[POV Fany]
-----
Aku menutup mulut supaya angin tidak masuk dan suaraku tidak keluar. Bukan hanya diriku yang kaget, tapi semua orang di sini. Ya Tuhan, siapa yang menyangka Adrian mampu bertahan selama lima menit sembilan detik bermain rodeo.
"Dia bukan orang Texas, kan?" bisik seorang wanita duduk di kursi baris depan kami.
Wanita di sebelah menggeleng. "Aku rasa dia natural."
Suara dengung mic membuat semua menoleh. MC berucap dengan penuh semangat. "Adrian Bened! Lima menit sembilan detik! Siapa sangka kita menemukan koboi non Texas yang mampu menandingi Clint!"
Semua penonton banyak yang membeku, lalu MC bertepuk tangan, barulah semua tersadar, ikut bertepuk tangan sambil bersiul.&nb
[POV Fany]------"Jangan mendorong mereka ke ujung jurang Clint." Senyumnya melemahkan siksa Clint pada pergelanganku. Entah siapa dia, sungguh aku tak tahu.Clint memeluknya. Kecupan lembut mendarat ke kening gadis itu. Aku semakin tak mengerti, ke mana perginya sikap mendominasi tadi?Adrian hinggap ke sisiku. Jari-jarinya menyusup ke sela-sela jariku-jariku. Tentu aku balas meremas semua itu."Adrian, aku rasa kami pernah bertemu. Aku ingat wajah gadis itu--"Adrian mendesis, menyuruhku diam.Clint merangkul gadis itu. Pandangan mereka mengejekku dan Adrian. "Ini pengalaman buat kalian. Secemburu apapun dengan pasangan
[POV Fany]-----Aku bangun dalam keadaan enteng. Ketika membuka mata mendapati Adrian berada di samping membuatku tersenyum. Punggungnya yang penuh tato, luka cakar tadi malam, aroma cinta. Aku masih perawan.Ya, aku masih perawan. Adrian Bened tidak mengambil, dia berkata, 'Semua itu untuk suamimu, nanti ketika aku menjadi suami baru kuambil.' Siapa sangka dia bisa bicara seperti itu. Lalu apa yang dia lakukan?Tangan, bibir, jari, dia membuatku melayang berapa kali memakai semua itu. Tentu aku membuatnya melayang dengan punyaku. Sekarang aku semakin nyaman.Kupeluk dia erat. Hangat punggungnya menjalar ke kulit badan bagian depan. Suara detak jantung yang teratur, elusan lembut pada punggung telapak tangan, sungguh, ini bukan mimpi, tapi mimpi
[POV Adrian]-----Mengganggu sekali. Aku tahu ini peternakannya, tapi fantasiku baru saja nyaris tersalur, fantasi liar dalam barn.Pintu, jendela, semua terbuka lebar. Angin dan cahaya matahari masuk memberi nuansa hangat dan sejuk alami dalam rumah.Tuan Zul berdiri menghampiri kami. Dalam setelan jas hitam, seperti biasa dia nampak elit. Entah ada apa hingga terlukis kekhawatiran di raut wajahnya. "Adrian, kamu baik-baik saja?""Ada apa Tuan?"Tuan Zul menarikku duduk. Dia mengamati sejenak Fany, seperti hendak menyuruhnya pergi tapi tertahan."Tak apa Tuan, Fany tunanganku."
[POV Adrian]-----Aku mencari solusi terbaik, tapi sekeras apapun otakku bekerja, belum ketemu. Tidak, aku tidak bisa menyerah, masa depan kami menjadi taruhan.Tuan Zul di sebelahku, mengecilkan volume TV. Sepertinya dia penasaran tentang masalah. "Apa dia baik-baik saja?""Fany tertidur di kamar.""Jangan biarkan dia kelaparan. Nanti bawakan makanan ke kamar, suapi gadismu. Ketika hati wanita kacau pasti nafsu makan hilang. Aku pengalaman menghadapi gadis seperti itu." Suara Tuan Zul kecil dan serius. "Istriku dulu dijodohkan orang tuanya dengan pria lain, sementara diriku belum jadi seperti sekarang."Sepertinya dia serius. "Bagaimana caramu menjadikan beliau istri?"
[POV Fany]-----Suara ketukan lembut pintu memaksaku berkedip. Badanku terasa enteng seperti kapas, susah bangun.Suara Tuan Zul nyaring dari arah depan kamar. "Sarapan siap, kalian mau tidur sampai kapan?"Dia seperti ayahku dulu, ketika membangkunkan untuk sekolah.Adrian terlentang di kasur, menguap, mengucek mata lemas. Sepertinya kelelahan.Aroma sisa permainan cinta terendus di pipinya yang kukecup penuh sayang. "Selamat pagi sayang.""Pagi Nona Bened." Tangan kanan kekar penuh tatto merayap menjadi bantal aman bagiku. "Bagaimana perm
[POV Fany]-----Di depan rumah Tuan Zul, Tiga mobil Ranger menghampiri kami. Aku kenal para lelaki yang keluar dari mobil hitam itu, mereka teman-teman Clint, juga ada Minerva dan keluarga Dohl.Dari samping pelukan Adrian memberi rasa aman nan hangat. Ini akan menjadi perjalanan kami, melawan dunia."Jangan takut, atau kamu ingin berhenti?" Pertanyaan konyol keluar dari seorang yang selalu gasak-gusuk."Bicara apa kamu? Aku tidak akan mundur. Tidak satu langkah pun."Lesung di pipinya keluar, lalu dia mengecup lembut keningku. "Aku harap kamu siap.""Siap untuk rencana awal, Nak?" Tuan Dohl menghampiri kami, memakai kasula. Bor
[POV Fany]-----Mystery bukan favoritku, sekarang Adrian memilih bermain hal itu. Atau mungkin dia sama sepertiku, tidak tahu akan dibawa ke mana.Walau demikian aku merasa aman karena dia di sebelahku, menggenggam erat tanganku. Mau kemana pun selama ada Adrian, aku rela."Kalian begitu manis, tidak melepas gandengan sedetik pun," ucap Minerva, entah sejak kapan dia memandang kami. Bibirnya melekuk manis. "Kamu beruntung memiliki Adrian, Nona Bened.""Jadi menurutmu aku di bawah Adrian?" keluh Clint. "Kamu tidak beruntung mendapatkanku, sayang?""Bukan begitu, tapi--" Mereka berdebat masalah kecil. Menurutku mereka juga lucu dan manis. Clint pencemburu dan Minerva seperti menikmat
[POV Adrian]-----"Adrian, apa yang kamu lakukan?"Fany panik berusaha menarikku kembali duduk ketika diriku berusaha merangkak melalui atas kursi untuk membuka pintu belakang.Aku tak tahu betapa menderitanya Fany, aku bukan dia, tapi tahu bagaimana membuatnya nyaman nanti.Aku merayap ke belakang membuka pintu, melempar apapun yang bisa kuambil.Ban serep yang kulempar menggelinding berhasil membuat dua mobil polisi melambat, tapi tidak dengan dua mobil lain.Kenapa kalian tidak menyerah, pergi ke club dan makan donat seperti biasa?"Kumohon jangan nekat. Aku takut kehi