Share

4 | The Band

Author: DiAndRa
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

JALAN Dharmahusada ini padat seperti biasanya. Maklum, selain terletak di pusat kota, kawasan Dharmahusada ini diapit dua gedung raksasa, yaitu RSUD dr Soetomo dan Universitas Airlangga. Mobil, bus, sepeda motor, becak, dan para pelajar memadati kawasan ini.

Kemudian, mataku menangkap sesuatu yang menarik. Aku melihat ada mobil Toyota Avanza hitam terparkir di bawah pohon tabebuya kuning. Mungkin karena warna kontrasnya, - hitam dan kuning – perhatianku tertuju ke sana. Tapi, tidak ada aktivitas.

Aku pun mengambil putar balik. Aku lantas memarkirkan motorku di halaman studio. Di depan studio ini terpampang neon box besar bertuliskan Studio Musik Inferno. Tak lupa aku melepas helm. Dari luar, aku ada sekelompok orang dewasa duduk di ruang tunggu. Ketika mendekat, rupanya mereka tengah bernyanyi.

"All day I, dream about sex," seorang pria bertubuh raksasa tengah bernyanyi.

Asap rokok lantas mengebul dari bibirnya yang tebal nan hitam pekat. Suaranya parau seperti suara Bryan Adams. Rambut panjangnya yang disemir, digulungnya ke belakang. Selalu menjadi hal yang lucu ketika melihatnya tampil seperti itu. Pria raksasa dengan rambut yang disanggul. Perawakannya persis seperti Patih Gajah Mada, perdana menteri Majapahit.

Di sebelahnya, seorang berambut panjang lainnya mengiringi nyanyian cabul itu sambil memukul-mukul meja dengan irama. Dalam bahasa Jawa, aktivitas itu disebut kotek’an.

"Duk tak duk duk tak!" kepalanya tampak maju-mundur. Dia sedang menghayati perannya.

Jreng, jring, jreeeng! bunyi dawai gitar akustik juga mengalun mengiringinya.

Sebuah tembang bertajuk A.D.I.D.AS karya band Korn asal Amerika Serikat itu menyemangati kami yang sedang menunggu giliran masuk ruang studio. Laki-laki gondrong itu lantas mengoper rokok ke salah seorang lainnya.

“Wis moleh ta mbolos koen?” tanya si pria raksasa. (Sudah pulang atau membolos kamu?)

“Moleh isuk,” jawabku. (Pulang pagi)

“Halah! Mbolos ae,” timpal si penggebuk meja. (Halah! Bolos aja)

Aku nyengir lalu kusambar bungkus rokok, mengambil satu lalu menyalakannya. Pastinya, aku mulai ikut-ikutan menyanyi bareng-bareng. Ketiga orang dewasa ini merupakan senior  dalam bidang musik underground alias musik bawah tanah. Mereka juga tetanggaku di Dukuh Kertajaya.

Kemudian, aku melihat selebaran di atas meja. Itu adalah selebaran yang sama yang Aisyah berikan kepadaku pagi ini. Sepertinya ketiga pria sangar ini sudah membacanya sebelumnya. Aku mengambil dan membacanya lagi. Soalnya, penggusuran komplek pelacuran selalu menyita perhatian publik. Pro-kontra selalu terjadi sampai neraka membeku.

“Kampanye,” celetuk sang vokalis raksasa.

Musik dan nyanyian cabul itu pun mendadak berhenti.

“Kampanye opo?” aku bingung.

"Wali Kota maju maneh," jawab sang gitaris.

"Politricks," sindir penggebuk meja dengan sinis lagi.

Lantas, sang vokalis raksasa menjelaskan, pro-kontra yang sama juga terjadi ketika Dolly - bekas kompleks bordil terbesar di Surabaya - digusur. Ya, aku ingat. Sebelumnya, tiga tahun lalu, tepatnya, kompleks bordil terkenal itu diratakan oleh Pemkot Surabaya.

Saat itu, pro-kontra yang sama juga terjadi. Tapi, penggusuran berjalan mulus tanpa ada perlawanan dari warga. Pemkot Surabaya mengatakan, tidak ada ruang prostitusi di kota ini.

Ratusan pelacur kemudian membubarkan diri dan menyebar ke seluruh Indonesia, terutama ke SD 2 di Desa Teram. Dengan gelombang massa tunasusila yang pindah ke sana, membuat SD 2 menyandang nama Selamat Datang untuk menyambut mereka. Cocok dengan gapura selamat datang yang tidak jauh dari sana. Tempat itu kemudian berkembang menjadi komplek prostitusi terbesar di Indonesia yang aku yakin juga di Asia Tenggara juga.

“Terus, opo’o Desa Teram gak digusur pisan?” aku bertanya. Maksudku SD 2 atau Selamat Datang.

“Pertanyaanmu uancen apik temen, Bro,” ucap sang vokalis. “Temenan, ‘mengapa’ iku mesti dadi kata sing menarik. Tapi, iki ngono onok keadaan sing rumit sing aku gak isok cerito dalam sekali duduk."

