Benarkah itu Amanda?Vasya menoleh ke arah asal suara dan ia tertegun mendapati sosok itu sudah berada di sini tepat waktu. Armin melihatnya langsung bangkit dan memeluknya sesaat sambil meminta maaf karena ia terlalu merinduhkan seseorang. Terlalu rindu katanya, mau mewek Vasya jadinya."Kok tahu aku disini.""Ya tahu aku sedang mencari Vasya."Jaden bertampan bening itu langsung menjadi pusat perhatian, paras rupawan yang sedang ngos ngosan itu nampak semakin seksi tapi Vasya malah melengos, ia menyembunyikan matanya yang mungkin sudah penuh dengan air. Wajahnya sekarang panas, ia lalu menegak esnya sekali tegak sambil merapal mantra tak jelas di sanubarinya.Tau aja aku kemana pret prett!Segera Jaden ikut terduduk, ia mengambil gelas minuman Vasya yang baru saja gadis itu letakkan. Tanpa ijin lelaki itu langsung menegaknya."Sudah lama disini?"Vasya memutar bola matanya, ia sungguh jengkel setengah mati pada kupret yang satu ini. Kenapa ia bisa melacak keberadaan Vasya lalu merus
"Ngaku aja kamu memang penyebab Ranita bunuh diri!"Armin memejamkan matanya jengah, ia seperti sudah berulang kali berurusan dengan scene macam ini."Tolong jangan memikirkan bagaimana melempar rasa bersalahmu pada orang lain.""Apa?!""Jangan mengambil spekulasi sendiri, mentang mentang dia di kabarkan denganku bukan berarti semua itu benar dan aku penyebab utamanya."Jaden masih memincingkan matanya sementara Vasya kecewa dengan dialog yang membahas gadis mati di masa SMP mereka. Kenapa Jaden bisa membahas gadis mati itu disini, didepan Vasya lagi. Lelaki itu waras kan."Bangsat!"Hening.Bagusnya Armin tak terpancing, lelaki itu bisa sekejap kembali tenang, ia mendongak menatap Jaden yang mukanya masih memerah."Ngomong ngomong ngapain kamu mencari Vasya?""Bukan urusan kamu!"Jaden melengos, lelaki itu menoleh ke arah Vasya yang terdiam seribu bahasa. Gadis malang itu terpaku sambil menata perasaannya sendiri. Entah kenapa ia sakit sekali, ya iyalah orang yang ia sukai malah memb
"Manda!"Kini Vasya dengan berani meraih lengan Amanda, ia mengcengkram kuat kuat sambil memelototi gadis sundal tersebut."Jangan disini!""Memang kenapa?"Amanda yang sudah kelewat berani itu langsung melepas cengkraman Vasya, ia melirik Vasya dengan Jaden sekilas lalu beralih memandang Armin yang raut wajahnya menahan malu. Bagaimana tidak, semua orang sedang merekam kejadian unik ini dan kelihatannya ada yang live juga."Eh, Armin sudah aku bilang kan kemarin. Pokoknya hubungan kita batal, bilang begitu ke papamu!"Gadis sableng ini benar benar menolak menjadi mantu pengusaha batubara.Kepala Vasya pening, ia melihat Armin yang terlihat hancur juga Amanda yang kehilangan kewarasannya. Manda masih gencar memberi umpan negatif sementara itu sang lelaki diam saja."Kita sudah selesai dan aku sudah bahagia dengan pilihanku sendiri."Vasya membekap mulutnya sendiri, ia berkaca kaca melihat adegan yang sebenarnya ia nantikan dari dulu tapi kenapa ia sedih. Kenapa hatinya mengasihani kis
"Dari dulu kamu merencanakan semua ini begitu?"Tanpa rasa bersalah Amanda menyahuti, dia bilang dari awal memang ia yang menyuruh Vasya untuk datang saat kencan buta. "Jadi dari awal?"Ekspresi kesakitan Armin tampak nyata dan itu membuat Vasya menangis, gadis itu terpaksa melengos demi menyembunyikan air matanya yang malah terlihat oleh Jaden. Dan tentu perasaan Jaden ikut porak poranda bukan, lelaki itu ingin menangis karena terlalu perih melihat Vasya begini.Tapi ia harus tetap gentle, pokoknya ia harus bisa seperti pangeran berkuda putih seperti muse yang kerap kali di tuliskan di lagunya Taylor Swift. Gadis pick me lagi lagi berbicara."Iya, sejak awal aku tak menyukaimu Armin. Kamu yang terlalu penurut bukan tipeku sama sekali."Mungkin kalau Vasya baik baik saja ia akan menepuk jidatnya mendengar omongan sahabatnya tapi kali ini ia malah menangis sedih. Ia tak tega dengan Armin. Tapi aneh bukan harusnya yang begini itu Amanda, uniknya gadis sundal itu sungguh baik baik saja.
