Gemerlap bintang yang menghiasi langit malam,membuat perayaan semakin meriah.
Seluruh rangkaian acara pesta berjalan cukup lancar. Setelah selesai menemani Nathan bertegur sapa dan menyaksikan setengah perayaan,mereka berdua bergegas kembali.
"Terima kasih udah nganter sampe sini," celetuk Thea menoleh ke arah pria yang duduk di sampingnya.
"Oke sans." sahut Romi mengangkat alis.
Setelah melepas seat belt,sorot mata gadis itu menoleh ke belakang. Melihat ke arah Nathan yang tengah duduk terdiam dengan wajah datarnya,
"Terima kasih Pak, untuk bajunya. Saya pamit!" gumam Thea merendahkan suara,
Laki laki tadi hanya berdehem mengiyakan. Dengan senyum sepat, Thea membuka pembatas lalu melangkah keluar.
Berjalan menuju tempat tinggal temannya untuk mengambil kembali kunci serta beberapa barang yang ada disana.
Pukul 21.00
Terlihat seorang gadis tengah berjalan dari arah dapur. Sebuah lapisan putih yang menutupi kutik
"Mereka berdua bertengkar, sampai Nathan tahu bahwa ibu mereka meninggal saat melahirkannya." "Sejak saat itu, dia menjadi anak pendiam, dan ambisius. Tapi aku tahu kalau dia selalu merasa kesepian," "Dan anak itu semakin membuatku khawatir karena belum menikah. Padahal usianya sudah sangat tua!" "Benar sih. Kalo menurut jaman dulu, usia Nathan pasti udah punya anak 2 sampai 3." "Kalo sekarang, wajar usia segitu masih fokus cari uang! Tapi siluman kan udah kaya? ga ada alasan buat ga nikah." pikir Thea, "Aku mengenal Barsha. Dia banyak cerita tentangmu, dan aku merasa bahwa kau bisa membawa kebahagiaan dalam hidup Nathan." Setiap harapan yang terpancar dari sorot mata Zen,membuat gadis itu takjub sekaligus terharu. Ternyata ada seseorang yang sangat menyayangi laki laki angkuh. "Apakah sebelumnya, Nathan memiliki kekasih?" gumam Thea merendahkan suara. "Dia tau soal Rena atau nggak ya?" fikir Thea,penasaran. "Ak
"Tenang Thea. Kamu ga boleh gugup! cuma ijin sakit doang," gumam Thea, mengotak atik layar ponsel. Tut... Dia tengah menghubungi salah satu kontak di hpnya. "Halo," ucap Thea merendahkan suara. "Hm?" sahut suara pria dibalik telepon "I-itu Pak. Saya mau minta izin cuti satu hari." "Apa?!" pekik Nathan, "Saya ga enak badan. Tiba tiba demam juga, terus dari tadi saya bersin terus. Kayaknya mau flu!" "Kalo saya masuk, nanti nular ke Bapak!" dusta Thea dengan nada antusias,semua ucapan itu muncul begitu mudahnya sebagai pertahan diri. "Hm. Ya sudah, tapi tidak ada lagi cuti buatmu!" "Baik Pak! saya janji ga cuti lagi." sontak Thea. "Tapi semua laporan harus tetap masuk, dan juga jadwal kegiatan jangan sampai berantakan." ketus Nathan lalu memutuskan panggilan. Kata kata yang baru saja gadis itu dengar,membuatnya merasa lega. Kini Thea hanya perlu menepati janji sebagai calon istri laki laki t
"Udah mulai manggil kamu! Tapi masih bilang saya." "Tapi gapapa deh, yang penting ada kemajuan sedikit." benak Thea,mulai berharap kembali. Menghabiskan waktu perjalanan,menatap gedung gedung yang mereka lewati. Selang beberapa menit,kendaraan itu berhenti tepat di depan bangunan besar. Sebuah bangunan yang selalu menjadi tujuan akhir setiap pasangan untuk mengubah status baru di kehidupan mereka, Peristiwa yang seharusnya hanya terjadi sekali dalam seumur hidup. Tidak bisa dibayangkan jika moment berharga ini, harus Thea lakukan atas nama kesepakatan. Apa yang akan dia dapat?bukankah hal yang mudah untuk menyerah dan menolak semua di awal. Namun gadis itu lebih memilih untuk masuk ke dalam jurang,padahal tidak ada janji atau tawaran menarik yang laki laki itu ajukan. Bukankah hal terburuk dalam hidup adalah mendapat pasangan yang salah. Sorot mata Thea beralih,menatap supir yang tengah berlari keluar dan segera membuka pembatas