“Singkatnya ngene,” imbuhnya, “tujuan penggusuran iki ngono untuk menggalang simpati publik supoyo elektabilitas petahana melejit gawe pemilu tahun ngarep.”

Aku mengangguk seolah-olah aku tahu apa yang dia bicarakan. Tiba-tiba, ada bunyi derit pintu.

"Lha iki arek’e!" sosok gondrong lain tiba-tiba muncul dari toilet sambil menunjuk ke arahku. "Dienten-enteni," tambah pria jangkung kurus itu sambil menaikkan ritsleting celananya.

"Cak Gun," sapaku sambil menolak menjabat tangannya.

Nama asli Cak Gun adalah Gunawan. Dia adalah CEO Inferno Music Studio.

"Mbolos kuliah, yo?" tukasnya lantas duduk di depanku.

"Moleh isuk," ulangku.

Cak Gun lantas bertanya padaku, apakah aku bisa berpartisipasi sebagai anggota band pembuka bintang tamu utama di Soundrenaline Music Festival, hari Minggu besok? Band pembuka yang dijadwalkan, Erpid 19th, tiba-tiba membatalkan konser mereka.

Masalahnya, kata Cak Gun, pentolan Erpid 19th, Damha Inod, ditahan polisi. Ya, aku ingat. Cak Inod dilaporkan terkait kasus ujaran kebencian terhadap kelompok Laskar Jihad Nusantara (Lajistara). Nah, bandku yang sejatinya tampil sebelum Erpid 19th, maju menjadi band pembuka.

Bintang tamu utama Soundrenaline itu sendiri adalah Boumerank. Hendryx - lulusan Clofus - bermain sebagai bassist. Soundrenaline sendiri akan diadakan di Tepi Barat Clofus, di mana Stadion Clofus berada. Stadion ini termasuk lapangannya, bisa menampung hingga lima puluh ribu orang.

“Halah, moleh rodok bengi titik lak gak popo seh,” tukas sang vokalis raksasa. (Halah, pulang rada malam sedikit kan gpp)

“Bencong ae moleh isuk,” sindir penggebuk meja.

Sial! Kan aku bukan bencong.

"Iyo-iyo!" aku menjawab seolah terpaksa, padahal semangat. "Gaskeun!"

"Mangstab, tak kasih tahu panitia," kata Cak Gun.

"Nah!" sang gitaris menyela sambil menunjuk pintu studio yang terbuka.

Aku bisa mendengar suara-suara alat musik yang tak keruan di baliknya. Satu per satu anggota band yang tidak aku kenal, keluar dari ruang latihan studio. Jumlahnya sembilan orang. Sebagian dari mereka tampak seusiaku.

Anak band ini gondrong-gondrong dan seluruhnya mengenakan kaus hitam. Sebagian dari mereka menyemir rambut dengan cat pirang. Ada juga yang gimbal. Namun ada satu kesamaan, rompi dan jeans ketat dibordir dengan berbagai nama band. Beberapa dari mereka di-piercing dengan benda serupa baut. Anak punk gitu, loh!

Kemudian, mereka menyapa kami satu per satu seolah baru bertemu dengan idola mereka. Semakin dekat, aku bisa mencium aroma yang sama dengan Mr. P. Asem! Sudah berapa lama mereka tidak mandi? Aku bisa melihat mata mereka yang berbinar. Mereka juga tampak sungkan dengan kami. Tapi kok, jalan mereka miring-miring?

“Cak Kentung, Cak Culex, Cak Santos, Cak Galang,” sapa mereka ramah sekali.

Aroma alkohol menyeruak dari mulut mereka. Pantas, miring-miring! Minta sedikit, dong?

Memang ini bukan yang pertama kali aku disapa oleh orang yang tak aku kenal. Tapi, aku pribadi ada perasaan sungkan. Rasanya seperti, aku ini siapa sih, kok mendapat sambutan istimewa. Biasa ajalah. Santuy. Kami pun menyambut mereka dengan akrab pula.

Lalu, salah satu dari mereka mendekati kami. Dia menanyakan lagu baru dan jadwal kami manggung berikutnya. Dia percaya diri seolah-olah dia bertingkah sok kenal sok dekat. Sangat ramah sehingga kami semua mengangkat alis. Siapakah pemuda berambut gondrong dengan tindik telinga dan hidung ini?

"Cak, njaluk rokok’e?" pinta si pemuda punk itu.

Busyet! Beraninya dia meminta rokok! Ah, itu mungkin karena pengaruh ‘obat kendel’ di otaknya. Pria raksasa itu memberinya satu. Dia lantas bersyukur seolah baru saja menerima tanda tangan seorang selebriti.

“Bandmu opo?” tanya si penggebuk meja.

"Hey! Mom,” jawabnya.

Nama band punk yang cute sekali.

"Sopo jenengmu?"

"Joko," dia memperkenalkan dirinya, "aku arek Teram, Cak."

Kami semua mengangguk. Kami baru saja membicarakan tempat tinggalnya. Setelah itu, kami berpamitan dengan Joko dan anggota band lainnya. Lalu, kami masuk ke ruang studio.

