini?" tanya Fatimah kepada putra sulungnya dengan suara penuh kekecewaan. Fatimah tidak percaya bahwa putranya, yang seorang ustadz, bisa melakukan hal seperti ini. Dia merasa kecewa dengan apa yang terjadi. Dia bertanya-tanya, kemana ilmu agama yang selama ini diajarkan kepada putranya."Mati-matian sedari tadi Jay menahan sakit ini, Mas," sambung Fatimah, mengungkapkan rasa sakit hatinya melihat Jayden menderita."Bahkan rasanya Jay belum puas memukuli wajahmu!" tambah Jayden dengan nada yang penuh kebencian."Kamu tahu, wanita yang kamu sakiti itu adalah seorang ibu, Mas!" lanjut Jayden dengan suara yang penuh emosi. Setelah mengucapkan itu, Jayden ba
Di dalam kamar, si kembar saling berbisik satu sama lain dengan hati-hati. Mereka tahu betul bahwa pintu kamar mereka tidak kedap suara, sehingga suara mereka bisa terdengar keluar."Abang, apakah kamu melihat pria dewasa tadi sore?" tanya Kalisa dengan suara berbisik."Ya, Abang melihatnya, dek," jawab Keanu dengan suara yang sama pelan."Kok pria itu mirip sekali dengan Abang, terutama dari bola matanya," ucap Kalisa dengan rasa penasaran. Keanu tertawa mendengar ucapan adiknya."Adek, di dunia ini banyak orang yang mirip satu sama lain, loh," jawab Keanu dengan santai."Ish, Abang, aku serius nih. Apa jangan-jangan..." Kalisa belum sempat menyelesaikan kalimatnya ketika pintu kamar mereka tiba-tiba diketuk.Tok, tok, tok.Mendengar ketukan itu, Keanu bergegas menuju pintu dan membukanya. Pintu terbuka, dan tampaklah Kanaya berdiri di sana."Ayo, makan malam dulu, sayang," ajak Kanaya sambil tersenyum. Keanu mengangguk setuju, lalu memanggil adiknya."Kalisa, ayo dekat sini. Waktuny
Setelah acara pernikahan selesai, Kanaya mengajak Jayden untuk beristirahat di dalam kamarnya. Mereka berdua berada di dalam kamar, dengan Kanaya duduk di depan meja rias. "Apa mau saya bantu?" tawar Jayden saat melihat Kanaya kesulitan melepas singa pengantin yang terdapat di atas hijabnya. "Apakah tidak merepotkan?" tanya Kanaya dengan keraguan. "Tidak," jawab Jayden dengan tulus. Dia berjalan mendekati Kanaya, dan dengan lembut Jayden mengulurkan tangannya untuk membantu melepas aksesoris yang menempel di atas hijab Kanaya. "Cantik," ucap Jayden dengan penuh kagum saat melihat wajah istrinya melalui cermin. "Siapa?" tanya Kanaya dengan gugup. Jayden menunduk, dan dengan suara lembutnya dia berbisik di samping Kanaya, "Istriku." Wajah Kanaya langsung memerah, dan detak jantungnya berdegup kencang. Dia memalingkan wajahnya ke samping, mencoba menyembunyikan perasaannya. "Su-dah, Jay," ucap Kanaya dengan
Maaf, Bu, bolehkah saya mengetahui kejadiannya?" tanya Jayden lembut, menatap Maryam dengan penuh perhatian. Maryam menghela nafas panjang, berusaha mengumpulkan keberaniannya, lalu berkata, "Baiklah, Nak." ***Flashback on***Kembali pada tujuh tahun yang lalu, malam itu Maryam pergi membantu tetangganya yang hendak melahirkan. Dia meninggalkan Kanaya seorang diri di rumah. Hujan turun lebat saat itu, angin menerbangkan dedaunan dan menyapu permukaan jalan. Ketika Maryam mencoba menghubungi Kanaya, tak ada jawaban dari ponsel putrinya. Keesokan harinya, dengan wajah pucat dan rasa cemas menyelimuti hatinya, Maryam kembali ke rumah. Dia menemukan Kanaya yang penuh luka; pakaian yang acak-acakan, rambut yang berantakan, dan tangan yang memerah seperti bekas cengkraman yang kuat. Maryam mendekat, hatinya teriris melihat kondisi anaknya. Namun, saat Maryam hendak menyentuhnya, Kanaya kembali histeris, berteriak penuh ketakutan,
