Share

BAB 2 : Darah Kedua

Author: Astaroth Devagone
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Di perempatan jalan. Rizel menghentikan mobilnya. Dia menunda tujuannya ke departemen kepolisian, pergi ke arah kiri menuju tempat dimana peristiwa pembunuhan sang walikota itu terjadi. Dalam benaknya masih tersimpan banyak tanda tanya.

"Pembunuh tanpa meninggalkan jejak? sangat mustahil" Rizel bergumam.

Di TKP, 4 orang polisi tengah berjaga. Rizel ijin kepada penjaga apartemen. Lantai 3, ruang kamar nomor 21. Tempat kejadian pembunuhan walikota, George Hampton. Darah yang tercecer telah mulai mengering. Sofa berwarna putih, tempat dimana George Hampton telah terbunuh.

Rizel menyelidiki tetesan darah yang menetes di lantai, menelusuri hingga darah terakhir yang terlihat berada di sisi jendela. Membukanya, lalu kepalanya menonggak ke lantai atas dan melihat ke bawah.

"Rupanya dia melarikan diri melalui jendela" Rizel menemukan noda bekas darah di dinding lantai bawah.

Polisi berpangkat komisaris itu pergi ke lantai bawah. Meninggalkan TKP dan berjalan kaki, menuju jendela yang menghadap timur, dimana noda darah terakhir terlihat disana. Rizel memasuki satu jalan yang sempit. Dinding pembatas antara apartemen dan perumahan warga.

"Sial, disini gelap sekali" Rizel mengeluarkan ponsel dan menyalakan senter.

Di setiap penjuru, Rizel menyinari ruang sempit itu dengan senter dari ponselnya. Kotor dan penuh dengan debu. Cukup lama, Rizel telah menyelediki. Tidak ada jejak, tidak ada satupun petunjuk yang bisa di temukan. Sang komisaris terdiam, berpikir sejenak.

"Sepertinya pembunuh brengsek itu berhasil mengecoh!" Rizel berlari menuju atap dari gedung apartemen.

Di atap, Rizel melangkah cepat. Memeriksa pagar besi, dari ujung ke ujung.Tidak lepas, sorot mata Rizel memperhatikan lantai atap apartemen. Tidak ada tetesan darah yang tertinggal.

"Cerdik, dia mengacaukan jejaknya sendiri!" Rizel menarik nafas.

Kembali ke kantor, Rizel menceritakan penyelidikan-nya di TKP kepada dua rekannya, Claudia dan Steiner yang berakhir nihil. jam 12 malam, Rizel duduk di kursi dan berpikir, juga membaca satu persatu laporan penyelidikan. Steiner tertidur di sofa, Claudia berpamitan.

"Maaf Pak, sebaiknya aku pulang dulu, tubuhku pegal-pegal dan rasanya mataku sudah terasa sangat berat" Ijin Claudia.

"Tidur saja di kantor, ini sudah tengah malam, berbahaya jika mengemudi dalam keadaan mengantuk"

"Tidak apa-apa Pak, lagi pula rumahku tidak terlalu jauh"

"Yakin?"

"Yakin Pak"

"Silahkan kalau ingin pulang, hati-hati di jalan"

"Terima kasih sudah mengijinkan Pak, selamat malam" Pamit Claudia.

"Siapa itu?" Spontan, Steiner terbangun mendengar Claudia menutup pintu.

"Maaf Pak Komisaris, aku... aku ketiduran" Steiner duduk dan menatap Rizel dengan cemas.

"Tenang saja, lanjutkan tidur, persiapkan tenaga mu untuk besok hari "

"Tapi Pak Komisaris...."

"Tidak ada tapi-tapian, tidur saja"

"Si...siap laksanakan Pak Komisaris, aku tidur dulu" Steiner menarik selimut.

Membuka tirai jendela. Rizel termenung, melihat jalan raya. Pikirannya, masih berfokus kepada kasus pembunuhan George Hampton. Minimnya petunjuk yang merajuk kepada sang pembunuh, membuatnya berpikir keras lebih dari kasus sebelumnya.

Pagi menjelang siang. Rizel tertidur di kursi, dengan badan setengah telungkup di atas meja kantor. Ponselnya berdering, Steiner membangunkan Rizel dengan perlahan.

