Home / Thriller / Asmodeus, Si Pembunuh Berantai / BAB 6 : Illusi kematian

Share

BAB 6 : Illusi kematian

Author: Astaroth Devagone
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Rizel mengangkat panggilan itu "Hallo Pak Komisaris" Ucap Steiner.

"Ada apa Steiner?"

"Kami menemukan dua petunjuk lain, apa Pak Komisaris sore ini akan ke kantor?"

"Aku pasti kesana, tunggu saja"

"Siap Pak, kalau begitu kami tunggu"

Claudia dan Steiner menemukan jejak sepatu di karpet merah dan bernoda darah yang telah mengering di rumah Julio Arham. Ukurannya cukup besar, Steiner mengambil beberapa foto dan menyimpanya. Mereka berdua bersamaan kembali ke kantor.

Tidak lama setelah Claudia dan Steiner sampai. Rizel pun tiba dan langsung memasuki ruang kantor. Claudia menunjukan beberapa foto jejak sepatu yang telah di cetak kepada Rizel.

"Jejak sepatu tersangka?"

"Iya Pak benar, tetapi anehnya tidak ada jejak sepatu di tempat lain" Rizel duduk di kursinya, Claudia berdiri tepat di sampingnya.

"Sepatu yang di kenakan tersangka kelihatannya berukuran besar" Ungkap Rizel.

"Iya Pak, sepertinya tersangka bertubuh tinggi besar"

"Angelo...." Bisik Rizel dalam hatinya.

"Oh iya, lalu petunjuk lainnya?" Tanya Rizel

"Di ruangan atas, ada jendela yang terbuka lebar, tetapi saat di lihat dari CCTV tiba-tiba layar menjadi gelap, dan jendela itu terbuka begitu saja" Pungkas Steiner

"Jendela itu terbuka sebelum atau sesudah pembunuhan?"

"Sebelum pembunuhan Pak, jika di lihat dari CCTV yang di lantai satu, tersangka muncul secara tiba-tiba di sekitar tangga"

"Alat apa yang dia gunakan? seakan-akan dia adalah malaikat pencabut nyawa saja" Ujar Claudia.

"Pasti akan terungkap, kita hanya butuh waktu" Jawab Rizel.

Di hari berikutnya, Rizel pulang ke rumah. Delista yang sedang membaca buku di ruang tamu, langsung menyambut suaminya. Menyiapkan segelas air minum serta membantu membuka dan menyimpan jas Rizel.

"Dimana Genia?" Tanya Rizel,.mereka berbincang di meja makan.

"Dia sedang kursus piano sayang, kenapa wajahmu murung begitu?"

"Aku hanya kurang istirahat Delista, sepertinya aku akan tidur di rumah malam ini"

"Baguslah, itu yang aku harapkan, kamu istirahat saja dulu, akan aku siapkan makan siang"

Menjelang malam, keluarga kecil mereka berkumpul. Genia sibuk memainkan laptopnya di sofa. Delista menyiapkan tiga gelas minuman teh hangat, sedangkan Rizel membuka foto di galeri ponsel miliknya. Melihat bukti-bukti kasus pembunuhan yang telah terjadi oleh Asmodeus.

"Istirahatkan pikiranmu sayang, jangan sampai tugas kamu sebagai polisi malah menjadi penyakit untuk dirimu sendiri" Tutur Delista, menyajikan teh hangat kepada Genia dan Rizel.

"Iya maaf, kasus ini terlalu rumit untuk di pecahkan" Rizel menyimpan ponselnya, bersandar di sofa dan menarik nafas.

"Ayah pernah bilang kepadaku, hal yang sulit itu tidak ada, selama kita tidak menganggapnya beban yang harus di tanggung, lakukan yang terbaik, maka proses akan mengikutinya" Jawab Genia.

Rizel tersenyum "Kamu benar, putri kecil Ayah" lalu mengusap halus kepala Genia.

"Anak kita sudah dewasa sayang" Timpal Delista duduk di samping Rizel.

"Semoga kamu bisa jauh lebih pintar dari Ayah, Genia" Tutur Rizel.

"Memangnya Ayah pintar?" Jawab Genia.

