Beranda / Romansa / Attack of Playboy / Tekanan Masa Muda

Share

Tekanan Masa Muda

Penulis: Secret Dita
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-13 12:19:33

            “Ayo naik!” Septian mengarahkan kepala ke jok belakang sepeda.

            Aika melipat bibir, ragu.

            “Kamu gak pengen saya denger penjelasan kamu?” timpal Septian, mengancam halus.

            Jari-jemari Aika meremas telapak tangannya. Menumbuhkan keyakinan kalau dia bisa menyelamatkan hubungan sahabatnya.

            Soalnya, Nada berharga banget bagi Aika. Ketika Aika stress karena masalah keluarga, sering absen karena fisiknya yang lemah, hingga murung akibat nilai yang turun, Nada selalu di sampingnya. Inilah saatnya Aika melakukan hal yang sama.

            Aika mengangguk, lalu menaiki jok.

            “Aaaa!” Baru saja Septian menyentuh pedal, Kepala Aika tersentak ke belakang.

            Kuncir kuda gadis itu dijambak oleh seseorang. Aika meringis kencang, tidak tahan dengan betapa sakitnya helaian rambut yang tercabut paksa.

            “TURUN GAK!” Nada menarik Aika yang sempoyongan menapakki tanah.

            “Nada sakit, Nad ....”

            Terkekeh kecewa, Nada melepas kasar jambakannya.

            “Oh, jadi ini alesan kamu mau bantu aku? Supaya bisa gantiin posisi aku?” cecar Nada.

            Tuduhan-tuduhan Nada seperti palu yang memukul kencang ubun-ubun Aika. Gadis itu mendesah, bibirnya bergetar pertanda air mata akan berjejal tumpah. Tapi, Aika berusaha menahan emosinya. Kalau tidak, dia bakal sulit menjelaskan.

            “Maksud kamu apa? Niat aku pulang bareng Kak Septian tuh mau bantu kamu!” tegas Aika.

            “Bantu?” desis Nada, “kenapa gak di sekolah aja? Kenapa gak langsung—”

            “Kenapa juga kamu ngatur-ngatur?” sela Septian. Setelah ribuan purnama cosplay jadi pajangan, akhirnya tuh cowok turun dari sepeda.

            “Kak Septian ngasih syarat pulang bareng biar dia mau dengerin penjelasan aku, Nada. Sumpah aku gak ada maksud lain ....” Aika memelas pada Septian. “Bener kan, Kak?”

            Tengkuk Aika refleks menekuk sebab Septian mendadak merangkulnya.

            “Nada, sekali lagi ... KITA UDAH PUTUS,” tegas Septian. “Mau kakak pulang sama siapa pun, kamu gak berhak ngatur.”

            “KAK SEPTIAN!” Aika melepaskan diri, beralih ke sisi Nada. Namun, Nada menghindar seraya terseguk-seguk. Urat-urat merah menjalar di mata gadis kurus itu.

            “Kamu gak bakal hidup tenang, Aika.”

            Hari demi hari berlalu dan kutukan Nada mengikat kehidupan remaja Aika. Cuma setengah hari Aika di sekolah, tapi rasanya mau mati.

            Semua orang menjauhi Aika.

            Setiap langkahnya diiringi tatapan sinis siswa-siswi. Cap PHO alias perusak hubungan orang seolah menempel di dahinya.

            Saat masuk ke kelas, kalimat ‘AIKA SI MUNAFIK’ terpampang di papan tulis dan ditujukan padanya.

            “Boleh aku gabung?” cetus Aika mendekati salah satu meja kantin. Aika tahu gak bakal ada yang menjawab, jadi dia langsung duduk dan meletakkan bekal makanannya.

            Cewek-cewek yang semula rame mengobrol, bisu seketika. Saling berpandangan satu sama lain, seakan-akan Aika adalah hama yang menakutkan. Tak lama kemudian, semua cewek di meja itu kompak pergi.

