Share

Asmodeus, Si Pembunuh Berantai
Asmodeus, Si Pembunuh Berantai
Author: Astaroth Devagone

BAB 1 : The Godslayer

last update Last Updated: 2022-12-28 18:08:10

Di gedung apartemen berlantai 15. Mobil polisi beramai-ramai berdatangan. Bagaimana tidak, seorang pejabat daerah tewas dengan kondisi mengenaskan. Tubuhnya tersayat, dari perut hingga ke leher, membuat luka menganga. Dan meninggalkan satu ciri khas, yaitu setangkai mawar, terbuat dari besi. Menancap di salah satu organ dalam.

Seorang polisi berpangkat Komisaris, bertubuh cukup tinggi. Berambut pirang, memasuki garis polisi. Memakai sarung tangan karet. Bersiap memeriksa TKP. Satu polisi berseragam lengkap, menghampirinya dan memberikan laporan.

"Selamat malam Pak Komisaris Rizel, ini beberapa laporan sementara yang di terima oleh beberapa saksi sebelum kejadian"

"Baik, terima kasih" Jawab polisi berpangkat komisaris yang bernama Rizel.

Rizel, membaca laporan yang di berikan oleh bawahannya. Kedua alisnya mengkerut, berpikir keras menyimpulkan laporan yang telah di terimanya. Satu plastik, berisikan mawar berbahan besi. Rizel memeriksanya dengan seksama. Di tengah daun mawar besi, kepala putik. Sang Komisaris menarik batang besi ke atas, dan menemukan selembar surat yang tergulung rapih, membuka lalu membacanya.

"Bangkai busuk yang kalian temukan saat ini, hanyalah satu contoh, seekor babi yang tamak berwujud manusia. Ingat, ini hanyalah permulaan, akan ada pembunuhan yang lainnya.

Salam hangat

Asmodeus, The Godslayer"

Rizel tertegun. Isi suratnya tak hanya peringatan, juga menantang semua institusi kepolisian. Selembar kertas itu di masukan kedalam plastik. Menjadi bukti tambahan untuk di selediki.

Malam semakin larut, satu demi satu polisi kembali ke markas. Membawa jasad untuk di otopsi, dan bukti-bukti yang berada di TKP. Tinggal beberapa orang polisi saja yang masih berjaga di tempat kejadian.

Di atas satu gedung yang tidak jauh, seseorang berjubah hitam berdiri, menyaksikan secara diam-diam. Mengenakan sebuah topeng putih, berukiran ekspresi senyuman yang aneh dan dua lubang berbentuk sayatan sebagai matanya.

Tangan kanannya mengeluarkan sebuah ponsel, menekan satu tombol menghubungi seseorang "Asmodeus disini, target telah di singkirkan" Laporan saat panggilannya telah di angkat.

Asmodeus, sosok pembunuhan terkejam, mulai menampakkan diri. Debut pertamanya, membuat seluruh media meliputnya tanpa jeda. Koran, televisi, video streaming dan yang lainnya. Korban kali pertamanya adalah seorang pejabat daerah, George Hampton yang terkenal sebagai pengusaha sukses dan menjabat sebagai walikota.

****

Rizel Arghas 23 tahun silam. Selesai belajar di taman kanak-kanak dan di temani oleh Bibinya yang bernama Maya. Rizel kecil pulang menaiki mobil. Tiba di rumah, Rizel dan Maya tidak mendapatkan sambutan hangat seperti biasanya dari kedua orang tuanya.

Maya menaruh curiga, pintu rumah tidak terkunci. Juga, tercium bau amis yang menyengat dari luar. Di temani Maya, Rizel masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu terlihat pemandangan yang mengerikan. Ayah dan Ibunya tewas, bersimbah darah dengan luka beberapa peluru bersarang di kepala mereka.

"Ayah! Ibu!" Teriak Rizel menghampiri jasad kedua orang tuanya.

Maya menarik lengan Rizel "Tidak Rizel! kita harus segera melaporkan ini kepada polisi!"

Malangnya, saat mereka berlari keluar rumah, seseorang menembak Maya berkali-kali. Tubuhnya tersungkur, tak bernyawa. Rizel berhasil melarikan diri dari pembunuh yang telah menghabisi seluruh keluarganya.

