Beranda / Thriller / Asmodeus, Si Pembunuh Berantai / BAB 5 : Angelo, Sang Marinir

Share

BAB 5 : Angelo, Sang Marinir

last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-04 09:25:37

Axel dan Rizel pergi, mencari kediaman Fester Claude. Melewati beberapa desa, dan memasuki pedalaman. Hingga sampai di sebuah rumah yang sangat megah. Beberapa mobil terpajang di garasi yang terbuka lebar. Seorang asisten rumah tangga, mendatangi mereka berdua.

"Perkenalkan namaku Arlin, asisten rumah tangga, maaf sebelumnya, kalian berdua mau ketemu siapa ya?"

"Kami ingin bertemu dengan Pak Fester, apakah beliau ada di rumah?" Jawab Rizel.

"Oh Pak Fester, kebetulan beliau ada di rumah, kalian tunggu sebentar ya" Arlin, asisten rumah tangga berusia 30 tahun lebih itu, pergi dan masuk ke rumah.

"Istana di dalam pedesaan, tadinya aku kira hanya di film-film luar negri saja" Axel melihat ke sekeliling.

"Pengusaha apa yang tinggal jauh dari perkotaan seperti ini?" Rizel menonggak, melihat setiap sudut rumah dari atas.

"Barang haram mungkin" Ketus Axel dalam senyuman sinis.

Arlin tiba dan mengajak dua anggota polisi, Axel dan Rizel masuk ke dalam. Saat memasuki rumah, Rizel tercengang. Isi dari rumah itu begitu mewah, di penuhi lampu khiasan yang menggantung, Guci-guci bernuansa eksklusif dan koleksi antik nan mahal terpajang dalam lemari kristal.

Mereka berdua menunggu di ruang tamu, duduk dan di suguhkan dua gelas minuman oleh asisten rumah tangga lainnya. Arlin mendorong kursi roda dan seorang pria tua tengah duduk di atasnya. Mengenakan kemeja putih berlengan panjang.

"Ini adalah Pak Fester Claude" Ucap Arlin.

Rizel berdiri untuk menyapa "Selamat siang Pak, maaf jika kedatangan kami telah mengganggu"

"Tidak usah sungkan, silahkan duduk" Jawab Fester.

"Kami dari pihak kepolisian, perkenalkan namaku Rizel, dan ini Axel" Fester hanya tersenyum dan mengangguk.

"Ada apa sampai anggota Polisi seperti kalian datang kesini?"

"Kami ingin menanyakan tentang Angelo Rustam, apa Pak Fester mengenalnya?"

"Angelo? tentu saja, dia adalah anakku, memangnya ada apa?"

"Dimana Angelo sekarang? apa Pak Fester mengetahuinya?" Axel menimpal langsung kepada intinya. Rizel menatap Axel.

"Maksud... maksud kami hanya ingin mencari informasi dari Angelo, apa Pak Fester tau dimana Angelo berada sekarang?" Lanjut Rizel.

"Angelo tidak ada di sini"

"Lalu dimana Angelo Pak?" Ucap Rizel. Pria tua berusia lebih dari setengah abad itu hanya terdiam, tak menjawab.

"Jika Bapak tidak memberitahukan kami, Bapak bisa di kenakan tuntutan hukum, atas dasar menghalangi penyelidikan" Ketua Axel.

"Maaf, maksudnya?" Fester tampak kesal.

Mendengar ucapannya, wajah Rizel terlihat canggung "Maaf Pak, kami hanya ingin mencari informasi saja dari Angelo"

"Aku akan memberitahukan dimana Angelo berada, tapi bisakah kalian sebagai dari pihak kepolisian lebih ramah jika bertanya?" Rizel tak menjawab. Ponsel Axel berbunyi. Pamit kepada Rizel untuk mengangkat panggilan.

Setelah melihat Axel keluar, Rizel berkata "Dia memang seperti itu, mohon di maafkan, kami baru saja menjalin kerjasama, aku belum terlalu mengenalnya" Jelas Rizel.

