Arsen dan Leina duduk bersebelahan, tepat di hadapan mereka ada kue ulang tahun. Arsen memotong kue ulang tahunnya, dan memberikan potongan pertama kepada Leina. Namun, wanita itu malah membuka mulut, tak mau makan sendiri, maunya disuapi.Sikap manja Leina sedikit mengejutkan Arsen. Dia juga agak malu. Kalau dahulu, dia mungkin biasa saja— tetapi sekarang, rasanya sangat ...... menegangkan.Mau tidak mau, dia harus menyuapi Leina. Berada dekat dengan Leina tak pernah setegang ini sebelumnya— apa karena hubungan mereka sudah jelas sekarang? Tidak mungkin menyembunyikan perasaannya lagi?Leina mengambil alih sendoknya. Giliran dia yang menyuapi Arsen. Senyuman manis tak pernah pudar dari bibirnya— betapa bahagia dia sekarang. Dia mengetahui perasaan Arsen, tinggal membuatnya mengaku saja.Selama beberapa menit terjadi keheningan di antara mereka. Tidak ada yang bicara. Keduanya saling bertukar pandangan.Kedua mata Leina memancarkan aura yang polos dan tulus— ini membuat Arsen tenggel
Leina terbangun dari tidurnya usai mendengar suara siulan aneh. Dia mengerjap-ngerjapkan mata beberapa kali— lalu melihat sekitar. Kelopak mata masih berat, benar-benar mengantuk.Jarum jam menunjuk ke pukul tujuh pagi. Normalnya, dia sudah menyiapkan sarapan. Akan tetapi, aktifitas semalam membuat sendi-sendi tubuh lemas— tak sanggup untuk bergerak leluasa.Suasana kamar Arsen remang-remang. Sinar matahari tak mampu menembus kelambu abu-abu jendela."Barusan itu siulan ... " gumam Leina menoleh ke arah jendela. Ada orang yang bersiul di luar sana. Tapi, siapa? Apa ditunjukkan ke sini?Aneh, rasanya tidak asing. Dia bingung, kenapa rasanya kenal dengan siulan tersebut. Bukankah bunyi siulan pasti sama saja?Aneh.Arsen ikut membuka mata. Pria yang tidur di sebelahnya itu sudah tahu Leina bangun dari tadi. Dengan suara agak malas, dia menyambut, "selamat pagi, Leina— ada apa?""Eh ... tidak apa." Leina tersadar kalau tidur satu ranjang dengan Arsen, dan di bawah selimut— tubuh mereka t
Leina puas menghabiskan waktu berdua dengan Arsen dengan menonton film di ruang tengah. Hari ini lebih istimewa daripada kencan-kencan mereka sebelumnya. Sangat istimewa. Iya, karena sekarang mereka adalah pasangan kekasih. Hari jadian mereka adalah hari ulang tahun Arsen. Jadi, tidak ada alasan tidak merayakannya tahun depan. Malam harinya, Leina masuk ke kamar untuk beranjak tidur. Namun, ia baru sadar ketika bantalnya tidak ada di atas ranjang. Dia mencari di sekitar, tetap tidak ada. Terpaksa, dia keluar kamar— lalu masuk ke dalam kamar Arsen. "Arsen!" panggilnya. "Apa?" Arsen berjalan ke ranjang sambil mengancingkan kemeja tidurnya. "Bantal— oh?" Leina heran melihat bantalnya sudah ada di sebelah bantal Arsen. "Kenapa bantalku ada di kasurmu?" Arsen tersenyum padanya. Dia menjawab, "sudah jelas 'kan? Mulai sekarang, kamu tidur denganku." "Kenapa?" "Ada yang salah?" Pipi Leina memerah. "Tapi ..." "Sudah telat kalau malu, Leina," balas Arsen sambil menahan t