            Aika yang ditinggalkan sendiri, hanya bisa memaksa sesuap nasi masuk ke dalam mulutnya sambil menahan tangis.

            “Eh, itu gebetan lu bukan, Sep?” lontar suara cowok  asing yang kebetulan lewat.

            “Males, dia lagi problematik. Gue terlalu sibuk dibawa-bawa masalah orang lain.”

            Panas menyerang tenggorokan Aika. Jelas terdengar yang menyahut itu suara Septian, penyebab kekacauan di hidupnya. Dan sekarang, enteng sekali dia bilang seperti itu? Seakan-akan dialah yang bakal jadi korban, padahal tidak ada seorang pun yang menyalahkan dia.

            Aika membekam mulutnya. Makanan yang tertahan di mulut, berjejalan terdorong rasa mual. Bercampur geraman dan emosi, gadis itu mengegas menyusul Septian. Lalu, sengaja menabrak si cowok gak tahu diri, kemudian memuntahkan makanan di mulut di punggungnya.

            Septian mengerang kebauan, merasakan sesuatu basah dipunggungnya.

            Teman Septian seketika berkicau, “Ewh ... Sep, liat ....”

            Sementara Septian berbalik sambil geram, Aika menorehkan senyum polos dan puas sekaligus.

            “Woy!” Tatapan marah Septian membuat jantung gadis itu berdegup kencang. Kakinya gak mampu menopang tubuh lagi. Aika ambruk di lantai sambil mendengkur pelan.

***

            Selama dijalan pulang, Aika berpikir keras tentang apa yang harus dilakukan. Sekolah itu bukan tempat belajar lagi, melainkan neraka. Setiap pagi, langkahnya akan semakin berat.

            Tidak ada gunanya. Semua ini sudah tak sehat.

            Lama kelamaan, Aika bisa-bisa depresi akut dan mati perlahan.

            Sesampai di rumah, Aika sudah bertekad untuk bicara pada ibunya. Persetan orang-orang menganggapnya tukang ngadu atau cemen.

            Tidak ada yang bisa melindungi dirimu, selain keputusanmu sendiri.

            Meremas kencang tali tasnya, Aika menaiki tangga spiral dengan ngebut menuju kamar ibu. Namun, pintu yang sedikit terbuka menorehkan pemandangan memilukan. Kaki Aika membatu, paru-parunya sesak mendengar isakkan sang ibu.

            “Halo? Ini Amara, Bu. Maaf, Bu ... Dendi ada di sana?” ujar ibunya Aika, menelepon seseorang.

            Sepertinya jawaban mengecewakan diterima ibunya, dan itulah yang membuat Aika geram.

            Pintu dibanting keras. Aika lantas menerobos masuk dengan emosi meluap-luap.

            “Apa Aika bilang, Bu!” pekik Aika, “Si Dendi itu gak bakal bener jadi ayah tiri Aika!”

            “AIKA!” Amara tersentak dari tepi kasur. Berdiri seraya memelototi anaknya dengan air mata mulai mengering.

            “Kenapa? Terbukti, kan sekarang? Udah berkali-kali laki-laki itu pergi tanpa ngomong apa pun. Terus dateng seenaknya tanpa dosa, dan ibu kenapa masih mau nikah sama dia?”

            “Aika, ini urusan orang gede. Masuk ke kamar kamu!” bentak sang ibu.

            Bibir Aika bergetar hebat. Air matanya terjun bebas, sementara kepalan tangannya memukul-mukul dada.

            “Urusan ibu itu ngaruh buat aku! Buat mental aku! Mana ada anak yang tahan ibunya nangis terus? Aika gak minta ayah baru ... Aika cuma pengen kita berdua bahagia!”

            Amara hampir kehabisan kata-kata. Namun, wanita itu tidak membalas tangisan anak semata wayangnya itu.

            “Aika, ibu gak pernah minta kamu mikirin masalah ibu. Kamu tutup mata, tutup telinga. Fokus sama sekolah kamu. Gak usah mikir yang aneh-aneh,” tegas Amara.