"ini Peny, tugasnya masak bersih bersih dan mengurus barang di dalam rumah. Dia juga pengasuh Tuan sejak kecil," "Selamat pagi Nyonya." sapa Peny tersenyum lebar,dia adalah orang yang paling antusias melihat kedatangan gadis itu. "Selamat pagi juga.." sahut Thea,dengan ramah. "Buset. Rumah besar, yang ngurus cuma satu orang? mana usianya sama kayak nenek." pikir Thea merasa terkejut. Bahkan di rumahnya sendiri,perlu 4 pelayan yang mengurus bagian dalam rumah. "Kalo Nyonya butuh apapun, silahkan bilang ke saya." "Iya, terima kasih." gumam Thea tersenyum. "Sedangkan mereka berempat yang mengurus taman dan tatanan luar rumah," ucap Alpha, "Selamat pagi Nyonya." "Pagi." ujar Thea mengangguk. Pria tua itu memberi isyarat agar 4 pelayan lain segera pergi. Kini sisa mereka bertiga, "Karena Tuan tidak suka jika barang barangnya disentuh orang lain." "Jadi semua pekerja disini hanya ada 6 orang, m
Kedua gadis itu saling bertukar posisi. Thea yang tengah sibuk melepas pakaian formalnya dan mengganti dengan setelan milik Manda, "Gimana ceritanya kamu ada di rumah paman? emangnya ga kerja?" tanya Manda tanpa menoleh. "Kemarin dia ngirim email gitu, buat tanda tangan kontrak nikah." "Terus semalam habis pesta, aku minta ijin karena sakit!" sahut Thea sambil menghapus sisa riasan di wajahnya. "Lah terus? udah tanda tangannya?" "Malah udah nikah.." gumam Thea merendahkan suara. "Ha!" pekik Manda, reflek mengerem mobil secara mendadak. "Aw, Manda! jangan ceroboh. Aku belum siap mati," seru Thea, Gadis itu hampir tersungkur,namun berhasil menghalang dengan kedua tangan yang berpegang teguh pada kursi mobil. "Yang bener aja? Kalian udah nikah." cicit Manda menoleh sambil membulatkan mata. "Iya udah, ngapain juga boong." seru Thea dengan raut datar. "Udah ga usah kaget. Lanjut nyetir aja," "
"Ini bau wanita itu." celetuk Nathan dalam hati, Membuka mata,sontak meraih pergelangan tangan Thea dengan paksa. Sebelum mengucapkan sesuatu,gadis itu terlebih dulu mendongak. Menatap Nathan dengan sinis, "Lepaskan!" tegas Thea,dengan amarah yang memenuhi sorot matanya. "....." Laki laki itu tertegun,masih enggan membuka cengkraman. "Saya bilang lepaskan." timpal Thea menarik paksa,berhasil melepaskan diri. "Romi," panggil Thea,tanpa menoleh. Masih menghujani Nathan dengan tatapan tajam, "Iya?" "Bebaskan mereka. Lakukan sesuai perintah Tuan!" seru Thea menggertakkan gigi. "Tapi.." "Lakukan saja. Jangan biarkan bawahan sepertiku bertindak semena mena," timpal Thea,segera membuang muka dan berbalik. Rautnya berubah,kesedihan yang tertanam jelas. Dia melangkah mendekat ke arah Manda, "Thea.." panggil Manda,dengan sigap menopang tubuh temannya. "Bisa kita pulang sekarang?" tanya Thea lirih,
Meski hanya menghabiskan waktu setengah jam untuk berbelanja,mereka berdua telah berhasil memenuhi kursi bagian belakang dengan belasan tote bag berukuran besar. Sekarang kedua gadis itu,baru saja keluar dari toko gadget. Dan bersiap untuk kembali,tak lupa memakai seat belt,lalu mobil melaju pergi ke arah lain. Terlihat Thea tengah membuka kotak berbentuk balok yang tadi ia dapat,mendapati sebuah ponsel dengan logo apple. Tak segan jari jemarinya mengotak atik layar. "Kamu butuh nomor ponselku yang baru ga?" celetuk Thea,tengah memasang simcard baru. "Engga.." "Kenapa?" tanya Thea sekali lagi,penasaran. "Kan udah ada nomor yang satunya," "Oh, ya udah! Kirain biar sekalian bisa nelpon aku ke hp ini." gumam Thea,menarik ujung bibir ke belakang. "......." "Btw. Kamu belum cerita, kok bisa ke rumah paman?" sontak Manda,menoleh sekilas. "Ya kan, aku ke kantor catatan sipil bareng sama dia."
