Seminggu telah berlalu sejak Alta mengunjungi Green, sejak itu pula Langit menjaga jarak dan membatasi komunikasinya dengan Green. Pertemuan terakhir mereka adalah saat Langit datang ke rumah Green untuk mengembalikan ponsel wanita itu, itu adalah pertemuan sekaligus komunikasi terakhir mereka. Karena setelahnya Langit pergi ke luar kota untuk road show guna mempromosikan buku barunya. Green tak pernah peduli dengan apa yang dilakukan Langit, namun ada satu hal yang terkadang memaksanya untuk peduli. Kalila, wanita itu selalu membuatnya ada di posisi sulit, Kalila selalu berusaha melakukan segala cara agar Green dan Langit semakin dekat, mau menolak pun Green tidak enak, akhirnya ia hanya bisa pasrah dan menerima.
Seperti hari ini, Sabtu malam sekitar pukul 19.00 wib, Kalila menghubungi dirinya. “Halo sayang, kamu sedang apa?”
“Halo Bunda, Green baru pulang kerja, Bunda sehat?” tanya Green dengan nada dibuat seriang mungkin, ia tak ingin orang lain
“Ha? Maksudnya Kakak mau nginep di sini?”“Iya.”“Kakak udah gila?”Langit menatap Green dengan tatapan penuh arti. “Kenapa, ada masalah?” tanya Langit tanpa beban.Malam ini Langit seperti sudah hilang kesadaran. Ia abai pada semua hal dan memutuskan untuk menginap di rumah Green, Green memberikan tatapan datar dan menusuk. “Jelas ada. Kakak itu laki-laki, dan saya perempuan. Kita gak boleh satu ruangan, sebaiknya sekarang Kakak pulang. Saya bisa kena masalah kalau Kakak di sini.”“Gak usah berlebihan, lagian kita tidur di kamar yang beda,” jawab Langit tanpa santai. “Atau kamu ingin….,” timpalnya.“Stop, gak usah diterusin, dasar om-om mesum!” Green pergi meninggalkan Langit dengan menghentak-hentakkan kaki, darah tingginya bisa naik jika terus meladeni laki-laki itu.“Om-om lebih menggoda, mau bukti?” Langit bersuara s
Tepat pukul 19.00 wib, Langit tiba di rumahnya. Ia membuka pintu rumah dengan langkah gontai, beberapa hari kemarin cukup menyita waktu, menguras tenaga, emosi dan pikirannya. Satu-satunya yang ingin Langit lakukan saat ini adalah membersihkan dan merebahkan diri di kasur empuk kesayangannya, namun Cherry menghalangi niatnya. Wanita itu datang tiba-tiba kemudian menghadang Langit yang hendak membuka pintu kamar. “Apa-apaan, sih, Cher, minggir kakak capek banget, mau istirahat.”“Kak, gue punya informasi penting,” ujar Cherry serius.“Penting menurut kamu belum tentu penting buat kakak, udah ah minggir!” Langit menggeser tubuh Cherry agar tak menghalangi jalannya.Tubuhnya sangat lelah, meladeni Cherry hanya akan membuatnya semakin lelah. Lagipula Langit sangat yakin bahwa informasi yang dibawa Cherry tidak sepenting itu.“Kak.., minimal dengerin dulu, ihhhhh,” pinta Cherry dengan suara memohon.&ldquo
Langit tengah menunggu Green di ruang tamu, beberapa kali ia menguap karena kantuk yang tak bisa dikendalikan mengingat ia baru tidur beberapa jam saja, Green yang melihat itu berinisiatif menawarkan kopi untuk Langit.“Mau saya buatkan kopi, Kak? Ngantuk gitu, bahaya kalau dipaksa nyetir.”“Langsung berangkat aja, nanti kesiangan,” ajak Langit. Laki-laki itu beranjak dari kursi. “Kamu udah siap?” tanya Langit sambil menatap Green. Mereka mengenakan baju dengan warna senada, Green mengikat rambut serta merias sedikit wajahnya. Sementara Langit tidak menata rambut sama sekali, ia membiarkan saja ujung rambutnya jatuh dan nyaris menutupi mata, namun itu tak mengurangi kadar ketampanannya sebagai Langit Danendra Adyaksa. Seperti biasa, tak lupa Langit menyemprotkan parfum kesukaannya yang membuat kesan maskulin tersemat dalam diri lelaki itu. Tidak ada yang istimewa, mereka berpenampilan sederhana layaknya muda-mudi pada umumnya.