            Sekolah.

            Benar, Aika nyaris melupakannya. Kebetulan sekali semua ini sejenis, berakar pada yang namanya laki-laki.

            “Gimana bisa Aika fokus, sementara ibu tiap hari nangis? Gimana, Bu?” teriak Aika. Dia menelan ludah. “Oh iya, sekalian Aika mau bilang, kalau Aika pengen pindah sekolah.”

            “APA?” Amara mengeraskan rahang. “Kenapa? Kamu ada masalah apa?”

            “Enggak ada apa-apa. Aika udah gak betah aja. Setuju gak setuju, Aika tetep pengen pindah!”

            “Aika, kamu tahu kan ibu super sibuk? Minggu depan ibu ada perjalanan bisnis ke Hongkong selama 6 bulan.”

            Helaan napas berat menandakan stok oksigen Aika yang seolah-olah habis. Dunia menekan gadis itu terlalu keras.

            “Kalau gitu, Aika bakal pending sekolah dan ulang dari kelas 10 aja begitu ibu pulang.”

            Tenaga Amara terkuras hebat. “Aika ... sebenernya kamu itu kenapa? Kamu kan sebentar lagi naik ke kelas 12 ....”

            “Ini juga urusan aku, Bu. Aku capek. Bener-bener capek. Aika pengen mulai dari awal,” tanda Aika hendak keluar kamar, tapi dia berhenti sesaat—menoleh nanar pada ibunya.

            “Kalau si Dendi datang lagi, Aika bakal bilang ibu tinggal di Hongkong.”

 

Bab terkait

  • Attack of Playboy   Pacar

    Aika bergidik geli, seseorang mencolek-colek pipinya. Ia mengangkat diri di mana pergelangan tangan melengket ke meja.            “Halo? Boleh gak gue duduk bareng lo?” tutur cewek bersuara berat.            Perawakan cewek itu sepantar sama kayak Aika, tapi punya bodi bentuk apel. Terus, otot-ototnya makin menculat efek seragam yang digulung.            Aura yang keras dari cewek itu agak membuat Aika takut. Traumanya terpancing. Bayang-bayang pertengkaran terputar di otak Aika dan jelas dia berpikir akan kalah.            Malang sekali, Aika mengasihi diri sendiri.            Namun, dia berusaha kembali ke kenyataan.            Ada satu sihir yang telah Aika pelajari sebelum memulai kehidupan baru dan terjun di dunia manusia yang menakutkan: senyuman.            Aika membasahi bibir.            Dua sudut bibir Aika sengaja ditarik ke atas, mata kecilnya sampai kesedot pipi.            Gak, ga

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-13
  • Attack of Playboy   Compass

    Dugaan Levin benar, tapi dia gak merasa bangga. Mamanya pakai foto profil gak senonoh. Ia berpose cukup sensual dengan balutan dress hijau ketat jauh di atas paha. “Sial! Mau ditaro di mana muka gue!” geram Levin sambil meremas rambut. Di sisi lain, dia menyalahkan diri sendiri atas kebegoan-nya memberi kontak W******p mamanya. Seharusnya dia kasih nomer Arkaf, biar kawannya itu yang pura-pura jadi orangtuanya.Gak kenal Terakhir Dilihat 21.45 wib Mah ganti ppMahLevin udah kasih nomer ortu ke wali kelasGanti ppnyaPBuka dulu w*Biasanya ada info dari wakel “Sial! gak dibaca-baca,” berang Levin. Sekalian meluapkan emosinya, Levin juga mengirim screenshot dari Bu Tuti.KALAU KERJA GAK USAH DI RUMAH! Sudah tahu mamanya enggak bakal menggubris, tapi Levin gak pernah berhenti berjuang. Adakalanya Levin bertanya-tanya, kenapa rasanya sangat sulit? Sesulit itukah untuk bisa didengar? Dunia tetap berjalan dengan segala kebisingan yang ada, tapi kenapa mereka seakan tuli dan menutu