"Hacim!" "Hhh, kenapa hawanya tiba tiba dingin banget? Perasaan masih siang." gerutu Thea segera masuk ke dalam rumah. Berjalan melewati ruang tengah,dan disana sudah ada wanita tua tengah duduk bersantai menikmati segelas jus serta salad buah,ditemani tontonan dari layar televisi. Pandangan Barsha beralih menatap cucunya yang baru saja datang,berbekal tumpukan tote bag yang memenuhi jari dan kedua lengannya. Sedikit aneh,dengan tingkah Thea. Sepertinya beberapa hari ini,gadis itu selalu pergi memakai setelan tertutup dan kembali dengan pakaian lain. "Kamu habis ketemu sama Nathan kan?" sontak Barsha mengangkat alis, Thea yang berusaha berjalan dengan cepat agar segera sampai ke kamar tanpa pertanyaan. Seketika tersentak kaget,mendengar ucapan wanita tadi. Dia menoleh dengan raut sedikit panik, "I-iya." sahutnya terbata bata, "Ng, Thea mau ke atas dulu!" tambahnya segera berlari menaiki tangga. Log
"Srup---ah!" celetuk suara puas dari bibir ranum yang baru saja menikmati beberapa teguk minuman.Cap..Cap..Cap..Berulang kali mengecap demi mengingat rasa manis yang tersisa di langit-langit mulut, lengkung sempurna perlahan muncul saat melihat sosok dengan setelan hitam putih tengah berjalan menghampiri.Sepoi angin siap menerpa rambut legam terkuncir tinggi bak ekor kuda, terasa begitu sejuk saat kutikula tubuh serta leher jenjangnya tertiup udara."Kenapa kau berikan padaku?" ucap Thea menegur wanita yang sedang berdiri sambil menyodorkan sebuah kelapa. Begitu bingung padahal dirinya sendiri juga telah memangku s
Mendengar logat halus yang begitu menyejukkan telinga juga sentuhan intim yang terasa nyata, padahal kedua hal itu adalah impian yang tak mungkin didapat.Tapi siapa sangka setelah menjadi kenyataan semua ini justru menyakitkan hati Thea, kata bak pinangan tadi berubah setajam pedang yang menoreh luka.Sakit yang menggores batin mengundang linang air di pelupuk mata, "Apa, Bapak bilang--layani?""Iya, tapi kenapa kau menangis? Ini bukan waktunya bersedih," tanya Nathan penuh kelembutan, sedikit merasa cemas melihat satu bulir bening menetes menyusuri pelipis."Apa Bapak pikir saya hanyalah wanita penghibur! Apa Bapak tidak tahu kalau perintah itu hanya pantas diajukan pada seorang pelacur,""Apa maksudmu? Aku tidak bermaksud menyamakanmu dengan seorang pelacur," sanggah Nathan panik, sigap mengusap air mata yang mulai bercucuran.Segera Thea menepis tangan yang menurutnya hanya berbuat demi seuntai n
WARNING 21+ ________________________________ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA ________________________________ Blush.. Begitu jelas terukir rona merah di kedua pipi Thea, wajah putihnya berubah bak kepiting rebus berkat perkataan penuh makna. "A-apa maksudnya, kenapa dia mengatakan hal itu? D-dan kenapa aku memikirkan hal kotor!" gumam Thea dalam hati menangkup kedua tangan ke dalam dada hingga memastikan seperti apa kondisi organ dibalik kerangka tubuhnya. Perlahan memberanikan diri melirik sosok yang terus berjalan dengan langkah normal, raut datar itu tetap terpasang hingga menaruh tanda tanya di benak Thea. Bibir yang hendak bergumam guna menanyakan maksud tak lagi melanjutkan niat setelah menyadari suara debaran yang berasal dari dada bidang yang kini tengah mendekapnya. Dengan keberanian yang tak seberapa telapak gadis itu terulur untuk menyentuh ambang kutikula Nathan,
Sigap gadis itu berdiri memandang Nathan yang siap menarik kaos hitam hingga memperlihatkan tubuh bagian atas. Mulai dari lekuk otot perut hingga kedua titik pada dada bidang, entah kenapa Thea belum menyadari jika kedua maniknya perlahan tersihir karena pemandangan tersebut. Bahu lebar itu terlihat begitu luas dari jarak dekat, kali ini Thea lebih lekat menatap setiap inci tubuh atletis seorang pria. "Itu ada 8," gumamnya tanpa sadar menganga tak mampu mengontrol ekspresi, Seketika berhasil mengundang tawa singkat di wajah Nathan, merasa senang melihat tingkah gadis yang terkesan menggemaskan. Perlahan menoleh demi melempar kaos ke sisi lain, "Apa kau menghitungnya?" sontak Nathan merendahkan suara sambil menerbitkan senyum licik, "Aa-tidak!" geleng Thea, baru menyadari apa yang telah dilakukan. Pasti wajahnya terlihat seperti orang bodoh saat tertegun hanya karena hal sepele, reflek Thea mengalihkan pandanga
"Huh! Apa dia bilang? Perutku penuh dengan lemak! Memangnya dia pernah melihat perutku--seenaknya saja menghina tanpa bukti." gerutu Thea mendengus kesal,Dengan hati yang terbakar amarah dia berdiri di depan cermin besar, meletakkan tumpukan kain ke atas penyangga kaca. Masih sigap memasang wajah muram karena terus teringat ucapan pria tadi,Sigap dilepasnya dress formal yang melekat demi segera mengenakan salah satu setelan lain. Entah kenapa sekilas muncul senyum cerah di wajah Thea,Tercipta satu tujuan jika dia harus bisa mematahkan hinaan tadi demi menjaga harga diri. Bahkan Thea mulai membayangkan ketika wajah angkuh itu terpesona dengan tubuh indahnya,Doeng!
