Arsen merenggangkan kedua paha Leina, membuat rok gaunnya tersingkap sampai atas. Alhasil, celana dalam hitam yang dikenakannya terlihat jelas. Seksi, menggoda, menggairahkan. Arsen terangsang berat hanya karena melihat itu. Dia sendiri juga tak mengerti kenapa seolah hilang kontrol diri. Padahal, selama bertahun-tahun, dia sanggup menahan birahi. Akan tetapi, sekarang— melihat Leina seksi sedikit, bawaannya langsung tegang. Apa karena dia sudah merasakan kenikmatan saat bersama Leina? Kenikmatan yang susah ditolak? Dia seperti kembali ke masa remaja dimana baru mengenal nikmatnya surga dunia, dan itu membuatnya ketagihan. Tak peduli ocehan wanita itu, dia buru-buru menurunkan celana dalam yang dipakai. Pemandangan indah pun termpang di depan muka— Leina sudah membiusnya akhir-akhir ini. Makin hari, dia makin dibuat gila, tergila-gila dengan area sensitif kekasihnya itu. Tanpa basa-basi, dia menciumi paha atas Leina, merasakan kelembutannya, mencium aroma khas kesegara
Leina dan Arsen berangkat menuju ke lokasi tujuan. Kawasan Rose memang cukup luas, tidak pernah kelihatan ada mobil patroli polisi. Tempatnya agak jauh dari pusat kota.Beruntung, klub malam milik sang bos judi alias Franco berada jauh dari kediaman Nathan. Jadi, Leina sedikit lega, kemungkinan bertemu pria itu atau anak buahnya menurun.Arsen tidak berpikir demikian, sejak turun mobil, dia sudah waspada sekitar. Entah mengapa, firasatnya buruk— apa mungkin Nathan atau anak buahnya masih mengintai?Dari parkiran, suara-suara keras dari musik dalam klub sudah terdengar. Terlihat banyak sekali anak muda yang berhamburan di depan untuk menanti giliran ijin masuk ke dalam.Ada dua petugas pria yang menjaga pintu masuk. Merekalah yang bertugas memilih siapa saja yang boleh masuk.Iya, untuk masuk pun selain membutuhkan tiket yang melingkar di pergelangan tangan, seseorang harus berpenampilan menarik. Orang-orang yang punya selera berpakaian jelek serta dandanan norak dilarang masuk.Leina
Arsen melihat sekitar parkiran, mencari keberadaan serena. Akan tetapi, sejauh mata memandang, tidak ada siapapun di sana, kecuali beberapa penjaga yang berpatroli. Area parkiran khusus VIP pun tidak ada tanda-tanda keberadaan Serena. Dia berhenti sejenak di bangunan samping klub malam itu, dan hendak menelpon Serena. Sebelum melakukan itu, dia dikejutkan dengan suara langkah kaki yang mendekat dari belakangnya. Karena sosok itu tidak mengeluarkana aura membunuh, makanya Arsen tidak mendeteksi keberadaannya. "Halo, Ouro," sapa orang tersebut. Suara asing yang tak dikenali oleh Arsen. Dia berbalik badan— dan tahu-tahu sebuah tinju di arahkan ke wajahnya. Secara reflek Arsen menepis tinju tersebut. Lalu, membalasnya dengan melepaskan pukulan pula. Namun, orang itu berhasil menghindar pula. Arsen memperhatikan sosok pria tersebut. Kelihatannya memang asing, tapi entah mengapa— dia seperti pernah melihatnya di suatu tempat. Apa cuma kebetulan? Tetapi, yang pasti— orang itu pasti be
Orang yang ditemui Franco adalah Nathan. Mereka bertemu di ruangan lain di banguna kecil samping klub malam.Mereka duduk saling berhadapan. Franco menahan tawa sambil menikmati segelas minuman beralkohol.Nathan tampak kesal. "Brengsek, sudah kuduga— wanita sialan itu akan berkhianat. Bisa-bisanya dia membiarkan adiknya membawa kabur Leina-ku.""Harusnya tadi aku meminta Henry untuk menjaganya—" kata Franco menoleh pada bodguard yang berdiri tepat di sebelahnya. Dia memberikan tatapan selidik ke pria itu. "Tapi, kelihatannya mustahil, bahkan bodguard-ku tadi juga merasakan takut, iya 'kan?"Pengawal pribadinya itu agak kaget, ternyata tuannya mengetahui kalau tadi dia sempat bersitegang dengan Arsen. "Maaf, Tuan.""Tak apa, aku tadinya tidak mengerti, tapi setelah mengetahui siapa pria itu— sekarang aku paham. Ouro itu ternyata pembunuh dari masa lalu ... aku baru tahu namanya Ouro, dulu orang-orangku hanya menyebutnya pria bayangan."Nathan masih memperlihatkan raut wajah tidak suka