"Tidak apa-apa, kamu tidak bersalah.... Arlin tolong ambilkan kertas dan pulpen" Arlin datang menghampiri dan mengangguk

"Baik Pak, tunggu sebentar"

Di ruangan lain. Arlin mengambil pena, dan secarik kertas yang berada di laci. Wanita itu tampak ragu memberikan kertas dan pena kepada Fester, menakutkan sesuatu hal. Sesuatu yang tidak di ketahui. Terdiam beberapa detik, mengintip di balik dinding. Arlin keluar, dan memberikannya kepada Fester.

"Ini, Pak kertas dan pulpen nya"

"Oh iya, terima kasih" Jawab Fester berlanjut menuliskan alamat rumah Angelo.

"Ini, silahkan" Fester memberikan kertas beralamat itu kepada Rizel.

"Terima..." Axel masuk dengan keadaan panik. Menghampiri Rizel.

"Maaf Komisaris Rizel, aku... aku ada kepentingan mendadak dengan keluarga, apa bisa ku pergi duluan?" Rizel mengangkat satu alisnya.

"Ada apa memangnya komisaris Axel?" Tanya Rizel.

"Ini urusam pribadi, maaf"

"Baiklah, silahkan duluan saja, aku bisa panggil taxi untuk pulang ke kantor" Axel mengangguk, keluar begitu saja dari kediaman Fester.

"Dia sedikit aneh" Ucap Fester

"Uhmm... Maaf Pak, kalau boleh tau, Apa Pak Fester tau penyebab Angelo berhenti dari dunia militer?" Rizel mengalihkan pembicaraan.

"Jujur saja, aku tidak tau sama sekali tentang hal itu, kami baru saja bertemu 2 tahun lalu, dia sempat menolak mengakuiku sebagai Ayahnya, Angelo sangat tertutup dan sulit diajak komunikasi" Raut wajah Fester terlihat suram.

"Dan kalian tetap tidak bersama dalam satu rumah?"

"Hanya beberapa bulan saja, Angelo lebih memilih tinggal di tempat itu, tampaknya dia sangat menyukai kesunyian"

"Menyukai kesunyian?"

"Iya, bahkan dia jarang berbicara dengan siapapun"

Kecurigaanya semakin bertumpuk. Rizel bergegas berpamitan, setelah taxi yang di pesanya tiba. Sang Komisaris memutuskan pergi menuju kediaman Angelo Rustam. Di tanah ladang yang luas, terdapat rumah sederhana bernuansa peternakan. Rizel turun dari taxi, berjalan mendekati rumah itu.

Keadaan rumah begitu sepi. Rizel berkali-kali mengetuk pintu, tetapi tidak ada seorang pun yang menyahut. Sunyi, seperti tak berpenghuni. Rizel berjalan, menulusuri rumah Angelo. Di satu bangunan kandang sapi yang cukup besar, Rizel membuka pintu itu secara perlahan.

Kosong, tidak ada sapi dan hewan ternak lainnya. Kandang sapi itu sedikit gelap, hanya di bantu cahaya matahari yang terpancar dari luar. Rizel menyalakan lampu senter di ponselnya. Menyorot ke arah depan. Tepat di hadapannya, beberapa target yang terbuat dari kayu untuk latihan menembak tengah terpajang. Penuh lubang, bekas tembakan dari peluru.

"Anda siapa? dan mau apa Anda kesini?" Suara itu terdengar dari arah belakang.

Rizel terkejut dan sontak menoleh. Seorang pria bertubuh tinggi dan tegap, tengah berdiri di tengah-tengah pintu masuk kandang. Wajahnya, terdapat sayatan di bagian pelipis kanannya hampir menuju dagu.

"Ma... maaf, jika menerobos masuk, aku dari pihak kepolisian" Rizel menujukan identitas kepolisianya.

"Ada perlu apa Anda datang kesini?" Pria itu tetap berdiri tegak tak bergerak.

"Apakah Saudara adalah Angelo Rustam mantan seorang anggota militer?"

"Benar, saya Angelo Rustam, lebih baik kita masuk ke rumah, jangan disini" Ajak Angelo.