Allahu Akbar," ucap Jayden dengan takbir.Deg, jantung Kanaya berdegup kencang, darahnya berdesir hebat. Mendengar suara Jayden membuat hati Kanaya tenang."Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucap Jayden."Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucap Keanu, Kalisa, dan Kanaya.Kemudian mereka berdoa, Kalisa mengucapkan, "Ya Allah, terima kasih. Terima kasih sudah mendengarkan doa Kalisa. Akhirnya Kalisa punya ayah seperti teman-teman Kalisa, ya Allah.""Ya Allah, terima kasih sudah memberikan sosok ayah yang baik seperti Ayah Jayden. Keanu merasa tenang karena Bunda ada yang menjaga. Keanu berdoa semoga Allah melimpahkan kasih sayang dan rejeki bagi keluarga Keanu. Amin," ucap Keanu.Kanaya dan Jayden tertegun mendengar doa dari kedua anak kembar ini. Jayden bahkan tidak bisa menahan air matanya. Sungguh, Jayden merasakan betapa menderitanya kedua anak ini karena sering dihina dan merasakan penderitaan yang dialami
Di meja makan, sambil mengunyah lahap hidangan makan malam, Jayden sesekali mencuri pandang kepada putra sambungnya. Saat ia fokus menatap, ditemukannya kemiripan antara wajah dan bola mata Keanu dengan Abang Rayyan. "Gak mungkin, ini hanya kebetulan," gumam Jayden ragu-ragu, sambil berusaha meyakinkan diri. "Mas, kenapa?" tanya Kanaya penasaran, sekaligus menepuk pundak Jayden. Jayden tersentak kaget, namun segera meresapi jantung yang berdebar kencang. "Tidak apa-apa, Sayang," sahutnya tenang. "Mau ditambah sayurannya?" tawar Kanaya. "Tidak, Sayang. Ini sudah cukup," ucap Jayden, berusaha meredam curiga di benaknya. Mereka melanjutkan makan malam dengan khidmat, menyantap sajian yang tersaji. Jayden masih tertatih menyingkap tabir misteri tersebut, tetapi dia mengusir bayang-bayang tersebut demi menikmati kebersamaan bersama keluarganya.Rayyan terdiam dalam kamarnya, matanya jauh melihat ke luar jend
Jayden menutup pintu dengan keras hingga terkunci, lantas meletakkan Kanaya di atas tempat tidur. Tak lama, Kanaya meraih segala benda yang ada di sekitarnya dan melemparkannya dengan geram. Jayden bergegas mendekat, memeluk tubuh Kanaya yang bergetar hebat. "Sayang, tenang ya, saya di sini," ucap Jayden, sambil mengusap puncak kepala Kanaya yang terbalut hijab. "By, orangnya datang lagi," desis Kanaya, suara gentar terpancar dari wajah pucatnya. Jayden menggenggam tangan Kanaya erat. "Saya tidak akan membiarkan dia mendekat, tenang ya," pinta Jayden tegas. "Tapi, By, dia jahat. Dia memaksaku, By," isak Kanaya terputus, air mata mulai membanjiri pipinya. Hati Jayden seperti teriris mendengar pengaduan istrinya. Seolah perih melihat trauma Kanaya terasa begitu dalam akibat ulah pria jahat itu. Dalam keheningan, pikiran Jayden berkecamuk mencari jalan keluar dari situasi ini.Jayden terus termenung, mencoba merangkai potonga
Setelah selesai mengisi kajian, Rayyan bergegas menuju sekolah si kembar. Waktu pulang sekolah sudah hampir tiba, dan entah mengapa kali ini Rayyan merasa lebih bersemangat daripada biasanya. Saat melangkah cepat, senyum merekah di wajahnya, dan detak jantungnya terasa semakin kencang. Rayyan lantas beristighfar dalam hatinya, memohon ampun atas perasaan yang memenuhi dirinya. Entah sadar atau tidak, hatinya mulai menyebut nama Anastasia, sang guru muda yang mengajar si kembar. Seperti ada aura positif yang memancar darinya, membuat Rayyan merasa bersemangat menghadapi harinya Setelah 30 menit, mobil Rayhan tiba di depan gerbang sekolah. Rayyan dapat melihat dengan jelas bahwa si kembar sedang berjalan dengan Bu Ana di samping mereka, satu di sebelah kanan dan satu di sebelah kiri.Pintu mobil terbuka, saat Rayyan akan dibantu turun oleh asisten pribadinya, Ana mengucapkan salam bersamaan dengan si kembar."Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucap Ana."Waalaikumsalam warah