Arsen membiarkan Leina untuk beristirahat sejenak. Mereka saling memandang, saling tersenyum. Leina menggigit bibir bawah. Ia tak henti menatap Arsen, terangsang berat. Tak hanya dirinya, Arsen pun tergoda dengan wajah cabul wanita itu. Dia berkata lirih, "jika papa kamu masih hidup, dia pasti membunuhku karena berani menyetubuhi putrinya yang masih bocah ini." "Aku bocah? ... Tapi kenapa kamu buas sekali mainnya sama bocah begini?“ Suara Leina sengaja dibuat begitu manja serta setengah mendesah, semua untuk merayu Arsen. Arsen mengecup bibir Leina, kemudian kecupannya menyebar ke pipi dan berhenti di cuping telinga kiri. Dia berbisik, ”... soalnya kamu menggairahkan sekali.“ Dia mendesah lirih. Miliknya terus mengoyak bagian dalam Leina, menggaruk-garuk, memberikan tekanan maju mundur hingga keringat bercucuran deras. "Arsen..." Tubuh Leina. menegang lagi. Dia tidak bisa lama-lama kalau bercinta dengan cara yang liar begitu. Arsen tak mau menyia-nyiakan apa yang ada d
Leina menyiapkan makan malam seperti biasa. Jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, dan semua hidangan sudah tersaji di meja. Namun, wanita itu hanya duduk diam di kursinya— menanti Arsen pulang.Dia tidak akan makan sebelum ada Arsen. Ini sudah terjadi selama tiga tahun belakangan, jadi dia sudah terbiasa.Sesekali, dia menengok keluar jendela— terlihat kalau hujan sudah turun. Menurut perkiraan cuaca, hujan akan terus melanda di malam hari sepanjang bulan ini.Ini akhir tahun, banyak yang harus dipersiapkan, jelas membutuhkan banyak uang. Uang dari kasus-kasus sebelumnya sudah terlanjur masuk ke deposito."Untung ada kasus lagi, jadi nanti aku bisa belanja untuk pesta tahun baru ..." ucap Leina membayangkan pesta bakar-bakar di tahun baru bersama Hans dan yang lain.Tak berselang lama, terdengar deru kendaraan masuk ke dalam garasi. Arsen sudah pulang. Suara langkah kakinya saat menaiki anak tangga juga terdengar.Pria itu mencium aroma sedap begitu masuk ke ruang makan. "Kam
Keesokan harinya ...Arsen memilih-milih pakaian yang harus dikenakan oleh Leina saat penyusupan nanti malam. Semua baju seksi sudah tersebar di atas ranjang— tapi dia tak ingin Leina memakainya."Kenapa semuanya rok pendek?“ Dia berkomentar.Leina, yang berdiri di sebelahnya, menjawab, "ini baju-baju seksi pemberian Serena yang cocok untuk ukuranku. Mau bagaimana lagi, bukannya pelacur harus berpakaian begini?”"Sayang— jujur saja, wajahmu ini terlalu polos untuk jadi pelacur,“ sahut Arsen sembari menangkup pipi Leina dengan kedua tangannya. Dia terlihat tak malu-malu lagi menunjukkan sisi gemasnya.Berbeda dengannya, Leina masih malu. Dia masih belum terbiasa dipanggil dengan sayang— rasanya memang seperti mimpi.Dia menggenggam kedua pergelangan tangan Arsen, berusaha untuk melepaskan pipinya. Akan tetapi, tangan pria itu masih teguh menangkupnya. "Lepas, kita harus serius ini— nanti malam rencana kita harus berhasil. Jadi, gimana? Aku harus pakai yang mana?” pintanya.Arsen mele
Arsen merenggangkan kedua paha Leina, membuat rok gaunnya tersingkap sampai atas. Alhasil, celana dalam hitam yang dikenakannya terlihat jelas. Seksi, menggoda, menggairahkan. Arsen terangsang berat hanya karena melihat itu. Dia sendiri juga tak mengerti kenapa seolah hilang kontrol diri. Padahal, selama bertahun-tahun, dia sanggup menahan birahi. Akan tetapi, sekarang— melihat Leina seksi sedikit, bawaannya langsung tegang. Apa karena dia sudah merasakan kenikmatan saat bersama Leina? Kenikmatan yang susah ditolak? Dia seperti kembali ke masa remaja dimana baru mengenal nikmatnya surga dunia, dan itu membuatnya ketagihan. Tak peduli ocehan wanita itu, dia buru-buru menurunkan celana dalam yang dipakai. Pemandangan indah pun termpang di depan muka— Leina sudah membiusnya akhir-akhir ini. Makin hari, dia makin dibuat gila, tergila-gila dengan area sensitif kekasihnya itu. Tanpa basa-basi, dia menciumi paha atas Leina, merasakan kelembutannya, mencium aroma khas kesegara
