Beranda / Thriller / Asmodeus, Si Pembunuh Berantai / BAB 3 : Murka dari neraka

Share

BAB 3 : Murka dari neraka

Penulis: Astaroth Devagone
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Apa tujuanmu? kenapa ingin membunuhku?" Julio bertanya.

"Anda mungkin bisa melihat bintang yang berada di angkasa. Tetapi Anda tidak bisa melihat seekor semut yang berada di bawah kaki Anda" Asmodeus memainkan botol Champagne, menginjaknya dan menggelinding kan menggunakan kakinya.

"Apa... apa maksudnya? aku tidak mengerti sama sekali ucapan mu"

"Lupakan... dan jika nyawa Anda ingin selamat, Anda harus menuruti keinginan saya"

"Apa itu? apa kamu ingin uang? sebutkan saja berapa" Julio mengeluarkan ponsel miliknya dengam tangan bergetar.

"Berapa uang yang Anda miliki saat ini?"

"Ad... ada sekitar 800 juta di akun mobile banking yang berada di ponsel ini" Julio berkeringat.

"Sudah cukup, dan sekarang transferkan 800 juta itu ke... yayasan yatim piatu"

"Yayasan yatim piatu?"

"Ya, bebas, yang pasti harus yayasan yatim piatu"

"Yayasan.... yayasan yatim piatu mana?"

"Jangan banyak tanya! gunakan otak Anda! cari di internet! dan cepat kirimkan uangnya!" Bentak Asmodeus.

"Ba...baik, aku cari dulu yayasan yatim piatu yang mencantumkan nomor rekening untuk donasi"

Kedua tangan Julio semakin gemetar. Sekitar beberapa menit menunggu. Asmodeus berdiri, mendekat kepada Julio. Mengepalkan kedua tangannya.

"In....ini lihat! hahaha... aku sudah transfer semuanya sesuai perintahmu" Julio semakin ketakutan dalam sela tawanya. Serta menunjukan bukti transfer itu.

"Minumlah" Asmodeus mengambil kembali botol Champagne dan memberikannya kepada Julio.

"Mi... minum tanpa gelas?"

"Ya, minumlah!" Bentak Asmodeus.

"Tapi aku tidak biasa minum tanpa gel...."

Sebelum Julio selesai berbicara, Asmodeus memasukan botol Champagne dengan paksa ke mulut pejabat bea cukai itu. Lalu, melakukan tendangan berputar hingga mengenai bagian bawah botol Champagne, terdengar "Krek" suara dari tulang rahangnya yang patah dan membuatnya masuk semakin dalam, mulut Julio berlumuran darah, juga mengerang kesakitan.

Asmodeus mengeluarkan sebilah pisau, bergerigi tajam dan runcing. Tak mengenal rasa iba, sang pembunuh berdarah dingin itu menghujamkan pisaunya ke leher Julio, mengoyaknya tanpa ampun. Darah mengalir seperti air yang keluar dari keran.Sofa, karpet dan lantai berubah menjadi lautan darah.

"Selamat datang di neraka" Asmodeus menancapkan mawar besi, tepat di lubang yang mengaga, leher Julio.

Lanjut Asmodeus, menginjak ponsel milik Julio hingga hancur. Tampilan terakhir dari layar ponsel Julio adalah aplikasi chat, Julio tengah berkirim pesan dengan seorang polisi untuk meminta tolong. Asmodeus menyadarinya sejak awal, selesai transfer uang, tangan Julio diam-diam berpindah aplikasi, lalu mengirimkan suatu pesan.

Dari arah dapur seseorang berteriak "Ahhhhhhhh!!!!!!!" Teriak Wanita, selir dari Julio. Tengah menyaksikan langsung pembunuhan itu.

Mendengar teriakan histeris dari wanita itu, Asmodeus menghampirinya, tenang dan santai. Layaknya tidak ada apapun yang telah terjadi. Asmodeus menyudutkannya, sang wanita bersujud memohon ampun dalam tangisnya.

"Tolong jangan bunuh aku!"

