Arsen, Leina dan Hans makan siang bersama. Untuk beberapa menit pertama, tidak ada yang bicara. Tetapi tak lama berselang— Hans berhenti makan, lalu menatap Leina. Ada banyak sekali pertanyaan dalam benaknya."Leina, apa mungkin kamu terkena hipnotis lagi? kamu sudah bersama Nathan semalaman," ucap Hans.Leina menjawab, "yang menghipnotisku bukan Nathan. Orang yang menelpon di telepon rumah waktu itu suaranya berbeda dengan Nathan."Arsen tidak kaget. Dia sendiri sudah curiga kalau mungkin bukan Nathan pelakunya. "Kalau beda berarti memang bukan dia pelakunya. Kata Ritta, orang yang menghipnotis Leina harusnya bersuara sama. Efek hipnotisnya tidak akan terjadi jika berbeda. Lagipula—“"Lagipula?” Hans menunggu.Arsen masih berpikir sejenak. Setelah satu menit, dia melanjutkan, “lagipula saat aku berhadapan dengannya, dia tidak kelihatan seperti ahli dalam hal hipnotis.""Mungkin dia menyuruh orang lain.""Tidak ada orang lain lagi di rumahnya. Hanya dia dan para penjaganya yang patah.
Arsen pulang dengan menggunakan taksi tak lama setelah mengantarkan Serena pulang. Dia sedikit sedih— jauh di lubuk hatinya, dia tidak mau melukai hati siapapun, apalagi Serena. Ini bukan keinginannya. Bagaimana pun, Serena itu teman dekatnya sejak sepuluh tahun silam.Arsen kepikiran itu hingga sampai di rumah.Ternyata, Hans sudah pulang. Aneh memang. Kenapa pria itu pulang? Bukankah mereka akan membahas hal penting?Leina sendiri tidak memberitahu apapun. Dia hanya senyum-senyum, lalu masuk kamar. Berkat Hans, dia bisa mempersiapkan ulang tahun Arsen.Di malam hari, setelah makan— dia membuat adonan kue ulang tahun. Segala jenis masakan sudah dikuasai, jadi tak ada masalah membuat kue semacam itu.Arsen heran Leina masih betah di dapur. "Kamu sedang buat apa?""Aku mau buat kue.""Kenapa tidak besok saja? Sekarang sudah malam, loh. Sudahlah, tidur saja— besok lanjutkan.""Kamu saja yang tidur, aku tidak mengantuk, kok. Aku sedang ingin makan kue, sudah lama aku tidak makan.""Baga
Arsen dan Leina duduk bersebelahan, tepat di hadapan mereka ada kue ulang tahun. Arsen memotong kue ulang tahunnya, dan memberikan potongan pertama kepada Leina. Namun, wanita itu malah membuka mulut, tak mau makan sendiri, maunya disuapi.Sikap manja Leina sedikit mengejutkan Arsen. Dia juga agak malu. Kalau dahulu, dia mungkin biasa saja— tetapi sekarang, rasanya sangat ...... menegangkan.Mau tidak mau, dia harus menyuapi Leina. Berada dekat dengan Leina tak pernah setegang ini sebelumnya— apa karena hubungan mereka sudah jelas sekarang? Tidak mungkin menyembunyikan perasaannya lagi?Leina mengambil alih sendoknya. Giliran dia yang menyuapi Arsen. Senyuman manis tak pernah pudar dari bibirnya— betapa bahagia dia sekarang. Dia mengetahui perasaan Arsen, tinggal membuatnya mengaku saja.Selama beberapa menit terjadi keheningan di antara mereka. Tidak ada yang bicara. Keduanya saling bertukar pandangan.Kedua mata Leina memancarkan aura yang polos dan tulus— ini membuat Arsen tenggel
Leina terbangun dari tidurnya usai mendengar suara siulan aneh. Dia mengerjap-ngerjapkan mata beberapa kali— lalu melihat sekitar. Kelopak mata masih berat, benar-benar mengantuk.Jarum jam menunjuk ke pukul tujuh pagi. Normalnya, dia sudah menyiapkan sarapan. Akan tetapi, aktifitas semalam membuat sendi-sendi tubuh lemas— tak sanggup untuk bergerak leluasa.Suasana kamar Arsen remang-remang. Sinar matahari tak mampu menembus kelambu abu-abu jendela."Barusan itu siulan ... " gumam Leina menoleh ke arah jendela. Ada orang yang bersiul di luar sana. Tapi, siapa? Apa ditunjukkan ke sini?Aneh, rasanya tidak asing. Dia bingung, kenapa rasanya kenal dengan siulan tersebut. Bukankah bunyi siulan pasti sama saja?Aneh.Arsen ikut membuka mata. Pria yang tidur di sebelahnya itu sudah tahu Leina bangun dari tadi. Dengan suara agak malas, dia menyambut, "selamat pagi, Leina— ada apa?""Eh ... tidak apa." Leina tersadar kalau tidur satu ranjang dengan Arsen, dan di bawah selimut— tubuh mereka t