Leina dan Arsen berangkat menuju ke lokasi tujuan. Kawasan Rose memang cukup luas, tidak pernah kelihatan ada mobil patroli polisi. Tempatnya agak jauh dari pusat kota.Beruntung, klub malam milik sang bos judi alias Franco berada jauh dari kediaman Nathan. Jadi, Leina sedikit lega, kemungkinan bertemu pria itu atau anak buahnya menurun.Arsen tidak berpikir demikian, sejak turun mobil, dia sudah waspada sekitar. Entah mengapa, firasatnya buruk— apa mungkin Nathan atau anak buahnya masih mengintai?Dari parkiran, suara-suara keras dari musik dalam klub sudah terdengar. Terlihat banyak sekali anak muda yang berhamburan di depan untuk menanti giliran ijin masuk ke dalam.Ada dua petugas pria yang menjaga pintu masuk. Merekalah yang bertugas memilih siapa saja yang boleh masuk.Iya, untuk masuk pun selain membutuhkan tiket yang melingkar di pergelangan tangan, seseorang harus berpenampilan menarik. Orang-orang yang punya selera berpakaian jelek serta dandanan norak dilarang masuk.Leina
Leina menuruti permintaan Arsen untuk menginap di rumah Dokter Tony. Dialah yang menyiapkan makan malam untuk mereka semua.Dokter Tony sampai takjub dengan makanan yang ada di meja. Dia melihat Arsen dan Leina yang sudah duduk di kursi masing-masing."Rasanya seperti punya putra dan menantu yang baik," katanya sesekali tersenyum pada Arsen.Arsen fokus makan saja, tak mau menanggapi ucapan bermakna ganda dari pria itu. Iya, dia tahu kalau kemungkinan Dokter Tony sudah menduga niatnya mengajak Leina bermalam di situ."Ngomong-ngomong Leina, kamu harusnya tidak perlu memasak sebanyak ini, kamu pasti lelah—“ kata Dokter Tony.Leina tersenyum. "Tidak masalah, Dok. Aku suka masak, kok ... Lagian ..." Ucapannya terhenti, mana mungkin dia mengatakan kalau dia memang masak banyak untuk memperingati ulang tahunnya besok. "Tidak apa, pokoknya aku senang masak banyak.”Tidak ada yang bicara setelah itu. Baik Arsen maupun Leina sama-sama diam. Iya, apalagi Arsen yang sedikit gugup. Bagaimana tid
Leina mengunjungi Arsen di tempat Dokter beberapa hari sekali. Itupun dia hanya datang untuk mengantarkan sesuatu, entah itu masakannya atau barang-barang yang mungkin bisa membuat Arsen ingat. Dia jarang berinteraksi dengan Arsen sendiri.Arsen merasa jaraknya menjadi lebih jauh dari Leina. Akan tetapi, itu malah membuatnya merasa kalau wanita itu memang dekat dengannya. Dia ingin mengobrol dengannya.Hari ini, Leina datang hanya untuk mengantarkan saus daging buatannya karena Arsen menyukainya. Setelah itu, dia berpamitan pulang.Akan tetapi, saat berjalan menuju gerbang keluar dari rumah tersebut, dia langsung dihadang oleh Arsen. Leina kaget, kenapa pria itu ada di luar rumah?"Pulang lebih cepat tanpa menemuiku dulu?" tanya Arsen dengan suara datar. Dia sepertinya kecewa karena Leina seolah menjaga jarak.Leina menoleh ke arah rumah, lalu kembali menatap Arsen. Dia bertanya, "kenapa kamu malah di sini? Kamu 'kan lagi pengobatan? Cepat masuk— lagian kalau ada kenal sama kamu giman