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-09
  • Attack of Playboy   Breaking News

    BAGH-BUGH-BAGH-BUGH! “Cowok berengsek! Jadi ini maksud lo chat suruh kita semua ngumpul?” pekik Jena memukul Levin pakai gagang sapu. Cowok itu enggak melawan, masih bertahan memegang tongsis, wajah bonyok kemerahan dan tersenyum ke arah kamera. “BENERAN SAKIT LO! COWOK GAK BERES!” Caca menjambak rambutnya. “Arghhh! Ampun-ampun, pelan-pelan juga dong woy! Gue bisa botak!” protes Levin, tapi terus-menerus cengengesan. Dini menabokkan buku-buku tebal ke muka Levin. “GUE GAK MAU TAU. KERJAIN SEMUA PR GUE!” Agak pening memang, tapi Levin menggerak-gerakkan alisnya supaya reda. Fokus kembali pada kamera, tersenyum lagi. “MAMAH? MAMAH IRA JORDAN? LIAT NIH DIDIKAN MAMAH PUNYA BANYAK CEWEK CANTIK. GIMANA RASANYA LIAT CEWEK-CEWEK INI NANGIS? LEVIN KEREN KAN MAH?” Levin mengarahkan kameranya ke cewek-cewek bermuka singa, siap menerkam lagi. Ada juga yang memilih nangis dipojokan: Jihan dan putri. Kamera kini sengaja merekam wajahnya sendiri. Bibir Levin berubah jadi garis tipis. Tat

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-17
  • Attack of Playboy   Penawaran

    Levin seketika melirik Arkaf. Pupil matanya mengembang, berbinar. Harapan baru tumbuh di relung hati, tapi logika Levin menanggapi sebaliknya. Ini bukan hal sepele, ini menyangkut perjalanan panjang di negeri orang. Sebagai seorang laki-laki yang beranjak dewasa, Levin sadar kedua tangannya masih kosong. Dia tidak punya impian, tujuan, atau segala sesuatu yang menjadi modal agar lepas dari sang mama. “Gue bakal cari kerjaan,” sahut Levin. “Gue bakal ... gue bakal ngapain lagi ya ....” Akibat semangat yang memburu bak banteng, Levin malah kebingungan sendiri. “Hahaha, calm down.” Arkaf menahan gelak tawanya. “Masih lama, Vin. Gue yakin lu bisa perjuangin apa aja yang lu butuhin buat ke London. Masalah tiket lu, katakanlah udah di tangan gue, tapi lo mesti ambil dengan satu tantangan,” terang Arkaf. Alis Levin terangkat. “Tantangan? Apaan? Udah kek Benteng Takeshi aja.” “Lu inget si Aika anak kelas 10-A?” “Oh, si boneka hidup? Yang punya mata kelap-kelip? Kenapa?” “Gue ma

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-04
  • Attack of Playboy   Ragu

    Tangki semangat anak-anak penuh di tahun ajaran baru. Para senior mungkin asyik memilih cengcengan wajah-wajah baru di Andenvers. Beberapa lainnya sibuk mencari kelas baru. Ya, sistem di Andenvers selalu mengadakan pergantian kelas tiap tahunnya. Hal ini dilakukan buat meningkatkan aktivitas sosial siswa.Tak terkecuali Aika. Kaos kaki putih berenda yang terbungkus pentopel hitam mendekati mading. Untungnya Aika punya huruf awalan A, jadi dia gak perlu antri kayak teman-teman 10-A lain. Telunjuk lentik Aika mengetikkan nama lengkapnya di TV touchscreen.“11-A?” ceplos Devinka di belakang. “Please sama, please.”Aika diam-diam mengetik nama Devinka, lalu menahan senyum sumringah sambil keluar barisan.“Aku tunggu di kelas,” bisik Aika mengedipkan sebelah mata.***“Hei! Gue duduk bareng lo, ya?” sambar Devinka menggandeng Aika setelah berlari cukup kencang.“Oke! Di mana? Di tengah? Di depan? Di ujung?”“Depan dong. Gue tau lo naksir papan tulis, haha!”Tawa dua dara itu lenyap ketika

