Kedua gadis itu tengah berbaring di atas tempat tidur,saling berhadapan satu sama lain. Thea bercerita sedangkan Manda mendengarkan dengan khidmat,
"Jadi kamu khawatir kalo ketahuan?" ujar Manda mengangkat kedua alis.
"Iya. Aku takut sama sifatnya, nanti malah aku disiksa selama 1 tahun." sahut Thea dengan raut cemas,
"Ga bakal tau kok! Tenang aja," timpal Manda dengan yakin. Lalu meraih ponsel yang ada di sisi lain,
"Hah? Kok kamu yakin gitu?"
"Iyalah! orang paman ga punya berkas data dirimu." ucap Manda santai.
"Maksudnya?"
"Ya waktu ngelamar kerja, aku cuma bilang kalo punya temen terus minta biar diterima jadi asisten,"
"Udah gitu doang. Ga ngajuin apa apa! Paman cuma tau nama lengkapmu." gumam Manda menjelaskan.
"Hah? yang bener!" celetuk Thea terbelalak.
Kata kata yang baru saja Manda ucapkan,membuat gadis itu terkejut mengetahui kebenaran dibalik caranya masuk menjadi asisten pendiri perusah
Beberapa jam kemudian. Setelah selesai memahami dan sedikit merubah isi perjanjian,gadis itu masih harus menunggu Nathan menyelesaikan pekerjaannya lalu kembali bertemu. Mereka berdua sekilas membahas perjanjian dengan percakapan singkat,kemudian laki laki tadi mengatakan akan merubah beberapa isi aturan. Setelah selesai meluruskan pendapat, gadis itu segera keluar dan berjalan kembali ke dalam kendaraan. "Huh, akhirnya selesai juga!" "Punggungku sakit. Kelamaan nunggu siluman itu selesai rapat!" gerutu Thea segera mengemudikan mobil, Berada dalam perjalanan ke tempat tinggal temannya. Karena suatu hal,Manda harus mengambil beberapa barang yang masih tertinggal di apartemen. Setelahnya,mereka berdua akan pergi bersama untuk menemui rekan kerja Thea. Selang 15 menit, kendaraan hitam terparkir dalam basement dan terlihat gadis itu tengah meraih ponsel lalu menghubungi salah satu kontak. Tut... "Halo?" ujar suara g
Meski keluarga Briella tergolong ke jajaran kelas atas,namun kekayaan mereka tidak sebanding dengan seluruh properti sekaligus aset milik Nathan sendiri. Bisa dibayangkan seberapa besar keberhasilan yang laki laki itu capai tanpa bantuan keluarga Adelart. Bahkan hanya karena bekerja cukup lama dengannya,seorang pengawal mampu membeli rumah mewah. Itu semua Romi dapat dari hasil gaji dan juga investasi yang ia lakukan, Ruangan kosong yang begitu luas,entah sengaja dikosongkan atau apa. Namun tidak ada perabotan dan hanya terdapat rantai yang mengait salah satu kaki para pria tadi. Mungkin bagi beberapa orang ini adalah pemandangan yang tidak pantas. Tapi bagi kedua gadis itu,yang tengah mereka lihat adalah bentuk hiburan. "Sudah berapa lama mereka disini?" tanya Manda tanpa menoleh,menatap salah satu tahanan di depannya. "Tepat setelah malam itu, mereka langsung dibawa kemari." "Aku sengaja tidak memukul atau melukai, supaya kam
Dug. Karena dongeng sudah cukup di dengar. Dengan sigap Manda menghantam tengah selangkangan pria itu dengan heels yang ia pakai. "Arhg!" teriak Kai,dengan raut kesakitan. Raut semerah tomat,rasa sakit yang menjalar ke seluruh tubuh. Pria itu tersungkur sambil meraih bagian tubuhnya yang terasa nyeri, "Anjing bodoh. Kau fikir pria yang berani menyiksa istrinya, bisa mengingat secuil jasa hinamu itu?" sontak Manda,merubah posisi dan berjongkok di hadapan Kai. "Jika kau memang memiliki keberanian, maka bebaskan adikmu!" "Bukannya mencari tumbal lain. Dan membiarkan adikmu terjebak di lubang hitam." "K-kau bilang. Akan melepaskanku jika aku bercerita semuanya," gumam Kai terbata bata,berusaha menahan rasa sakit. "Akan ku pertimbangkan! itu yang ku bilang." "Tapi sepertinya kondisimu cukup parah. Lebih baik kau istirahat disini," tegas Manda tersenyum ramah, Gadis itu berdiri dan berbalik,melangkah pergi men
"Kamu lagi ngapain sih?" celetuk Manda menatap gadis yang ada di atas sofa. Mereka berdua tengah melakukan kesibukan masing masing. Di satu sisi Manda sedang membuat properti dan memilih konsep pemotretan selanjutnya,di sisi lain ada Thea sedang sibuk menatap layar laptop. "Kerja lah! ngapain lagi?" "Ya santai dong. Pake nge gas segala," gumam Manda lirih,menekuk bibir bagian bawah. Tak..Tak..Tak.. Tidak adanya perbincangan,membuat seluruh ruangan dipenuhi suara ketikan. Lebih tepatnya gadis itu sengaja menekan papan keyboard dengan begitu keras, "Woy! ngetik apaan sih. Kenceng banget," gerutu Manda,beralih posisi. Kini gadis itu tengah duduk di samping Thea,menatap ke arah layar laptop yang melampirkan salah satu pesan email. "Orang lagi baca gitu. Tapi pake mainin keyboard segala," tambah Manda mengangkat alis,menoleh dan mendapati raut kesal di wajah Thea. "Gapapa. Aku lagi mens, bawaannya marah mulu.