Benar timbang memikirkan masalah yang membuatnya kacau ia lebih tertarik untuk membahas hal lain. "Yang bagian mana?""Gadis bernama Ranita.""Oh itu.""Dia siapa?"Jaden membenarkan posisi duduknya kemudian lelaki itu menjawab bahwa Renata dengan dia memiliki hubungan tapi bukan hubungan kekasih, tentu saja Vasya tak percaya. Gadis itu tersenyum mengejek."Yakin?""Iya."Bohong!Kalau tak ada hubungannya ngapain tadi di bawa bawa, mana pake emosi segala. Kan sudah jelas Ranita itu siapa bukan."Jadi dia tak ada hubungannya?"Lagi lagi Jaden menggeleng. Sepertinya lelaki itu tak mau membahas ini sekarang. Vasya sendiri menghembuskan nafasnya jera."Bagaimana bisa mimpi tempo hari jadi kenyataan.""Mimpi apa?""Aku pernah bermimpi menggantikan posisi Amanda."Hening."Kebetulan, jangan di pikirkan."Walau Jaden bilang begitu Vasya tetap saja kepikiran, ia tetap memerhatikan jalanan dengan mata sendu."Sya Andri mau di belikan apa?"Hening."Syaa!!!"Sang empunya nama hanya menoleh ses
"Jangan bercanda deh pak.""Serius ngapain bawa logistik banyak banyak."Nih orang tak tau pasti ya kan dia saja belum setahun menjabat di perusahaan."Medannya yang buat jalan santai itu ngejegeg pak jadi hampir 90°. Bayangin sesusah apa dan tinggi sekali.""Lhaya makanya bawa yang penting penting saja."Jaden masih berkicau tentang apa yang harus Vasya bawa. Lagi lagi memang Jaden ini orang awam, ia sama sekali tak tau medan seperti apa yang akan mereka temui besok."Air mineral yang paling butuh pak kalau 1 liter takkan cukup.""Lha kan pasti di sediain perusahaan to."Vasya melengos, ia bahkan lupa kalau perusahaan sebaik itu. Seingatnya di kasih minum perusaan saat sampai di garis finish. Sebelumnya berkilo kilo meter dia jalan tak ada mananger yang memberikan minuman gratis."Besok jangan kaget anda.""Oke, siapa takut."Vasya bukan nakut nakutin pak!Nadanya sudah seperti yang paling berani saja padahal kalau Vasya sendiri tak begitu pas pertama kalinya. Vasya takut setengah ma
"Ndak apa apa.""Ya jangan dong nanti kalau pake beda sendiri gimana, Kalau Herry datang pasti langsung tahu."Jaden menoleh, ia sependapat tapi kalau baju Vasya mengikuti arahan perusahaan yang ada dia nanti pusing untuk mencarinya karena semuanya sama."Pakai warna lain saja.""Nggak pak!""Nanti couplean sama saya."Demi apa?Vasya hanya melotot syok mendengar Jaden bilang demikian. Lelaki ini pasti bercanda atau malah ngajak ribut. "Please pak!""Loh kenapa?""Apa kata orang orang.""Lha emang mereka mau ngomong apa?"Vasya terdiam, ia memikirkan perkataan apa yang akan ia dengar jika ia memang memakai baju sama dengan Jaden."Siska dan aku tak ada hubungan apa apa, kita bisa bebas melakukan apa saja.""Kita?""lo aja kali pak, kalau aku mah nggak."Hening."Sudahlah, pake baju cokelat samaan lagipula nggak ada yang marah, ini demi keselamatan kamu. Kalau kalu pake baju putih nanti susah nyarinya.""Ya jangan di carilah pak, di tunggui saja.""Fine tapi apakah kamu juga akan ante