"Pak bangun pak, ada telpon dari Pak Brigjen"

"Apa... Apa? ada apa?" Rizel terbangun dalam keadaan setengah sadar dan melantur

"Itu Pak komisaris, ada telpon dari Pak Brigjen" Steiner menunjuk ponsel Rizel yang tergeletak di atas meja.

Rizel bergegas mengangkat panggilan di ponselnya "Se... selamat siang Pak Brigjen Andara"

"Kamu baru bangun ya? jangan terlalu keras dengan dirimu sendiri Rizel"

"Ini... ini sudah menjadi tugasku Pak Andara" Rizel mengedipkan matanya, mengusir kantuk yang masih terasa.

"Bagaimana, sudah ada petunjuk untuk menemukan pelakunya?"

"Maaf Pak, kami masih berusaha"

"Oh baiklah, aku tau ini bukan kasus yang mudah, tapi aku percaya kamu bisa menyelesaikannya dengan baik"

"Terima kasih Pak Brigjen sudah mempercayakan kasus ini, semoga tim kami bisa segera meringkus pelakunya"

"Bagus, aku suka dengan sikapmu yang selalu optimis. Tapi jangan lupa, luangkan waktu untuk beristirahat dan waktu untuk keluarga"

"Siap Pak Brigjen laksanakan" Jawab Rizel.

Panggilan telepon itu berakhir. Rizel pergi ke toilet. Membasuh wajahnya di wastafel. Di cafetaria, Rizel memesan segelas kopi hitam dan sekotak sandwich sebagai sarapannya. Seteguk, dua teguk kopi. Membuka bungkus sandwich dan menyantapnya.

"Pak Rizel, maaf mengganggu" Claudia datang menyapa.

"Oh kamu, ada apa?"

"Ada laporan dari saksi baru Pak, tentang ciri-ciri pelaku yang membunuh Pak walikota"

"Bagaimana katanya?" Rizel melanjutkan memakan roti sandwichnya.

"Dia memakai jubah berwarna hitam dan sarung tangan dengan warna yang sama, mengenakan topeng putih, kalau tidak salah bibir nya senyum menyeringai, dan bagian matanya seperti sayatan"

"Terus dimana saksi itu melihat pelaku?"

"Menurut penuturan saksi yang berada di lantai 4, saat akan pergi ke lantai 3 untuk menemui temannya, sosok bertopeng itu berdiri tegak di depan pintu apartemen Pak walikota dengan membawa sebilah pisau berlumuran darah"

"Berdiri tegak?"

"Iya Pak, berdiri tegak, karena takut saksi pun yang baru saja keluar dari pintu lift, masuk dan kembali ke lantai 4"

"Lalu kenapa saksi tersebut, baru memberikan laporannya?" Rizel menghentikan makannya.

"Dia ketakutan dan trauma saat mengetahui bahwa di sana ada pembunuhan walikota, dan setelah di tes alat pendeteksi kebohongan, saksi tersebut jujur tidak berbohong Pak"

"Lalu, apa menurut kesimpulan kamu Claudia?"

"Kemungkinan Pelaku melarikan diri lewat pintu utama, lalu memakai tangga darurat atau lift" Jawab Claudia. Rizel hanya terdiam, berpikir sejenak.

"Salah, dia tidak lewat pintu utama apalagi melarikan diri dengan lift atau tangga darurat" Ungkap Rizel.

"Lantas pelaku masuk dan melarikan diri lewat mana Pak?"

"Pelaku masuk dan melarikan diri kemungkinan lewat jendela, dan dengan sengaja menunjukan dirinya, menunggu saksi untuk di ceritakan kepada polisi"

"Kok bisa Pak? dan apa tujuannya?"

"Di lantai 3, tidak ada CCTV yang langsung menyorot ke arah ruangan apartemen dari mendiang Pak walikota, perlakuan khusus sebagai seorang pejabat selalu bisa di gunakan, di manapun berada, termasuk meminta kepada pemilik apartemen untuk mencabut CCTV yang mengarah ke ruangan pribadinya, lagipula CCTV di lift dan lantai 1 tidak ada pelaku dengan ciri-ciri tersebut yang terekam kamera"

"Dan untuk apa pelaku memperlihatkan dirinya?"