Setengah jam berlalu,semua pertanyaan dapat laki laki itu jawab dengan lugas dan tenang. Disisi lain Thea terpukau dengan kelihaian atasannya, ini pertama kali dia melihat acara tanya jawab bahkan secara langsung. "Baik, kita akan masuk ke beberapa pertanyaan terakhir. Seputar kehidupan Tuan Adelard," "Di usia yang sudah berjalan 32 tahun. Apakah ada suatu hal atau harapan yang belum Tuan raih?" "Harapan? Itu tidak pernah ada dalam hidup saya." "Saya tidak pernah berharap untuk apapun. Karena saya bisa mendapatkan semuanya dengan mudah," sahut Nathan datar. "Cih, sombong amat!" ketus Thea dengan tatapan menusuk. "Wah jawaban yang sudah tidak diragukan lagi. Memang pantas menjadi pimpinan perusahaan Galaksi," ujar wanita yang ada di samping Nathan. Dia tersenyum lebar,terpesona dengan sikap dingin Nathan. Bahkan pipinya terlihat merona, "Apakah Tuan Adelard sudah memiliki pujaan hati?" "Apa apaan! ga nyambung ban
"Kamu udah boleh pulang." ujar Nathan,menempati kursi kerjanya. Perintah aneh yang membuat gadis itu terkejut. Thea terdiam sambil membulatkan mata, "Kenapa? udah sana keluar." timpal Nathan, "T-tapi ini masih jam 3. Belum waktunya pulang," sahut Thea dengan raut bingung. "Kalau disuruh pulang, ya pulang." "Istirahat di rumah. Nanti malam aku jemput!" "Loh. Saya ikut juga?" "Ya iyalah. Undangannya untuk dua orang, kamu mau aku berangkat sama Romi?" "E-enggak. Ng, tapi ga usah di jemput! saya bisa berangkat sendiri. Naik taksi," seru Thea,berusaha menolak tawaran laki laki itu. "Apa kamu ga bisa nurut? setiap apa yang ku katakan. Pasti kamu bantah," "B-bukannya gitu Pak. Tapi saya ga mau ngerepotin," gumam Thea merendahkan suara, "Kamu selalu buat masalah kalau ga diawasin. Jadi aku tidak akan memberi kamu peluang untuk pergi sendiri," tegas Nathan. "Terus Bapak ga pulang juga?"
"Aku make up in ya?" tawar Manda dengan raut antusias. "Hah? ngapain? aku bisa sendiri kok." "Ih, sekali kali. Aku make up in ya? Plis!" seru Manda dengan raut memohon. "Hh, iya." ucap Thea pasrah. "Yes! acaranya jam berapa?" "Jam 7." "Oh. Masih lama! Ya udah, aku mau nonton ini dulu," sontak Manda kembali membenarkan posisi,menghadap ke layar. Waktu mulai berlalu,pukul 18.00 Gadis itu terlihat sedang asik menatap layar ponsel,sambil memasang raut takjub. Mengalihkan pandangan,ke arah angka penunjuk waktu. Sesuai permintaannya tadi,dia menyuruh Thea untuk segera duduk di kursi depan cermin. Lalu mulai melakukan kegiatan,merias bagian wajah Thea. "Barusan kamu lihat apa sih? kok heboh banget," tanya Thea,menatap melalui cermin. "Acara tanya jawab paman." "Wawancara? emangnya udah ada?" sahut Thea sedikit terkejut. "He.em udah! Tadi sore jam 4 uploadnya," "Wah. Cep
Gemerlap bintang yang menghiasi langit malam,membuat perayaan semakin meriah. Seluruh rangkaian acara pesta berjalan cukup lancar. Setelah selesai menemani Nathan bertegur sapa dan menyaksikan setengah perayaan,mereka berdua bergegas kembali. "Terima kasih udah nganter sampe sini," celetuk Thea menoleh ke arah pria yang duduk di sampingnya. "Oke sans." sahut Romi mengangkat alis. Setelah melepas seat belt,sorot mata gadis itu menoleh ke belakang. Melihat ke arah Nathan yang tengah duduk terdiam dengan wajah datarnya, "Terima kasih Pak, untuk bajunya. Saya pamit!" gumam Thea merendahkan suara, Laki laki tadi hanya berdehem mengiyakan. Dengan senyum sepat, Thea membuka pembatas lalu melangkah keluar. Berjalan menuju tempat tinggal temannya untuk mengambil kembali kunci serta beberapa barang yang ada disana. Pukul 21.00 Terlihat seorang gadis tengah berjalan dari arah dapur. Sebuah lapisan putih yang menutupi kutik