"Tidak" Rizel tertawa terbahak-bahak.

Saat menjelang tidur. Rizel pergi ke kamar mandi, menyikat gigi. Menghadap cermin yang berada di wastafel, Selesai berkumur, membersihkan sisa-sisa pssta gigi di mulutnya. Rizel mendengar suara seseorang tengah menghubungi ponselnya yang tergeletak di atas laci, di kamar tidurnya.

Rizel mengangkat telpon kemudian menyapa "Halo... Ini siapa?" Nomor itu tidak di ketahui.

"Tolong... Rizel... Aku di culik seseorang" Suaranya terdengar familiar.

"Maaf... Ini si... siapa?" Wajahnya berubah tegang

"Aku... Brigjen Andara"

"Apa? Pak Andara?"

"Cepat Rizel, kirimkan bantuan sege...."

"Bukkkk" Suara pukulan yang sangat keras.

"Halo Pak... Pak Andara, ada apa Pak? Pak Andara baik-baik saja?" Rizel panik.

"Halo, tuan Komisaris apa kabar? Anda ingin menyelamatkan atasan Anda? datanglah sendiri, atau atasan Anda akan mati secara mengenaskan" Jawab seseorang, suara itu memakai alat pengubah suara yang tak lagi asing, dia adalah...

"Asmodeus! jangan pernah berani berbuat macam-macam!!! dimana lokasimu! Aku akan datang saat ini juga!" Jawab Rizel yang tengah naik pitam

"Baiklah, akan saya kirimkan lokasinya, tetapi ingat! jangan membawa siapapun, atau isi dari perut atasan Anda ini akan menjadi santapan anjing liar" Ancam Asmodeus, penggilan telah berakhir. Delista yang mendengar kericuhan itu segera terbangun.

"Ada apa sayang? kok teriak-teriak segala?" Wajah Delista yang terlihat mengantuk.

"Maaf Delista, aku harus pergi, pembunuh itu telah menculik Brigjen Andara" Jawabnya dan bergegas berganti pakaian.

Delista terperanjat dari kasur "Apa? Brigjen Andara di cu... culik?" Tanya Delista.

"Iya, maaf aku tidak banyak waktu untuk menjelaskan, aku harus segera pergi" Rizel mengambil jaket hitam yang tergantung di belakang pintu.

"Rizel! tunggu!" Delista mengejarnya, hingga di depan pintu keluar, Rizel berhenti.

"Ada apa? kamu tau kan aku sedang buru-buru?" Jawab Rizel dengan panik.

"Aku tidak enak hati, aku mohon berhati-hatilah" Wajah Delista berubah sendu.

"Aku janji, aku akan baik-baik saja, jaga anak kita" Rizel mengecup kening istrinya, berlalu meninggalkan dan memacu gas mobil dengan cepat.

****

Di sebuah gudang tua yang tersinari oleh redupnya cahaya lampu. Andara duduk dengan tangan terikat di atas kursi kayu. Bangun dari siuman, matanya tertuju kepada Asmodeus yang tengah berada di hadapannya.

"Sebenarnya, siapa kamu? apa yang kamu inginkan?" Tanya Andara, wajahnya penuh luka lebam dan darah.

"Saya adalah penjaga cahaya yang berdiam diri di kegelapan" Jawab Asmodeus yang duduk di depan Andara.

"Apa salahku? dan apa salah 2 orang pejabat yang telah kamu bunuh?"

"Saya tidak perlu menjelaskan dua orang yang telah terbunuh, karena saya bukanlah seorang pendongeng yang handal"

"Salahku? apa salahku?"

"Penerimaan suap dari perjudian ilegal dan obat-obatan terlarang yang di kelola oleh Julio Arham, membunuh anak buah sesama anggota polisi, pemilik lokalisasi prostitusi, dan satu hal yang paling saya benci adalah... Anda seorang polisi yang seharusnya menjaga dan mengayomi masyarakat, ternyata Anda hanya bertindak kepada orang-orang yang memiliki kekayaan"

"Ti... tidak! itu tidak benar! itu hanyalah isapan jempol belaka" Andara mengelak.