Ashura, Departemen polisi di kawasan kota Clayton. Rizel sibuk di kantornya, menyelidiki setiap bukti-bukti yang ada. Asisten wanitanya, bernama Claudia, turut serta membantu. Mencatat laporan, sesuai perintah dari Rizel, sang komisaris.

"Claudia, apa tim forensik kita menemukan jejak DNA pada mawar besi ini? atau ada dari barang bukti yang lainnya?"

"Tidak ada Pak, semua bersih, kejahatan ini tidak meninggalkan jejak sedikitpun, dari baju, kuku dan tubuh korban pun tidak di temukan sidik jari pelaku"

"Tidak ada kejahatan tanpa memiliki celah, kita hanya butuh waktu ekstra"

"Pembunuh ini sepertinya memiliki tingkatan diatas pembunuh profesional, sangat rapih dan terlatih" Claudia duduk, menatap serius kepada Rizel.

"Apapun tingkatannya, yang jelas tugas kita sebagai polisi adalah menangkap para pelaku kejahatan, jangan terlalu mengkhayal Claudia, kita sedang bekerja"

"Ma... maaf Pak, aku hanya menyimpulkan" Claudia terbata karena takut.

"Tok... tok... tok" Suara seseorang mengetuk pintu.

"Silahkan masuk" Jawab Rizel.

"Maaf Pak Komisaris jika menganggu"

"Ada apa Steiner?"

"Dari hasil autopsi korban, kita mendapatkan laporan bahwa korban di bunuh oleh pisau berjenis Jagdkommando"

"Jagdkommando?"

"Benar, Pak Komisaris pasti paham pisau sejenis itu biasanya hanya diberikan kepada siapa"

"Anggota militer, dan itu pun tidak semua pasukan militer memilikinya"

"Sedikit demi sedikit kita mendapatkan petunjuk" Jawab Steiner.

"Claudia, tolong catat laporan dari Steiner"

"Siap Pak" Tegas Claudia.

"Steiner, kamu jaga sebentar disini, aku akan pulang dulu sebentar"

"Pulang saja Pak Komisaris, sudah 3 hari Bapak belum pernah pulang dan menginap di rumah bersama keluarga"

"Iya betul, besok saja datang lagi ke kantor, biar aku dan Steiner yang bertugas malam ini" Timpal Claudia.

"Aku tidak bisa membiarkan anggota ku bertugas sendirian" Rizel memakai jaket, mengambil kunci mobilnya lalu keluar dari ruangan.

El demore street. Rumah nomor 13. Rizel memakirkan mobilnya. Masuk kedalam rumah. Istri dan anaknya menyambut. Istrinya, Delista bersama anak gadisnya yang bernama Genia sedang beres-beres. Sisa makanan usai makan malam masih terlihat diatas meja. Rizel pergi ke kamar mandi. Delista menyiapkan segelas kopi panas untuk suaminya. Genia melanjutkan mencuci piring.

Berpakaian lengkap, mengenakan kemeja putih dan jas berwarna abu. Rizel duduk di kursi meja makan, menikmati segelas kopi buatan sang Istri dan beberapa kue kering yang berada di dalam toples plastik. Delista, ikut duduk. Wajahnya menyimpan sebuah harapan.

"Apa kamu akan pergi lagi?" Tanya Delista.

"Iya, kasus yang sekarang sangat menyita waktu, aku harus segera menyelesaikannya"

"Tapi kamu tau kan, dua hari lagi, di sekolah anak kita ada pertemuan antara orang tua dengan wali kelas?"

"Iya, aku ingat, tenang saja" Rizel menyeruput kopinya.

"Ayah bisa datang kan?" Tanya Genia.

"Ayah usahakan datang, jika hal penting seperti ini, asalkan jangan ada laporan yang buruk tentang kamu di sekolah, itu saja"

"Anak kita cukup berprestasi sayang, tidak mungkin ada kelakuannya yang aneh-aneh di sekolah"

"Tenang Ayah, aku tidak akan mengecewakan Ayah"

"Bagus, itu baru anak Ayah" Rizel tersenyum.

"Lalu bagaimana perkembangan kasus yang sekarang, apa sudah terlacak pelakunya?" Delista terlihat penasaran.

"Belum, kasus ini adalah kasus terkejam yang pernah ada, pelakunya nyaris tidak meninggalkan jejak" Rizel bersandar di kursi.