"Dia menantang polisi untuk menemukannya"

"Tapi kalau lewat jendela, lebih sulit untuk masuk logika Pak" Claudia menggaruk kepalanya.

"Masuk logika, jika kita menemukan bagaimana caranya, terima kasih atas laporannya"

Rizel pamit kepada Claudia untuk pulang, mandi dan berganti pakaian. Fokus menyetir mobil dan berpikir mengenai ciri-ciri pelaku yang di sampaikan oleh Claudia. Bertopeng dan berjubah hitam.

****

Villa mewah, Julio Arham. Pejabat bea cukai itu datang, memakirkam mobil mewah nya di garasi luas nan estetik. Julio keluar dari mobil, bersama wanita cantik dan belia. Di sambut dua orang ajudannya di depan pintu rumah. Julio dan wanita cantik itu duduk di sofa mewah, berpadu mesra bak sepasang kekasih yang saling jatuh cinta.

"Sayang, ambilkan botol Champagne itu, kita minum bersama" Perintah Julio yang di sambut manja oleh wanitanya.

"Baik sayang, tunggu ya, akan aku ambilkan" Wanita itu menyentuh lembut dagu julio.

Tutup botol Champagne telah terbuka. Menuangkan-nya ke dalam gelas yang indah. Julio meminum tegukan pertama dan di lanjutkan oleh selir cantiknya. Satu gelas telah habis, giliran Julio menuangkan Champagne ke dalam gelas serta berpeluk mesra, menikmati setiap tegukan-nya bersama. Drama cinta itu tidak berlangsung lama.

Terrdengar, seseorang tengah bertepuk tangan. Julio dan wanita itu terkejut, serta melihat ke arah tangga yang berada di tengah ruangan. Sosok bertopeng dan berjubah hitam. Asmodeus, berjalan pelan menuruni anak tangga. Terus menerus bertepuk tangan, seolah memberikan selamat.

"Hey! siapa kamu?" Julio berteriak.

"Saya adalah hakim yang di utus dari neraka" Asmodeus berhenti bertepuk tangan.

"Jangan bercanda kamu ya! kamu tau siapa saya?" Bentak Julio.

"Anda seorang pejabat dengan harga diri yang tidak lebih tinggi dari seekor anjing penyakitan" Asmodeus terus melangkah dan mendekati Julio.

"Jangan mendekat! atau aku bunuh kamu!"

"Sayang, sayang aku takut!" Wanita itu mengadu.

"Tenang saja akan aku panggil ajudan untuk menghabisi orang ini, kamu lari saja terus sembunyi" Jawab Julio. Sang wanita berlari, ketakutan.

"Ajudan Anda tengah tertidur lelap, larut dalam mimpi indah mereka"

"Ajudan!!! Tolomg!!! Hey Ajudan!!!" Julio berteriak.

"Bagaimana jika kita meminum Champagne ini bersama-sama?" Asmodeus mengambil botol Champagne, duduk di sofa yang berhadapan dengan Julio.

"Tu...tunggu! siapa... siapa yang membayar mu untuk membunuhku? aku bayar berkali-kali lipat asalkan kamu pergi dari sini"

"Hahahahaha" Asmodeus tertawa mengerikan.

"Saya akan pergi... saya akan pergi setelah puas menghabisi orang seperti Anda" Lanjut Asmodeus.

Related chapters

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 3 : Murka dari neraka

    "Apa tujuanmu? kenapa ingin membunuhku?" Julio bertanya. "Anda mungkin bisa melihat bintang yang berada di angkasa. Tetapi Anda tidak bisa melihat seekor semut yang berada di bawah kaki Anda" Asmodeus memainkan botol Champagne, menginjaknya dan menggelinding kan menggunakan kakinya. "Apa... apa maksudnya? aku tidak mengerti sama sekali ucapan mu" "Lupakan... dan jika nyawa Anda ingin selamat, Anda harus menuruti keinginan saya" "Apa itu? apa kamu ingin uang? sebutkan saja berapa" Julio mengeluarkan ponsel miliknya dengam tangan bergetar. "Berapa uang yang Anda miliki saat ini?" "Ad... ada sekitar 800 juta di akun mobile banking yang berada di ponsel ini" Julio berkeringat. "Sudah cukup, dan sekarang transferkan 800 juta itu ke... yayasan yatim piatu" "Yayasan yatim piatu?" "Ya, bebas, yang pasti harus yayasan yatim piatu" "Yayasan.... yayasan yatim piatu mana?" "Jangan banyak tanya! gunakan otak Anda! cari di internet! dan cepat kirimkan uangnya!" Bentak Asmodeus. "Ba..