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-06
  • Attack of Playboy   New Rules

    “Elu juga jangan cari kesempatan.” Levin gak menyangka bakal dapat bisikan sinis dari sahabat Aika.“Galak amat,” gumam Levin.Namun begitu balik badan, dia tersentak oleh Alex yang mendekat dengan dada membusung.“Ngape lu? Mau gelud? Ayokkk!” Levin menantang. Keduanya saling adu melotot. Levin kemudian berteriak, “Heh, lu pada! Mending nontonin Levin Jordan duel nih!”Capek-capek Levin menggulung lengan seragamnya, tapi murid-murid akhirnya diperbolehkan masuk ke dalam. “EH? Heh—”Sesaat, Tama melirik cengo Levin dan Alex bergantian, lalu mengucapkan salam. Vinka juga menggandeng Aika dan ikut masuk ke dalam, sedangkan Arkaf menepuk bahu Levin.“Yang matanya keluar duluan kalah,” ujarnya sambil berlalu ke kelas.Drama hari pertama masih berlanjut. Belum sempat anak-anak 11-B berebut bangku, mereka dibuat terkejut oleh coretan-coretan di papan tulis.“Apa ini?” tanya mereka berbarengan.“Kamera … kamera gue—” panik Angela baru ngeh lagi soal kamera.Ia menelisik lantai, lalu menginti

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-06
  • Attack of Playboy   Free

    Mateo menusuk-nusuk kasar dada Levin meski cowok itu malah tertawa remeh. Beberapa anak memekik karena Levin didorong ke arah mereka sehingga takut terinjak atau tertindih. Kondisi sudah kelewat enggak kondusif. Semua siswa menegang, makin percaya bahwa ini bukan sekadar drama penyambutan.“Heh, gak usah gini dong, Bos!” Arkaf mencoba menengahi.“Oke, fine,” cetus Mateo. Ia memindai satu per satu teman sekelasnya dengan tatapan berapi. “Yang setuju sama aturan berdiri di belakang gue.”Alex dan Sebastian berjalan lebih dulu. Ketika melewati kerumunan siswa, mereka menyeringai.“Nunggu dikeluarin ya lo semua?” kata Alex mengintimidasi.Sesuatu yang besar dimulai dari hal kecil, meski jika itu adalah sebuah kepasrahan. Awalnya satu orang maju—cowok dengan tampang muka malas. Barangkali dia tipe orang yang enggan ribet, jadi memilih ikut arus. Namun, teman-teman yang lain berpikir realistis. Mereka dikuasai rasa takut. Bayang-bayang di drop out, ditambah rangkaian mimpi buruk lain: ken

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-15
  • Attack of Playboy   Mengesalkan

    “Lu siapa anjir mau peluk-peluk Aika?” Urat-urat tangan kekar Haris Satya menyembul. Ia melampiaskan hati yang gerah dengan menjambak Levin. “Oh, gue tau elu! Playboy mesum yang viral taun lalu, kan?” cibir Haris.Enggak tanggung-tanggung, sejumput rambut di puncak kepala jadi sasaran empuk cowok berbadan atletis itu. “Lepasin dulu, Setan! Gue bisa botak!” Levin misuh-misuh. Terpaksa turun dari ranjang UKS demi keselamatan rambut klimisnya. Sementara itu, Aika merunduk. Tertidur dalam posisi duduk. Keduanya saling memelotot sampai bola mata kayak mau loncat. Akhirnya, Haris melepas kasar Levin. Bukan karena mengalah, tapi pegel. Di balik jendela, deretan mantan-mantan Levin yang tergabung dalam geng Mockqueens mengintip di siang bolong. “Seriusan tahun ini malah si Aika? Gue pikir sama adek kelas,” ucap Dini. “Ih, kesel banget tau liatnya!” Jihan merengut cemburu. “Siapa tau Levin cuma nolongin yang pingsan?” Putri berusaha positive thinking. Jena menggeleng. “Nolongin macam a