"Hati-hati, aku takut terjadi sesuatu, jangan memaksakan diri"

"Aku sama khawatirnya seperti Ibu, semenjak ada kasus ini, Ayah jarang pulang untuk tidur di rumah"

"Ayah tidak biasa berleha-leha, sedangkan yang lain sibuk memecahkan kasus ini" Rizel kembali meminum kopinya.

"Yang jelas berhati-hati saja, apalagi sebagai polisi, pasti tidak sedikit yang menjadi target sasaran para penjahat untuk balas dendam" Cemas Delista.

"Iya aku tau, terima kasih sudah mengingatkan dan sepertinya aku harus berangkat sekarang" Rizel berdiri, mengambil kunci lalu mencium kening anak dan istrinya.

"Jangan lupa kunci pintu, dan jendela" Rizel mengingatkan.

"Iya sayang, jaga diri baik-baik" Jawab Delista.

Suara mobilnya melaju kencang. Rizel kembali ke kantor polisi untuk melanjutkan penyelidikannya. Claudia dan Steiner, mereka masih terlihat sangat sibuk, mengumpulkan informasi-informasi lainnya untuk memberikan laporan kepada Sang Komisaris. Kasus ini, kasus yang cukup membuat para polisi menguras keringat.

****

Di ruangan yang gelap. Dua orang tengah berbincang. Asmodeus dan seorang pria memakai jas hitam, wajahnya tidak terlihat, karena minimnya pencahayaan yang ada. Asmodeus berdiri tepat di hadapan pria misterius itu, yang tengah duduk di kursi sofa.

"Target berikutnya adalah Julio Arham, dia seorang pengusaha yang melakukan tindakan ilegal, memproduksi obat-obatan terlarang dan memiliki perlindungan dari seorang kepala polisi"

"Selain memproduksi obat-obatan terlarang, apa dosa yang lainnya?"

"Selain pengusaha, Dia adalah seorang pejabat bea cukai yang korup, banyak pengusaha kecil yang bangkrut karena orang itu, apa kamu bersedia menghabisinya? tenang saja bayaran kamu akan lebih besar"

"Akan saya lakukan, asalkan Anda tidak melewati poin nomor 2, yaitu jangan mengatur motif pembunuhan, semuanya saya lakukan dengan kemauan saya sendiri"

"Tentu saja, ini fotonya" Pria itu menyodorkan secarik foto kepada Asmodeus.

"Poin 3, jika Anda memiliki tujuan untuk kemakmuran Anda sendiri, maka anda akan saya habisi, pastikan anda mengingat hal itu"

"Hahaha... tenang saja, kamu bisa memastikannya secara langsung" Jawabnya dengan tertawa.

"Baik, akan saya lakukan, 2 sampai 3 hari Anda akan mendengar kabar kematiannya" Asmodeus mengambil foto Julio Arham diatas meja. Berbalik arah, melangkah pergi.

"Tunggu, aku ingin tau siapa namamu? Asmodeus hanya nama samaran bukan?" Asmodeus mengeluarkan asap hitam yang cukup tebal. Dalam sekejap mata, dia telah berada di belakang pria itu, menyodorkan belati kecil ke lehernya.

"Poin nomor 4, jangan sesekali berani menyelidiki identitas saya, maka taruhannya adalah nyawa Anda sendiri"

"Maaf, aku hanya ingin mengetahui nama kamu saja, jangan dianggap serius" Jawabnya gugup.

"Saya tidak suka main-main, ingat itu tuan kaya raya" Suara Asmodeus meninggi.

Asmodeus melangkah pergi. Lenyap tanpa jejak di balik kegelapan. Pria misterius itu menghela nafas, ancamannya nyata. Setitik luka dari belati Asmodeus, telah mengeluarkan darah yang menetes. Pria itu mengambil sehelai tisu, untuk menutupi lukanya.

"Manusia mengerikan seperti apa orang ini, seperti mesin yang di ciptakan hanya untuk membunuh tanpa ampun" Dia terdengar ketakutan.