Hans membuka mata.Untuk sesaat, dia masih memproses apa yang terjadi. Dia melihat langit-langit. Kemudian, dia melihat dirinya sendiri yang terbaring di atas ranjang— di dalam kamar yang tidak asing.Pandangannya mengarah ke luar jendela yang tengah terbuka. Udara pagi terasa sejuk dan menenangkan.Tak lama kemudian, pintu kamar itu terbuka, dan seseorang masuk. Dia adalah Ritta— yang langsung kaget melihat pria itu sudah bangun."Hans!“ panggilnya cepat. Dia buru-buru mendekati ranjang. ”Kamu sudah siuman?“Hans bangun dari ranjang. Tubuhnya masih sakit semua, tapi setidaknya sudah baik-baik saja. Dia menatap Ritta, lalu tersenyum. Dia tidak terlalu ingat apa yang terjadi sebelum dia tak sadarkan diri, tapi setidaknya dia berhasil membuat Ritta aman dan Tino ditangkap."Syukurlah kamu baik-baik saja,” katanya.Ritta ingin menangis melihat pria itu. Kedua matanya berair, benar-benar lega. Dia duduk di tepian ranjang, lalu tanpa mengatakan apapun, dia memeluk pria itu dengan seerat mu
Arsen hanya diam saat disuguhi oleh pasta saus daging buatan Leina. Dia masih melihat makanan di atas meja makan depannya itu. Pandangannya menjadi lebih tenang.Entah kenapa— rasanya seperti nostalgia, dan dia sadar akan hal tersebut.Aroma saus yang ada di atas pasta itu menggugah selera, tapi juga membuat sekilas ingatan muncul di kepala. Walaupun, tetap saja— dia masih belum ingat apapun.Dia menatap Leina yang duduk di kursi yang berseberangan meja dengannya. Wanita itu duduk manis sambil memandangi dia. Senyum hangat tampak menghiasi bibirinya.Aneh.Kenapa wanita itu tidak takut? Kenapa masih bisa tersenyum padanya? Kenapa tidak menunjukkan niat membunuh?Padahal tadi dia sudah berbuat kasar, melukainya, membuatnya hampir mati tercekik. Tetapi, senyum hangat tanlepas dari bibirnya.Aneh.Leina heran karena dipandangi terus. Dia bertanya dengan ragu, "ada apa? Kamu ... Kamu tidak suka?“Nasibnya bergantung dari suasana hati Arsen sekarang. Kalau pria itu tidak suka, maka dia sun
Ciuman yang diberikan oleh Leina sangat mengejutkan diri Arsen. Dia tidak mampu bertindak apapun, tidak sanggup melakukan apapun, tidak menolak juga. Bibir wanita itu terasa lembut dan mampu menghangatkan bibirnya yang dingin.Selama beberapa detik, dia hanya terdiam dengan napas yang tertahan. Arsen benar-benar diluluhkan oleh ciuman itu. Untuk sekejap, dia seperti lupa siapa dirinya dan untuk apa di sini. Yang dia pikirkan hanyalah— kenapa rasa ciuman ini begitu hangat?Leina ...Nama itu terlintas di pikiran Arsen. Dia masih betah dengan merasakan ciuman Leina. Dia seperti tertawan oleh bibir wanita itu, seakan tidak sanggup untuk berhenti. Bahkan, dia bak rela kehabisan napas jika itu bisa terus berciuman seperti ini.Segala pemikiran buruknya menjadi sirna untuk sesaat. Hatinya menjadi damai. Dia merasa hidup. Perasaan hangat yang belum pernah dirasakan—Atau ... dia lupakan?Tetapi, dia kemudian tersadar, lalu menjauh dari Leina sehingga ciuman mereka terlepas. Dia menarik napas
Para anak buah Tino membawa pergi Ritta pergi keluar rumah. Ini memaksa Hans untuk berlari mengejarnya. Dia khawatir juga pada Leina, tapi situasinya sangat sulit.Leina sendiri masih berada dalam cengkraman sang kekasih. Dia makin sedih— tidak pernah membayangkan kalau Arsen akan kehilangan ingatannya tentang mereka semua.Butir demi butir air mata mengalir keluar dari kedua matanya. Hanya kesedihan yang menerpanya sekarang."Arsen ... tolong sadarlah!“ pintanya.Dia sama sekali tidak peduli dengan cekikan Arsen yang makin erat. Napasnya sudah sangat terbatas. Ini membuat dada sesak dan pandangan mulai kabur karena pasokan oksigen ke otak menipis.Arsen masih memandangi wajah Leina, berusaha mengingat wanita itu, tapi masih ada kabut hitam yang menyelimutinya. "Aku tidak kenal siapa kamu, tapi kamu memang sepertinya—"Ucapannya terhenti kala merasakan sakit kepala lagi. Entah mengapa, tatapan Leina yang dibanjiri air mata membuatnya tidak nyaman.Ada apa ini?Dia merasa dadanya ikuta