"Hush ngawur kamu Sya, tak boleh itu dosa.""Ye ya kalau dosa menyerahkan diri sana sekalian!"Jaden tak menjawab, lelaki itu sibuk tancap gass dan Vasya hanya bisa memutar matanya tapi langsung waspada setelah terjedot pintu, ia lekas pegangan ke atas karena Jaden benar benar langsung bablas.Mobil masih melaju cepat, di keheningan malam itu 2 mobil mencoba adu kecepatan. Jaden sendiri tak mau kalah, ia melihat itu cuma mata mata bukan segerombolan orang makanya ia berani bermain seperti ini."Jaden!""Awassssss!!"Menyadari apa yang Vasya khawatirkan Jade langsung ngerem mendadak mobil mereka sampai ngedrip di jalanan malam itu semetara mobil satunya tetap lurus lalu terjun bebas entah kemana mobil itu mendarat. Vasya berdoa sekuat tenaga, sekarang kepalanya benar benar pusing tapi alhamdulillah ia masih hidup.Dan ketika mobilnya sudah berhenti berputar tinggal kepalanya yang belum bisa normal, seperti isi kepalanya juga ikutan berputar."Sya!""Apa? Sakit tauk, gilak ya!"Jaden ha
"Brukk!!!"Tubuh wanita paruh baya itu terpental jauh karena ditabrak kontainer yang sedang mengantarkan makanan ringan. Mamanya Vasya langsung tak sadarkan diri karena saking syok juga sakit tak karuan. Baju warna peach yang ia pakai bersimbah darah apalagi bagian kepalanya yang nampaknya menghantam pinggiran jalan. Semua oranh berusaha mendekat dengan kepo dan ada yang lain menelpon ambulance segera*Di kamarnya yang nyaman Andri masih tertidur pulas, di sore itu ia sama sekali tak ingin melakukan apa apa bahkan ponselnya sudah berjauhan darinya sejak 2 jam yang lalu. Tentu saat pihak rumah sakit menelponnya ia tak kunjung merespon karena Andri pikir itu telepon iseng. Tapi untung rasa lapar membangunkannya dan membuatnya menatap layar ponselnya dengan seksama.Disitu ia langsung panik tentu saja, Vasya tak ada di dekatnya dan sekarang ibunya malah masuk rumah sakit. Dengan dandanan ala kadarnya ia langsung pergi ke rumah sakit tanpa angan angan apa apa, yang ia tahu mungkin penyak
Dan mamanyapun langsung bangun dari mimpinya, ia melihat sekeliling kamarnya dengan mata lesu, Mimpi barusan membuatnya berkeringat dengan jantung yang masih berpacu liar sampai sekarang. Vasya kamu dimana? Seketika telponnya berbunyi dan mamanya merasa seperti dejavu, dia melihat layar ponselnya untuk memastikan bahwa itu nomor yang tidak dikenal. Tapi ternyata bukan, nomor itu milik ibu Romiah. "Halo?" Dan intinya adahal ibu Romiah hendak mengembalikan uang, ia meminta ketemuan dengan mamanya Vasya nanti jam 1 di suatu taman. Dengan sumringah tentu mamanya Vasya menyetujuinya, siapa yang tak setuju uangnya mau kembali tentu saja ia sangat antusias. Mamanya bahkan lupa dengan mimpi barusan, ia tetap menyangkal bunga tidur tersebut dan mengatakan kepada Andri supaya ia mau mencari kakak perempuannya karena mamanya hendak bertemu dengan seseorang. "Sama siapa?" "Ibu Romiah" "Ngapain?" "Katanya ia mau membayar hutang" Andri mengangguk angguk tapi ia tak sepenuhnya set
Awalnya dikira dia akan membeli guk guk atau kucing yang lucu lucu tak tahunya sampai sana malah ia kembali lagi, tak jadi ia melihat lihat kesana setelah penjaganya keluar, ternyata mas mas yang dulu kerap bertukar sapa dengannya sudah mengundurkan diri. Sayang sekali. Padahal seingat Vasya mas mas tersebut bekerja hampir 10 tahunan tapi kenapa resign segala. Vasya pindah haluan lagi, ia kini berjalan di samping trotoar sambil mengecek ponselnya. Kira kira ia mau ngapain apakah benar harus ke