Mereka berdua berjalan ke rumah. Rizel bersiaga, memeriksa kembali pistol yang berada di pinggang belakang. Pintu rumah terbuka lebar, khiasan dinding di penuhi dengan buruan hewan yang di awetkan. Kepala beruang, macan, dan serigala.

Foto-foto saat menjadi anggota militer, terpajang rapih di atas rak kayu jati. Angelo mempersilahkan Rizel duduk. Jantungnya berdetak kencang, aura yang di pancarkan oleh Angelo, seakan seekor singa yang siap menerkam. Rizel memberanikan diri memulai pembicaraan.

"Maaf sebelumnya, maksud kedatanganku kesini, ingin menanyakan beberapa hal, semoga tidak keberatan"

"Saya tidak akan bertele-tele dalam memberikan jawaban di setiap pertanyaan Anda, karena dengan begitu, Anda akan cepat pergi dari sini" Wajah Angelo tampak datar.

"Pertama, kenapa menghilang begitu saja dari dunia militer?"

"Pemerintah memerintahkan para prajurit untuk berperang demi sesuatu hal yang dianggap benar oleh diri mereka sendiri, sedangkan orang-orang di dalam pemerintahan penuh dengan belatung yang menggerogoti rakyatnya sendiri"

Mendengar penjelasan itu Rizel terdiam dan menaruh kecurigaan "Lalu, Jagdkommando, apa kamu memiliki pisau jenis itu?"

"Ya, saya pernah memiliki Jagdkommando, namun pisau itu sudah hilang"

"Hilang? hilang kenapa?"

"Saya sedang berburu seekor beruang, dan membopongnya ke rumah, entah dimana, pisau Jagdkommando sepertinya terjatuh di hutan"

"Apa penjelasan ini bisa di buktikan?"

"Apakah wajah saya terlihat meragukan untuk Anda Pak Polisi?" Angelo menatap tajam

"Sial, aku terlalu terbawa suasana" Ucap Rizel dalam hatinya.

"Tidak... tidak aku percaya" Rizel menjawab perkataan dari Angelo.

"Lantas apa tujuan Anda menanyakan hal itu?"

"Ada sesuatu hal yang harus kami selidiki"

"Saya berhak mengetahui kedatangan Anda ke rumah saya"

"Kami tengah menyelidiki beberapa kasus pembunuhan, pasti kamu tau kan?"

"Pejabat yang terbunuh, lalu?"

"Pembunuh itu membunuh setiap korban menggunakan jagdkommando"

Angelo tersenyum menyeringai "Anda mencurigai saya Pak Polisi?"

"Untuk sementara tidak, karena aku tidak cukup bukti"

"Jika bisa buktikan saja, pertanyaan Anda sudah selesai? silahkan keluar"

Hawa di dalam rumah Angelo berubah, seakan ada tekanan yang sesak dari monster berdarah dingin. Rizel berdiri dan melangkah ke luar rumah. Ketika Angelo akan menutup pintu. Rizel menoleh.

"Aku akan kembali lagi kesini" Ucap Rizel yang semakin curiga dengan Angelo Rustam.

Mobil taxi telah datang, Rizel duduk di kursi belakang. Matanya menyorot tajam ke arah kediaman Angelo. Beberap meter telah melaju, Rizel menerima panggilan telpon dari bawahannya, Steiner.

Bab terkait

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 6 : Illusi kematian

    Rizel mengangkat panggilan itu "Hallo Pak Komisaris" Ucap Steiner. "Ada apa Steiner?" "Kami menemukan dua petunjuk lain, apa Pak Komisaris sore ini akan ke kantor?" "Aku pasti kesana, tunggu saja" "Siap Pak, kalau begitu kami tunggu" Claudia dan Steiner menemukan jejak sepatu di karpet merah dan bernoda darah yang telah mengering di rumah Julio Arham. Ukurannya cukup besar, Steiner mengambil beberapa foto dan menyimpanya. Mereka berdua bersamaan kembali ke kantor. Tidak lama setelah Claudia dan Steiner sampai. Rizel pun tiba dan langsung memasuki ruang kantor. Claudia menunjukan beberapa foto jejak sepatu yang telah di cetak kepada Rizel. "Jejak sepatu tersangka?" "Iya Pak benar, tetapi anehnya tidak ada jejak sepatu di tempat lain" Rizel duduk di kursinya, Claudia berdiri tepat di sampingnya. "Sepatu yang di kenakan tersangka kelihatannya berukuran besar" Ungkap Rizel. "Iya Pak, sepertinya tersangka bertubuh tinggi besar" "Angelo...." Bisik Rizel dalam hatinya. "Oh iya,