"Jadilah wanita terhormat, atau akan bernasib sama seperti tuan Anda"

Berbalik, Asmodeus pergi meninggalkan wanita itu. Asap hitam merebak, hampir ke seluruh ruangan. Asmodeus tak lagi terlihat, menghilang seperti terbawa oleh angin. Suara tangis meledak, mewarnai kekejaman yang terjadi di villa mewah, Julio Arham.

****

White Rose School. Sekolah menengah atas, Rizel dan istrinya Delista menghadiri acara pertemuan orang tua dan wali kelas dari Genia, anaknya. Wali kelasnya bernama Elrose, memanggil Genia dan kedua orang tuanya ke ruangan.

"Selamat siang Bapak dan Ibu, perkenalkan nama saya Elrose, wali kelas putri Bapak dan Ibu"

"Saya Rizel, dan ini istriku Delista" Mereka saling berjabat tangan.

"Maksud kami dari pihak sekolah mengundang Bapak dan Ibu untuk membicarakan program bimbingan di rumah, untuk mempertahankan atau meningkatkan prestasi para murid"

"Maaf kalau boleh tau, bagaimana prestasi Genia di sekolah?" Tanya Rizel.

"Genia adalah salah satu anak cerdas di sekolah kami, untuk itu kami harap Bapak dan Ibu lebih memperhatikan putri sebagai orang tuanya dari bidang pendidikan di rumah, tetapi berikan juga ketenangan dan kenyamanan karena dua hal itu memacu sang anak menjadi lebih berkualitas karena ada perhatian istimewa dari kedua orang tuanya" Mendengar penjelasan Elrose, Rizel dan Delista saling menatap sambil tersenyum.

"Pasti Bu, pasti akan kami turuti saran dari Ibu wali kelas" Jawab Delista antusias.

"Dan kami juga menerima konseling kepada kedua orang tua murid dalam rangka memberikan pendidikan khusus tanpa tekanan kepada sang anak jadi Bapak dan Ibu jangan ragu ya untuk datang ke sekolah, dan konsultasikan kepada kami, Sekarang saya mau bertanya, Genia bagaimana suasana di rumah bersama kedua orang tua?"

"Ibu sangat perhatian, baik dan lembut, untuk itu aku selalu berusaha membantu pekerjaan rumah, dan Ayah... meskipun selalu sibuk, tapi Ayah sangat menyayangiku, dia tidak pernah membentak ataupun marah-marah" Genia menjawab serta tersenyum.

"Wah sangat beruntung sekali ya, Kamu memiliki orang tua yang sangat-sangat baik" Jawab Elrose.

Ponsel Rizel berdering. Steiner, salah satu anggotanya tengah menghubungi. Rizel ijin keluar ruangan, mencari tempat yang tidak begitu ramai. Lanjut, mengangkat panggilan dari Steiner.

"Halo ada apa Steiner?"

"Halo Pak komisaris, maaf jika menganggu acara bapak, tapi... tapi ini ada kasus lagi Pak" Suara Steiner terdengar panik.

"Kasus? kasus apalagi?" Rizel mengkerutkan dahi.

"Anu Pak Komisaris... Pejabat bea cukai, Pak Julio Arham telah di bunuh secara sadis di villanya yang berada di jalan corsela"

"Apa!? di...di bunuh? baik... baik aku akan segera datang kesana" Jawab Rizel terkejut.

"Tapi kan Pak Komisaris ada aca..." Rizel menutup telponnya. Berjalan cepat kembali ke ruangan wali kelas. Rizel berpamitan.

"Maaf Bu Elrose, aku harus pamit, ada pekerjaan yang harus di kerjakan" Delista dan Genia saling menatap keheranan.

"Ada Apa?" Tanya Delista.

"Kasus yang sama, seperti yang terjadi kepada mendiang George Hampton"

"Tidak apa-apa Pak, silahkan bapak kalau mau pergi, sebagai seorang abdi negara menjalankan tugas merupakan hal yang penting dan tidak bisa di tunda" Elrose menjawab ramah.

"Kalau begitu aku permisi, Delista aku titip Genia, hati-hati di jalan saat akan pulang nanti ya" Rizel memasang wajah tak enak.

"Iya tenang saja, hati-hati di jalan, ingat jangan ngebut Ayah" Jawab Genia.