jogja atau ada opsi yang lain. Ponsel Vasya berbunyi dan itu adalah ibunya. Vasya melengos lalu mengantongi ponselnya, paling juga ibunya mau nitip sesuatu. Ogah ma, jangan nitap nitip! Selanjutnya Vasya berjalan kembali, ia kemudian terduduk di halte bis, tak lama bis arah luar kota mendekat dan tanpa sadar ia juga merasa takut, ia hanya ikut naik saja tanpa tujuan dan rencana yang memadai. Gadis konyol itu sekarang terduduk di kursi belakang sambil menghidupkan earphonenya. * Har
Vasya angkat tangan percuma memarahi ibunya, mending dia pergi, masa bodoh ibunya mau ngomong apa pokoknya ia masa bodoh. Mau dikatakan marah ya jelas marah tapi ia mau marah ke siapa. Entahlah Vasya badmood sekali pagi ini, dihari libur itu ia sudah membuat rencana dan berhubung ibunya kebangetan jadi ia hendak pergi sejak pagi. Lebih baik begitu timbang ia menelan ibunya bulat bulat. "Mau kemana?" "Pergi!" Sudah begitu saja dan Vasya benar benar bablas tanpa kata yang berarti. Andri yang tahu kakaknya sedang marah hanya melirik ibunya sebentar dan sang ibu tiada rasa penyesalan sama sekali. "Mama keterlaluan!" Ibunya rada kaget melihat ekspresi Andri yang menyeramkan dan kemudian Jaden duduk di meja makan. ia menanyakan Vasya yang tak kelihatan batang hidungnya. "Kakak sudah pergi" "Kemana kan ini hari libur?" Andri mengiyakan bahwa ini hari libur tapi bukan untuk Vasya. Ada aja yang mau ia lakukan di akhir pekan ini. "Entahlah kelihatannya dia ngemall hari ini"
Halo apa kabar?Ini nyasar atau bagaimana?Kok tumben amat atau salah kirim?Pesan yang sama sekali tak ingin dia baca tapi malah kebuka karena tangannya yang tak sengaja, yang selalu ia pikirkan namanya kini sudah berubah hendaknya ia segera sadar. Vasyapun langsung menghapus nomornya, baiknya memang begini.Ini yang namanya merelakan.Sudah diputuskan bahwa ia tak ikut campur lagi urusan mantan sahabatnya lagi. Semoga saja mereka bahagia, urusan Vasya hanya berusaha bangkit lagi dan hidup kembali seperti biasa.Dan akhirnya Vasyapun mencoba menutup matanya walaupun batinnya bergejolak tak karuan. Rasanya ia ingin menelpon kembali Armin. Hmmm lagi lagi ia berubah bodoh lagi perasaan beberapa menit yang lalu ia pintar dalam menghadapi pesan nyasar tersebut.Hingga yang terbaik sekarang adalah minum pill disebut solusi baginya agar ia bisa tidur tentu saja.*Siang tadi ia mimpi buruk dan malam ini ia tidak bermimpi sama sekali hanya saja ia mengorok dengan lantang di sela sela tidurny
Rasanya Jaden sedang memaksa Vasya dengan apa yang terjadi pada ibunya, seolah ia tahu segalanya."Jangan konyol!"Nada bicara Vasya langsung membuat Jaden meremang, ia langsung tahu kalau Vasya sedang badmood sekarang ini."Kenapa selalu membahas penyakit ibuku?"Jaden menggeleng, ia hanya khilaf saja dan kampretnya itu berulang kali, orang gila mana yang percaya begitu saja."Tenang Sya semua bisa di pertanggung jawabkan!"Halah setan!Vasya langsung hendak memiting kepala Jaden yang sedang enak enak menyetir, lelaki itu langsung panik sementara Vasya gemas setengah mati."Sya tenang sya tenang!"Tapi Vasya tak bisa tenang, ia malas kalau harus tenang menghadapi Jaden yang pendusta berat."Maafkan aku please!"Ngimpi ya kamu?*Sialnya Vasya karena saat Jaden mengantarkan dirinya pulang delalah di rumah beliau sedang berkunjung dan Andri kebetulan sedang pergi sebentar. Alhasil melihat Jaden begitu iapu menawari Jaden untuk masuk rumah dulu."Ngapain sih ma!"Vasya ini sangat buruk