Asmodeus melemparkan beberapa foto bukti keterlibatan Andara "Tidak cukupkah ini bukti untuk Anda tuan Polisi yang bijaksana?"

Andara membisu, menatap lemah saat melihat foto-foto keterlibatannya. Penerimaan suap dari julio, penembakan kepada sesama anggota polisi, keberadaannya di tempat prostitusi, dan foto beberapa orang yang bersimpuh di hadapan Andara.

"Aku mengakui! aku mengakui semuanya! tolong lepaskan aku,bukankah setiap manusia memiliki kesempatan untuk berubah?" Andara semakin histeris dan ketakutan.

"Anda seorang jenderal bintang satu, merengek seperti bayi" Asmodeus mendekati Andara.

"Tolong! Maafkan aku, aku memiliki seorang istri dan 2 orang anak!"

"Saya bukan Tuhan yang mudah untuk mengampuni, saya hanyalah manusia yang melindungi nama Tuhan dari mulut kotor seperti Anda" Asmodeus menancapkan pisau dari sisi kiri perutnya.

"Arrghhhhhh!!!" Teriak kesakitan Andara.

"Berteriaklah, seperti orang-orang yang menjerit atas ketidak-adilan hukum di negara ini" Asmodeus menyayat perutnya hingga ke sisi kanan. Darah mengalir segar, terjun bebas seakan air hujan yang deras turun dari langit.

"Aaahhhhhhhhh!!!!" Teriakan Andara semakin keras terdengar.

Dari luar gudang tua. Terdengar suara mesin mobil berhenti. Rizel tiba di lokasi, keluar dari mobil serta bersiaga mengeluarkan sepucuk senjata api. Perlahan melangkah, penuh dengan kehati-hatian. Melihat ke segala arah, dan berjalan sampai di gerbang utama, memasuki gudang tua.

Rizel mengeluarkan senter, menyoroti setiap langkahnya dengan senjata api yang siap untuk menembak. Semakin dalam memasuki ruangan, Rizel melihat cahaya lampu yang terhalang oleh beberapa kotak kayu yang bertumpuk. Selangkah, dua langkah, dan langkah ketiga semakin dekat. Mata Rizel terbelalak, melihat seorang pria yang terikat, juga bersimbah darah.

"Brigjen... Brigjen Andara!"

"Urgghhhh... Riz... Rizel" Andara masih bernafas, menatap lemas ke arah Rizel.

"Brigjen bertahanlah! aku akan panggilkan mobil ambulan"

"Tidak perlu repot-repot, karena dia akan segera mati" Asmodeus muncul dari sudut ruangan yang gelap.

Rizel menarik pistol dari pinggangnya dan mengarahkan langsung kepada Asmodeus "Jangan bergerak! atau kamu akan aku tembak!"

"Baik, lihat siapa yang akan tertembak mati terlebih dahulu" Asmodeus mengacungkan pucuk senjata api, berjenis pistol.

Asmodeus dan Rizel, menembak secara bersamaan. Kedua peluru saling berpapasan, Tangan kiri Rizel tertembak, dan bahu kanan Asmodeus terkena tembakan. Mereka berdua terluka. Rizel tertunduk, darahnya mengalir cukup deras.

Asmodeus berdiri tegak "Kematian sudah di tentukan" Mengacungkan pistolnya ke arah kepala Rizel.

Related chapters

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 7 : Sang Jenderal Tertinggi

    "Aku tidak takut mati, tapi aku tidak ingin mati sebelum membongkar identitasmu" Rizel mengambil pistol miliknya yang terjatuh, dan mencoba untuk kembali berdiri. Asmodeus berjalan semakin mendekat "Semua takut akan kematian, termasuk kematian orang yang di cintainya" Jawabnya. Secepat mungkin Rizel menggapai pistol miliknya. Saat Asmodeus menembak, di waktu yang sama, sisa tenaga dan nyawa yang di miliki oleh Andara, menjatuhkan dirinya sendiri yang terduduk di kursi kayu, juga tepat mengenai pinggang Asmodeus. Bidikan peluru pembunuh itu meleset. Melihat kesempatan yang ada, Rizel menghujami tubuh Asmodeus dengan beberapa peluru, tepat di dadanya. "Dorrr!! Dor! Dor!" Asmodeus tumbang, jatuh ke atas tanah. "Aaahhhhhh!!!" Teriak Rizel. Anggota kepolisian dan tim medis tiba di lokasi. Rizel terduduk di lantai seraya menahan darah yang mengalir di tangan kirinya. Jasad Brigjen Andara di masukan kedalam mobil ambulan. Seorang dari tim medis tengah mengobati dan membalut luka Rizel.