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-15

Bab terbaru

  • Attack of Playboy   Akhir Cerita

    Ada sebuah dongeng waktu aku SMA, bahwa tempat ini adalah salah satu spot terseram di sekolah.Sebuah pohon beringin tua yang terasingkan. Akarnya merambat tebal ke bawah, sementara daunnya yang rimbun menutup akses cahaya."Kamu mau ajak aku kabur apa uji nyali?" ledekku sambil berkacak pinggang.Levin berdecih, merasa pintar. "Diam deh. Meski tempat ini bikin malas, tapi satpam itu gak akan kepikiran kita ada di sini."Aku mengangkat bahu, lalu menjatuhkan diri di akarnya yang besar."Adem juga ya?" celetukku sambil melihat sekitarku yang didominasi oleh kebun.Sekolah ini dulunya kebun besar sih, jadi sebagian lahannya tidak berubah. Levin menyusulku duduk, meraup rambutnya dengan kasar tanpa menjawab apa pun.Dia terkekeh dengan kepala dibenamkan ke lutut."Kenapa?" tanyaku mencoba memancing.Benar saja, anak ini langsung mengangkat kepala dengan wajah protes.Dia menyelipkan rambutku ke telinga. "Mana mungkin, Tuan Putri. Sudah tugasku," ucapnya lembut.Pandangannya menurun. "Aku

  • Attack of Playboy   Canda Tawa

    D-Day. Pulang kampus biasanya aku lesu dan macam gembel. Kali ini beda, semangatku bahkan full tank mungkin sampai besok pagi. Klakson mobil yang kutunggu-tunggu akhirnya terdengar. Batang hidung Levin kelihatan pas jendela mobil turun dengan sempurna. “Let’s go, Pretty.” Aku sudah semangat membuka pintu, eh ada saja yang tak sesuai harapan. Tanganku berusaha menarik berkali-kali, tapi tetap macet. Ternyata Levin masih menguncinya. Baru setelah kuketuk, ia panik menekan kunci dari dalam. “Nyebelin,” gerutuku. “Hehe, maaf.” Mataku menyipit ke Levin. Jas semi formal, celana bolong berantai, dan piercing tempel di tengah bibir bikin aku salah fokus. Dia nyentrik kalau sedang jalan-jalan, padahal setahuku kamar dan lemarinya cuma diisi sama kaos bola. Aku jadi mikir, di mana dia menyimpan pakaian dan pernak-perniknya. Jangan-jangan, di rumah Levin punya ruang rahasia. “Kita mau belanja di mana nih?” “Mall paling deket aja.” “Okay! Meluncur.” Levin lantas menginjak pedal gas. “Kata

  • Attack of Playboy   Pesta Kampus

    “Alright, enough for today. Karena besok hari spesial, Bapak gak akan ngasih tugas du—” Belum selesai Pak Tomi—dosen mata pelajaran bahasa Inggris—bicara, tapi sorak gembira langsung memenuhi kelas. Aku ikut senang walau tidak ikut loncat-loncat. “Angjaaay! Mabsur dah mabsur,” sambar Marvin Nalendra, ketua Divisi Seni. Selain sering typo, hobinya menciptakan bahasa alien. Mabsur di kamus dia artinya mantap dan subur. Tugas bikin banyak pikiran soalnya. Orang yang banyak pikiran gampang kurus. Teorinya sih begitu. “Guru gweh nih guru gweeh!” Januar William, tak mau kalah. Dia memang tidak sekuat Jarvis, tapi cukup tangguh sebagai Ketua Divisi Keamanan bareng sohibnya, Edward Chandra. Pak Tomi geleng-geleng kepala sambil senyum malu-malu. “Pokoknya kalian tidur yang nyenyak. Yang cewek, jangan maksain diet. Yang cowok, jangan begadang nonton bola. Tinggal satu mapel lagi, ya?” pesan Pak Tomi, menenteng tas hitamnya dan berdiri di depan. “Iya, Pak,” jawabku mewakili. “Ya sudah, se