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-05
  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 7 : Sang Jenderal Tertinggi

    "Aku tidak takut mati, tapi aku tidak ingin mati sebelum membongkar identitasmu" Rizel mengambil pistol miliknya yang terjatuh, dan mencoba untuk kembali berdiri. Asmodeus berjalan semakin mendekat "Semua takut akan kematian, termasuk kematian orang yang di cintainya" Jawabnya. Secepat mungkin Rizel menggapai pistol miliknya. Saat Asmodeus menembak, di waktu yang sama, sisa tenaga dan nyawa yang di miliki oleh Andara, menjatuhkan dirinya sendiri yang terduduk di kursi kayu, juga tepat mengenai pinggang Asmodeus. Bidikan peluru pembunuh itu meleset. Melihat kesempatan yang ada, Rizel menghujami tubuh Asmodeus dengan beberapa peluru, tepat di dadanya. "Dorrr!! Dor! Dor!" Asmodeus tumbang, jatuh ke atas tanah. "Aaahhhhhh!!!" Teriak Rizel. Anggota kepolisian dan tim medis tiba di lokasi. Rizel terduduk di lantai seraya menahan darah yang mengalir di tangan kirinya. Jasad Brigjen Andara di masukan kedalam mobil ambulan. Seorang dari tim medis tengah mengobati dan membalut luka Rizel.

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-08
  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 8 : Bayangan

    "Baik Pak, aku terima" Rizel menjawabnya dengan berat hati, terlihat dari senyumannya yang terpaksa di uraikan "Mulai besok, kamu boleh cuti, beristirahat dan sembuhkan luka bekas tembakan itu, untuk pulang dari berlibur, tiket pesawatnya akan saya sediakan besok dan sejumlah uang untuk berlibur, paham?" "Tapi Pak, bagaimana dengan pers? mereka pasti ingin segera mendapatkan informasi dari kasus ini" "Tenang saja, semuanya akan di ambil alih oleh departemen pusat, tidak usah khawatir, tetapi jika ada wartawan yang menemui kamu, ingat jangan sampai hal ini bocor, dan berikan jawaban seperti yang saya jelaskan" Vares menegaskan. "Siap... Siap Pak laksanakan" Jawab Rizel dengan perasaan gugup. "Baiklah, saya permisi dulu, nikmati liburan mu Rizel" Vares pamit. Jenderal tertinggi itu telah pergi, keluar dari ruangan. Rizel melihat tiga tiket pesawat yang tergeletak di atas meja. Wajahnya terlihat tidak bahagia. Ada sesuatu hal yang mengganjal dari sikap Jenderal Vares. Mengingat s

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-12
  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 9 : Malaikat dan Iblis

    Di waktu yang bersamaan. Steiner membuka pintu ruangan Komisaris Rizel. Claudia yang terkejut, hanya diam memasang wajah yang tegang. Mereka saling menatap, terdiam beberapa detik. "Apa yang kamu lakukan disini Claudia?" Tanya Steiner. "Aku... aku menyimpan berkas ke atas meja Pak Rizel saja kok, kamu sendiri mau apa?" Steiner terdiam dan memegang erat sesuatu di tangannya "Kamu bawa apa Steiner?" Claudia menatap curiga. "Aku tidak tau, apakah tindakan ku ini benar atau salah" "Loh, memangnya ada apa?" "Aku hanya ingin menyimpan jas Pak Komisaris Rizel yang terkena tembakan saat beliau di bawa ke rumah sakit" Steiner membuka kantong plastik berwarna hitam itu kepada Claudia. "Oh, cuman jas rupanya" Jawab Claudia. "Tidak, tidak hanya jas, tapi aku menemukan sesuatu di saku bagian dalam jas Pak Komisaris" Steiner merogok saku dalam jas menggunakan sarung tangan. "Ini, Jagdkommando, pisau untuk membunuh para korban" Steiner menunjukan pisau Asmodeus kepada Claudia. "Kenapa ad