    Last Updated : 2024-10-29
  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 4 : Penegak Hukum

    "Hahahaha... jangan di ambil hati, Axel terkadang suka bercanda" Andara menjelaskan. "Tidak apa-apa Pak Brigjen" Jawab Rizel. "Mari, kita lanjutkan pekerjaan kita" Ajak Rizel kepada Axel. Rizel bersama anggota kepolisian lainnya, melanjutkan investigasi. 4 orang ajudan julio yang di temukan pingsan, telah tersadar. Rizel mengajukan beberapa pertanyaan kepada mereka. Tidak ada petunjuk lebih, karena saat kejadian, mereka tidak sadarkan diri dengan cara di bius oleh tersangka. Wanita yang bersama Julio, mengalami trauma yang sangat berat. Axel berusaha untuk menenangkanya dan berakhir sia-sia. Petugas medis membawanya ke rumah sakit untuk di rawat. Malamnya, Rizel, Axel bersama yang lainnya kembali ke kantor polisi. Mengumpulkan informasi hasil penyelidikan. "Adapun CCTV yang merekam pembunuhan mendiang Julio, tidak mengubah keadaan, kita belum bisa memastikan siapa di balik topeng dari tersangka" Rizel berbicara kepada Axel dan kedua anggotanya. "Dari luka yang di terima oleh Pak

    Last Updated : 2024-10-29
  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 5 : Angelo, Sang Marinir

    Axel dan Rizel pergi, mencari kediaman Fester Claude. Melewati beberapa desa, dan memasuki pedalaman. Hingga sampai di sebuah rumah yang sangat megah. Beberapa mobil terpajang di garasi yang terbuka lebar. Seorang asisten rumah tangga, mendatangi mereka berdua. "Perkenalkan namaku Arlin, asisten rumah tangga, maaf sebelumnya, kalian berdua mau ketemu siapa ya?" "Kami ingin bertemu dengan Pak Fester, apakah beliau ada di rumah?" Jawab Rizel. "Oh Pak Fester, kebetulan beliau ada di rumah, kalian tunggu sebentar ya" Arlin, asisten rumah tangga berusia 30 tahun lebih itu, pergi dan masuk ke rumah. "Istana di dalam pedesaan, tadinya aku kira hanya di film-film luar negri saja" Axel melihat ke sekeliling. "Pengusaha apa yang tinggal jauh dari perkotaan seperti ini?" Rizel menonggak, melihat setiap sudut rumah dari atas. "Barang haram mungkin" Ketus Axel dalam senyuman sinis. Arlin tiba dan mengajak dua anggota polisi, Axel dan Rizel masuk ke dalam. Saat memasuki rumah, Rizel tercengan

    Last Updated : 2024-10-29
  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 6 : Illusi kematian

    Rizel mengangkat panggilan itu "Hallo Pak Komisaris" Ucap Steiner. "Ada apa Steiner?" "Kami menemukan dua petunjuk lain, apa Pak Komisaris sore ini akan ke kantor?" "Aku pasti kesana, tunggu saja" "Siap Pak, kalau begitu kami tunggu" Claudia dan Steiner menemukan jejak sepatu di karpet merah dan bernoda darah yang telah mengering di rumah Julio Arham. Ukurannya cukup besar, Steiner mengambil beberapa foto dan menyimpanya. Mereka berdua bersamaan kembali ke kantor. Tidak lama setelah Claudia dan Steiner sampai. Rizel pun tiba dan langsung memasuki ruang kantor. Claudia menunjukan beberapa foto jejak sepatu yang telah di cetak kepada Rizel. "Jejak sepatu tersangka?" "Iya Pak benar, tetapi anehnya tidak ada jejak sepatu di tempat lain" Rizel duduk di kursinya, Claudia berdiri tepat di sampingnya. "Sepatu yang di kenakan tersangka kelihatannya berukuran besar" Ungkap Rizel. "Iya Pak, sepertinya tersangka bertubuh tinggi besar" "Angelo...." Bisik Rizel dalam hatinya. "Oh iya,