Related chapters

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 2 : Darah Kedua

    Di perempatan jalan. Rizel menghentikan mobilnya. Dia menunda tujuannya ke departemen kepolisian, pergi ke arah kiri menuju tempat dimana peristiwa pembunuhan sang walikota itu terjadi. Dalam benaknya masih tersimpan banyak tanda tanya. "Pembunuh tanpa meninggalkan jejak? sangat mustahil" Rizel bergumam. Di TKP, 4 orang polisi tengah berjaga. Rizel ijin kepada penjaga apartemen. Lantai 3, ruang kamar nomor 21. Tempat kejadian pembunuhan walikota, George Hampton. Darah yang tercecer telah mulai mengering. Sofa berwarna putih, tempat dimana George Hampton telah terbunuh. Rizel menyelidiki tetesan darah yang menetes di lantai, menelusuri hingga darah terakhir yang terlihat berada di sisi jendela. Membukanya, lalu kepalanya menonggak ke lantai atas dan melihat ke bawah. "Rupanya dia melarikan diri melalui jendela" Rizel menemukan noda bekas darah di dinding lantai bawah. Polisi berpangkat komisaris itu pergi ke lantai bawah. Meninggalkan TKP dan berjalan kaki, menuju jendela yang me

    Last Updated : 2022-12-28
  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 3 : Murka dari neraka

    "Apa tujuanmu? kenapa ingin membunuhku?" Julio bertanya. "Anda mungkin bisa melihat bintang yang berada di angkasa. Tetapi Anda tidak bisa melihat seekor semut yang berada di bawah kaki Anda" Asmodeus memainkan botol Champagne, menginjaknya dan menggelinding kan menggunakan kakinya. "Apa... apa maksudnya? aku tidak mengerti sama sekali ucapan mu" "Lupakan... dan jika nyawa Anda ingin selamat, Anda harus menuruti keinginan saya" "Apa itu? apa kamu ingin uang? sebutkan saja berapa" Julio mengeluarkan ponsel miliknya dengam tangan bergetar. "Berapa uang yang Anda miliki saat ini?" "Ad... ada sekitar 800 juta di akun mobile banking yang berada di ponsel ini" Julio berkeringat. "Sudah cukup, dan sekarang transferkan 800 juta itu ke... yayasan yatim piatu" "Yayasan yatim piatu?" "Ya, bebas, yang pasti harus yayasan yatim piatu" "Yayasan.... yayasan yatim piatu mana?" "Jangan banyak tanya! gunakan otak Anda! cari di internet! dan cepat kirimkan uangnya!" Bentak Asmodeus. "Ba..

    Last Updated : 2022-12-28
  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 4 : Penegak Hukum

    "Hahahaha... jangan di ambil hati, Axel terkadang suka bercanda" Andara menjelaskan. "Tidak apa-apa Pak Brigjen" Jawab Rizel. "Mari, kita lanjutkan pekerjaan kita" Ajak Rizel kepada Axel. Rizel bersama anggota kepolisian lainnya, melanjutkan investigasi. 4 orang ajudan julio yang di temukan pingsan, telah tersadar. Rizel mengajukan beberapa pertanyaan kepada mereka. Tidak ada petunjuk lebih, karena saat kejadian, mereka tidak sadarkan diri dengan cara di bius oleh tersangka. Wanita yang bersama Julio, mengalami trauma yang sangat berat. Axel berusaha untuk menenangkanya dan berakhir sia-sia. Petugas medis membawanya ke rumah sakit untuk di rawat. Malamnya, Rizel, Axel bersama yang lainnya kembali ke kantor polisi. Mengumpulkan informasi hasil penyelidikan. "Adapun CCTV yang merekam pembunuhan mendiang Julio, tidak mengubah keadaan, kita belum bisa memastikan siapa di balik topeng dari tersangka" Rizel berbicara kepada Axel dan kedua anggotanya. "Dari luka yang di terima oleh Pak

    Last Updated : 2022-12-30
  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 5 : Angelo, Sang Marinir