"Hati-hati" Delista memegang tangan Rizel.

Jarak yang di tempuh cukup jauh. Rizel melihat polisi telah banyak yang berdatangan. Para awak media telah berkumpul. Siap meliput peristiwa pembunuhan yang terjadi kepada pejabat bea cukai itu.

Masuk menerobos, Steiner dan Claudia telah berada di lokasi terlebih dulu. Mata Rizel terbelalak melihat kondisi Julio Arham yang sama persis dengan seekor sapi yang di sembelih, jauh dari kata manusiawi. Terkoyak, bermandikan darah.

Salah satu anggotanya, Steiner memungut satu persatu serpihan ponsel Julio. Mengumpulkannya dan memasukan ke dalam plastik. Serta Claudia, membersihkan sisa-sisa darah dari setangkai mawar yang terbuat dari besi. Sedangkan tim forensik lainnya, tengah sibuk memeriksa lokasi dan jasad Julio Arham

"Pak Rizel, mawar ini tertancap tepat di leher beliau" Ujar Claudia.

Sang komisaris, Rizel segera mengambilnya. Dan memakai cara yang sama, menarik sebatang besi tipis yang menjadi kepala putik. Sesusai dugaannya, pembunuh bernama Asmodeus itu meninggalkan sebuah pesan. Rizel membacanya.

"Jasad kedua ini, adalah contoh manusia berkepala hewan yang berikutnya. Bahkan kematian tidaklah pantas bagi setan berdasi, selain tertimbun oleh kotorannya sendiri.

Asmodeus, The Godslayer"

"Pesan yang sangat mengerikan" Brigjen Andara mendatangi Rizel.

Rizel menoleh "Lapor Pak Brigjen!" memberikan salam hormat khas kepolisian.

"Ini tidak bisa di biarkan terlalu lama Rizel, pembunuh ini benar-benar memalukan kita sebagai anggota kepolisian"

"Pembunuh ini benar-benar terlatih Pak Brigjen Andara, sangat rapih dalam menyelesaikan aksinya"

"Untuk itu aku mengirimkan satu orang berbakat sepertimu, dia adalah Axel Troume, Axel masuk lah" Brigjen Andara memperkenalkan anggotanya.

Seorang pria berambut hitam, rapih dan berkulit putih, mendatangi Rizel dan Andara. Tersenyum, memberikan salam hormat kepada mereka berdua.

"Salam kenal Komisaris Rizel, namaku Axel Troume, berpangkat sama, dan tentunya aku senang bisa berkenalan" Axel dan Rizel berjabat tangan.

"Aku pun sama, senang bisa berkenalan" Jawab Rizel.

"Semoga kalian bisa menjadi tim terbaik yang bisa menyelesaikan kasus ini" Brigjen Andara menepuk pundak Rizel dan Axel.

"Kami akan berusaha Pak Brigjen, semoga kasus ini segera terselesaikan, sebelum ada korban lain yang berjatuhan" Jawab Rizel.

"Jangan terlalu cepat menyelesaikannya, karena darah segar yang mengalir memiliki aroma yang khas, melebihi parfum yang tercipta di dunia ini, terlalu di sayangkan jika kita tidak menyaksikannya kembali" Ucapan Axel dalam senyumnya yang aneh, membuat Rizel dan kedua anggotanya, Claudia dan Steiner menatapnya dengan tajam.

Bab terkait

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 4 : Penegak Hukum

    "Hahahaha... jangan di ambil hati, Axel terkadang suka bercanda" Andara menjelaskan. "Tidak apa-apa Pak Brigjen" Jawab Rizel. "Mari, kita lanjutkan pekerjaan kita" Ajak Rizel kepada Axel. Rizel bersama anggota kepolisian lainnya, melanjutkan investigasi. 4 orang ajudan julio yang di temukan pingsan, telah tersadar. Rizel mengajukan beberapa pertanyaan kepada mereka. Tidak ada petunjuk lebih, karena saat kejadian, mereka tidak sadarkan diri dengan cara di bius oleh tersangka. Wanita yang bersama Julio, mengalami trauma yang sangat berat. Axel berusaha untuk menenangkanya dan berakhir sia-sia. Petugas medis membawanya ke rumah sakit untuk di rawat. Malamnya, Rizel, Axel bersama yang lainnya kembali ke kantor polisi. Mengumpulkan informasi hasil penyelidikan. "Adapun CCTV yang merekam pembunuhan mendiang Julio, tidak mengubah keadaan, kita belum bisa memastikan siapa di balik topeng dari tersangka" Rizel berbicara kepada Axel dan kedua anggotanya. "Dari luka yang di terima oleh Pak