Alta menepati ucapannya untuk menemui Reina, tentunya setelah ia menata dan merencanakan segalanya dengan matang. Di ruang tamu berukuran tidak terlalu besar, Alta duduk berdampingan dengan Reina. Sejak tadi belum ada yang membuka suara, Reina masih mengamati dan memandang wajah Alta, tampak jelas dari raut wajahnya ia sangat merindukan lelaki itu.“Sayang aku kangen,” ucap Reina yang tak tahan jika tak berbicara dengan Alta.Alta mengecup kening Reina yang saat ini tengah bersandar di bahunya. “Aku juga kangen, kangen banget.”Mendengar penuturan Alta, Reina tersenyum senang. Ia mendaratkan ciuman singkat di pipi mulus lelaki itu. “Makasih udah kembali ya, aku pikir kamu gak akan ke sini lagi.”“Gak mungkin dong, kan, aku udah janji untuk gak ninggalin kamu.”“Kamu bakal tepatin janji itu?”“Pasti, gak ada alasan buat aku ingkar sama janji itu. Aku cinta banget sama kamu, Rei
Cherry bangun dari tidur panjangnya saat mendengar seseorang mengetuk pintu kamar, ia membuka pintu tersebut dengan mata setengah terpejam. “Kenapa, Bi?”“Ada tamu nyariin Non Cherry,” ujar Bi Ruri, asisten rumah tangga yang baru beberapa bulan bekerja.“Siapa? Bilang aja saya masih tidur.” Cherry hendak menutup pintu untuk melanjutkan tidurnya, hari libur adalah hari yang tidak boleh dilewatkan, dan Cherry berniat untuk mengisinya dengan tidur panjang dan nonton film seharian“Tapi, Non.” Asisten rumah tangga itu mencegah Cherry yang akan menutup pintu, Cherry memberi isyarat melalui tatapan mata agar Ruri menyelesaikan ucapannya. “Orangnya udah Bibi suruh pergi tapi ndak mau, katanya mau bicara penting sama Nona.”Cherry memaksa matanya untuk terbuka sempurna kemudian meneguk air mineral yang berada di atas meja sampai tandas, “Sekarang orangnya di mana. Bi?” tanya Cherry semb
Setelah Ardi mengusir Violet dengan cara paksa, Cherry kembali ke kamarnya. Sesuai niatnya tadi, ia akan menghubungi Kalila yang beberapa panggilannya tidak terjawab. Cherry duduk di tepi ranjang, meletakkan ponselnya di telinga hingga suara seorang wanita terdengar dari ponsel itu.“Halo Cher..,”“Halo, Bun, tadi Cherry liat ada beberapa panggilan dari bunda. Tapi gak keangkat, soalnya Cherry baru bangun. Kenapa, Bun?” tanya Cherry. Ia menjelaskan alasan mengapa tak menjawab telepon bundanya“Iya sayang bunda hapal banget kebiasaan kamu. Gak apa-apa, bunda cuma mau tahu kabar kamu aja. Kamu sehat sayang?”Cherry merasa bersyukur, karena meskipun kurang beruntung dalam hal percintaan, setidaknya ia beruntung karena masih memiliki keluarga lengkap dan harmonis. Bunda dan ayahnya selalu memberikan limpahan kasih sayang pada dirinya, dan Langit, kakak laki-lakinya itu terkesan tidak peduli tapi sebenarnya
“Keira?” tanya Green bingung, pasalnya sejak tadi ia tak melihat manusia lain selain dirinya dan Langit.“Keira mana?” tanya Langit sekali lagi.Mata Green mencari-cari ke segala penjuru, barangkali sepeninggal dirinya tadi memang ada manusia lain yang datang ke rumah. Sebenarnya ia tidak yakin, namun melihat Langit bersikap demikian tidak salah bukan jika Green berpikir sempat ada orang lain di rumah ini selain dirinya dan Langit? Setelah mengamati semua sudut dan mengecek ke luar, Green kembali duduk dan berbicara pada Langit.“Gak ada Keira, Kak,” tutur Green.“Ada, tadi saya liat Keira.”“Gak ada, Kakak cuma mimpi. Barusan saya udah cek ke luar, gak ada siapa-siapa.”“Ada, Green,” Langit mengatakannya dengan sangat yakin.“Ga ada, Kak.”“Kei…” Langit kembali memanggil nama itu, berharap orang tersebut segera muncul dan men
Setelah kepergian Alta, Daren tersenyum miring. Ia senang karena sepertinya Alta termakan ucapannya. Daren sengaja mengatakan hal demikian agar Alta tak menyesal nantinya, ia tahu betul bahwa temannya itu hanya menjadikan Reina pelampiasan, hati dan cinta Alta sepenuhnya untuk Green. Hanya karena Green berada di kota yang berbeda, Alta jadi bersikap seenaknya, dan Daren ingin Alta kembali ke jalan yang benar. Menurut Daren, Alta dan Green adalah pasangan yang serasi, mereka saling mencintai dan mengasihi, sebagai teman ia ingin Green dan Alta bisa bersama sampai waktu yang tak bisa ditentukan. Daren tak benar-benar ingin merebut Green, hanya sekadar ingin tahu reaksi Alta saat ia mengatakan hal itu, dan benar saja Alta langsung meradang saat mendengarnya.“Al… Al, udah dikasih cewek modelan Green, masih aja nyari kerikil jalanan,” tutur Daren sambil kembali memusatkan perhatiannya pada layar monitor.Perhatian Daren sedikit teralihkan saat meli