Tak butuh lama bagi kami untuk beradaptasi dengan peralatan di Studio Inferno ini. Soalnya, kami memang kerap berlatih di sini. Inferno merupakan satu dari sekian gelintir studio musik di Surabaya yang mengizinkan band musik bawah tanah menyewa tempat latihan. Studio satu ini memang menyediakan peralatan yang didesain untuk genre rock maupun aliran metal lainnya.

Sudah menjadi stigma di masyarakat awam, musik underground bisa menyebabkan gagal ginjal, serangan jantung, impotensi dan kerusakan alat musik. Stigma tersebut tidak seluruhnya salah, dan tidak sepenuhnya benar. Kalau teknik bermainnya baik, niscaya kerusakan di studio bisa dihindari.

“Cek, cek, satu, dua, tiga, sayang semuanya ...,” suara growl dari pria raksasa menggelegar via microphone. Jreng, jring, jreng, suara distorsi efek gitar.

Laki-laki bertubuh raksasa itu adalah Kentung. Dia merupakan vokalis sekaligus gitaris rhythm. Nama aslinya adalah Yanto. Perawakan yang tinggi besar dengan perut buncit dibalut kulit sawo matang. Rambutnya panjang sepunggung dicat pirang bagian bawahnya. Ketika bekerja sebagai tukang bangunan, rambutnya diikat serta digelung ke belakang. Dia selalu membuka gelung rambutnya di atas panggung.

Kira-kira dua dekade yang lampau, ada sinetron populer di salah satu stasiun televisi swasta yang bertajuk Tuyul dan Mbak Yul. Dalam sinetron itu, ada raja tuyul yang namanya Kentung. Postur raja tuyul ini tinggi besar dengan perut buncit. Dari situlah Yanto menyandang nama panggilan akrabnya. Bahkan anak-anak di kampung pun memanggilnya Cak Kentung.

Kentung sendiri suka mengenakan kaus hitam dengan gambar band-band underground baik yang lokal maupun interlokal. Penampilan itu dipadu padan dengan celana army selutut. Tubuhnya penuh tato dengan motif tribal. Walau berperawakan sangar, Kentung merupakan pribadi hangat yang penuh kelembutan. Meski begitu, dia adalah orang yang jahil.

Aku tidak tahu persis berapa usia Kentung. Kira-kira antara 25 sampai 30 tahunan. Sepertinya masih muda, tapi wajahnya boros. Siapa sih yang peduli dengan umur teman?

Kentung sendiri bekerja sebagai buruh serabutan. Kali itu, dia bekerja sebagai buruh proyek pengaspalan jalan. Kalau sedang tidak ada proyek, dia menjaga parkiran di Jalan Dharmawangsa. Dia juga tak keberatan diajak sebagai korlap aksi unjuk rasa maupun tim sukses calon kepala daerah sekalipun.

Duplak, duplak, gradak, gradak. Bunyi drum digebuk. Tas, tas, tes, prang. Bunyi simbalnya.

Culex mulai membetulkan singgasananya. Penggebuk drum ini sama sangarnya dengan Kentung. Yang membedakan, Culex berperawakan kekar. Rambutnya juga gondrong tapi tak disemir. Telinga dan hidung Culex di-piercing. Uniknya, Culex ini buta sebelah. Mata sebelah kirinya kelabu.

Culex adalah pribadi yang cuek. Dia tidak peduli dengan yang terjadi di sekitarnya. Walau dirundung maupun dikerjai, dia tetap santai. Kalau ada menyakiti temannya, Culex sudah pasti maju yang paling depan. Nama aslinya adalah Rahman. Tapi, aku tidak tahu persis bagaimana Culex mendapat nama panggilannya. Mungkin karena matanya yang buta sebelah akibat kena culek. Oh iya, huruf ‘e’ pada nama Culex dibaca ‘e’ seperti mengeja ‘eek’.

Dulu, ada sebuah band underground yang terkenal bernama Arwah Sesat. Band itu terdiri dari dua orang saja yaitu Kentung sebagai gitaris-vokalis dan Culex si penggebuk drum.  Arwah Sesat hiatus cukup lama lantaran keduanya sibuk bekerja di proyek Jembatan Suramadu. Mereka berdua akhirnya memutuskan untuk membubarkan Arwah Sesat lalu membentuk band anyar dengan anggota baru pula.

Jreng! Jring! Jreeeng! Suara distorsi efek gitar kembali menyayat telinga.

Itu adalah ulah Santos, sang lead guitarist. Nama aslinya Sani. Dia merupakan salah satu gitaris paling berbakat di Surabaya. Dia bisa saja memainkan genre speed metal ala gitaris Yngwie Malmsteen, Dave Mustaine, Marty Friedman dan Kiko. Tiga nama yang disebut terakhir pernah menjadi bagian dari Megadeth.

Tapi, Santos ini idealis dengan perlawanan. Tak salah sih, setahuku si Santos ini memang mantan aktivis. Rage Against the Machine merupakan band favoritnya. Usianya sebaya dengan Culex dan Kentung. Orangnya sederhana, berpengetahuan luas dan suka menasehati.