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 5 : Angelo, Sang Marinir

    Axel dan Rizel pergi, mencari kediaman Fester Claude. Melewati beberapa desa, dan memasuki pedalaman. Hingga sampai di sebuah rumah yang sangat megah. Beberapa mobil terpajang di garasi yang terbuka lebar. Seorang asisten rumah tangga, mendatangi mereka berdua. "Perkenalkan namaku Arlin, asisten rumah tangga, maaf sebelumnya, kalian berdua mau ketemu siapa ya?" "Kami ingin bertemu dengan Pak Fester, apakah beliau ada di rumah?" Jawab Rizel. "Oh Pak Fester, kebetulan beliau ada di rumah, kalian tunggu sebentar ya" Arlin, asisten rumah tangga berusia 30 tahun lebih itu, pergi dan masuk ke rumah. "Istana di dalam pedesaan, tadinya aku kira hanya di film-film luar negri saja" Axel melihat ke sekeliling. "Pengusaha apa yang tinggal jauh dari perkotaan seperti ini?" Rizel menonggak, melihat setiap sudut rumah dari atas. "Barang haram mungkin" Ketus Axel dalam senyuman sinis. Arlin tiba dan mengajak dua anggota polisi, Axel dan Rizel masuk ke dalam. Saat memasuki rumah, Rizel tercengan

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 6 : Illusi kematian

    Rizel mengangkat panggilan itu "Hallo Pak Komisaris" Ucap Steiner. "Ada apa Steiner?" "Kami menemukan dua petunjuk lain, apa Pak Komisaris sore ini akan ke kantor?" "Aku pasti kesana, tunggu saja" "Siap Pak, kalau begitu kami tunggu" Claudia dan Steiner menemukan jejak sepatu di karpet merah dan bernoda darah yang telah mengering di rumah Julio Arham. Ukurannya cukup besar, Steiner mengambil beberapa foto dan menyimpanya. Mereka berdua bersamaan kembali ke kantor. Tidak lama setelah Claudia dan Steiner sampai. Rizel pun tiba dan langsung memasuki ruang kantor. Claudia menunjukan beberapa foto jejak sepatu yang telah di cetak kepada Rizel. "Jejak sepatu tersangka?" "Iya Pak benar, tetapi anehnya tidak ada jejak sepatu di tempat lain" Rizel duduk di kursinya, Claudia berdiri tepat di sampingnya. "Sepatu yang di kenakan tersangka kelihatannya berukuran besar" Ungkap Rizel. "Iya Pak, sepertinya tersangka bertubuh tinggi besar" "Angelo...." Bisik Rizel dalam hatinya. "Oh iya,

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 7 : Sang Jenderal Tertinggi

    "Aku tidak takut mati, tapi aku tidak ingin mati sebelum membongkar identitasmu" Rizel mengambil pistol miliknya yang terjatuh, dan mencoba untuk kembali berdiri. Asmodeus berjalan semakin mendekat "Semua takut akan kematian, termasuk kematian orang yang di cintainya" Jawabnya. Secepat mungkin Rizel menggapai pistol miliknya. Saat Asmodeus menembak, di waktu yang sama, sisa tenaga dan nyawa yang di miliki oleh Andara, menjatuhkan dirinya sendiri yang terduduk di kursi kayu, juga tepat mengenai pinggang Asmodeus. Bidikan peluru pembunuh itu meleset. Melihat kesempatan yang ada, Rizel menghujami tubuh Asmodeus dengan beberapa peluru, tepat di dadanya. "Dorrr!! Dor! Dor!" Asmodeus tumbang, jatuh ke atas tanah. "Aaahhhhhh!!!" Teriak Rizel. Anggota kepolisian dan tim medis tiba di lokasi. Rizel terduduk di lantai seraya menahan darah yang mengalir di tangan kirinya. Jasad Brigjen Andara di masukan kedalam mobil ambulan. Seorang dari tim medis tengah mengobati dan membalut luka Rizel.