    Axel dan Rizel pergi, mencari kediaman Fester Claude. Melewati beberapa desa, dan memasuki pedalaman. Hingga sampai di sebuah rumah yang sangat megah. Beberapa mobil terpajang di garasi yang terbuka lebar. Seorang asisten rumah tangga, mendatangi mereka berdua. "Perkenalkan namaku Arlin, asisten rumah tangga, maaf sebelumnya, kalian berdua mau ketemu siapa ya?" "Kami ingin bertemu dengan Pak Fester, apakah beliau ada di rumah?" Jawab Rizel. "Oh Pak Fester, kebetulan beliau ada di rumah, kalian tunggu sebentar ya" Arlin, asisten rumah tangga berusia 30 tahun lebih itu, pergi dan masuk ke rumah. "Istana di dalam pedesaan, tadinya aku kira hanya di film-film luar negri saja" Axel melihat ke sekeliling. "Pengusaha apa yang tinggal jauh dari perkotaan seperti ini?" Rizel menonggak, melihat setiap sudut rumah dari atas. "Barang haram mungkin" Ketus Axel dalam senyuman sinis. Arlin tiba dan mengajak dua anggota polisi, Axel dan Rizel masuk ke dalam. Saat memasuki rumah, Rizel tercengan

    Last Updated : 2023-01-04
  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 6 : Illusi kematian

    Rizel mengangkat panggilan itu "Hallo Pak Komisaris" Ucap Steiner. "Ada apa Steiner?" "Kami menemukan dua petunjuk lain, apa Pak Komisaris sore ini akan ke kantor?" "Aku pasti kesana, tunggu saja" "Siap Pak, kalau begitu kami tunggu" Claudia dan Steiner menemukan jejak sepatu di karpet merah dan bernoda darah yang telah mengering di rumah Julio Arham. Ukurannya cukup besar, Steiner mengambil beberapa foto dan menyimpanya. Mereka berdua bersamaan kembali ke kantor. Tidak lama setelah Claudia dan Steiner sampai. Rizel pun tiba dan langsung memasuki ruang kantor. Claudia menunjukan beberapa foto jejak sepatu yang telah di cetak kepada Rizel. "Jejak sepatu tersangka?" "Iya Pak benar, tetapi anehnya tidak ada jejak sepatu di tempat lain" Rizel duduk di kursinya, Claudia berdiri tepat di sampingnya. "Sepatu yang di kenakan tersangka kelihatannya berukuran besar" Ungkap Rizel. "Iya Pak, sepertinya tersangka bertubuh tinggi besar" "Angelo...." Bisik Rizel dalam hatinya. "Oh iya,

    Last Updated : 2023-01-05
  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 7 : Sang Jenderal Tertinggi

    "Aku tidak takut mati, tapi aku tidak ingin mati sebelum membongkar identitasmu" Rizel mengambil pistol miliknya yang terjatuh, dan mencoba untuk kembali berdiri. Asmodeus berjalan semakin mendekat "Semua takut akan kematian, termasuk kematian orang yang di cintainya" Jawabnya. Secepat mungkin Rizel menggapai pistol miliknya. Saat Asmodeus menembak, di waktu yang sama, sisa tenaga dan nyawa yang di miliki oleh Andara, menjatuhkan dirinya sendiri yang terduduk di kursi kayu, juga tepat mengenai pinggang Asmodeus. Bidikan peluru pembunuh itu meleset. Melihat kesempatan yang ada, Rizel menghujami tubuh Asmodeus dengan beberapa peluru, tepat di dadanya. "Dorrr!! Dor! Dor!" Asmodeus tumbang, jatuh ke atas tanah. "Aaahhhhhh!!!" Teriak Rizel. Anggota kepolisian dan tim medis tiba di lokasi. Rizel terduduk di lantai seraya menahan darah yang mengalir di tangan kirinya. Jasad Brigjen Andara di masukan kedalam mobil ambulan. Seorang dari tim medis tengah mengobati dan membalut luka Rizel.

    Last Updated : 2023-01-08
  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 8 : Bayangan

    "Baik Pak, aku terima" Rizel menjawabnya dengan berat hati, terlihat dari senyumannya yang terpaksa di uraikan "Mulai besok, kamu boleh cuti, beristirahat dan sembuhkan luka bekas tembakan itu, untuk pulang dari berlibur, tiket pesawatnya akan saya sediakan besok dan sejumlah uang untuk berlibur, paham?" "Tapi Pak, bagaimana dengan pers? mereka pasti ingin segera mendapatkan informasi dari kasus ini" "Tenang saja, semuanya akan di ambil alih oleh departemen pusat, tidak usah khawatir, tetapi jika ada wartawan yang menemui kamu, ingat jangan sampai hal ini bocor, dan berikan jawaban seperti yang saya jelaskan" Vares menegaskan. "Siap... Siap Pak laksanakan" Jawab Rizel dengan perasaan gugup. "Baiklah, saya permisi dulu, nikmati liburan mu Rizel" Vares pamit. Jenderal tertinggi itu telah pergi, keluar dari ruangan. Rizel melihat tiga tiket pesawat yang tergeletak di atas meja. Wajahnya terlihat tidak bahagia. Ada sesuatu hal yang mengganjal dari sikap Jenderal Vares. Mengingat s