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 8 : Bayangan

    "Baik Pak, aku terima" Rizel menjawabnya dengan berat hati, terlihat dari senyumannya yang terpaksa di uraikan "Mulai besok, kamu boleh cuti, beristirahat dan sembuhkan luka bekas tembakan itu, untuk pulang dari berlibur, tiket pesawatnya akan saya sediakan besok dan sejumlah uang untuk berlibur, paham?" "Tapi Pak, bagaimana dengan pers? mereka pasti ingin segera mendapatkan informasi dari kasus ini" "Tenang saja, semuanya akan di ambil alih oleh departemen pusat, tidak usah khawatir, tetapi jika ada wartawan yang menemui kamu, ingat jangan sampai hal ini bocor, dan berikan jawaban seperti yang saya jelaskan" Vares menegaskan. "Siap... Siap Pak laksanakan" Jawab Rizel dengan perasaan gugup. "Baiklah, saya permisi dulu, nikmati liburan mu Rizel" Vares pamit. Jenderal tertinggi itu telah pergi, keluar dari ruangan. Rizel melihat tiga tiket pesawat yang tergeletak di atas meja. Wajahnya terlihat tidak bahagia. Ada sesuatu hal yang mengganjal dari sikap Jenderal Vares. Mengingat s

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 9 : Malaikat dan Iblis

    Di waktu yang bersamaan. Steiner membuka pintu ruangan Komisaris Rizel. Claudia yang terkejut, hanya diam memasang wajah yang tegang. Mereka saling menatap, terdiam beberapa detik. "Apa yang kamu lakukan disini Claudia?" Tanya Steiner. "Aku... aku menyimpan berkas ke atas meja Pak Rizel saja kok, kamu sendiri mau apa?" Steiner terdiam dan memegang erat sesuatu di tangannya "Kamu bawa apa Steiner?" Claudia menatap curiga. "Aku tidak tau, apakah tindakan ku ini benar atau salah" "Loh, memangnya ada apa?" "Aku hanya ingin menyimpan jas Pak Komisaris Rizel yang terkena tembakan saat beliau di bawa ke rumah sakit" Steiner membuka kantong plastik berwarna hitam itu kepada Claudia. "Oh, cuman jas rupanya" Jawab Claudia. "Tidak, tidak hanya jas, tapi aku menemukan sesuatu di saku bagian dalam jas Pak Komisaris" Steiner merogok saku dalam jas menggunakan sarung tangan. "Ini, Jagdkommando, pisau untuk membunuh para korban" Steiner menunjukan pisau Asmodeus kepada Claudia. "Kenapa ad

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 10 : Kebangkitan Asmodeus

    "Apa kabar para polisi penegak hukum, kalian telah menangkap siapa? sekumpulan badut tengah bermain drama, sangat lucu sekali" Ucap Asmodeus. Asmodeus berjalan beberapa langkah, mendekat ke kamera "Saya masih bebas, seperti seekor burung gagak yang terbang tinggi, hinggap ke satu nyawa ke nyawa lainnya, sekumpulan bedebah telah menangkap orang yang salah" Masyarakat dan seluruh anggota kepolisian yang menyaksikan kembalinya Asmodeus, hanya menatap dengan kedua bola mata yang terbuka lebar. Terkejut dan seolah tak percaya. Asmodeus membuka penutup mata dari sandera itu dan memberikan pernyataan yang mengejutkan. Delista dan Rizel membisu mendengarkan perkataan Asmodeus. "Dia adalah Torio, anak tunggal dari Komisaris Axel, akan membongkar satu persatu kebusukan oknum Polisi yang memiliki jabatan tinggi di dalam institusinya" Menyaksikan pernyataan Asmodeus, Jenderal Vares yang berada di ruangan kantornya, beranjak dari tempat duduk. Menatap tajam ke arah layar televisi. Mengkerutkan