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-14
  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 10 : Kebangkitan Asmodeus

    "Apa kabar para polisi penegak hukum, kalian telah menangkap siapa? sekumpulan badut tengah bermain drama, sangat lucu sekali" Ucap Asmodeus. Asmodeus berjalan beberapa langkah, mendekat ke kamera "Saya masih bebas, seperti seekor burung gagak yang terbang tinggi, hinggap ke satu nyawa ke nyawa lainnya, sekumpulan bedebah telah menangkap orang yang salah" Masyarakat dan seluruh anggota kepolisian yang menyaksikan kembalinya Asmodeus, hanya menatap dengan kedua bola mata yang terbuka lebar. Terkejut dan seolah tak percaya. Asmodeus membuka penutup mata dari sandera itu dan memberikan pernyataan yang mengejutkan. Delista dan Rizel membisu mendengarkan perkataan Asmodeus. "Dia adalah Torio, anak tunggal dari Komisaris Axel, akan membongkar satu persatu kebusukan oknum Polisi yang memiliki jabatan tinggi di dalam institusinya" Menyaksikan pernyataan Asmodeus, Jenderal Vares yang berada di ruangan kantornya, beranjak dari tempat duduk. Menatap tajam ke arah layar televisi. Mengkerutkan

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-16
  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 11 : Flashback

    "Serega Alifar, pengusaha kaya raya dan bawahannya adalah seorang Polisi, Jenderal Vares" Ucap Asmodeus. Ucapannya membuat semua yang menyaksikan siaran langsung, membisu. "Serega dan Jenderal Vares? tapi apa salahku?" Ujar Rizel. "Ini bukti-bukti kekompakan mereka di dalam bisnis haram" Asmodeus menunjukan bukti lainnya melalui foto yang di susun menjadi satu video. Sama seperti halnya Axel, Jenderal Vares tertangkap basah saat bersama Serega, di sebuah pabrik sabu dan di satu tempat perjudian ilegal. Mereka terlihat akrab, seperti sahabat yang telah lama saling mengenal. Melihat semua bukti nyata itu, Rizel menyaksikan siaran langsung itu di ruang tengah markas kepolisian, bersama anggota lainnya. Juga, Rizel menggelengkan kepala. Seakan tidak percaya atas semua yang telah di lihatnya. Sedangkan di departemen pusat, emosi Vares semakin memuncak "Lacak keberadaannya sekarang! dia tidak akan sempat untuk jauh-jauh melarikan diri" Perintah Vares kepada semua bawahannya yang berad

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-17
  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 12 : Kematian Perwira Tinggi

    Regu kepolisian Cyber Crime telah berhasil menemukan titik lokasi Asmodeus berada, melalui pelacakan alamat IP. Sang Jenderal menghubungi semua pasukan khusus untuk melakukan penyergapan Asmodeus. Pasukan anggota polisi khusus, tengah berkumpul di lapangan terbuka. Di bawah perintah Vares, mereka mengenakan seragam anti peluru dan bersenjatakan lengkap. Beberapa barracuda terpajang rapih, bersiap untuk bertempur. "Tangkap dia hidup atau mati!" Perintah Sang Jenderal. "Siap, laksanakan!" Hentakan kaki para pasukan khusus terdengar keras dan bergema. Semua pasukan pergi menuju lokasi yang di tunjuk sebagai tempat Asmodeus berada. Sedangkan Vares kembali menuju ruangan Cyber Crime untuk memantau pergerakan Asmodeus. Vares memasuki ruang utama, suasana terasa sangat hening, polisi yang berjaga dan bekerja di dalam ruangan, tidak terlihat beraktivitas. Vares berhenti, berdiri di tengah ruangan utama "Kemana orang-orang ini, mereka pasti sedang bermalas-malasan menonton aksi si bodoh A

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-18
  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 13 : Rizel dan arah mata angin