    Last Updated : 2023-01-12
  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 9 : Malaikat dan Iblis

    Di waktu yang bersamaan. Steiner membuka pintu ruangan Komisaris Rizel. Claudia yang terkejut, hanya diam memasang wajah yang tegang. Mereka saling menatap, terdiam beberapa detik. "Apa yang kamu lakukan disini Claudia?" Tanya Steiner. "Aku... aku menyimpan berkas ke atas meja Pak Rizel saja kok, kamu sendiri mau apa?" Steiner terdiam dan memegang erat sesuatu di tangannya "Kamu bawa apa Steiner?" Claudia menatap curiga. "Aku tidak tau, apakah tindakan ku ini benar atau salah" "Loh, memangnya ada apa?" "Aku hanya ingin menyimpan jas Pak Komisaris Rizel yang terkena tembakan saat beliau di bawa ke rumah sakit" Steiner membuka kantong plastik berwarna hitam itu kepada Claudia. "Oh, cuman jas rupanya" Jawab Claudia. "Tidak, tidak hanya jas, tapi aku menemukan sesuatu di saku bagian dalam jas Pak Komisaris" Steiner merogok saku dalam jas menggunakan sarung tangan. "Ini, Jagdkommando, pisau untuk membunuh para korban" Steiner menunjukan pisau Asmodeus kepada Claudia. "Kenapa ad

    Last Updated : 2023-01-14

Latest chapter

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 37 : Serbuan

    Cloningan Asmodeus berdatangan dari hutan untuk menyelamatkan Altema. Mereka bersiap, mengepung, dan menutup jalan dari segala arah. "Pak Rizel, bagaimana ini?" Sarah bertanya dalam keadaan yang panik. "Tenang saja, Si Edward Geezer yang tampan, telah mempersiapkan rencana lain." jawab Edward, "Lihatlah ke atas, ada kejutan untuk kalian pasukan Asmodeus!" Dari langit, muncul banyak Drone dengan persenjataan lengkap. "Tembak mereka!", perintah Edward. Drone itu pun mulai menembak. Menghujamkan ratusan peluru ke arah -- Cloningan Asmodeus. Satu persatu mulai tumbang. Meskipun mencoba menghindar, tetapi pasukan Drone jauh lebih banyak jumlahnya. "Kenapa Drone itu harus datang?" Aruzel tampak kesal, "Padahal aku saja mampu menghabisi mereka semua!" "Sial! Rencanaku gagal!" sahut Altema. Rizel memberikan perintah, "Kita tidak punya banyak waktu, Edward hubungi anggota lainnya, tangkap Altema dan bawa ke kantor polisi." "

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 36 : Penyergapan Altema

    Sarah memberikan informasi, lokasi terakhir Altema berada. Rizel pun memanggil anggota yang lainnya untuk datang dan berdiskusi. Tim forensik yang Rizel perintahkan pun telah memberikan laporan. "Apa kita akan ada rapat dadakan hari ini?" tanya Edward. "Iya, kita kumpulkan semua informasi yang telah kita dapatkan. Aku yakin, malam ini kita akan mengetahui lokasi keberadaan Altema, sosok yang telah membantu Asmodeus selama ini" jawab Rizel. Mengirim pesan kepada seluruh anggota khusus yang berada di luar, untuk segera datang ke kantor. "Baiklah kalau begitu, aku harus membuat kopi hitam. Supaya lebih fokus" Edward mengambil gelas, menuangkan bubuk kopi. Kastil Astaroth. "Sepertinya ada seseorang yang mencoba melacak keberadaanku" ucap Altema kepada Asmodeus. "Anggota kepolisian" jawab Asmodeus. "Sepertinya mereka sudah menyadari, siapa yang membantumu di belakang layar, Asmodeus" "Mungkin waktu sudah tiba untuk mengalahkan mereka dan memberikan mereka pelajaran" "Aku yakin, sa