    Last Updated : 2024-10-29
  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 7 : Sang Jenderal Tertinggi

    "Aku tidak takut mati, tapi aku tidak ingin mati sebelum membongkar identitasmu" Rizel mengambil pistol miliknya yang terjatuh, dan mencoba untuk kembali berdiri. Asmodeus berjalan semakin mendekat "Semua takut akan kematian, termasuk kematian orang yang di cintainya" Jawabnya. Secepat mungkin Rizel menggapai pistol miliknya. Saat Asmodeus menembak, di waktu yang sama, sisa tenaga dan nyawa yang di miliki oleh Andara, menjatuhkan dirinya sendiri yang terduduk di kursi kayu, juga tepat mengenai pinggang Asmodeus. Bidikan peluru pembunuh itu meleset. Melihat kesempatan yang ada, Rizel menghujami tubuh Asmodeus dengan beberapa peluru, tepat di dadanya. "Dorrr!! Dor! Dor!" Asmodeus tumbang, jatuh ke atas tanah. "Aaahhhhhh!!!" Teriak Rizel. Anggota kepolisian dan tim medis tiba di lokasi. Rizel terduduk di lantai seraya menahan darah yang mengalir di tangan kirinya. Jasad Brigjen Andara di masukan kedalam mobil ambulan. Seorang dari tim medis tengah mengobati dan membalut luka Rizel.

    Last Updated : 2024-10-29
  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 8 : Bayangan

    "Baik Pak, aku terima" Rizel menjawabnya dengan berat hati, terlihat dari senyumannya yang terpaksa di uraikan "Mulai besok, kamu boleh cuti, beristirahat dan sembuhkan luka bekas tembakan itu, untuk pulang dari berlibur, tiket pesawatnya akan saya sediakan besok dan sejumlah uang untuk berlibur, paham?" "Tapi Pak, bagaimana dengan pers? mereka pasti ingin segera mendapatkan informasi dari kasus ini" "Tenang saja, semuanya akan di ambil alih oleh departemen pusat, tidak usah khawatir, tetapi jika ada wartawan yang menemui kamu, ingat jangan sampai hal ini bocor, dan berikan jawaban seperti yang saya jelaskan" Vares menegaskan. "Siap... Siap Pak laksanakan" Jawab Rizel dengan perasaan gugup. "Baiklah, saya permisi dulu, nikmati liburan mu Rizel" Vares pamit. Jenderal tertinggi itu telah pergi, keluar dari ruangan. Rizel melihat tiga tiket pesawat yang tergeletak di atas meja. Wajahnya terlihat tidak bahagia. Ada sesuatu hal yang mengganjal dari sikap Jenderal Vares. Mengingat s

    Last Updated : 2024-10-29
  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 9 : Malaikat dan Iblis

    Di waktu yang bersamaan. Steiner membuka pintu ruangan Komisaris Rizel. Claudia yang terkejut, hanya diam memasang wajah yang tegang. Mereka saling menatap, terdiam beberapa detik. "Apa yang kamu lakukan disini Claudia?" Tanya Steiner. "Aku... aku menyimpan berkas ke atas meja Pak Rizel saja kok, kamu sendiri mau apa?" Steiner terdiam dan memegang erat sesuatu di tangannya "Kamu bawa apa Steiner?" Claudia menatap curiga. "Aku tidak tau, apakah tindakan ku ini benar atau salah" "Loh, memangnya ada apa?" "Aku hanya ingin menyimpan jas Pak Komisaris Rizel yang terkena tembakan saat beliau di bawa ke rumah sakit" Steiner membuka kantong plastik berwarna hitam itu kepada Claudia. "Oh, cuman jas rupanya" Jawab Claudia. "Tidak, tidak hanya jas, tapi aku menemukan sesuatu di saku bagian dalam jas Pak Komisaris" Steiner merogok saku dalam jas menggunakan sarung tangan. "Ini, Jagdkommando, pisau untuk membunuh para korban" Steiner menunjukan pisau Asmodeus kepada Claudia. "Kenapa ad