Di ruang tunggu rumah sakit, Jayden dan Kanaya menarik perhatian banyak orang. Mata mereka tertuju pada Jayden yang tengah mendaftarkan Kanaya di meja resepsionis. Suasana jadi riuh oleh bisik-bisik penasaran, terutama melihat penampilan Jayden yang terlihat begitu cantik dan lucu dengan bandu telinga kelinci yang dipakai. Kemeja pink yang dikenakan Jayden semakin menambah daya tarik. Kanaya, menyadari hal tersebut, tersenyum ke arah suaminya dan berbisik, "Kamu tahu, kamu ini terlihat sangat manis hari ini." Jayden hanya bisa pasrah dengan wajah merah padam, menahan rasa malu yang meluap-luap. Seandainya ia tak perlu membujuk Kanaya untuk berobat, Jayden tentu tak akan mengenakan pakaian pink ini.Setelah mendaftar, Kanaya dan Jayden melangkah bersama menuju poli umum. Suasana ruangan yang ramai membuat Kanaya merasa gugup. Tak lama kemudian, nama Kanaya dipanggil oleh petugas, membuat jantungnya berdebar kencang. "Mas, sejujurnya gak usah ke dokter ih
Setelah satu bulan berlalu sejak kecelakaan itu, segalanya telah berubah. Kanaya dengan hati yang tulus memaafkan Rayyan atas semua kesalahannya. Dia juga mengizinkan si kembar bertemu dengan ayah kandung mereka.Fatimah, mertua Kanaya, sangat terharu dengan sifat baik hati menantunya. Dia melihat betapa Kanaya memiliki hati yang begitu baik.Setelah insiden itu, baru seminggu ini si kembar kembali melangkahkan kaki ke sekolah. Pagi ini, mereka akan diantar oleh ayah kandung mereka, Rayyan. "Abang! Adek! Ayo cepat, Papa sudah menunggu!" seru Kanaya, menarik perhatian mereka dari meja makan. "Sayang, jangan teriak-teriak, nanti tenggorokanmu sakit," tegur Jayden lembut. "Ih, kalau tidak teriak, bagaimana mereka bisa mendengar, Mas!" balas Kanaya dengan nada manja. Pagi itu, si kembar melangkah ke ruang makan dengan wajah ceria. "Pagi, Bunda. Pagi, Ayah sayang. Pagi, Nenek," sapa mereka ramah. "Lho, Bun, katanya ada Papa?" tanya Keanu dengan raut penasaran. "Tuh, Papamu ada di r
Fatimah menatap Jayden, mata yang penuh kecemasan. "Jayden, bawa Kanaya ke ruang rawat si kembar. Dia juga perlu istirahat," ujarnya lembut. Jayden tampak ragu, menggaruk-garuk kepala, "Tapi, Bun, bagaimana dengan Mas Rayyan?" Fatimah melirik Abdullah, yang kemudian mengambil alih pembicaraan. "Biarkan kami yang menjaganya, Jay. Kamu istirahat saja sekarang," ucap Abdullah, berusaha meyakinkan Jayden. Akhirnya, Jayden mengangguk dan mengajak Kanaya meninggalkan ruangan. Setelah pintu tertutup rapat, Fatimah tiba-tiba terisak pelan. Abdullah segera merengkuh istrinya, hati serasa teriris menyaksikan kesedihan yang mendalam di wajah Fatimah. "Sayang, kamu boleh menangis sekarang. Tapi setelah ini, saya mohon, jangan ada lagi air mata. Kita harus kuat demi Rayyan," bisiknya lembut di telinga Fatimah."Mas, tapi aku tidak menyangka Rayhan akan seberani itu membawa kabur si kembar," ucap Fatimah dengan suara lirih, matanya tampak berkaca-
Fatimah dan Abdullah tiba di rumah sakit dengan wajah bingung. Kedua orang tua itu tidak menyangka putra sulung mereka, Rayyan, akan terlibat dalam kejadian ini. Fatimah merasa dadanya berdegup kencang dan napasnya terengah-engah karena kekhawatiran. "Ayah, bang Rayyan mencoba menculik si kembar, dan akibatnya mereka mengalami kecelakaan," ujar Jayden dengan suara lirih. Fatimah terbelalak dan terkejut mendengarnya, matanya berkaca-kaca seakan tak percaya bahwa Rayyan akan melakukan hal seberani itu. "Ayo, Ayah dan Bunda. Kita lihat kondisi bang Rayyan karena dia sudah dipindahkan ke ruang rawat," ajak Jayden sambil menarik lengan Abdullah. Abdullah menahan tangan Jayden ketika akan melangkah menuju ruang rawat Rayyan. Suasana menjadi lebih tegang, mata Jayden bertanya-tanya. "Ada apa, Ayah?" tanya Jayden bingung. Abdullah menghela napas, lalu berkata, "Antarkan Ayah ke kamar rawat si kembar, Ayah ingin melihat kondisi cucu-cucu Aya