  • Attack of Playboy   Succeed

    BATU nisan tertancap di depanku. Meski otakku berkali-kali mengelak bahwa yang terbaring di bawah sana adalah orang asing, tapi hati kecilku berkata lain. Lonjakan kebimbangan antara sedih dan kecewa bergemuruh di dalamnya.Di sisi lain, aku nggak percaya pusara yang bertahun-tahun kudatangi bersama ibu hanyalah sebuah tanah kosong. Levin mengusap bahuku, menyalurkan sedikit kehangatan lewat sentuhannya."Jangan ditahan kalau mau nangis," ucapnya lembut.Dia tahu mataku sudah terlihat sendu. Seolah siap menumpahkan segalanya. Penglihatanku perlahan buram, tertutup oleh genangan air yang siap terjun bebas. Saat itu terjadi, aku langsung berbalik untuk membenamkan kepalaku di tubuhnya.Levin dengan sigap mendekapku erat. Menepuk-nepuk punggungku lembut tanpa kata. Dia tidak bersuara, membiarkan lirihku menggema di tengah peristirahatan insan manusia.***Waktu terus berlalu. Dalam penantian kami menunggu pengumuman dari sekolah, asisten ayah, Pak Beni banyak berkunjung ke rumah. Dia mem

  • Attack of Playboy   Akademi

    Dering alarm ponsel membangunkanku dari tidur singkat yang melelahkan. Tirai jendela tersibak angin dari ventilasi udara lalu menimbulkan golden hour yang menerpa setengah wajahku. Dengan mata yang sedikit terbuka, kuintip isi ponselku, di sana tertera waktu yang menunjukkan pukul 08.00 WIB. Seharusnya jika semua hal berjalan normal, saat ini aku sedang berada dipanggung perpisahan, menerima piagam penghargaan dengan nama Aika. Tapi, karena pandemi virus COVID-19 yang melanda dunia, sekolah kami tidak melakukannya. Kami harus belajar prihatin. Meski begitu, aku menikmati dan mensyukuri sebab diberi kelulusan dengan mudah. Aku beringsut dan duduk di tempat tidurku, membuka whatsapp lalu memeriksa pesan yang masuk. Tidak ada ucapan “Happy Graduation, Aika!”, seperti yang kuduga dari jauh-jauh hari. Bagiku, menerima ucapan seperti iu hanyalah mimpi belaka. Aku tidak cukup dekat dengan teman sekelasku untuk dapat ucapan selamat. Tak lama kemudian, sebuah pesan masuk. Aku terheran-heran,

  • Attack of Playboy   Straight to You

    Sepatu Levin menghentak-hentak ubin. Gak ada jejak kaki kotor yang tertinggal, lagi pula bukan itu yang Aika cemaskan. Tapi, ekspresi cowok itu yang seolah akan memilinnya seperti squishy. “Serius Aika gak inget sama gue? Ini gue Levin! Sahabat kecil, temen sekelas, solmet sejati lo!” lontar Levin. Selepas menaruh botol, Aika menepuk-nepuk baju dan selimutnya yang kecipratan air. Gadis itu menggeleng. “Maaf, tapi gue belum bisa—” Levin merangkap kedua tangan Aika. Gadis itu membelalak dengan genggaman tiba-tiba itu. Lebih bingung sebab Levin menatap kosong ke Aikahnya. Tertegun, atau melamun. Sekelebat situasi tak biasa menghantam penglihatan Levin. Jeritan menusuk indra pendengAikan cowok itu, dan dia yakin jeritan itu berasa dari Aika. Bergeser ke Aikah lain, seorang gadis lainnya tampak buram. Gadis itu meronta dengan beberapa orang yang mengunci tubuhnya. Levin bergidik. Fokusnya kembali pada Aika. “Aika, kamu ngeliat kejadian ngeri ya di sana?” celetuk Levin. Dengung listr