    Last Updated : 2024-10-29
  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 10 : Kebangkitan Asmodeus

    "Apa kabar para polisi penegak hukum, kalian telah menangkap siapa? sekumpulan badut tengah bermain drama, sangat lucu sekali" Ucap Asmodeus. Asmodeus berjalan beberapa langkah, mendekat ke kamera "Saya masih bebas, seperti seekor burung gagak yang terbang tinggi, hinggap ke satu nyawa ke nyawa lainnya, sekumpulan bedebah telah menangkap orang yang salah" Masyarakat dan seluruh anggota kepolisian yang menyaksikan kembalinya Asmodeus, hanya menatap dengan kedua bola mata yang terbuka lebar. Terkejut dan seolah tak percaya. Asmodeus membuka penutup mata dari sandera itu dan memberikan pernyataan yang mengejutkan. Delista dan Rizel membisu mendengarkan perkataan Asmodeus. "Dia adalah Torio, anak tunggal dari Komisaris Axel, akan membongkar satu persatu kebusukan oknum Polisi yang memiliki jabatan tinggi di dalam institusinya" Menyaksikan pernyataan Asmodeus, Jenderal Vares yang berada di ruangan kantornya, beranjak dari tempat duduk. Menatap tajam ke arah layar televisi. Mengkerutkan

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 37 : Serbuan

    Cloningan Asmodeus berdatangan dari hutan untuk menyelamatkan Altema. Mereka bersiap, mengepung, dan menutup jalan dari segala arah. "Pak Rizel, bagaimana ini?" Sarah bertanya dalam keadaan yang panik. "Tenang saja, Si Edward Geezer yang tampan, telah mempersiapkan rencana lain." jawab Edward, "Lihatlah ke atas, ada kejutan untuk kalian pasukan Asmodeus!" Dari langit, muncul banyak Drone dengan persenjataan lengkap. "Tembak mereka!", perintah Edward. Drone itu pun mulai menembak. Menghujamkan ratusan peluru ke arah -- Cloningan Asmodeus. Satu persatu mulai tumbang. Meskipun mencoba menghindar, tetapi pasukan Drone jauh lebih banyak jumlahnya. "Kenapa Drone itu harus datang?" Aruzel tampak kesal, "Padahal aku saja mampu menghabisi mereka semua!" "Sial! Rencanaku gagal!" sahut Altema. Rizel memberikan perintah, "Kita tidak punya banyak waktu, Edward hubungi anggota lainnya, tangkap Altema dan bawa ke kantor polisi." "

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 36 : Penyergapan Altema

    Sarah memberikan informasi, lokasi terakhir Altema berada. Rizel pun memanggil anggota yang lainnya untuk datang dan berdiskusi. Tim forensik yang Rizel perintahkan pun telah memberikan laporan. "Apa kita akan ada rapat dadakan hari ini?" tanya Edward. "Iya, kita kumpulkan semua informasi yang telah kita dapatkan. Aku yakin, malam ini kita akan mengetahui lokasi keberadaan Altema, sosok yang telah membantu Asmodeus selama ini" jawab Rizel. Mengirim pesan kepada seluruh anggota khusus yang berada di luar, untuk segera datang ke kantor. "Baiklah kalau begitu, aku harus membuat kopi hitam. Supaya lebih fokus" Edward mengambil gelas, menuangkan bubuk kopi. Kastil Astaroth. "Sepertinya ada seseorang yang mencoba melacak keberadaanku" ucap Altema kepada Asmodeus. "Anggota kepolisian" jawab Asmodeus. "Sepertinya mereka sudah menyadari, siapa yang membantumu di belakang layar, Asmodeus" "Mungkin waktu sudah tiba untuk mengalahkan mereka dan memberikan mereka pelajaran" "Aku yakin, sa