"KELUARKAN AKU DARI SINI!"Teriakan kencang keluar dari mulut Serena berulang kali. Dia sangat panik, takut dan juga gelisah berada di tabung kaca yang perlahan memasukkan air ke dalam.Iya. Dia dikurung di dalam situ dari beberapa jam yang lalu. Sekarang air yang merendam di bawah sudah sampai pinggang. Tinggal menunggu waktulagi sebelum dia benar-benar akan tenggelam.Dia berusaha keras menggebrak - gebrak kaca tabung itu, tapi sekuat apapun pukulannya, tak berhasil juga meretakkan kaca tersebut. Iya, rasanya dia sudah terjebak di dalam permainan sulap, dimana dia tak bisa keluar.Yang lebih memuakkan adalah sejak tadi sudah ada orang yang duduk di kursi tepat di depan tabung. Orang itu bagaikan penonton sulap yang menanti kapan Serena akan mati terendam di dalam tabung."KELUARKAN AKU, WANITA BODOH!" teriak Serena yang muak dan makin panik. Dia tidak terima dengan semua ini. "KENAPA KAMU DIAM SAJA! HARUSNYA KALIAN MEMBAWAKU PERGI MENEMUI ARSEN! MANA ARSEN-KU!""Berisik sekali, sih?
Melawan Arsen dengan kekuatan sendiri itu mustahil, Hans sadar akan hal itu. Karena itulah, dia menjelaskan trik yang bisa dipakai untuk melawannya.Berhubung mereka juga tidak memiliki waktu untuk mengumpulkan rekan, jadi mau tidak mau harus mengandalkan kemampuan diri sendiri.Sesuai dugaannya, ternyata Tino menemukan tempat persembunyian mereka di keesokan harinya. Mereka tidak ragu-ragu langsung masuk ke dalam kawasan perumahan ini. Dia memanfaatkan kondisi perumahan yang sedang sepi untuk menyusup. Dia memerintahkan banyak anak buahnya untuk mengintai di sekitar rumah target."Bagus, sesuai keinginan kita, tetangga kanan, kiri dan depan sedang pergi," ucap Tino saat melihat rumah persinggahan Ritta di seberang jalan. Dia berdiri tepat di bawah pohon rindang, ditemani oleh Nathan.Nathan melihat suasana perumahan yang sepi padahal sudah siang. "Tempat ini sepi sekali ... tapi pasti ada yang masih di rumah 'kan? Bagaimana kalau ada yang mendengar?""Tenang saja, itulah gunanya aku
Leina dan Ritta berhasil sampai di rumah persinggahan darurat dengan aman. Saat mereka sampai, hari sudah gelap.Mereka beruntung tidak ada yang mengikuti. Akan tetapi, Ritta terus menyibukkan diri dengan mengaktifkan keamanan rumah. Dia juga masuk ke ruang monitor. Sebelumnya, Hans meretas kamera pengawas jalan dan disambungkan ke ruang tersebut. Dengan begini, dia bisa tahu kalau ada orang mencurigakan sedang mengawasi rumah.Bangunan itu sendiri berada di dalam perumahan, tidak terlalu padat penduduk. Iya, itu karena lokasinya berada di wilayah di mana kebanyakan penghuni adalah pebisnis yang jarang pulang. Sekalipun tetangga kanan dan kiri rumah singgah itu sudah ada dihuni, tapi penghuninya jarang pulang. Tak heran, kawasan itu sangat sepi.Saat Ritta sibuk dengan semua itu, Leina membuatkan makan malam untuk mereka. Mereka makan malam tak lama kemudian. Tidak ada yang dibicarakan setelah itu karena keduanya sangat lelah.Karena hal itulah, mereka berdua langsung memutuskan un