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 8 : Bayangan

    "Baik Pak, aku terima" Rizel menjawabnya dengan berat hati, terlihat dari senyumannya yang terpaksa di uraikan "Mulai besok, kamu boleh cuti, beristirahat dan sembuhkan luka bekas tembakan itu, untuk pulang dari berlibur, tiket pesawatnya akan saya sediakan besok dan sejumlah uang untuk berlibur, paham?" "Tapi Pak, bagaimana dengan pers? mereka pasti ingin segera mendapatkan informasi dari kasus ini" "Tenang saja, semuanya akan di ambil alih oleh departemen pusat, tidak usah khawatir, tetapi jika ada wartawan yang menemui kamu, ingat jangan sampai hal ini bocor, dan berikan jawaban seperti yang saya jelaskan" Vares menegaskan. "Siap... Siap Pak laksanakan" Jawab Rizel dengan perasaan gugup. "Baiklah, saya permisi dulu, nikmati liburan mu Rizel" Vares pamit. Jenderal tertinggi itu telah pergi, keluar dari ruangan. Rizel melihat tiga tiket pesawat yang tergeletak di atas meja. Wajahnya terlihat tidak bahagia. Ada sesuatu hal yang mengganjal dari sikap Jenderal Vares. Mengingat s

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 9 : Malaikat dan Iblis

    Di waktu yang bersamaan. Steiner membuka pintu ruangan Komisaris Rizel. Claudia yang terkejut, hanya diam memasang wajah yang tegang. Mereka saling menatap, terdiam beberapa detik. "Apa yang kamu lakukan disini Claudia?" Tanya Steiner. "Aku... aku menyimpan berkas ke atas meja Pak Rizel saja kok, kamu sendiri mau apa?" Steiner terdiam dan memegang erat sesuatu di tangannya "Kamu bawa apa Steiner?" Claudia menatap curiga. "Aku tidak tau, apakah tindakan ku ini benar atau salah" "Loh, memangnya ada apa?" "Aku hanya ingin menyimpan jas Pak Komisaris Rizel yang terkena tembakan saat beliau di bawa ke rumah sakit" Steiner membuka kantong plastik berwarna hitam itu kepada Claudia. "Oh, cuman jas rupanya" Jawab Claudia. "Tidak, tidak hanya jas, tapi aku menemukan sesuatu di saku bagian dalam jas Pak Komisaris" Steiner merogok saku dalam jas menggunakan sarung tangan. "Ini, Jagdkommando, pisau untuk membunuh para korban" Steiner menunjukan pisau Asmodeus kepada Claudia. "Kenapa ad

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 10 : Kebangkitan Asmodeus

    "Apa kabar para polisi penegak hukum, kalian telah menangkap siapa? sekumpulan badut tengah bermain drama, sangat lucu sekali" Ucap Asmodeus. Asmodeus berjalan beberapa langkah, mendekat ke kamera "Saya masih bebas, seperti seekor burung gagak yang terbang tinggi, hinggap ke satu nyawa ke nyawa lainnya, sekumpulan bedebah telah menangkap orang yang salah" Masyarakat dan seluruh anggota kepolisian yang menyaksikan kembalinya Asmodeus, hanya menatap dengan kedua bola mata yang terbuka lebar. Terkejut dan seolah tak percaya. Asmodeus membuka penutup mata dari sandera itu dan memberikan pernyataan yang mengejutkan. Delista dan Rizel membisu mendengarkan perkataan Asmodeus. "Dia adalah Torio, anak tunggal dari Komisaris Axel, akan membongkar satu persatu kebusukan oknum Polisi yang memiliki jabatan tinggi di dalam institusinya" Menyaksikan pernyataan Asmodeus, Jenderal Vares yang berada di ruangan kantornya, beranjak dari tempat duduk. Menatap tajam ke arah layar televisi. Mengkerutkan