Sehari-hari, Sani berstatus pegawai honorer di kantor Kecamatan Gubeng. Di luar itu, dia guru les gitar. Walau berstatus mantan aktivis sekaligus buruh honorer di kantor kecamatan, Santos suka menghisap ganja dan berpesta miras.

Bukan dia aja sih, kami semua juga suka.

Untuk latihan kali ini, kami fokus. Soalnya, kami menjadi band pembuka untuk band bintang tamu utama pada sebuah acara konser di salah satu universitas ternama di Surabaya, pada akhir pekan mendatang.

Nama band kami sendiri adalah Ryg’s. Tidak cerita yang istimewa di balik nama itu. Ryg’s sendiri adalah susunan dari nama-nama penggawanya. Rahman, Yanto, Galang dan Sani. Diberi tanda petik supaya keren aja.

Ryg’s memilih genre thrash metal seperti karya-karya Sepultura. Tentu saja lagu-lagu seperti Chaos AD, Slave New World dan Propaganda adalah wajib. Terkadang kalau lagi suntuk, kami juga memainkan karya-karya band hardcore lain seperti Slipknot, Deftones maupun Coal Chamber. Kentung memang suka teriak-teriak.

Namun, dalam dua tahun terakhir, kami fokus menciptakan lagu sendiri. Hasilnya, Ryg’s sudah meluncurkan dua album penuh. Album pertama bertajuk Interupsi sementara album kedua diberi judul Akal Sehat.

Aku sendiri bertindak sebagai pembetot bass lantaran tidak ada yang mau jadi bassist. Menjadi seorang bassist itu sudah langka pada zaman milenial sekarang ini. Aku sangat antusias ketika diajak Kentung bergabung. Saat itulah aku mulai gigih belajar gitar senar empat secara otodidak.

Kalau disuruh memainkan teknik slapping maupun typing, aku sih bisa saja. Kecuali memainkan lagi-lagu Korn, aku tak sering menggunakan teknik itu. Dalam aliran rock maupun aliran metal lainnya, bass merupakan instrumen pendukung, bukan yang utama. Jadi bayang-bayang atau pelengkap semata. Hiks.

Kecuali kalau aku lagi bosan, aku memainkan lagu-lagu funk karya Red Hot Chili Peppers. Di rumah, aku punya gitar bass merek Prince yang aku tempeli dengan stiker Ibanez. Amplifier-nya tentu saja aku ingin yang gahar seperti Peavey, Messa/Boogie maupun Marshall. Tapi apa daya aku cuma mampu beli Rhoad.

Walau begitu, aku sendiri tidak keberatan memainkan tembang-tembang Top 40 yang sedang populer. Memang, lagu-lagu Maroon 5 enak didengarkan. Favoritku sendiri adalah She Will be Loved dan Girls Like You.

Ngomong-ngomong lagu yang disebut terakhir, aku baru tahu kalau sejumlah perempuan berbakat dari seluruh penjuru dunia muncul dalam video klipnya. Sebagian besar datang dari kalangan artis seperti Gal Gadot, Sarah Silverman, Jennifer Lopez, Rita Ora dan Camila Ceballo.

Dari kalangan atlet ada si Aly Raisman, kapten timnas senam perempuan AS pada Olimpiade 2012 dan 2016. Lalu ada juga dari kalangan aktivis persamaan hak seperti Ellen DeGeneres. Ada juga yang muslimah yaitu Amani Al-Khatahtbeh, pendiri majalah muslimah daring MuslimGirldotcom. Total ada 25 cewek keren. Ini menunjukkan kalau perempuan juga bisa berjaya. Sebuah tembang yang menginspirasi.

Aku lantas membayangkan sebagai Adam Levine yang dikelilingi Aisyah, Kirana dan Juleha. Lalu entah mengapa muncul Amelia ikut-ikutan. Aku pun mulai bersenandung, “Spent twenty-four hours, I need more hours with you…”

Tiba-tiba, “Un(o), dos, un(o), dos, tres, cuat(tro)!” Kentung menghitung lalu disusul gebukan dan distorsi yang berbarengan. Sebuah intro lagu bertajuk Anticop Fuck The Police itu lantas membuyarkan nyanyianku.

Tapi, energiku langsung membuncah layaknya naik darah. Gaskeun! Begitulah kami mengawali latihan siang itu. Disusul berturut-turut, Orgasmatron, Dead Embryonic Cells, Territory dan sebangsa tempo prestissimo lainnya. Dan tentunya, karya-karya kami sendiri.

Aku sangat bersemangat, sehingga tidak terasa latihan dua jam penuh paripurna. Kami pun keluar dari ruang studio dan kembali bersantai dengan merokok. Setelah beberapa lama, Kentung mengajakku.

“Sesuk awan onok demo nolak penggusuran,” ucapnya. “Melok ta gak?” (Besok siang ada demo menolak penggusuran. Ikut apa tidak?)

"Gak," jawab saya, "Onok sing kudu tak tekani." (Tidak. Ada yang harus aku hadiri)

Lantas, aku pamit pulang duluan karena giliran menjaga toko ibuku di Kertajaya. Sebenarnya, aku berharap bisa bertemu seseorang yang fantastis yang baru saja kutemui di Clofus pagi ini. Astaga! Aku sudah merindukannya.