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 11 : Flashback

    "Serega Alifar, pengusaha kaya raya dan bawahannya adalah seorang Polisi, Jenderal Vares" Ucap Asmodeus. Ucapannya membuat semua yang menyaksikan siaran langsung, membisu. "Serega dan Jenderal Vares? tapi apa salahku?" Ujar Rizel. "Ini bukti-bukti kekompakan mereka di dalam bisnis haram" Asmodeus menunjukan bukti lainnya melalui foto yang di susun menjadi satu video. Sama seperti halnya Axel, Jenderal Vares tertangkap basah saat bersama Serega, di sebuah pabrik sabu dan di satu tempat perjudian ilegal. Mereka terlihat akrab, seperti sahabat yang telah lama saling mengenal. Melihat semua bukti nyata itu, Rizel menyaksikan siaran langsung itu di ruang tengah markas kepolisian, bersama anggota lainnya. Juga, Rizel menggelengkan kepala. Seakan tidak percaya atas semua yang telah di lihatnya. Sedangkan di departemen pusat, emosi Vares semakin memuncak "Lacak keberadaannya sekarang! dia tidak akan sempat untuk jauh-jauh melarikan diri" Perintah Vares kepada semua bawahannya yang berad

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 12 : Kematian Perwira Tinggi

    Regu kepolisian Cyber Crime telah berhasil menemukan titik lokasi Asmodeus berada, melalui pelacakan alamat IP. Sang Jenderal menghubungi semua pasukan khusus untuk melakukan penyergapan Asmodeus. Pasukan anggota polisi khusus, tengah berkumpul di lapangan terbuka. Di bawah perintah Vares, mereka mengenakan seragam anti peluru dan bersenjatakan lengkap. Beberapa barracuda terpajang rapih, bersiap untuk bertempur. "Tangkap dia hidup atau mati!" Perintah Sang Jenderal. "Siap, laksanakan!" Hentakan kaki para pasukan khusus terdengar keras dan bergema. Semua pasukan pergi menuju lokasi yang di tunjuk sebagai tempat Asmodeus berada. Sedangkan Vares kembali menuju ruangan Cyber Crime untuk memantau pergerakan Asmodeus. Vares memasuki ruang utama, suasana terasa sangat hening, polisi yang berjaga dan bekerja di dalam ruangan, tidak terlihat beraktivitas. Vares berhenti, berdiri di tengah ruangan utama "Kemana orang-orang ini, mereka pasti sedang bermalas-malasan menonton aksi si bodoh A

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 13 : Rizel dan arah mata angin

    "Maaf Pak Komisaris, aku Brigadir Darius" "Brigadir Darius? kalau tidak salah kamu bertugas di kantor pusat kan?" "Betul Pak" "Ada apa memangnya?" "Aku di perintahkan untuk melaporkan mawar besi yang tertancap di kepala Jenderal Vares" "Di perintahkan? bukankah itu berada di wilayah kantor pusat?" "Betul Pak, tapi Pak Edmund mempercayakan kasus ini kepada Pak Rizel" "Kalau begitu aku terima, besok akan aku selidiki lebih lanjut" "Siap Pak, terima kasih" Panggilan pun berakhir. "Siapa itu sayang?" Tanya Delista. "Brigadir Darius, anggota kepolisian di kantor pusat" "Darius? memangnya ada apa Pak?" Timpal Steiner. "Pak Kadiv memerintahkan ku untuk melanjutkan memecahkan kasus ini, sekaligus memintaku untuk menyelidiki mawar besi yang tertancap di Jenderal Vares" "Ayah, kenapa tidak cuti saja? istirahatlah, dari sepulang liburan, Ayah belum juga rehat di rumah" Pinta Genia. "Ayah kan sudah cuti sayang, tapi mungkin itu bisa saja, namun tidak sekarang yah" Rizel membalasny