    "Maaf Pak Komisaris, aku Brigadir Darius" "Brigadir Darius? kalau tidak salah kamu bertugas di kantor pusat kan?" "Betul Pak" "Ada apa memangnya?" "Aku di perintahkan untuk melaporkan mawar besi yang tertancap di kepala Jenderal Vares" "Di perintahkan? bukankah itu berada di wilayah kantor pusat?" "Betul Pak, tapi Pak Edmund mempercayakan kasus ini kepada Pak Rizel" "Kalau begitu aku terima, besok akan aku selidiki lebih lanjut" "Siap Pak, terima kasih" Panggilan pun berakhir. "Siapa itu sayang?" Tanya Delista. "Brigadir Darius, anggota kepolisian di kantor pusat" "Darius? memangnya ada apa Pak?" Timpal Steiner. "Pak Kadiv memerintahkan ku untuk melanjutkan memecahkan kasus ini, sekaligus memintaku untuk menyelidiki mawar besi yang tertancap di Jenderal Vares" "Ayah, kenapa tidak cuti saja? istirahatlah, dari sepulang liburan, Ayah belum juga rehat di rumah" Pinta Genia. "Ayah kan sudah cuti sayang, tapi mungkin itu bisa saja, namun tidak sekarang yah" Rizel membalasny

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-19

Bab terbaru

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 37 : Serbuan

    Cloningan Asmodeus berdatangan dari hutan untuk menyelamatkan Altema. Mereka bersiap, mengepung, dan menutup jalan dari segala arah. "Pak Rizel, bagaimana ini?" Sarah bertanya dalam keadaan yang panik. "Tenang saja, Si Edward Geezer yang tampan, telah mempersiapkan rencana lain." jawab Edward, "Lihatlah ke atas, ada kejutan untuk kalian pasukan Asmodeus!" Dari langit, muncul banyak Drone dengan persenjataan lengkap. "Tembak mereka!", perintah Edward. Drone itu pun mulai menembak. Menghujamkan ratusan peluru ke arah -- Cloningan Asmodeus. Satu persatu mulai tumbang. Meskipun mencoba menghindar, tetapi pasukan Drone jauh lebih banyak jumlahnya. "Kenapa Drone itu harus datang?" Aruzel tampak kesal, "Padahal aku saja mampu menghabisi mereka semua!" "Sial! Rencanaku gagal!" sahut Altema. Rizel memberikan perintah, "Kita tidak punya banyak waktu, Edward hubungi anggota lainnya, tangkap Altema dan bawa ke kantor polisi." "

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 36 : Penyergapan Altema

    Sarah memberikan informasi, lokasi terakhir Altema berada. Rizel pun memanggil anggota yang lainnya untuk datang dan berdiskusi. Tim forensik yang Rizel perintahkan pun telah memberikan laporan. "Apa kita akan ada rapat dadakan hari ini?" tanya Edward. "Iya, kita kumpulkan semua informasi yang telah kita dapatkan. Aku yakin, malam ini kita akan mengetahui lokasi keberadaan Altema, sosok yang telah membantu Asmodeus selama ini" jawab Rizel. Mengirim pesan kepada seluruh anggota khusus yang berada di luar, untuk segera datang ke kantor. "Baiklah kalau begitu, aku harus membuat kopi hitam. Supaya lebih fokus" Edward mengambil gelas, menuangkan bubuk kopi. Kastil Astaroth. "Sepertinya ada seseorang yang mencoba melacak keberadaanku" ucap Altema kepada Asmodeus. "Anggota kepolisian" jawab Asmodeus. "Sepertinya mereka sudah menyadari, siapa yang membantumu di belakang layar, Asmodeus" "Mungkin waktu sudah tiba untuk mengalahkan mereka dan memberikan mereka pelajaran" "Aku yakin, sa