Tapi tunggu dulu, kenapa sih Avanza hitam itu masih parkir di tempat yang sama seperti tadi, di bawah pohon tabebuya itu?

Related chapters

  • Atas Nama Pohon Suci   5 | Buku-Buku Merah

    KELURAHAN Kertajaya dan Kelurahan Juwingan ini dibelah kali buatan selebar 3 meter sebagai pemisahnya. Amelia sendiri tinggal di Juwingan. Layaknya kali di perkampungan pada umumnya, banyak sampah mengapung seperti bungkus makanan, pembalut wanita, hingga helm. Anak-anak kampung pun suka buang air besar di kali ini. Aku sendiri tinggal tepat di seberang kali itu.Kali ini, aku melihat bocah-bocah itu tengah dolan di kubangan yang mulai surut di pinggir kali. Dengan ingus yang menjuntai, mereka dengan riang bermain separuh telanjang di bawah payungan pohon kersen. Memang, malam sebelumnya hu

  • Atas Nama Pohon Suci   6 | Kertajaya

    SEPANJANG perjalanan balik ke Kertajaya, aku berkhayal tengah menyanyikan lagu cinta di tengah rinai hujan untuk Juleha. Dari balik jendela, Juleha menyambut lantunanku dengan berjoget ala India. Sungguh syahdu, hingga tak terasa sudah hampir sampai di Warkop Cak Lamis.Konon, kisah ibuku, orang-orang yang tinggal di Kertajaya maupun Juwingan sekarang ini merupakan keturunan para ahli beladiri silat dan tinju.Bapakku sendiri bukan orang asli Surabaya, melainkan kelahiran Yogyakarta. Beliau sehari-hari berprofesi sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI). Bapakku sendiri berpangkat kapten, dan kini sedang bertugas di Papua.Beliau memang jarang sekali pulang. Bahkan setahun cuma sekali. Kami semua ikhlas merelakan bapak bertugas menunaikan tugas negara. Menjaga perdamaian, katanya. Di Papua sana, memang masih ada kelompok-kelompok separatis.Desas-desus menyebutkan, Juwingan – Kertajaya adalah tempat bagi orang-orang terbuang pada masa lampau

  • Atas Nama Pohon Suci   7 | Belok Kiri

    HUJAN baru saja berhenti dan hari ini sudah mencapai akhirnya. Malam sudah larut. Jarum jam menunjukkan pukul 11.45 WIB. Aku sendiri masih terjaga di kamar sambil bermain gim Mobile Legends. Entah sudah berapa lama aku bermain gim laknat ini. Di tengah keseruan mempertahankan markas, mendadak ada telepon masuk via WhatsApp. Bazenk!Ada nama Kentung tertera di layar. Kujawablah panggilannya itu. Dia menyuruhku untuk membawa gitar ke ujung gang. Kata Kentung, ada Culex dan Santos dan beberapa orang lainnya. Aku mengiyakan dan langsung away f

  • Atas Nama Pohon Suci   8 | Sang Aktivis

    SEKILAS, dari hasil kesimpulanku, anasir kiri ini memang tampak ideal dan menjanjikan. Memikat seperti jaran goyang. Namun, seperti yang diungkapkan oleh Santos dan Kentung, yang terjadi justru sebaliknya. Komunisme tumbang di hampir seluruh belahan dunia.Dari paparan Santos, jaran goyang komunisme tumbang lantaran rakyat sudah tidak tahan lagi dipaksa bercinta dengan menggunakan metode BDSM. Mereka sudah tidak tahan lagi dibungkam, diatur dan disiksa.Betapa tidak? Pemerintahan negara berhaluan kiri ini bertindak otoriter, totaliter dan absolut sebagai konsekuensi menjalankan ideologi materialisme-nya. Bilik-bilik cinta pada bidang ekonomi, sosial, politik dan budaya ditutup rapat-rapat. Segala bentuk pembangkangan bakal disingkirkan.“Berbeda dengan metode bukake alias demokrasi, pemerintah secara sukarela menampung aspirasi rakyatnya. Secara perlahan rakyat mulai mengerti dan menuntut hak mengekspresikan cinta tak diawasi pemerintah,” sindir Sant

  • Atas Nama Pohon Suci   9 | Si Kucing Gendut

    KEESOKAN hari, aku terbangun. Rasanya berat kepala ini. Sakit sekali, pengar dan mual. Rasanya ingin tidur lagi. Tapi tak bisa. Guling ke kiri sakit, ke kanan pun sama. Pasti aku terlalu banyak minum tadi malam, hingga lupa daratan.Mataku lantas tertumbuk pada sebuah poster jumbo. Ada seorang kakek bersorban putih dengan cambang yang lebat. Telunjuknya mengarah ke atas seperti sedang menasehati. Dia bukan Gandalf, melainkan Ayatullah Khomeini, pemimpin revolusi Iran. Di sebelahnya ada gambar siluet Che Guevara, pahlawan revolusi Kuba. Kusapu pandanganku ke seluruh ruangan. Rupanya ada Jonathan Davis dan Max Cavalera.Oh syukurlah, aku di kamarku sendiri.Aku lantas melihat jam dinding, pukul 08.25 WIB. Busyet! Setengah jam lagi dimulai penyuluhan narkoba di Hotel Wahid. Aku lantas mengambil ponselku. Ada 12 missed video call dari Juleha. Aw! Ngeri kali si Juleha kalau mengingatkan.Kemudian, terdengar nada dering lagu Insane karya Prodigy dari ponselku.