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 11 : Flashback

    "Serega Alifar, pengusaha kaya raya dan bawahannya adalah seorang Polisi, Jenderal Vares" Ucap Asmodeus. Ucapannya membuat semua yang menyaksikan siaran langsung, membisu. "Serega dan Jenderal Vares? tapi apa salahku?" Ujar Rizel. "Ini bukti-bukti kekompakan mereka di dalam bisnis haram" Asmodeus menunjukan bukti lainnya melalui foto yang di susun menjadi satu video. Sama seperti halnya Axel, Jenderal Vares tertangkap basah saat bersama Serega, di sebuah pabrik sabu dan di satu tempat perjudian ilegal. Mereka terlihat akrab, seperti sahabat yang telah lama saling mengenal. Melihat semua bukti nyata itu, Rizel menyaksikan siaran langsung itu di ruang tengah markas kepolisian, bersama anggota lainnya. Juga, Rizel menggelengkan kepala. Seakan tidak percaya atas semua yang telah di lihatnya. Sedangkan di departemen pusat, emosi Vares semakin memuncak "Lacak keberadaannya sekarang! dia tidak akan sempat untuk jauh-jauh melarikan diri" Perintah Vares kepada semua bawahannya yang berad

Bab terbaru

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 37 : Serbuan

    Cloningan Asmodeus berdatangan dari hutan untuk menyelamatkan Altema. Mereka bersiap, mengepung, dan menutup jalan dari segala arah. "Pak Rizel, bagaimana ini?" Sarah bertanya dalam keadaan yang panik. "Tenang saja, Si Edward Geezer yang tampan, telah mempersiapkan rencana lain." jawab Edward, "Lihatlah ke atas, ada kejutan untuk kalian pasukan Asmodeus!" Dari langit, muncul banyak Drone dengan persenjataan lengkap. "Tembak mereka!", perintah Edward. Drone itu pun mulai menembak. Menghujamkan ratusan peluru ke arah -- Cloningan Asmodeus. Satu persatu mulai tumbang. Meskipun mencoba menghindar, tetapi pasukan Drone jauh lebih banyak jumlahnya. "Kenapa Drone itu harus datang?" Aruzel tampak kesal, "Padahal aku saja mampu menghabisi mereka semua!" "Sial! Rencanaku gagal!" sahut Altema. Rizel memberikan perintah, "Kita tidak punya banyak waktu, Edward hubungi anggota lainnya, tangkap Altema dan bawa ke kantor polisi." "

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 36 : Penyergapan Altema

    Sarah memberikan informasi, lokasi terakhir Altema berada. Rizel pun memanggil anggota yang lainnya untuk datang dan berdiskusi. Tim forensik yang Rizel perintahkan pun telah memberikan laporan. "Apa kita akan ada rapat dadakan hari ini?" tanya Edward. "Iya, kita kumpulkan semua informasi yang telah kita dapatkan. Aku yakin, malam ini kita akan mengetahui lokasi keberadaan Altema, sosok yang telah membantu Asmodeus selama ini" jawab Rizel. Mengirim pesan kepada seluruh anggota khusus yang berada di luar, untuk segera datang ke kantor. "Baiklah kalau begitu, aku harus membuat kopi hitam. Supaya lebih fokus" Edward mengambil gelas, menuangkan bubuk kopi. Kastil Astaroth. "Sepertinya ada seseorang yang mencoba melacak keberadaanku" ucap Altema kepada Asmodeus. "Anggota kepolisian" jawab Asmodeus. "Sepertinya mereka sudah menyadari, siapa yang membantumu di belakang layar, Asmodeus" "Mungkin waktu sudah tiba untuk mengalahkan mereka dan memberikan mereka pelajaran" "Aku yakin, sa