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 35 : Pemantauan

    Rizel pergi ke suatu tempat yang jauh. Mercusuar, tempat pertama kalinya pertarungan sengit melawan Asmodeus dilakukan. Tidak ada polisi yang berjaga, hanya tersisa garis kuning yang menutup jalan masuk ke dalam mercusuar. Penyelidikan pun di mulai. Rizel terus menundukkan kepala, menyalakan lampu senter dan melihat ke lantai. Tepat di ruangan terjadinya pertarungan dengan Asmodeus, Rizel berjongkok, mengeluarkan plastik kecil. Memungut sesuatu dan memasukkan ke dalamnya plastik yang dibawanya. Penyamaran Sarah Erlandi masih berlanjut. Menyusup ke dalam anggota simpatisan Asmodeus. Sarah mencoba untuk mendekati seorang pendiri, salah satu komunitas yang menjadi simpatisan Asmodeus dia adalah Rugel Seron, pendiri dari Asmonism. Parasnya yang sangat cantik, Sarah memanfaatkan kelebihannya itu untuk mendekati Rugel dan mengajaknya bertemu di sebuah restoran untuk makan malam bersama. Rugel Seron, kurus, berkulit putih dan cukup tinggi. Terlihat masi

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 34 : Perburuan

    Mereka berlima berpencar, menjadi peran mereka masing-masing dalam menjalankan tugasnya. Rizel dibantu oleh Steiner, mengumpulkan informasi tentang para pejabat dan pengusaha yang pernah memiliki rumor negatif. Sementara itu, di laboratorium Flamingo. Tabung-tabung yang berisi cairan biru itu surut satu persatu. Sang Profesor menekan satu tombol di mesin komputer. Kaca tabung terbuka dengan sendirinya. Dari dalam, keluar sesosok manusia dewasa. Melangkah keluar tanpa mengenakan sehelai pakaian Asmodeus berdiri diantara mereka. Semuanya tertunduk kepadanya. Seperti prajurit yang menyembah Sang raja. "Cobalah berikan perintah kepada mereka Asmodeus" ucap Flamingo dari tempat lain, berbeda lantai dan memiliki kaca yang besar. "Berdirilah!" perintah Asmodeus, para serdadu itu pun berdiri. "Percobaan terakhir sudah selesai, saat ini mereka adalah pasukanmu Asmodeus, mereka siap untuk mati demi tuannya" Flamingo terlihat sangat puas. Mer

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 33 : Menyusun Rencana

    Professor Flamingo berada di laboratorium bersama Asmodeus. Banyak tabung-tabung setinggi dua meter lebih, berisikan cairan kimia berwarna biru. Semuanya adalah hasil penelitian Flamingo. "Lucifer pasti akan puas dengan semua ini!" ucap Flamingo. "Semuanya apakah sudah selesai Prof?" tanya Asmodeus. Melihat salah satu tabung. "Besok, semuanya akan segera terselesaikan, jangan khawatir" Flamingo menekan beberapa tombol keyboard di komputer. "Saya harap besok benar-benar selesai, karena kita tidak mempunyai banyak waktu lagi" "Tenang saja, kita akan menggemparkan negara ini!" Flamingo tertawa mengerikan. "Saya harus pergi, saya serahkan pekerjaan ini kepada Anda" "Kamu akan pergi menghabisi menteri busuk itu kan?" "Iya, sudah saatnya dia mati sekarang" Tengah malam. Asmodeus tiba di perumahan elit, berjajar rumah-rumah mewah kelas atas. Dari atap ke atap rumah, menggunakan jet pack miliknya, Asmodeus berhen

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 32 : Devil Savior

    Esoknya, Rizel kembali bertugas. Steiner menyambut kedatangan atasannya itu dengan wajah bahagia. "Selamat datang kembali Pak Brigjen Rizel" Steiner memberi hormat. "Selamat siang juga Steiner, maaf sudah merepotkanmu selama ini" Rizel tersenyum. "Aku sudah mencari Pak Brigjen kemana-mana tetapi hasilnya nihil" "Aku pergi ke suatu tempat yang jauh dari keramaian kota untuk menenangkan pikiran dan berlatih" mereka bedua berbincang seraya berjalan menuju kantor pribadi Rizel. Steiner terheran "Berlatih? Memangnya berlatih apa Pak?" tanya Steiner. "Berlatih kemampuanku dalam beladiri, yang pertama aku ingin lebih kuat untuk melawan para penjahat dan yang kedua, bagaimana pun juga, aku harus menangkap suadara kembarku, Razel Arghas sebelum dia bertindak lebih jauh" Rizel duduk di kursi kantornya. "Apa hari ini Pak Brigjen siap untuk bertugas?" "Tentu saja Steiner, maka dari itu aku datang kesini" "Kalau begitu