  • Atas Nama Pohon Suci   10 | Ekspresi atau Agresi?

    NGOMONG-ngomong tentang Boumerank, mereka adalah band rock paling fenomenal di Indonesia. Bahkan salah satu yang paling terkemuka di dunia! Tidak ada band rock di Indonesia yang bisa menyaingi popularitas Boumerank. Band rock ini kerap diundang sebagai bintang tamu di acara festival musik internasional, seperti Summerfest dan Woodstock di Amerika Serikat, yang penontonnya bisa mencapai 800 ribu orang.Kemudian, kami bertiga--aku, Eko dan Kunto--berbicara tentang musik dan gosip hiburan lainnya. Dalam dunia hiburan, gosip adalah hiburan itu sendiri. Hanya dengan membicarakannya saja, itu sudah seperti mengerjakan hobi."Ngomong-ngomong, siapa pengacara Inod?" aku bertanya."Seperti biasa, pria gundul dari timur itu," jawab Kunto.“Ha ha ha, dia selalu jadi pengacara selebriti kalau ada masalah,” kata Eko."Tapi dia baik untuk Inod. Dia bisa keluar dari penjara," kataku."Dengan syarat," Eko mengingatkanku. "Inod dilarang membuat a

  • Atas Nama Pohon Suci   11 | Murka

    "KARENA ..." Syahrir ragu-ragu. "Ada beberapa hal yang tidak bisa saya ungkapkan di sini.""Jadi mana yang lebih penting, keduniawian atau jihad melawan maksiat?" Aaliyah bersikeras."Keseimbangan," jawab Shahrir.Aaliyah tersenyum mendengar jawaban Shahrir. Dia kemudian beralih ke Sulaiman, pengacara Damha Inod. Dia bertanya apakah Inod akan melaporkan tentang hal yang sama. Awalnya, Sulaiman menertawakan Syahrir. Sulaiman mengatakan Syahrir patut bersyukur bisa tampil di televisi. Seharusnya, jika Inod mau, Syahrir juga bisa ditangkap karena menghinanya."Inod menghargai perbedaan pendapat, tapi tidak dengan mereka. Mengapa kebenaran hanya milik mereka?" Sulaiman dengan sinis menyebut Lasjitara.Saat itu, aku merasa Sulaiman dengan sengaja memancing emosi Imam Syahrir.Aaliyah pun meminta, apakah Inod bisa bebas dari tuduhan pencemaran nama baik ormas Islam.Sulaiman berkata dengan tegas, dia akan membela Inod dengan keras. Hak untu

  • Atas Nama Pohon Suci   12 | Janji

    AKU kemudian mengangguk mengerti. Aku minta diri, berbalik, dan mulai berjalan pergi, meninggalkan Aisyah dan Farhan. Sebenarnya, aku merasa tidak ingin Aisyah sendirian dengan Farhan. Apalagi setelah perseteruan kecil dengan putra Bupati Bangkalan itu.Belum jauh aku melangkah, Aisyah memangilku."Lang," panggil Aisyah.Aku berbalik ke arahnya."Maaf," katanya, "dan terima kasih.""Untuk apa?" Aku bertanya."Aku gak tahu," jawab Aisyah sambil mengangkat bahunya."Gak usah dipikirin," aku menasihatinya.Sementara Aisyah kembali ke Farhan, aku melanjutkan langkah menuju halaman musala. Ketika aku sampai di tengah pintu masuk musala, ada Mat Bagi. Aku melihat Mat tersenyum-senyum sendiri di depan kotak amal, seperti orang yang kehilangan akal."Ngapain ente?" tanyaku heran dengan tindakan anehnya."Guru ngajiku di Gresik pernah berpesan, senyum adalah sedekah juga," jawabnya."Bener iku," aku tersenyum kecut

Latest chapter

  • Atas Nama Pohon Suci   51 | Soundrenaline 4

    Aku pun meninggalkan Kirana dengan melangkah ke posisiku di sebelah kiri panggung atau sebelah kanan dari arah penonton. Aku melambaikan tangan ke arah massa yang disambut gemuruh sorak-sorai majelis SOUNDRENALINE Music Fest.“Che!” sang MC memperkenalkanku.Kru Ryg’—yang mayoritas—sendiri berasal dari sebagian karyawan Inferno Music Studio dan beberapa tetangga di Dukuh Kertajaya. Pay, yang sehari-hari menjadi tukang parkir, kini mendapat giliran menjaga equipment-ku. Diserahkannya gitar bass Ibanez kepadaku yang aku yakini sudah disetelnya dengan baik beserta amplifier Messa/Boogie-nya.Anggota kru yang pertama-pertama naik panggung itu membongkar peralatan yang sudah tersedia di panggung, lalu menggantinya dengan peralatan yang kami bawa sendiri. Aku menghargai Pay dengan memberinya dua jempol.Aku pun mulai check sound dengan membetot dawainya. Mak jlem! Bunyinya menggelegar hingga gelombangnya menerpa pepohonan hin

