Serena tidak terima dengan kejadian semalam. Dia menyendiri di dalam amarnya seharian, tidak ingin kemanapun, tidak ingin bertemu dengan siapapun. Hidupnya seolah terombang-ambing.Dia duduk di atas atas ranjangnya sembari memegang potret Tino bersama Arsen. Hatinya sangat hancur— momen kebersamaannnya dengan pria itu dan Arsen memenuhi kepalanya.Tidak bisa.Dia masih tidak rela dengan apa yang terjadi. Jika bukan Tino, dia menginginkan Arsen. Namun— apa yang dia dapat sekarang.Air mata membanjiri pipinya. Di suasana kamar yang redup akibat kelambu jendela yang belum dibuka itu, dia terus menangis."Aku tidak terima ini, Arsen, teganya kamu meninggalkanku ... padahal dulu kamu selalu menggodaku, apa itu cuma candaan saja?" Serena berbicara dengan dirinya sendiri sambil terus menatap foto.Jemarinya menyentuh wajah Tino, ke wajah Arsen. Jika ditanya siapa yang paling dia cintai, tentu saja itu Arsen— tapi, dahulu, dia hampir ingin menerima cinta Tino karena Tino-lah yang berani membe
Setelah setengah jam berlalu, Leina membuka mata. Rasa kantuk yang dia alami sudah berangsur memudar. Bertepatan dengan dia bangun dari sofa, ada suara langah kaki mendekat. Saat dia menoleh— terlihatlah sang kekasih yang membawa sekantong makanan pesanan."Kamu baru bangun?" tanya Arsen sambil menaruh kantong makanan itu di atas meja. Dia duduk di atas karpet, berhadapan dengan mea tersbeut, lalu mengeluarkan semua kardus makanan dari dalam kantong.Leina ikut duduk di atas karpet, bersebrangan meja dengan sang kekasih itu. Dia tersenyum melihat semua makanan yang dipesan.Ternyata, Arsen memenuhi permintaannya untuk membeli pizza. Jadi, banyak sekali makanan di meja. ada sebotol soda, sebotol bir, kemudian burger, pizza dan beberapa makanan penutup seperti kue dan keripik kentang."Kamu beli banyak banget," katanya."Anggap saja perayaan." Arsen mengambil botol bir terlebih dahulu, lalu dituangkan ke gelas yang sudah diisi dengan es, dan diminum.Leina mengambil burger, dan langsun
Beberapa hari kemudian ...Suasana hati Leina makin membaik, tidak lagi kepikiran tentang Serena ataupun yang lain. Sejak Arsen memutuskan hubungan dengan wanita itu, dia sekarang jauh lebih tenang. Ini membuktikan betapa besar cinta sang kekasih.Hingga pada akhirnya, ada permintaan kasus dari seseorang. Berhubung Arsen sibuk membantu Hans, jadi Leina yang menangani calon klien itu. Dia melakukan pertemuan dengannya di kantor Arsen.Sang calon klien, seorang pria berusia tiga puluhan tahun. Dia cukup tampan, postur tubuhnya kekar— terbalut oleh jas hitam dipadu dengan celana jeans yang berwarna sama.Dia dipersilakan duduk di sofa panjang depan meja. Kemudian, Leina menyajikan teh untuknya."Jadi, mana Tuan Detetif?" tanya pria tersebut melihat ke sekitar.Leina menjawab, "sedang sibuk di kamar atas. Jangan khawatir, aku akan mendengarkan— nanti kusampaikan."Dia sengaja berbohong. Itu juga permintaan Arsen. Kalau sedang menemui klien sendirian, dia diminta untuk berdusta kalau Arsen
"Stalker itu kasus yang paling mudah aku atasi, tidak masalah." Arsen memahami semua penjelasan dari Leina sambil menikmati secangkir kopi dan membaca koran di ruang tengah. " ... Pria itu masih ada di kantor?""Iya.""Iya sudah, biarkan dulu dia di situ, Hans sedang mencari informasi. Katakan, aku akan pergi dengannya sejam lagi."Leina tidak beranjak dari tempatnya berdiri. Dia masih teringat dengan ucapan dari wanita yang hampir bunuh diri di tengah jalan.Sebelum dia berhasil menanyakan apapun, bos dari toko depan terlebih dahulu membawanya pergi.Arsen menoleh. "Ada apa, Sayang?""Apa kamu kenal dengan karyawan baru di toko seberang?""Karyawan baru?""Iya, toko baju depan, wanita berambut panjang, langsing dan cukup tinggi. Jangan bilang tidak tahu— kamu selalu tahu kalau ada orang baru di sekitar sini."Arsen menyembunyikan perasaan kagetnya dengan pura-pura berpikir. Dia jelas tahu siapa wanita yang dimaksud. Itu tidak lain adalah orang yang ditemui sebelumnya, tetapi— kenapa