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 35 : Pemantauan

    Rizel pergi ke suatu tempat yang jauh. Mercusuar, tempat pertama kalinya pertarungan sengit melawan Asmodeus dilakukan. Tidak ada polisi yang berjaga, hanya tersisa garis kuning yang menutup jalan masuk ke dalam mercusuar. Penyelidikan pun di mulai. Rizel terus menundukkan kepala, menyalakan lampu senter dan melihat ke lantai. Tepat di ruangan terjadinya pertarungan dengan Asmodeus, Rizel berjongkok, mengeluarkan plastik kecil. Memungut sesuatu dan memasukkan ke dalamnya plastik yang dibawanya. Penyamaran Sarah Erlandi masih berlanjut. Menyusup ke dalam anggota simpatisan Asmodeus. Sarah mencoba untuk mendekati seorang pendiri, salah satu komunitas yang menjadi simpatisan Asmodeus dia adalah Rugel Seron, pendiri dari Asmonism. Parasnya yang sangat cantik, Sarah memanfaatkan kelebihannya itu untuk mendekati Rugel dan mengajaknya bertemu di sebuah restoran untuk makan malam bersama. Rugel Seron, kurus, berkulit putih dan cukup tinggi. Terlihat masi

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 34 : Perburuan

    Mereka berlima berpencar, menjadi peran mereka masing-masing dalam menjalankan tugasnya. Rizel dibantu oleh Steiner, mengumpulkan informasi tentang para pejabat dan pengusaha yang pernah memiliki rumor negatif. Sementara itu, di laboratorium Flamingo. Tabung-tabung yang berisi cairan biru itu surut satu persatu. Sang Profesor menekan satu tombol di mesin komputer. Kaca tabung terbuka dengan sendirinya. Dari dalam, keluar sesosok manusia dewasa. Melangkah keluar tanpa mengenakan sehelai pakaian Asmodeus berdiri diantara mereka. Semuanya tertunduk kepadanya. Seperti prajurit yang menyembah Sang raja. "Cobalah berikan perintah kepada mereka Asmodeus" ucap Flamingo dari tempat lain, berbeda lantai dan memiliki kaca yang besar. "Berdirilah!" perintah Asmodeus, para serdadu itu pun berdiri. "Percobaan terakhir sudah selesai, saat ini mereka adalah pasukanmu Asmodeus, mereka siap untuk mati demi tuannya" Flamingo terlihat sangat puas. Mer

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 33 : Menyusun Rencana

    Professor Flamingo berada di laboratorium bersama Asmodeus. Banyak tabung-tabung setinggi dua meter lebih, berisikan cairan kimia berwarna biru. Semuanya adalah hasil penelitian Flamingo. "Lucifer pasti akan puas dengan semua ini!" ucap Flamingo. "Semuanya apakah sudah selesai Prof?" tanya Asmodeus. Melihat salah satu tabung. "Besok, semuanya akan segera terselesaikan, jangan khawatir" Flamingo menekan beberapa tombol keyboard di komputer. "Saya harap besok benar-benar selesai, karena kita tidak mempunyai banyak waktu lagi" "Tenang saja, kita akan menggemparkan negara ini!" Flamingo tertawa mengerikan. "Saya harus pergi, saya serahkan pekerjaan ini kepada Anda" "Kamu akan pergi menghabisi menteri busuk itu kan?" "Iya, sudah saatnya dia mati sekarang" Tengah malam. Asmodeus tiba di perumahan elit, berjajar rumah-rumah mewah kelas atas. Dari atap ke atap rumah, menggunakan jet pack miliknya, Asmodeus berhen

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 32 : Devil Savior

    Esoknya, Rizel kembali bertugas. Steiner menyambut kedatangan atasannya itu dengan wajah bahagia. "Selamat datang kembali Pak Brigjen Rizel" Steiner memberi hormat. "Selamat siang juga Steiner, maaf sudah merepotkanmu selama ini" Rizel tersenyum. "Aku sudah mencari Pak Brigjen kemana-mana tetapi hasilnya nihil" "Aku pergi ke suatu tempat yang jauh dari keramaian kota untuk menenangkan pikiran dan berlatih" mereka bedua berbincang seraya berjalan menuju kantor pribadi Rizel. Steiner terheran "Berlatih? Memangnya berlatih apa Pak?" tanya Steiner. "Berlatih kemampuanku dalam beladiri, yang pertama aku ingin lebih kuat untuk melawan para penjahat dan yang kedua, bagaimana pun juga, aku harus menangkap suadara kembarku, Razel Arghas sebelum dia bertindak lebih jauh" Rizel duduk di kursi kantornya. "Apa hari ini Pak Brigjen siap untuk bertugas?" "Tentu saja Steiner, maka dari itu aku datang kesini" "Kalau begitu