  • Atas Nama Pohon Suci   50 | Soundrenaline 3

    KALAU cewek udah main rahasia-rahasiaan gini, sebaiknya jangan kulawan, deh. Mending iyain aja, ya kan.Semakin dekat, kegaduhan yang ditimbulkan rombongan jamaah hitamiyah ini mengundang kegaduhan lainnya. Para bintang tamu yang berada dalam tenda pun sampai keluar demi menyaksikan mereka. Ada yang mengeluarkan ponsel untuk memfoto maupun memvideokan momen rombongan berjala melewati mereka. Ada juga yang histeris memanggil-manggil. Artis histeris ketemu artis lainnya?Dari dekat, seolah-olah adegan lambat adagio, dari puluhan orang itu, ada empat yang menarik perhatianku. Di antaranya ada seorang raksasa tambun berambut gondrong keemasan kayak Megaloman. Dia mengenakan kaus hitam yang dipadu padan dengan celana cargo army selutut. Tato motif tribal tampak jelas dari lengan atas hingga lengan bawahnya. Penampilan itu dipungkasi dengan sepatu Converse.Penampilan serupa juga ditunjukkan seorang gondrong lainnya. Bedanya, orang gondrong kedua ini mengenakan topi k

  • Atas Nama Pohon Suci   49 | Soundrenaline 2

    AREA belakang panggung ini berupa hamparan tenda-tenda militer maupun tenda-tenda untuk menampung korban bencana. Aku bisa melihat ada truk-truk dan bus yang melewati jalur khusus. Sejumlah orang tampak menurunkan peti-peti persegi warna hitam dengan pinggiran kelir perak. Ramai dan sibuk sekali. Aku meyakini orang-orang itu adalah anggota crew.Gemuruh harmoni alat musik pun terdengar sampai ke belakang panggung, walau speaker-speaker sound system menghadap ke arah sebaliknya. Dari lagu yang dibawakan, aku menebak yang sedang manggung sekarang adalah girlsband 5 Dewi.Di backstage sini, bau alkohol dan asap rokok menyengat sekaligus menyeruak. Lampu-lampu halogen yang terpasang di setiap penjuru pun menyilaukan mata. Aroma kosmetik juga bertebaran. Perih dan panas sekali. Uniknya, para penghuninya berlaku biasa saja, seperti berkumpul untuk menyaksikan orkes dangdutan.Aku pun diajak Kirana menuju ke salah satu tenda di bagian tengah hamparan tanda. Kalau g

  • Atas Nama Pohon Suci   48 | Soundrenaline

    CLOVER Leaf University of Surabaya alias Clofus sendiri letaknya cuma selemparan batu saja dari rumahku di Kertajaya. Sama-sama masih satu Kecamatan Gubeng. Makanya itu aku gak buru-buru amat.Aku sendiri merasa malam ini bakal cerah. Bintang-bintang di awang-awang terlihat riang berkelip sementara bulan yang bulat sempurna bersinar terang. Kupacu motor membelah terpaan angin yang membuat rambutku meliuk-liuk tak keruan.Ketika melihat pemandangan angkasa itu, aku jadi teringat kembali dengan bulir air mata dan bulatnya wajah Juleha yang kayak Selena Gomez itu.Namun, entah mengapa setiap kali aku ketemu Juleha, selalu saja ada yang aneh dengan diriku. Aku seolah tidak bisa jujur dengan perasaanku sendiri terhadapnya. Aku selalu berpura-pura menganggap Juleha hanya sebagai teman sepermainan belaka.Padahal, aku menyadari aku menyukainya, bahkan sejak masih SMP dulu. Ya, entahlah, Juleha mungkin cinta pertamaku. Tapi aku tak pernah punya nyali untuk mengun

  • Atas Nama Pohon Suci   47 | Windbreaker

    Aku masih saja terbayang sekaligus terngiang wajah serta suara Sekar, ketika membersihkan diri dalam kamar mandi. Seolah-olah, dia seperti Dewi Narcissus yang membuat siapapun yang melihatnya jadi jatoeh tjinta.Tapi, aku tak berniat membuat Sekar layaknya kisah tragis Dewi Narcissus versi asli – yang bunuh diri nyempulung kolam karena jatuh cinta dengan dirinya sendiri. Aku akan membuat lembaran ceritaku sendiri dengan membantu mewujudkan mimpi Dewi Sekar menjadi diva kayangan!Aku lantas mengagumi wajah Sekar yang persegi, dipungkasi dagu nan tegas dengan polesan garis rahang yang kuat. Hal itu menampakkan kekuatan sekaligus kepercayaan diri. Rambut hitam Sekar yang lebat, menjulur lurus panjang, jatuh hingga ke punggung seperti mahkota putri keraton Jawa.Dua lekuk alis tebal Sekar tampak menaungi dua bola mata bulat telurnya. Warna mata itu hazel yang orang sering keliru itu coklat atau hijau. Setiap kali Sekar menatapku, aku selalu merasa ada kepasrah