Serena masih berpandangan serius dengan Leina. Dia tidak terima harus kalah dengan seorang wanita yang baru mengenal Arsen tiga tahun tersebut.Dia mendekati Leina dengan langkah anggunnya. Kemudian, dia menyentuh dagu wanita itu diangkatnya sedikit agar wajah mereka saling bertemu.Tinggi badan mereka memang agak berbeda. Leina lebih pendek daripada meskipun menggunakan hak tinggi.Serena berkata lirih, "jangan remehkan aku, Gadis cilik. Jangan berbicara seolah-olah aku mengejar cinta Arsen— kamu salah, dia yang mengejar cintaku. Itu hal yang wajar, pesonaku jauh lebih hebat daripada gadis biasa sepertimu.""Jangan menyentuhku!“ Leina menepis tangan Serena, kemudian mundur beberapa langkah. Padahal sama-sama wanita, tapi dia merasakan dadanya berdebar.Iya, Leina sendiri tak menampik kalau keberadaan Serena begitu menegangkan. Wanita itu punya daya pikat yang mematikan.Serena tersenyum mengejek. "Kamu harusnya tahu apa yang dilakukan Arsen tadi— dia menolongku tapi masih sempat-semp
Sesampainya di rumah, Leina masih kepikiran tentang ucapan Serena. Tetapi, meskipun demikian, dia tidak bisa menyalahkan Arsen kalau dulu pernah tidur dengan wanita lain— itu haknya.Padahal dia sudah menerima hal itu. Hanya saja— tidur dengan Serena adalah sesuatu yang mengejutkan. Ini artinya hubungan mereka memang seintim itu dahulu. Apakah dia yang menjadi orang ketiga? Apakah ucapan Serena memang benar? Apakah Arsen hanya ingin tidur dengannya— sementara cintanya akan selalu bersama Serena?Tidak mungkin.Arsen berkata cinta padanya dengan tulus. Ucapannya tidak mengandung kebohongan sedikitpun. Leina sungguh merasakan cintanya yang tulus. Pria itu tidak berbohong saat mengutarakan cinta.Tetapi, kenapa hatinya tetap gelisah dan tidak tenang? Ada perasaan yang tidak nyaman sejak berbicara dengan Serena.Dia mengakui kalau Serena jauh lebih baik darinya dari segi fisik. Selain itu, wanita itu juga jauh lebih dewasa, jauh lebih terampil dan bisa beladiri.Untuk ke sekian kalinya,
Hujan melanda sejak pagi. Usai sarapan, Leina membuatkan kopi untuk Arsen yang seperti biasa menonton televisi di ruang tengah. Beberapa kali, dia menghela napas sambil menengok ke luar jendela. Hujan makin deras, udara makin dingin, suasana hati jadi tidak nyaman. Arsen terlihat duduk di sofa panjang sambil menikmati camilan. Dia menatap Leina sambil bertanya, "ada apa, Sayang? Kamu kelihatan sendu dari tadi." Dia menepuk pahanya, lalu berkata lagi, "kemarilah, duduk di pangkuanku." "Kamu ini bisa santai ya padahal kita tak punya pekerjaan." "Mau bagaimana lagi, berhubung kita memutuskan hubungan dengan Serena, artinya tidak ada kasus." "Lalu bagaimana? Kita tidak punya uang. Sebentar lagi tahun baru—yang benar saja kita kelaparan di saat seperti ini?“ Arsen tersenyum. "Santai saja, aku mendapat kasus dari Hans. Nanti malam akan kukerjakan." "Sungguh?” "Iya, uang mukanya juga sudah aku terima, nanti aku transfer ke rekening Bank kamu. Jadi, kita tetap bisa merayakan tahun b
Serena tidak terima dengan kejadian semalam. Dia menyendiri di dalam amarnya seharian, tidak ingin kemanapun, tidak ingin bertemu dengan siapapun. Hidupnya seolah terombang-ambing.Dia duduk di atas atas ranjangnya sembari memegang potret Tino bersama Arsen. Hatinya sangat hancur— momen kebersamaannnya dengan pria itu dan Arsen memenuhi kepalanya.Tidak bisa.Dia masih tidak rela dengan apa yang terjadi. Jika bukan Tino, dia menginginkan Arsen. Namun— apa yang dia dapat sekarang.Air mata membanjiri pipinya. Di suasana kamar yang redup akibat kelambu jendela yang belum dibuka itu, dia terus menangis."Aku tidak terima ini, Arsen, teganya kamu meninggalkanku ... padahal dulu kamu selalu menggodaku, apa itu cuma candaan saja?" Serena berbicara dengan dirinya sendiri sambil terus menatap foto.Jemarinya menyentuh wajah Tino, ke wajah Arsen. Jika ditanya siapa yang paling dia cintai, tentu saja itu Arsen— tapi, dahulu, dia hampir ingin menerima cinta Tino karena Tino-lah yang berani membe