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 35 : Pemantauan

    Rizel pergi ke suatu tempat yang jauh. Mercusuar, tempat pertama kalinya pertarungan sengit melawan Asmodeus dilakukan. Tidak ada polisi yang berjaga, hanya tersisa garis kuning yang menutup jalan masuk ke dalam mercusuar. Penyelidikan pun di mulai. Rizel terus menundukkan kepala, menyalakan lampu senter dan melihat ke lantai. Tepat di ruangan terjadinya pertarungan dengan Asmodeus, Rizel berjongkok, mengeluarkan plastik kecil. Memungut sesuatu dan memasukkan ke dalamnya plastik yang dibawanya. Penyamaran Sarah Erlandi masih berlanjut. Menyusup ke dalam anggota simpatisan Asmodeus. Sarah mencoba untuk mendekati seorang pendiri, salah satu komunitas yang menjadi simpatisan Asmodeus dia adalah Rugel Seron, pendiri dari Asmonism. Parasnya yang sangat cantik, Sarah memanfaatkan kelebihannya itu untuk mendekati Rugel dan mengajaknya bertemu di sebuah restoran untuk makan malam bersama. Rugel Seron, kurus, berkulit putih dan cukup tinggi. Terlihat masi

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 34 : Perburuan

    Mereka berlima berpencar, menjadi peran mereka masing-masing dalam menjalankan tugasnya. Rizel dibantu oleh Steiner, mengumpulkan informasi tentang para pejabat dan pengusaha yang pernah memiliki rumor negatif. Sementara itu, di laboratorium Flamingo. Tabung-tabung yang berisi cairan biru itu surut satu persatu. Sang Profesor menekan satu tombol di mesin komputer. Kaca tabung terbuka dengan sendirinya. Dari dalam, keluar sesosok manusia dewasa. Melangkah keluar tanpa mengenakan sehelai pakaian Asmodeus berdiri diantara mereka. Semuanya tertunduk kepadanya. Seperti prajurit yang menyembah Sang raja. "Cobalah berikan perintah kepada mereka Asmodeus" ucap Flamingo dari tempat lain, berbeda lantai dan memiliki kaca yang besar. "Berdirilah!" perintah Asmodeus, para serdadu itu pun berdiri. "Percobaan terakhir sudah selesai, saat ini mereka adalah pasukanmu Asmodeus, mereka siap untuk mati demi tuannya" Flamingo terlihat sangat puas. Mer

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 33 : Menyusun Rencana

    Professor Flamingo berada di laboratorium bersama Asmodeus. Banyak tabung-tabung setinggi dua meter lebih, berisikan cairan kimia berwarna biru. Semuanya adalah hasil penelitian Flamingo. "Lucifer pasti akan puas dengan semua ini!" ucap Flamingo. "Semuanya apakah sudah selesai Prof?" tanya Asmodeus. Melihat salah satu tabung. "Besok, semuanya akan segera terselesaikan, jangan khawatir" Flamingo menekan beberapa tombol keyboard di komputer. "Saya harap besok benar-benar selesai, karena kita tidak mempunyai banyak waktu lagi" "Tenang saja, kita akan menggemparkan negara ini!" Flamingo tertawa mengerikan. "Saya harus pergi, saya serahkan pekerjaan ini kepada Anda" "Kamu akan pergi menghabisi menteri busuk itu kan?" "Iya, sudah saatnya dia mati sekarang" Tengah malam. Asmodeus tiba di perumahan elit, berjajar rumah-rumah mewah kelas atas. Dari atap ke atap rumah, menggunakan jet pack miliknya, Asmodeus berhen

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 32 : Devil Savior

    Esoknya, Rizel kembali bertugas. Steiner menyambut kedatangan atasannya itu dengan wajah bahagia. "Selamat datang kembali Pak Brigjen Rizel" Steiner memberi hormat. "Selamat siang juga Steiner, maaf sudah merepotkanmu selama ini" Rizel tersenyum. "Aku sudah mencari Pak Brigjen kemana-mana tetapi hasilnya nihil" "Aku pergi ke suatu tempat yang jauh dari keramaian kota untuk menenangkan pikiran dan berlatih" mereka bedua berbincang seraya berjalan menuju kantor pribadi Rizel. Steiner terheran "Berlatih? Memangnya berlatih apa Pak?" tanya Steiner. "Berlatih kemampuanku dalam beladiri, yang pertama aku ingin lebih kuat untuk melawan para penjahat dan yang kedua, bagaimana pun juga, aku harus menangkap suadara kembarku, Razel Arghas sebelum dia bertindak lebih jauh" Rizel duduk di kursi kantornya. "Apa hari ini Pak Brigjen siap untuk bertugas?" "Tentu saja Steiner, maka dari itu aku datang kesini" "Kalau begitu