  • Atas Nama Pohon Suci   46 | Upeti 2

    "UPETI apaan?""Fulus, duit, setorannya kurang," jelasnya. "Udah gak lancar lagi."Aku masih gak ngerti maksud Sekar. Dia pun menjelaskan kalau per bulan, setiap wisma di SD 2 Dukuh Jerut harus menyetor uang yang jumlahnya mencapai jutaan rupiah kepada sederet pejabat maupun pihak yang berwenang lainnya.Kalau ditotal, kata Sekar lagi, upeti yang mesti diberikan Mami maupun mami-mami lainnya kepada orang-orang pejabat berwenang itu, jumlahnya bisa mencapai belasan juta rupiah per wisma per bulan."Kok, kamu bisa tahu hal-hal semacam ini?" tanyaku."Aku," kata Sekar, "kalau di Arini ini, bagian dari upeti itu."Lalu, Sekar menggandeng lenganku kembali, lantas mengajakku berjalan. Aku pun manut sambil mengelus dada. Setelah mengalami rentetan peristiwa yang menyesakkan dada pada masa lalunya--hingga meninggalkan trauma--sekarang Sekar masih juga dimanfaatkan sebagai alat pertukaran. Ini manusia, bukan barang! Aku menggeram dalam hati."

  • Atas Nama Pohon Suci   45 | Upeti

    KETIKA aku mengucapkan janji, tiba-tiba suasana menjadi sunyi. Ada momen beku aneh yang menyelimuti ruangan 3x3 ini. Tapi Sekar tetap diam, lalu mengangguk lagi seolah-olah memberkati apa yang baru saja aku katakan.Kemudian aku merasa bersalah sendiri karena mendesaknya untuk bercerita. Aku menggeser kursiku untuk mendekatinya. Rasanya aku ingin memeluknya. Aku kira Sekar juga memikirkan hal yang sama. Saat kita sedih, kita ingin ada orang di sekitar kita.Kemudian, Sekar menarik napas, lalu menghembuskannya. Seolah-olah dia sedang melepaskan beberapa beban masa lalu yang dia pikul."Boleh aku pegang tanganmu?" Aku meminta izin."Kamu kan sudah bayar," jawab Sekar, "Kamu boleh melakukan apa saja yang kamu mau."Aku hanya menggelengkan kepala."Aku hanya ingin pegang tanganmu," ulangku.Sekar kemudian mengulurkan telapak tangannya.Aku memegangi telapak tangannya, lalu membelainya seolah-olah aku membaca apa yang terjadi pada t

  • Atas Nama Pohon Suci   44 | Sebuah Janji

    “ENGGAK!” aku menghentikannya.Sekar terkejut.“Aku gak ingin buru-buru,” sambungku.Sekar lalu berdiri. Dia menghela nafas lalu berjalan memunggungiku. Aku tidak tahu apakah dia kecewa atau malah bahagia? Dia berbalik menghadapku, bersandar ke rak boneka, lantas menyilangkan di dadanya.“Terus?” tanya Sekar. “Kamu ingin aku ngapain?”“Kamu bisa lagunya Adele yang Rolling in the Deep?” aku bertanya.Sekar mengangguk."Sini, aku yang gitarin."“Aneh,” sindirinya.Saat dia berbalik untuk mengambil gitar, tanpa sepengetahuannya, aku posisikan ponsel dengan sedemikian rupa sehingga tampak separuh badan Sekar ke atas. Setelah menerima gitar dari Sekar, aku memintanya duduk di depan rak yang penuh boneka.Sekar tampak berat mengabulkan permintaanku. Mungkin, Sekar sedang bertanya-tanya apakah aku memiliki orientasi seksual yang menyimpang."A

  • Atas Nama Pohon Suci   43 | Sang Biduan

    “AYO sekolah?” ajak Desi.Namun para tamu yang hadir dalam majelis itu tampak malu-malu kucing. Mereka hanya tersenyum. Desi sendiri terlihat gusar, sehingga ia marah.“Kok gak ada yang ngajak aku sekolah,sih?” gerutunya.Desi pantas gusar. Doi boleh marah-marah. Soalnya, Desi cs telah menemani tamu-tamunya ini sejak dari jam 11 siang, seperti pengakuan Kentung tadi. Namun, sampai jam tiga sore, belum ada yang berminat ‘sekolah.’“Masak,” kata Desi, “udah ditemenin dari jam 11 gak ada yang mau sekolah, sih?” doi lantas mendengus.Tiba-tiba ada intro lagu yang aku kenali, disusul bagian verse yang menegaskan dugaanku. Mula-mula, aku mengira lagu ini bakal dinyanyikan oleh cewek-cewek ini. Oleh sebab itu, aku tak menanggapinya dengan serius.Namun..."Party girls don't get hurt. Can't feel anything, when will I learn. I push it down, push it down," lantun merdu seorang perempua

DMCA.com Protection Status