"Srup---ah!" celetuk suara puas dari bibir ranum yang baru saja menikmati beberapa teguk minuman.Cap..Cap..Cap..Berulang kali mengecap demi mengingat rasa manis yang tersisa di langit-langit mulut, lengkung sempurna perlahan muncul saat melihat sosok dengan setelan hitam putih tengah berjalan menghampiri.Sepoi angin siap menerpa rambut legam terkuncir tinggi bak ekor kuda, terasa begitu sejuk saat kutikula tubuh serta leher jenjangnya tertiup udara."Kenapa kau berikan padaku?" ucap Thea menegur wanita yang sedang berdiri sambil menyodorkan sebuah kelapa. Begitu bingung padahal dirinya sendiri juga telah memangku s
Mendengar logat halus yang begitu menyejukkan telinga juga sentuhan intim yang terasa nyata, padahal kedua hal itu adalah impian yang tak mungkin didapat.Tapi siapa sangka setelah menjadi kenyataan semua ini justru menyakitkan hati Thea, kata bak pinangan tadi berubah setajam pedang yang menoreh luka.Sakit yang menggores batin mengundang linang air di pelupuk mata, "Apa, Bapak bilang--layani?""Iya, tapi kenapa kau menangis? Ini bukan waktunya bersedih," tanya Nathan penuh kelembutan, sedikit merasa cemas melihat satu bulir bening menetes menyusuri pelipis."Apa Bapak pikir saya hanyalah wanita penghibur! Apa Bapak tidak tahu kalau perintah itu hanya pantas diajukan pada seorang pelacur,""Apa maksudmu? Aku tidak bermaksud menyamakanmu dengan seorang pelacur," sanggah Nathan panik, sigap mengusap air mata yang mulai bercucuran.Segera Thea menepis tangan yang menurutnya hanya berbuat demi seuntai n
WARNING 21+ ________________________________ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA ________________________________ Blush.. Begitu jelas terukir rona merah di kedua pipi Thea, wajah putihnya berubah bak kepiting rebus berkat perkataan penuh makna. "A-apa maksudnya, kenapa dia mengatakan hal itu? D-dan kenapa aku memikirkan hal kotor!" gumam Thea dalam hati menangkup kedua tangan ke dalam dada hingga memastikan seperti apa kondisi organ dibalik kerangka tubuhnya. Perlahan memberanikan diri melirik sosok yang terus berjalan dengan langkah normal, raut datar itu tetap terpasang hingga menaruh tanda tanya di benak Thea. Bibir yang hendak bergumam guna menanyakan maksud tak lagi melanjutkan niat setelah menyadari suara debaran yang berasal dari dada bidang yang kini tengah mendekapnya. Dengan keberanian yang tak seberapa telapak gadis itu terulur untuk menyentuh ambang kutikula Nathan,
Sigap gadis itu berdiri memandang Nathan yang siap menarik kaos hitam hingga memperlihatkan tubuh bagian atas. Mulai dari lekuk otot perut hingga kedua titik pada dada bidang, entah kenapa Thea belum menyadari jika kedua maniknya perlahan tersihir karena pemandangan tersebut. Bahu lebar itu terlihat begitu luas dari jarak dekat, kali ini Thea lebih lekat menatap setiap inci tubuh atletis seorang pria. "Itu ada 8," gumamnya tanpa sadar menganga tak mampu mengontrol ekspresi, Seketika berhasil mengundang tawa singkat di wajah Nathan, merasa senang melihat tingkah gadis yang terkesan menggemaskan. Perlahan menoleh demi melempar kaos ke sisi lain, "Apa kau menghitungnya?" sontak Nathan merendahkan suara sambil menerbitkan senyum licik, "Aa-tidak!" geleng Thea, baru menyadari apa yang telah dilakukan. Pasti wajahnya terlihat seperti orang bodoh saat tertegun hanya karena hal sepele, reflek Thea mengalihkan pandanga
"Huh! Apa dia bilang? Perutku penuh dengan lemak! Memangnya dia pernah melihat perutku--seenaknya saja menghina tanpa bukti." gerutu Thea mendengus kesal,Dengan hati yang terbakar amarah dia berdiri di depan cermin besar, meletakkan tumpukan kain ke atas penyangga kaca. Masih sigap memasang wajah muram karena terus teringat ucapan pria tadi,Sigap dilepasnya dress formal yang melekat demi segera mengenakan salah satu setelan lain. Entah kenapa sekilas muncul senyum cerah di wajah Thea,Tercipta satu tujuan jika dia harus bisa mematahkan hinaan tadi demi menjaga harga diri. Bahkan Thea mulai membayangkan ketika wajah angkuh itu terpesona dengan tubuh indahnya,Doeng!