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 35 : Pemantauan

    Rizel pergi ke suatu tempat yang jauh. Mercusuar, tempat pertama kalinya pertarungan sengit melawan Asmodeus dilakukan. Tidak ada polisi yang berjaga, hanya tersisa garis kuning yang menutup jalan masuk ke dalam mercusuar. Penyelidikan pun di mulai. Rizel terus menundukkan kepala, menyalakan lampu senter dan melihat ke lantai. Tepat di ruangan terjadinya pertarungan dengan Asmodeus, Rizel berjongkok, mengeluarkan plastik kecil. Memungut sesuatu dan memasukkan ke dalamnya plastik yang dibawanya. Penyamaran Sarah Erlandi masih berlanjut. Menyusup ke dalam anggota simpatisan Asmodeus. Sarah mencoba untuk mendekati seorang pendiri, salah satu komunitas yang menjadi simpatisan Asmodeus dia adalah Rugel Seron, pendiri dari Asmonism. Parasnya yang sangat cantik, Sarah memanfaatkan kelebihannya itu untuk mendekati Rugel dan mengajaknya bertemu di sebuah restoran untuk makan malam bersama. Rugel Seron, kurus, berkulit putih dan cukup tinggi. Terlihat masi

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 34 : Perburuan

    Mereka berlima berpencar, menjadi peran mereka masing-masing dalam menjalankan tugasnya. Rizel dibantu oleh Steiner, mengumpulkan informasi tentang para pejabat dan pengusaha yang pernah memiliki rumor negatif. Sementara itu, di laboratorium Flamingo. Tabung-tabung yang berisi cairan biru itu surut satu persatu. Sang Profesor menekan satu tombol di mesin komputer. Kaca tabung terbuka dengan sendirinya. Dari dalam, keluar sesosok manusia dewasa. Melangkah keluar tanpa mengenakan sehelai pakaian Asmodeus berdiri diantara mereka. Semuanya tertunduk kepadanya. Seperti prajurit yang menyembah Sang raja. "Cobalah berikan perintah kepada mereka Asmodeus" ucap Flamingo dari tempat lain, berbeda lantai dan memiliki kaca yang besar. "Berdirilah!" perintah Asmodeus, para serdadu itu pun berdiri. "Percobaan terakhir sudah selesai, saat ini mereka adalah pasukanmu Asmodeus, mereka siap untuk mati demi tuannya" Flamingo terlihat sangat puas. Mer

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 33 : Menyusun Rencana

    Professor Flamingo berada di laboratorium bersama Asmodeus. Banyak tabung-tabung setinggi dua meter lebih, berisikan cairan kimia berwarna biru. Semuanya adalah hasil penelitian Flamingo. "Lucifer pasti akan puas dengan semua ini!" ucap Flamingo. "Semuanya apakah sudah selesai Prof?" tanya Asmodeus. Melihat salah satu tabung. "Besok, semuanya akan segera terselesaikan, jangan khawatir" Flamingo menekan beberapa tombol keyboard di komputer. "Saya harap besok benar-benar selesai, karena kita tidak mempunyai banyak waktu lagi" "Tenang saja, kita akan menggemparkan negara ini!" Flamingo tertawa mengerikan. "Saya harus pergi, saya serahkan pekerjaan ini kepada Anda" "Kamu akan pergi menghabisi menteri busuk itu kan?" "Iya, sudah saatnya dia mati sekarang" Tengah malam. Asmodeus tiba di perumahan elit, berjajar rumah-rumah mewah kelas atas. Dari atap ke atap rumah, menggunakan jet pack miliknya, Asmodeus berhen

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 32 : Devil Savior

    Esoknya, Rizel kembali bertugas. Steiner menyambut kedatangan atasannya itu dengan wajah bahagia. "Selamat datang kembali Pak Brigjen Rizel" Steiner memberi hormat. "Selamat siang juga Steiner, maaf sudah merepotkanmu selama ini" Rizel tersenyum. "Aku sudah mencari Pak Brigjen kemana-mana tetapi hasilnya nihil" "Aku pergi ke suatu tempat yang jauh dari keramaian kota untuk menenangkan pikiran dan berlatih" mereka bedua berbincang seraya berjalan menuju kantor pribadi Rizel. Steiner terheran "Berlatih? Memangnya berlatih apa Pak?" tanya Steiner. "Berlatih kemampuanku dalam beladiri, yang pertama aku ingin lebih kuat untuk melawan para penjahat dan yang kedua, bagaimana pun juga, aku harus menangkap suadara kembarku, Razel Arghas sebelum dia bertindak lebih jauh" Rizel duduk di kursi kantornya. "Apa hari ini Pak Brigjen siap untuk bertugas?" "Tentu saja Steiner, maka dari itu aku datang kesini" "Kalau begitu