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 14 : Pasukan Kegelapan

    Media sosial menjadi khalayak ramai oleh penggemar fanatik Asmodeus. Sekumpulan remaja tanggung membentuk sebuah komunitas bernama "Asmonism". Berawal dari puluhan pengikut, hingga menembus puluhan ribu orang. Asmodeus adalah dewa, keadilan yang di tunggu oleh masyarakat yang telah muak dengan sistem negara yang telah ada. Tetapi, manusia tidak selamanya sama dalam sudut pandang. Ada siang, pastilah akan ada malam. Tidak sedikit masyarakat yang meminta Asmodeus untuk di tangkap. Aksi hukum rimba dan keji tidak lagi berlaku di jaman era modern. Aksi unjuk rasa terbagi menjadi dua kubu. Asmonism dan Anti-Asmodeus, saling bentrok satu sama lain. Kericuhan yang semakin terjadi, membuat Rizel bekerja siang dan malam. Duduk di depan komputer, melacak keberadaan Asmodeus. Meja kantornya terpenuhi oleh gelas plastik, sisa kopi yang telah di seduhnya. Menjelang pagi, Rizel mengumpulkan semua barang bukti yang ada, memeriksanya satu persatu. Hingga membaca kembali satu pesan dari mawar besi ya

Latest chapter

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 37 : Serbuan

    Cloningan Asmodeus berdatangan dari hutan untuk menyelamatkan Altema. Mereka bersiap, mengepung, dan menutup jalan dari segala arah. "Pak Rizel, bagaimana ini?" Sarah bertanya dalam keadaan yang panik. "Tenang saja, Si Edward Geezer yang tampan, telah mempersiapkan rencana lain." jawab Edward, "Lihatlah ke atas, ada kejutan untuk kalian pasukan Asmodeus!" Dari langit, muncul banyak Drone dengan persenjataan lengkap. "Tembak mereka!", perintah Edward. Drone itu pun mulai menembak. Menghujamkan ratusan peluru ke arah -- Cloningan Asmodeus. Satu persatu mulai tumbang. Meskipun mencoba menghindar, tetapi pasukan Drone jauh lebih banyak jumlahnya. "Kenapa Drone itu harus datang?" Aruzel tampak kesal, "Padahal aku saja mampu menghabisi mereka semua!" "Sial! Rencanaku gagal!" sahut Altema. Rizel memberikan perintah, "Kita tidak punya banyak waktu, Edward hubungi anggota lainnya, tangkap Altema dan bawa ke kantor polisi." "

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 36 : Penyergapan Altema

    Sarah memberikan informasi, lokasi terakhir Altema berada. Rizel pun memanggil anggota yang lainnya untuk datang dan berdiskusi. Tim forensik yang Rizel perintahkan pun telah memberikan laporan. "Apa kita akan ada rapat dadakan hari ini?" tanya Edward. "Iya, kita kumpulkan semua informasi yang telah kita dapatkan. Aku yakin, malam ini kita akan mengetahui lokasi keberadaan Altema, sosok yang telah membantu Asmodeus selama ini" jawab Rizel. Mengirim pesan kepada seluruh anggota khusus yang berada di luar, untuk segera datang ke kantor. "Baiklah kalau begitu, aku harus membuat kopi hitam. Supaya lebih fokus" Edward mengambil gelas, menuangkan bubuk kopi. Kastil Astaroth. "Sepertinya ada seseorang yang mencoba melacak keberadaanku" ucap Altema kepada Asmodeus. "Anggota kepolisian" jawab Asmodeus. "Sepertinya mereka sudah menyadari, siapa yang membantumu di belakang layar, Asmodeus" "Mungkin waktu sudah tiba untuk mengalahkan mereka dan memberikan mereka pelajaran" "Aku yakin, sa