Meski merasa terpaksa, gadis itu tetap melangkah maju hingga mendapati beberapa pelayan datang dengan meja dorong berisi berbagai macam hidangan.Seketika rasa kesal dalam hati Thea terganti dengan rasa lapar yang mengguncang penduduk di dalam perut. Lengkung bibir itu terukir sempurna seraya membuka jalan bagi pelayan untuk menyelesaikan tugasnya,"Taruh saja disitu. Aku akan menatanya sendiri," celetuk Thea begitu tak sabar mencicipi salah satu makanan yang sangat menggoda hingga membuatnya berulang kali menelan saliva.Beruntung dia masih bisa mempertahankan raut datar demi menjaga citra di hadapan mereka. Perlahan setiap pelayan berbaris dengan kepala tertunduk,"Karena malam masih panjang, apa setelah ini---Nyo
Aroma bunga lily yang masih melekat pada urai legam pria itu mampu membuat Thea mengernyit, sedikit bingung bagaimana bisa hidungnya dengan jelas menghirup wangi tersebut.Entah kenapa tanpa sadar dia terlelap sebelum menghabiskan setengah perjalanan, mungkin saja energi dalam tubuh Thea telah terisi penuh hingga menambah kepekaannya terhadap bau."Ng.." perlahan membuka mata, menemukan diri tengah bersandar pada jendela berukuran sedang.Seketika dia tersentak kaget karena menatap pemandangan awan yang begitu berbeda, sigap menoleh hingga menemukan sosok tinggi sedang duduk tepat di sampingnya. "Bapak! Kita ada dimana?""Pesawat," sahut Nathan datar tanpa menoleh,Mendengar kalimat tadi, tanpa ragu Thea menatap sekeliling yang hanya dipenuhi kursi kosong layar televisi juga perabotan modern yang tak mungkin ditemukan di dalam mobil."Perasaan aku tadi ada di dalam mobil.." gumam Thea mengerutkan alis, ber
"Hah?! K-kenapa!"Tentu saja gadis itu terkejut tak mampu berkutik mendengar saran aneh dari mulut Zen. Bukannya mendukung dan membiarkan Thea membantu karena pasti mengerti tentang emosi yang dirasakan, dia justru menggunakan ide aneh Nathan untuk mengusir mereka."Tu--" nyaris saja sebuah panggilan hormat muncul berkat batin yang terlalu antusias, beruntung dia sadar pada waktu yang tepat."Aku mohon, izinkan aku membantu..""Bukankah tadi sudah kujelaskan, bahwa kaulah target mereka. Liburan adalah cara yang tepat untuk kau bersembunyi,""Kau harus menghilang selama beberapa hari untuk mengecoh mereka. Dan Nathan akan menemanimu," beralih menatap sosok lain."Kau tidak boleh pergi kemanapun dan pastikan Thea selalu berada di sampingmu sampai keadaan aman----biarkan aku menjalankan rencana yang telah kami setujui," lugas Zen berhasil membujuk,Meski tidak tahu apapun tentang rencana yang dim
Karena gadis yang masih bersikeras mengajak Nathan ke suatu tempat, mau tidak mau setelah berganti pakaian mereka berdua pergi menaiki mobil yang dibawa oleh Romi.Kedatangan pria itu juga menyelesaikan kesalahpahaman yang beberapa saat lalu terjadi. "Thea, kenapa kau memintaku membawa baju? Padahal tadi, Pak Nathan sudah memakai baju baru."Seperti biasa dia menempati kursi depan agar tak mengganggu kenyamanan tuan muda. "Itu tadi, baju milik sepupuku..""Apa?!" sontak Romi terkejut mendengar kebenaran yang belum pernah terjadi,"Sudahlah lupakan saja. Itu telah berlalu! Jangan sampai ada yang kesal karena kita membicarakan hal tadi," bisik Thea berhasil menghentikan perbincangan,Menit berlalu kendaraan beroda empat itu telah melewati gerbang besar yang menuntun ke depan gedung megah familiar milik keluarga Adelard.Muncul helaan nafas panjang, dari seorang pria berjas coklat yang tengah melirik sekilas