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 31 : Kembalinya Rizel

    Berlanjut, Muha melakukan tendangan dan tertahan oleh Asmodeus dengan tendangan yang sama. Kaki mereka beradu. Setiap gerakan Muha selalu ditahan oleh Asmodeus. Kaki oleh kaki, tangan oleh tangan. Sepertinya benar, Asmodeus sengaja mengadu kekuatan fisiknya dengan Muha. "Dengan ini, awal dari kekalahan Anda akan di mulai" ucap Asmodeus. Kepalan tangan Asmodeus dan Muha kembali beradu. "Buuughh!!!" suara tinju mereka yang beradu. Mereka berdua saling menatap. "Krreekkkkk" pergelangan tangan dari Muha terdengar patah. Menjalar seperti api, tulang-tulang tangannya yang beradu dengan tinjuan Asmodeus tak kuat menahan serangannya. Tulang tangan Muha kian patah. Tak menyerah, Muha memberikan pukulan dengan tangannya yang lain. "Belum menyerah juga?" sahut Asmodeus, menahan kembali serangan Muha dengan tinjuan. "Krrrreeeekkkkkl!!!" suara tulang tangan Muha yang patah, terdengar lebih keras. "Hahahaha!!! ini menyenangkan Asmodeu

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 30 : Asmodeus VS Master Bela Diri

    "Apa ini Kadiv?" tanya Alfred. "Ini berkas prestasi beliau, sebelum Pak Alfred menjabat sebagai menteri" jawab Edmund. Alfred pun membaca berkas-berkas itu. "Angelo Rustam, pahlawan perang yang keberadaannya menghilang dan tidak diketahui" ucap Alfred. "Salah satu anggota kami telah mengetahui keberadaanya Pak" "Lantas bagaimana, apa dia mau bergabung dan membantu kita?" "Tentu saja Pak, aku sudah berhasil membujuknya" jawab Edmund dengan menceritakan. Berdasarkan laporan dari Rizel Arghas, Edmund Darmunte pergi untuk mengunjungi kediaman Angelo. Mengetahui bahwa Edmund mengenakan seragam kepolisian, Angelo menyambutnya dengan bersikap dingin. "Ada urusan apa seorang polisi seperti Anda mengunjungi saya?" sahut Angelo yang saat itu tengah latihan menembak. "Maaf Angelo, bisakah kita berbicara sebentar?" ucap Edmund dengan halus. "Baiklah, tapi jangan lama-lama" ketus Angelo. Dihalaman rumah, Angelo dan Edmund berbicara. Wajahnya tampak tidak senang dengan kehadiran seorang po

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 29 : Sarah, Polwan berdarah dingin

    Kembali kepada perbincangan antara Alfred Wallace dan Edmund Darmunte untuk menyusun pasukan khusus yang telah direncanakan sebelumnya. "Siapa selanjutnya yang akan kamu rekomendasikan Edmund?" "Berikutnya adalah Sarah Erlandi, wanita berbakat. Cepat, tangkas dan selalu berhasil menjadi seorang mata-mata" "Sarah Erlandi? Kalau tidak salah dia adalah anak seorang pengusaha yang memilih masuk menjadi anggota kepolisian bukan?" "Benar sekali Pak Alfred, dia bisa diandalkan" Sarah Erlandi, seorang wanita berusia 25 tahun. Mendaftar dan berhasil diterima masuk ke akademi kepolisian saat berusia 19 tahun. Selain cantik dan menjadi incaran lelaki seangkatannya, bela dirinya tidak bisa dianggap remeh. Sarah selalu berhasil melumpuhkan lawan-lawannya. Kecantikan dan kepiawaiannya dalam bertarung, Sarah selalu menjadi salah satu andalan pihak kepolisian untuk meringkus kriminal yang berlalu lalang di jalanan dan anggota-anggota mafia yang menjadi sasarannya. Binzo Youger, pemimpin mafia B

DMCA.com Protection Status