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 31 : Kembalinya Rizel

    Berlanjut, Muha melakukan tendangan dan tertahan oleh Asmodeus dengan tendangan yang sama. Kaki mereka beradu. Setiap gerakan Muha selalu ditahan oleh Asmodeus. Kaki oleh kaki, tangan oleh tangan. Sepertinya benar, Asmodeus sengaja mengadu kekuatan fisiknya dengan Muha. "Dengan ini, awal dari kekalahan Anda akan di mulai" ucap Asmodeus. Kepalan tangan Asmodeus dan Muha kembali beradu. "Buuughh!!!" suara tinju mereka yang beradu. Mereka berdua saling menatap. "Krreekkkkk" pergelangan tangan dari Muha terdengar patah. Menjalar seperti api, tulang-tulang tangannya yang beradu dengan tinjuan Asmodeus tak kuat menahan serangannya. Tulang tangan Muha kian patah. Tak menyerah, Muha memberikan pukulan dengan tangannya yang lain. "Belum menyerah juga?" sahut Asmodeus, menahan kembali serangan Muha dengan tinjuan. "Krrrreeeekkkkkl!!!" suara tulang tangan Muha yang patah, terdengar lebih keras. "Hahahaha!!! ini menyenangkan Asmodeu

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 30 : Asmodeus VS Master Bela Diri

    "Apa ini Kadiv?" tanya Alfred. "Ini berkas prestasi beliau, sebelum Pak Alfred menjabat sebagai menteri" jawab Edmund. Alfred pun membaca berkas-berkas itu. "Angelo Rustam, pahlawan perang yang keberadaannya menghilang dan tidak diketahui" ucap Alfred. "Salah satu anggota kami telah mengetahui keberadaanya Pak" "Lantas bagaimana, apa dia mau bergabung dan membantu kita?" "Tentu saja Pak, aku sudah berhasil membujuknya" jawab Edmund dengan menceritakan. Berdasarkan laporan dari Rizel Arghas, Edmund Darmunte pergi untuk mengunjungi kediaman Angelo. Mengetahui bahwa Edmund mengenakan seragam kepolisian, Angelo menyambutnya dengan bersikap dingin. "Ada urusan apa seorang polisi seperti Anda mengunjungi saya?" sahut Angelo yang saat itu tengah latihan menembak. "Maaf Angelo, bisakah kita berbicara sebentar?" ucap Edmund dengan halus. "Baiklah, tapi jangan lama-lama" ketus Angelo. Dihalaman rumah, Angelo dan Edmund berbicara. Wajahnya tampak tidak senang dengan kehadiran seorang po

  • Asmodeus, Si Pembunuh Berantai   BAB 29 : Sarah, Polwan berdarah dingin

    Kembali kepada perbincangan antara Alfred Wallace dan Edmund Darmunte untuk menyusun pasukan khusus yang telah direncanakan sebelumnya. "Siapa selanjutnya yang akan kamu rekomendasikan Edmund?" "Berikutnya adalah Sarah Erlandi, wanita berbakat. Cepat, tangkas dan selalu berhasil menjadi seorang mata-mata" "Sarah Erlandi? Kalau tidak salah dia adalah anak seorang pengusaha yang memilih masuk menjadi anggota kepolisian bukan?" "Benar sekali Pak Alfred, dia bisa diandalkan" Sarah Erlandi, seorang wanita berusia 25 tahun. Mendaftar dan berhasil diterima masuk ke akademi kepolisian saat berusia 19 tahun. Selain cantik dan menjadi incaran lelaki seangkatannya, bela dirinya tidak bisa dianggap remeh. Sarah selalu berhasil melumpuhkan lawan-lawannya. Kecantikan dan kepiawaiannya dalam bertarung, Sarah selalu menjadi salah satu andalan pihak kepolisian untuk meringkus kriminal yang berlalu lalang di jalanan dan anggota-anggota mafia yang menjadi sasarannya. Binzo Youger, pemimpin mafia B

DMCA.com Protection Status