Makan malam hari ini cukup istimewa karena klien ikut makan. Sudah lama sejak, Arsen memperbolehkan kliennya untuk makan di rumah. Iya, biasanya memang khusus untuk klien yang sedang diintai bahaya seperti Reno sekarang.Leina menyiapkan semuanya di atas meja. Dia senang melihat ketiga pria— Arsen, Reno dan Hans duduk manis."Aku membuat daging panggang, semoga Tuan Reno suka— dan Hans, kamu suka juga ini 'kan? Ikan panggang ..." katanya dengan senyum gembira."Terima kasih, Nona Asisten, dan Tuan Detektif," kata Reno dengan sopan. Dia seperti tidak enak. "Sebenarnya— aku tidak enak kalau ikut makan di sini."Arsen tersenyum palsu saat menjawab, "tidak masalah, kamu adalah klien kami. Biasanya kami akan menaha klien kami di sini jika situasinya darurat sepertimu."Hans melirik pria itu, merasa ada yang tidak beres. Dia sering melihat Arsen tersenyum palsu ke klien, tapi jarang sampai meliriknya dengan pandangan misterius. Apa pria ini mencurigakan?Leina masih sibuk menyajikan piring
Keesokan harinya ...Tidur Leina tidak tenang akibat mendengar suara-suara berisik. Dia membuka matanya, melihat sekitar yang masih sedikit gelap.Saat melihat jam analog yang ada di atas meja, terlihat kalau saat ini masih jam lima pagi.Dia menguap, dan kembali mendengar suara berisik di bawah. "Suara apa itu?"Suara-suara seperti barang-barang berjatuhan pun terdengar pula. Awalnya lirih, tapi kemudian seperti ada benda kaca yang terjatuh hingga membuat Leina terkejut."Apa? Apa itu Hans?" Dia panik, jadi langsung turun dari ranjang— kemudian berlari keluar dari kamar.Dia menuruni anak tangga, menuju ke sumber suara yang kemungkinan ada di lantai dua."Hans!“ panggilnya dengan waspada. Berhubung dia tidak tahu itu musuh atau Hans, jadi dia mengambil tongkat bisbol yang selalu tersedia di samping meja dekat anak tangga. "HANS!?”Berhubung cahaya matahari masih belum terang, jadi suasana rumah ini juga masih agak gelap. Meski demikian, Leina tetap sanggup melihat sekitar.Tap.Tap.
Sesuai kesepakatan, Leina pergi dari rumah menuju ke Kafe Coklat yang dimaksud Reno. Dia tidak memberitahu Arsen, cuma beralasan kalau sedang berbelanja ke supermarket terdekat.Begitu masuk ke dalam kafe, Leina langsung mengetahui tempat duduk Reno. Iya, itu karena tidak ada orang lain saat ini di kafe.Biasanya kafe ini ramai hanya di sore sampai malam, kalau pagi sampai siang begini jarang dimasuki pelanggan.Leina mendekati tempat duduk Reno yang ada di dekat jendela, lalu berhenti di hadapannya.Reno menyambut, "hai, kamu beneran datang." Senyuman hangat mengembang di bibir pria itu. Dia mempersilakan duduk. "Kamu tolong duduk dahulu."Leina duduk di kursi yang berhadapan dengan Reno. Dia berkata, "sebenarnya ada apa? Siapa kamu sebenarnya? Kamu ternyata berbohong tentang semuanya? Apa kamu berniat untuk balas dendam ke Arsen? Apa kamu—""Tenang dahulu, tenang, kamu terlalu banyak pertanyaan.""Bagaimana aku bisa tenang— orang yang mengetahui tentang Kafe Gorey bukan orang sembar
Si pengintai datang ke dalm Kafe.Leina masih tertunduk, memikirkan apa yang harus dilakukan sekarang. Dia sama sekali tidak menyadari orang tersebut."Apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa Arsen tidak mau membicarakan ini denganku? Apa dia sungguh mengenal wanita itu? Kenapa wanita itu malah ..." ucapnya terhenti.Pertanyaan demi pertanyaan terus memenuhi benaknya. Ada yang tidak beres di sini. Jika benar, bos dari kriminal yang mengganggu Arsen adalah si penghipnotis, maka— apa tujuannya?Suara tak asing memanggilnya, "Sayang ..."Leina mengangkat wajah, dan tersadar kalau sudah ada sang kekasih di hadapannya. Iya, itu adalah pengintai yang sedari tadi ditakuti oleh Reno."Arsen?" Leina heran dengan kehadirannya. "Kamu di sini?""Kamu pikir aku tidak tahu kalau kamu bohong tadi? Apa ini belanja?" tanya Arsen dengan raut wajah serius. Nada bicaranya seperti agak marah.Leina merasa bersalah. "Maaf, aku tidak bermaksud berbohong padamu, aku cuma ...""Ketemu dengan seorang pria?""Hmm .