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 31 : Kembalinya Rizel

    Berlanjut, Muha melakukan tendangan dan tertahan oleh Asmodeus dengan tendangan yang sama. Kaki mereka beradu. Setiap gerakan Muha selalu ditahan oleh Asmodeus. Kaki oleh kaki, tangan oleh tangan. Sepertinya benar, Asmodeus sengaja mengadu kekuatan fisiknya dengan Muha. "Dengan ini, awal dari kekalahan Anda akan di mulai" ucap Asmodeus. Kepalan tangan Asmodeus dan Muha kembali beradu. "Buuughh!!!" suara tinju mereka yang beradu. Mereka berdua saling menatap. "Krreekkkkk" pergelangan tangan dari Muha terdengar patah. Menjalar seperti api, tulang-tulang tangannya yang beradu dengan tinjuan Asmodeus tak kuat menahan serangannya. Tulang tangan Muha kian patah. Tak menyerah, Muha memberikan pukulan dengan tangannya yang lain. "Belum menyerah juga?" sahut Asmodeus, menahan kembali serangan Muha dengan tinjuan. "Krrrreeeekkkkkl!!!" suara tulang tangan Muha yang patah, terdengar lebih keras. "Hahahaha!!! ini menyenangkan Asmodeu

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 30 : Asmodeus VS Master Bela Diri

    "Apa ini Kadiv?" tanya Alfred. "Ini berkas prestasi beliau, sebelum Pak Alfred menjabat sebagai menteri" jawab Edmund. Alfred pun membaca berkas-berkas itu. "Angelo Rustam, pahlawan perang yang keberadaannya menghilang dan tidak diketahui" ucap Alfred. "Salah satu anggota kami telah mengetahui keberadaanya Pak" "Lantas bagaimana, apa dia mau bergabung dan membantu kita?" "Tentu saja Pak, aku sudah berhasil membujuknya" jawab Edmund dengan menceritakan. Berdasarkan laporan dari Rizel Arghas, Edmund Darmunte pergi untuk mengunjungi kediaman Angelo. Mengetahui bahwa Edmund mengenakan seragam kepolisian, Angelo menyambutnya dengan bersikap dingin. "Ada urusan apa seorang polisi seperti Anda mengunjungi saya?" sahut Angelo yang saat itu tengah latihan menembak. "Maaf Angelo, bisakah kita berbicara sebentar?" ucap Edmund dengan halus. "Baiklah, tapi jangan lama-lama" ketus Angelo. Dihalaman rumah, Angelo dan Edmund berbicara. Wajahnya tampak tidak senang dengan kehadiran seorang po

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 29 : Sarah, Polwan berdarah dingin

    Kembali kepada perbincangan antara Alfred Wallace dan Edmund Darmunte untuk menyusun pasukan khusus yang telah direncanakan sebelumnya. "Siapa selanjutnya yang akan kamu rekomendasikan Edmund?" "Berikutnya adalah Sarah Erlandi, wanita berbakat. Cepat, tangkas dan selalu berhasil menjadi seorang mata-mata" "Sarah Erlandi? Kalau tidak salah dia adalah anak seorang pengusaha yang memilih masuk menjadi anggota kepolisian bukan?" "Benar sekali Pak Alfred, dia bisa diandalkan" Sarah Erlandi, seorang wanita berusia 25 tahun. Mendaftar dan berhasil diterima masuk ke akademi kepolisian saat berusia 19 tahun. Selain cantik dan menjadi incaran lelaki seangkatannya, bela dirinya tidak bisa dianggap remeh. Sarah selalu berhasil melumpuhkan lawan-lawannya. Kecantikan dan kepiawaiannya dalam bertarung, Sarah selalu menjadi salah satu andalan pihak kepolisian untuk meringkus kriminal yang berlalu lalang di jalanan dan anggota-anggota mafia yang menjadi sasarannya. Binzo Youger, pemimpin mafia B

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status