Meski merasa terpaksa, gadis itu tetap melangkah maju hingga mendapati beberapa pelayan datang dengan meja dorong berisi berbagai macam hidangan.Seketika rasa kesal dalam hati Thea terganti dengan rasa lapar yang mengguncang penduduk di dalam perut. Lengkung bibir itu terukir sempurna seraya membuka jalan bagi pelayan untuk menyelesaikan tugasnya,"Taruh saja disitu. Aku akan menatanya sendiri," celetuk Thea begitu tak sabar mencicipi salah satu makanan yang sangat menggoda hingga membuatnya berulang kali menelan saliva.Beruntung dia masih bisa mempertahankan raut datar demi menjaga citra di hadapan mereka. Perlahan setiap pelayan berbaris dengan kepala tertunduk,"Karena malam masih panjang, apa setelah ini---Nyo
Aroma bunga lily yang masih melekat pada urai legam pria itu mampu membuat Thea mengernyit, sedikit bingung bagaimana bisa hidungnya dengan jelas menghirup wangi tersebut.Entah kenapa tanpa sadar dia terlelap sebelum menghabiskan setengah perjalanan, mungkin saja energi dalam tubuh Thea telah terisi penuh hingga menambah kepekaannya terhadap bau."Ng.." perlahan membuka mata, menemukan diri tengah bersandar pada jendela berukuran sedang.Seketika dia tersentak kaget karena menatap pemandangan awan yang begitu berbeda, sigap menoleh hingga menemukan sosok tinggi sedang duduk tepat di sampingnya. "Bapak! Kita ada dimana?""Pesawat," sahut Nathan datar tanpa menoleh,Mendengar kalimat tadi, tanpa ragu Thea menatap sekeliling yang hanya dipenuhi kursi kosong layar televisi juga perabotan modern yang tak mungkin ditemukan di dalam mobil."Perasaan aku tadi ada di dalam mobil.." gumam Thea mengerutkan alis, ber
"Hah?! K-kenapa!"Tentu saja gadis itu terkejut tak mampu berkutik mendengar saran aneh dari mulut Zen. Bukannya mendukung dan membiarkan Thea membantu karena pasti mengerti tentang emosi yang dirasakan, dia justru menggunakan ide aneh Nathan untuk mengusir mereka."Tu--" nyaris saja sebuah panggilan hormat muncul berkat batin yang terlalu antusias, beruntung dia sadar pada waktu yang tepat."Aku mohon, izinkan aku membantu..""Bukankah tadi sudah kujelaskan, bahwa kaulah target mereka. Liburan adalah cara yang tepat untuk kau bersembunyi,""Kau harus menghilang selama beberapa hari untuk mengecoh mereka. Dan Nathan akan menemanimu," beralih menatap sosok lain."Kau tidak boleh pergi kemanapun dan pastikan Thea selalu berada di sampingmu sampai keadaan aman----biarkan aku menjalankan rencana yang telah kami setujui," lugas Zen berhasil membujuk,Meski tidak tahu apapun tentang rencana yang dim
Karena gadis yang masih bersikeras mengajak Nathan ke suatu tempat, mau tidak mau setelah berganti pakaian mereka berdua pergi menaiki mobil yang dibawa oleh Romi.Kedatangan pria itu juga menyelesaikan kesalahpahaman yang beberapa saat lalu terjadi. "Thea, kenapa kau memintaku membawa baju? Padahal tadi, Pak Nathan sudah memakai baju baru."Seperti biasa dia menempati kursi depan agar tak mengganggu kenyamanan tuan muda. "Itu tadi, baju milik sepupuku..""Apa?!" sontak Romi terkejut mendengar kebenaran yang belum pernah terjadi,"Sudahlah lupakan saja. Itu telah berlalu! Jangan sampai ada yang kesal karena kita membicarakan hal tadi," bisik Thea berhasil menghentikan perbincangan,Menit berlalu kendaraan beroda empat itu telah melewati gerbang besar yang menuntun ke depan gedung megah familiar milik keluarga Adelard.Muncul helaan nafas panjang, dari seorang pria berjas coklat yang tengah melirik sekilas