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 35 : Pemantauan

    Rizel pergi ke suatu tempat yang jauh. Mercusuar, tempat pertama kalinya pertarungan sengit melawan Asmodeus dilakukan. Tidak ada polisi yang berjaga, hanya tersisa garis kuning yang menutup jalan masuk ke dalam mercusuar. Penyelidikan pun di mulai. Rizel terus menundukkan kepala, menyalakan lampu senter dan melihat ke lantai. Tepat di ruangan terjadinya pertarungan dengan Asmodeus, Rizel berjongkok, mengeluarkan plastik kecil. Memungut sesuatu dan memasukkan ke dalamnya plastik yang dibawanya. Penyamaran Sarah Erlandi masih berlanjut. Menyusup ke dalam anggota simpatisan Asmodeus. Sarah mencoba untuk mendekati seorang pendiri, salah satu komunitas yang menjadi simpatisan Asmodeus dia adalah Rugel Seron, pendiri dari Asmonism. Parasnya yang sangat cantik, Sarah memanfaatkan kelebihannya itu untuk mendekati Rugel dan mengajaknya bertemu di sebuah restoran untuk makan malam bersama. Rugel Seron, kurus, berkulit putih dan cukup tinggi. Terlihat masi

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 34 : Perburuan

    Mereka berlima berpencar, menjadi peran mereka masing-masing dalam menjalankan tugasnya. Rizel dibantu oleh Steiner, mengumpulkan informasi tentang para pejabat dan pengusaha yang pernah memiliki rumor negatif. Sementara itu, di laboratorium Flamingo. Tabung-tabung yang berisi cairan biru itu surut satu persatu. Sang Profesor menekan satu tombol di mesin komputer. Kaca tabung terbuka dengan sendirinya. Dari dalam, keluar sesosok manusia dewasa. Melangkah keluar tanpa mengenakan sehelai pakaian Asmodeus berdiri diantara mereka. Semuanya tertunduk kepadanya. Seperti prajurit yang menyembah Sang raja. "Cobalah berikan perintah kepada mereka Asmodeus" ucap Flamingo dari tempat lain, berbeda lantai dan memiliki kaca yang besar. "Berdirilah!" perintah Asmodeus, para serdadu itu pun berdiri. "Percobaan terakhir sudah selesai, saat ini mereka adalah pasukanmu Asmodeus, mereka siap untuk mati demi tuannya" Flamingo terlihat sangat puas. Mer

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 33 : Menyusun Rencana

    Professor Flamingo berada di laboratorium bersama Asmodeus. Banyak tabung-tabung setinggi dua meter lebih, berisikan cairan kimia berwarna biru. Semuanya adalah hasil penelitian Flamingo. "Lucifer pasti akan puas dengan semua ini!" ucap Flamingo. "Semuanya apakah sudah selesai Prof?" tanya Asmodeus. Melihat salah satu tabung. "Besok, semuanya akan segera terselesaikan, jangan khawatir" Flamingo menekan beberapa tombol keyboard di komputer. "Saya harap besok benar-benar selesai, karena kita tidak mempunyai banyak waktu lagi" "Tenang saja, kita akan menggemparkan negara ini!" Flamingo tertawa mengerikan. "Saya harus pergi, saya serahkan pekerjaan ini kepada Anda" "Kamu akan pergi menghabisi menteri busuk itu kan?" "Iya, sudah saatnya dia mati sekarang" Tengah malam. Asmodeus tiba di perumahan elit, berjajar rumah-rumah mewah kelas atas. Dari atap ke atap rumah, menggunakan jet pack miliknya, Asmodeus berhen

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 32 : Devil Savior

    Esoknya, Rizel kembali bertugas. Steiner menyambut kedatangan atasannya itu dengan wajah bahagia. "Selamat datang kembali Pak Brigjen Rizel" Steiner memberi hormat. "Selamat siang juga Steiner, maaf sudah merepotkanmu selama ini" Rizel tersenyum. "Aku sudah mencari Pak Brigjen kemana-mana tetapi hasilnya nihil" "Aku pergi ke suatu tempat yang jauh dari keramaian kota untuk menenangkan pikiran dan berlatih" mereka bedua berbincang seraya berjalan menuju kantor pribadi Rizel. Steiner terheran "Berlatih? Memangnya berlatih apa Pak?" tanya Steiner. "Berlatih kemampuanku dalam beladiri, yang pertama aku ingin lebih kuat untuk melawan para penjahat dan yang kedua, bagaimana pun juga, aku harus menangkap suadara kembarku, Razel Arghas sebelum dia bertindak lebih jauh" Rizel duduk di kursi kantornya. "Apa hari ini Pak Brigjen siap untuk bertugas?" "Tentu saja Steiner, maka dari itu aku datang kesini" "Kalau begitu