Situasi di rumah sakit begitu tegang, terutama bagi Jayden yang mondar-mandir gelisah di depan pintu ruang operasi. Hatinya dipenuhi dengan kekhawatiran dan penyesalan yang mendalam. Dia tidak pernah membayangkan bahwa abangnya, Rayyan, akan mengalami kecelakaan serius dan harus menjalani operasi. Mengingat kilas balik tentang perbuatannya yang menculik anaknya, Jayden merasa ini mungkin merupakan karma yang ia hadapi. Namun, di sisi lain, Jayden juga merasa khawatir karena putra-putrinya sedang berada di ruang pemeriksaan, ditemani oleh Kanaya. Pikirannya terbagi antara kekhawatiran untuk abangnya dan kekhawatiran untuk keselamatan anak-anaknya. Setelah menerima panggilan telepon dari pihak rumah sakit, Jayden segera memberitahu Kanaya tentang kecelakaan yang menimpa Rayyan dan si kembar. Kabar tersebut membuat Kanaya dan Maryam terkejut dan syok. Mereka segera bergegas menuju rumah sakit untuk memberikan dukungan dan kehadiran mereka. Kanaya berjalan
"Apa? Hilang?!" pekik Jayden, sementara itu Maryam juga terkejut mendengarnya. Pada saat itu, atmosfer di rumah menjadi tegang dan panik."Bagaimana bisa, Nay?" tanya Maryam, bundanya Kanaya, dengan kekhawatiran yang terpancar dari matanya yang sayu. Kanaya menggelengkan kepalanya lemah, air mata menetes di pipinya tanpa henti. "Naya juga tidak tahu, Bu. Tadi anak-anak Naya tinggal di taman belakang karena mau mengambil pakan ikan. Tapi saat Naya kembali, mereka menghilang," lirih Kanaya dengan suara yang penuh duka.Maryam menarik napas panjang, mencoba meredakan paniknya. "Baiklah, kita akan mencarinya bersama-sama. Pertama, kita periksa rekaman CCTV," ucap Jayden. Kebetulan Jayden telah memasang CCTV di rumah baru mereka. Maryam dan Kanaya mengikuti Jayden menuju ruang kerjanya, langkah mereka terburu-buru.Setibanya di sana, Jayden duduk di depan meja kerjanya dan membuka laptopnya dengan sigap. Jayden mulai mengotak-atik rekaman CCTV sejenak, jari-jar
Setelah orang tua dan abangnya pergi, Jayden melangkah menuju kamar anak-anaknya. Namun, saat hendak menggenggam gagang pintu, langkahnya terhenti; suara Kalisa, putri bungsunya, terdengar meminta penjelasan pada Kanaya. "Bunda, apa Om Rayhan itu ayah kita, ya?" tanyanya polos. Kanaya, yang ditanya, terpana. Lidah terasa kelu dan mata membelalak dalam ketidakpercayaan. "Ica... mengapa kamu bertanya begitu pada Bunda?" sela Keanu, kakak Kalisa. "Tak ada yang salah, kan, Abang? Ica penasaran saja." Kalisa lantas menghela napas. "Bola mata Abang sama dengan Om Rayhan, kok. Tadi Abang dengar, Om Rayhan bilang kita anak-anaknya..." Tiba-tiba, Kanaya menutup matanya erat-erat. Tetes air mata tak terbendung meluncur membasahi pipi; menyimbolkan rasa gundah yang tak sanggup ia ungkapkan."Sudah, jangan bertengkar. Sekarang, kalian berdua mandi ya, sudah sore," ucap Kanaya dengan nada cemas, mencoba mengalihkan perhatian dari pertany
Sore hari, Kanaya terkejut membuka pintu dan menyaksikan sosok sepasang mertuanya berdiri gagah di depan rumah. "Ayah, Bunda," ucapnya bersemangat. "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," balas Ayah Abdullah dan Bunda Fatimah seraya mengepalkan dagunya. "Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Ayah, Bunda, ayo masuk," ajak Kanaya sambil membuka pintu lebar-lebar. Keduanya melangkah masuk dengan senyum mengembang. Keanu dan Kalisa, menyadari kehadiran kakek dan nenek mereka, langsung berlari memeluk mereka erat. "Dede kangen Nenek," ujar Kalisa sambil memeluk Fatimah. "Keanu juga kangen Kakek," timpal Keanu. Hatinya bergelora, teringat bagaimana seminggu terakhir tanpa kehadiran kakek yang kerap menemaninya dengan kisah-kisah tentang nabi. "Keanu, Kalisa, biarkan Kakek dan Nenek duduk dulu ya," ucap Kanaya menenangkan anak-anaknya. "Ayah, Bunda, Kanaya mau ke dapur sebentar ya." "Ya, Kanaya, sila