  • Attack of Playboy   Hilang

    Pintu kamar terbuka. Semilir aroma bayi menyapu lembut hidung Aika. Gadis itu sedikit terperajat karena Jessica muncul tiba-tiba. Dengan wajah yang cemong, dipenuhi bedak. Rambutnya basah sudah tersisir rapi ke belakang. Jessica juga tampak mengangkat ujung gaunnya. Rupanya dia berniat memamerkan gaun baru pada Aika. Aika terkekeh. “Cantik banget.” “Timakaci, Yang Mulia. Kata Bu Ratna, sekarang waktunya makan besar kelajaan,” ujar Jessica dengan kecadelannya. Aika beringsut, lalu menggantung baju seragam yang sudah ditanggalkannya. Aika lantas menghampiri Jessica. “Ayo?” Di meja makan, lauk pauk disediakan khusus untuk Aika. Itu pun, hanya goreng ikan mas. “Paman abis mancing, sayang cuma dapat satu. Ini buat kamu aja,” kata Bi Fani sambil memindahkan lauk ke piring Aika. “Wah, betulan? Makasih banyak, Bi ... Paman,” sahut Aika. Senyuman lebar ditorehkan pada paman dan bibinya secara bergantian. Tanpa beban, seolah tidak ada yang terjadi. Gadis mulai melahap makanannya dengan ce

  • Attack of Playboy   Horor Mission

    Hantu Keluarga Donovan | Posted by @Aika Camera – Rolling – Action! Kamera berkedip merah; mulai merekam. Berjalan memasuki rumah. Levin dan Aika tiba-tiba teleportasi dari gedung ke sebuah rumah. Sebelumnya, ia tertidur dan dalam mimpinya terdapat petunjuk harus melakukan sesuatu. “Halo semuanya! Kembali bersama Aika di sini! Hari ini, kami menerima laporan kalau banyak hal-hal mistis yang terjadi di rumah keluarga Donovan. Mari kita lihat apa yang—” Dentuman keras tak jelas asal-usulnya menyentakkan bahuku. Tubuh ini menegang, merasakan energi yang terlampau kuat. Kutaruh kamera di laci, dan tiba-tiba membelalak hebat. Menyaksikan wallpaper di rumah ini mendadak mengelupas dengan sendirinya. Lolongan serigala ikut bergumul, sangat memekikkan telinga. Aku berputar, menyelisik setiap penjuru rumah. Mencari-cari darimana asal suara, tapi yang kutangkap hanya keberadaan keluarga Donovan. Saling meringkuk ketakutan di sudut rumah. Satu orang lagi yang harus kupastikan di sisiku, se

  • Attack of Playboy   Gelap

    ; BEFORE STAGE ; Gaun Ratu Guinevere punya corak dan bentuk yang unik ternyata. Agak berbeda dari gaun Eropa abad pertengahan yang cenderung terbuka, gaun itu membalut tubuh Aika secara tertutup dan membuatnya nyaman. Kesan sederhana, tapi mewah tercipta dari padu padan warna putih dan emas dengan motif sebuah mawar di dada. Bagian lengannya yang lebar terayun-ayun karena Aika berulang kali menggosok telapak tangan di depan cermin. Aika menekan lehernya, lalu berdeham pelan. Sepuluh menit lagi pertunjukkan akan dimulai. Jadi, tenggorokannya tak boleh gersang. “Kamu deg-degan ya?” Aika menyapa Aika di ruang rias sembari menyodorkan secangkir kecil teh. “Ah, hehe, iya, Bu. Terima kasih banyak, Aika minum, ya?” Izin Aika, lalu meneguk sedikit demi sedikit teh. Kehangatan seketika berselancar dari mulut, tenggorokan, hingga melemaskan syaraf yang sedaritadi tegang. “Ekhem ....” Aika mencoba berdeham lagi, mengecek pita suaranya. Kali ini, tidak ada tekanan dan Aika akhirnya bisa ber

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status