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 31 : Kembalinya Rizel

    Berlanjut, Muha melakukan tendangan dan tertahan oleh Asmodeus dengan tendangan yang sama. Kaki mereka beradu. Setiap gerakan Muha selalu ditahan oleh Asmodeus. Kaki oleh kaki, tangan oleh tangan. Sepertinya benar, Asmodeus sengaja mengadu kekuatan fisiknya dengan Muha. "Dengan ini, awal dari kekalahan Anda akan di mulai" ucap Asmodeus. Kepalan tangan Asmodeus dan Muha kembali beradu. "Buuughh!!!" suara tinju mereka yang beradu. Mereka berdua saling menatap. "Krreekkkkk" pergelangan tangan dari Muha terdengar patah. Menjalar seperti api, tulang-tulang tangannya yang beradu dengan tinjuan Asmodeus tak kuat menahan serangannya. Tulang tangan Muha kian patah. Tak menyerah, Muha memberikan pukulan dengan tangannya yang lain. "Belum menyerah juga?" sahut Asmodeus, menahan kembali serangan Muha dengan tinjuan. "Krrrreeeekkkkkl!!!" suara tulang tangan Muha yang patah, terdengar lebih keras. "Hahahaha!!! ini menyenangkan Asmodeu

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 30 : Asmodeus VS Master Bela Diri

    "Apa ini Kadiv?" tanya Alfred. "Ini berkas prestasi beliau, sebelum Pak Alfred menjabat sebagai menteri" jawab Edmund. Alfred pun membaca berkas-berkas itu. "Angelo Rustam, pahlawan perang yang keberadaannya menghilang dan tidak diketahui" ucap Alfred. "Salah satu anggota kami telah mengetahui keberadaanya Pak" "Lantas bagaimana, apa dia mau bergabung dan membantu kita?" "Tentu saja Pak, aku sudah berhasil membujuknya" jawab Edmund dengan menceritakan. Berdasarkan laporan dari Rizel Arghas, Edmund Darmunte pergi untuk mengunjungi kediaman Angelo. Mengetahui bahwa Edmund mengenakan seragam kepolisian, Angelo menyambutnya dengan bersikap dingin. "Ada urusan apa seorang polisi seperti Anda mengunjungi saya?" sahut Angelo yang saat itu tengah latihan menembak. "Maaf Angelo, bisakah kita berbicara sebentar?" ucap Edmund dengan halus. "Baiklah, tapi jangan lama-lama" ketus Angelo. Dihalaman rumah, Angelo dan Edmund berbicara. Wajahnya tampak tidak senang dengan kehadiran seorang po

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 29 : Sarah, Polwan berdarah dingin

    Kembali kepada perbincangan antara Alfred Wallace dan Edmund Darmunte untuk menyusun pasukan khusus yang telah direncanakan sebelumnya. "Siapa selanjutnya yang akan kamu rekomendasikan Edmund?" "Berikutnya adalah Sarah Erlandi, wanita berbakat. Cepat, tangkas dan selalu berhasil menjadi seorang mata-mata" "Sarah Erlandi? Kalau tidak salah dia adalah anak seorang pengusaha yang memilih masuk menjadi anggota kepolisian bukan?" "Benar sekali Pak Alfred, dia bisa diandalkan" Sarah Erlandi, seorang wanita berusia 25 tahun. Mendaftar dan berhasil diterima masuk ke akademi kepolisian saat berusia 19 tahun. Selain cantik dan menjadi incaran lelaki seangkatannya, bela dirinya tidak bisa dianggap remeh. Sarah selalu berhasil melumpuhkan lawan-lawannya. Kecantikan dan kepiawaiannya dalam bertarung, Sarah selalu menjadi salah satu andalan pihak kepolisian untuk meringkus kriminal yang berlalu lalang di jalanan dan anggota-anggota mafia yang menjadi sasarannya. Binzo Youger, pemimpin mafia B

DMCA.com Protection Status