Leina puas menghabiskan waktu berdua dengan Arsen dengan menonton film di ruang tengah. Hari ini lebih istimewa daripada kencan-kencan mereka sebelumnya. Sangat istimewa. Iya, karena sekarang mereka adalah pasangan kekasih. Hari jadian mereka adalah hari ulang tahun Arsen. Jadi, tidak ada alasan tidak merayakannya tahun depan. Malam harinya, Leina masuk ke kamar untuk beranjak tidur. Namun, ia baru sadar ketika bantalnya tidak ada di atas ranjang. Dia mencari di sekitar, tetap tidak ada. Terpaksa, dia keluar kamar— lalu masuk ke dalam kamar Arsen. "Arsen!" panggilnya. "Apa?" Arsen berjalan ke ranjang sambil mengancingkan kemeja tidurnya. "Bantal— oh?" Leina heran melihat bantalnya sudah ada di sebelah bantal Arsen. "Kenapa bantalku ada di kasurmu?" Arsen tersenyum padanya. Dia menjawab, "sudah jelas 'kan? Mulai sekarang, kamu tidur denganku." "Kenapa?" "Ada yang salah?" Pipi Leina memerah. "Tapi ..." "Sudah telat kalau malu, Leina," balas Arsen sambil menahan t
Arsen membiarkan Leina untuk beristirahat sejenak. Mereka saling memandang, saling tersenyum. Leina menggigit bibir bawah. Ia tak henti menatap Arsen, terangsang berat. Tak hanya dirinya, Arsen pun tergoda dengan wajah cabul wanita itu. Dia berkata lirih, "jika papa kamu masih hidup, dia pasti membunuhku karena berani menyetubuhi putrinya yang masih bocah ini." "Aku bocah? ... Tapi kenapa kamu buas sekali mainnya sama bocah begini?“ Suara Leina sengaja dibuat begitu manja serta setengah mendesah, semua untuk merayu Arsen. Arsen mengecup bibir Leina, kemudian kecupannya menyebar ke pipi dan berhenti di cuping telinga kiri. Dia berbisik, ”... soalnya kamu menggairahkan sekali.“ Dia mendesah lirih. Miliknya terus mengoyak bagian dalam Leina, menggaruk-garuk, memberikan tekanan maju mundur hingga keringat bercucuran deras. "Arsen..." Tubuh Leina. menegang lagi. Dia tidak bisa lama-lama kalau bercinta dengan cara yang liar begitu. Arsen tak mau menyia-nyiakan apa yang ada d
Leina menyiapkan makan malam seperti biasa. Jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, dan semua hidangan sudah tersaji di meja. Namun, wanita itu hanya duduk diam di kursinya— menanti Arsen pulang.Dia tidak akan makan sebelum ada Arsen. Ini sudah terjadi selama tiga tahun belakangan, jadi dia sudah terbiasa.Sesekali, dia menengok keluar jendela— terlihat kalau hujan sudah turun. Menurut perkiraan cuaca, hujan akan terus melanda di malam hari sepanjang bulan ini.Ini akhir tahun, banyak yang harus dipersiapkan, jelas membutuhkan banyak uang. Uang dari kasus-kasus sebelumnya sudah terlanjur masuk ke deposito."Untung ada kasus lagi, jadi nanti aku bisa belanja untuk pesta tahun baru ..." ucap Leina membayangkan pesta bakar-bakar di tahun baru bersama Hans dan yang lain.Tak berselang lama, terdengar deru kendaraan masuk ke dalam garasi. Arsen sudah pulang. Suara langkah kakinya saat menaiki anak tangga juga terdengar.Pria itu mencium aroma sedap begitu masuk ke ruang makan. "Kam
Keesokan harinya ...Arsen memilih-milih pakaian yang harus dikenakan oleh Leina saat penyusupan nanti malam. Semua baju seksi sudah tersebar di atas ranjang— tapi dia tak ingin Leina memakainya."Kenapa semuanya rok pendek?“ Dia berkomentar.Leina, yang berdiri di sebelahnya, menjawab, "ini baju-baju seksi pemberian Serena yang cocok untuk ukuranku. Mau bagaimana lagi, bukannya pelacur harus berpakaian begini?”"Sayang— jujur saja, wajahmu ini terlalu polos untuk jadi pelacur,“ sahut Arsen sembari menangkup pipi Leina dengan kedua tangannya. Dia terlihat tak malu-malu lagi menunjukkan sisi gemasnya.Berbeda dengannya, Leina masih malu. Dia masih belum terbiasa dipanggil dengan sayang— rasanya memang seperti mimpi.Dia menggenggam kedua pergelangan tangan Arsen, berusaha untuk melepaskan pipinya. Akan tetapi, tangan pria itu masih teguh menangkupnya. "Lepas, kita harus serius ini— nanti malam rencana kita harus berhasil. Jadi, gimana? Aku harus pakai yang mana?” pintanya.Arsen mele