"Jangan, beli sendiri"Karyawab pelit itu melindungi steaknya dengan sepenuh tenaga dan Jaden hanya bisa melongo saat melihat wanita ninja itu benar benar perhitungan dengannya."Murah lo pak, bqpak mending beli sendiri jangan malah minta jatah untuk perut kami yang kelaparan"Hmmm memang paling bisa membuat keadaan jadi menyudutkan begini. Dan akhirnya Jaden mendatangi kedai steaknya lalu memesannya secara manual sementara Vasya dari kejauhan sudah membuat ancang ancang untuk segera pergi ke kedai kebab di sebelah pintu masuk tadi.Rasanya ia sama sekali tak ingin melewatkan makanan khas turki tersebut apalagi kelihatannya adiknya bakal menyukai kebab yang ia beli kali ini.*"Vasyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!"Bos besar itu terpaksa untuk mengurung Vasya di sebuah warung telepon karena saking kesalnya ia di tinggal tinggal melulu. Pokoknya dengan di kurung begitu ia jadi anteng dan Jaden tidak susah mencarinya wkwkwk.Vasya menggedor gedor warung telepon itu dengan penuh arti, ia
Vasya melirik Jaden, ia tak bisa kalau tak kepo. Jadenpun memandangi Vasya dengan sendu seolah sedang mengenang sesuatu."Aku pernah seperti ini dengan seseorang!""Siapa? Ranita?"Hening.Keheningan ini membuat Vasya yakin bahwa wanita itu adalah Ranita dan mungkin waktu itu si Ranita itu sedang di perebutkan dengan Jaden juga Armin. "Bukan."Entah kenapa tapi mendengarnya membuat perasaan Vasya lega kan harusnya dia tidak terpengaruh."Kamu tak ingat?"Apa lagi? Ingat siapa?Oh sebentar, apakah mungkin mantan Jaden waktu SMA tapi yang mana, cewek yang mana kan dia banyak yang suka.Hening.Vasya memerhatikan Jaden seolah menelusuri masa lalunya tapi ia tak menemukan seseorang. Mana ia tahu kan masalah pacaran itu privasi Jaden, bukan urusannya. Perasaan Vasya saat mengingat kembali masa lalu kenapa amburadul begini."Aku tak ingat, mantanmu yang mana?"Jaden tersenyum samar, Vasya tambah pusing jika main tebak tebakan tak mutu begini."Memang mantanmu itu kenapa?""Dia sekarang men
Tapi berkat itu Vasya akhirnya siuman kembali. Akhirnya Vasya bisa melihat dunia nyata kembali sembari ia bersantai di dalam mobil. "Mimpi apa tadi?" Tangan Vasya sibuk mengusak ngasik rambutnya, kalau begini ia sungguh sangat takut, ia harus berpikir dua kali saat menyuruh Jaden dan lain sebagainya takutnya lelaki itu beneran berdarah satanis. Tapi apakah benar, apakah itu bukan karena bunga tidur. Jaden yang menoleh langsung terkejut melihat perempuan di sebelahnya sudah bangun dari tidurnya yang pulas. Vasya terlihat agak seram karena diam seribu bahasa. "Alhamdulillah ku kira kamu mati!" Kata Jaden dengan spontan. Ia dengan santai bilang bahwa wajah Vasya pucat sekali dan sepertinya Vasya sedang gelisah. "Aku mimpi aneh loh!" "Mimpi apa?" "Satanis gitu!" Jaden menepuk jidatnya, ia sungguh tak bisa mengerti kenapa Vasya mengatakan satanis saat ini karena memang tak ada hubungannya sama sekali, random. "Kamu keturunan German kan bukan brazil?" "Apa sih Sya?? Dar