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 31 : Kembalinya Rizel

    Berlanjut, Muha melakukan tendangan dan tertahan oleh Asmodeus dengan tendangan yang sama. Kaki mereka beradu. Setiap gerakan Muha selalu ditahan oleh Asmodeus. Kaki oleh kaki, tangan oleh tangan. Sepertinya benar, Asmodeus sengaja mengadu kekuatan fisiknya dengan Muha. "Dengan ini, awal dari kekalahan Anda akan di mulai" ucap Asmodeus. Kepalan tangan Asmodeus dan Muha kembali beradu. "Buuughh!!!" suara tinju mereka yang beradu. Mereka berdua saling menatap. "Krreekkkkk" pergelangan tangan dari Muha terdengar patah. Menjalar seperti api, tulang-tulang tangannya yang beradu dengan tinjuan Asmodeus tak kuat menahan serangannya. Tulang tangan Muha kian patah. Tak menyerah, Muha memberikan pukulan dengan tangannya yang lain. "Belum menyerah juga?" sahut Asmodeus, menahan kembali serangan Muha dengan tinjuan. "Krrrreeeekkkkkl!!!" suara tulang tangan Muha yang patah, terdengar lebih keras. "Hahahaha!!! ini menyenangkan Asmodeu

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 30 : Asmodeus VS Master Bela Diri

    "Apa ini Kadiv?" tanya Alfred. "Ini berkas prestasi beliau, sebelum Pak Alfred menjabat sebagai menteri" jawab Edmund. Alfred pun membaca berkas-berkas itu. "Angelo Rustam, pahlawan perang yang keberadaannya menghilang dan tidak diketahui" ucap Alfred. "Salah satu anggota kami telah mengetahui keberadaanya Pak" "Lantas bagaimana, apa dia mau bergabung dan membantu kita?" "Tentu saja Pak, aku sudah berhasil membujuknya" jawab Edmund dengan menceritakan. Berdasarkan laporan dari Rizel Arghas, Edmund Darmunte pergi untuk mengunjungi kediaman Angelo. Mengetahui bahwa Edmund mengenakan seragam kepolisian, Angelo menyambutnya dengan bersikap dingin. "Ada urusan apa seorang polisi seperti Anda mengunjungi saya?" sahut Angelo yang saat itu tengah latihan menembak. "Maaf Angelo, bisakah kita berbicara sebentar?" ucap Edmund dengan halus. "Baiklah, tapi jangan lama-lama" ketus Angelo. Dihalaman rumah, Angelo dan Edmund berbicara. Wajahnya tampak tidak senang dengan kehadiran seorang po

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 29 : Sarah, Polwan berdarah dingin

    Kembali kepada perbincangan antara Alfred Wallace dan Edmund Darmunte untuk menyusun pasukan khusus yang telah direncanakan sebelumnya. "Siapa selanjutnya yang akan kamu rekomendasikan Edmund?" "Berikutnya adalah Sarah Erlandi, wanita berbakat. Cepat, tangkas dan selalu berhasil menjadi seorang mata-mata" "Sarah Erlandi? Kalau tidak salah dia adalah anak seorang pengusaha yang memilih masuk menjadi anggota kepolisian bukan?" "Benar sekali Pak Alfred, dia bisa diandalkan" Sarah Erlandi, seorang wanita berusia 25 tahun. Mendaftar dan berhasil diterima masuk ke akademi kepolisian saat berusia 19 tahun. Selain cantik dan menjadi incaran lelaki seangkatannya, bela dirinya tidak bisa dianggap remeh. Sarah selalu berhasil melumpuhkan lawan-lawannya. Kecantikan dan kepiawaiannya dalam bertarung, Sarah selalu menjadi salah satu andalan pihak kepolisian untuk meringkus kriminal yang berlalu lalang di jalanan dan anggota-anggota mafia yang menjadi sasarannya. Binzo Youger, pemimpin mafia B

DMCA.com Protection Status