Beberapa hari kemudian ...Suasana hati Leina makin membaik, tidak lagi kepikiran tentang Serena ataupun yang lain. Sejak Arsen memutuskan hubungan dengan wanita itu, dia sekarang jauh lebih tenang. Ini membuktikan betapa besar cinta sang kekasih.Hingga pada akhirnya, ada permintaan kasus dari seseorang. Berhubung Arsen sibuk membantu Hans, jadi Leina yang menangani calon klien itu. Dia melakukan pertemuan dengannya di kantor Arsen.Sang calon klien, seorang pria berusia tiga puluhan tahun. Dia cukup tampan, postur tubuhnya kekar— terbalut oleh jas hitam dipadu dengan celana jeans yang berwarna sama.Dia dipersilakan duduk di sofa panjang depan meja. Kemudian, Leina menyajikan teh untuknya."Jadi, mana Tuan Detetif?" tanya pria tersebut melihat ke sekitar.Leina menjawab, "sedang sibuk di kamar atas. Jangan khawatir, aku akan mendengarkan— nanti kusampaikan."Dia sengaja berbohong. Itu juga permintaan Arsen. Kalau sedang menemui klien sendirian, dia diminta untuk berdusta kalau Arsen
"Stalker itu kasus yang paling mudah aku atasi, tidak masalah." Arsen memahami semua penjelasan dari Leina sambil menikmati secangkir kopi dan membaca koran di ruang tengah. " ... Pria itu masih ada di kantor?""Iya.""Iya sudah, biarkan dulu dia di situ, Hans sedang mencari informasi. Katakan, aku akan pergi dengannya sejam lagi."Leina tidak beranjak dari tempatnya berdiri. Dia masih teringat dengan ucapan dari wanita yang hampir bunuh diri di tengah jalan.Sebelum dia berhasil menanyakan apapun, bos dari toko depan terlebih dahulu membawanya pergi.Arsen menoleh. "Ada apa, Sayang?""Apa kamu kenal dengan karyawan baru di toko seberang?""Karyawan baru?""Iya, toko baju depan, wanita berambut panjang, langsing dan cukup tinggi. Jangan bilang tidak tahu— kamu selalu tahu kalau ada orang baru di sekitar sini."Arsen menyembunyikan perasaan kagetnya dengan pura-pura berpikir. Dia jelas tahu siapa wanita yang dimaksud. Itu tidak lain adalah orang yang ditemui sebelumnya, tetapi— kenapa
Makan malam hari ini cukup istimewa karena klien ikut makan. Sudah lama sejak, Arsen memperbolehkan kliennya untuk makan di rumah. Iya, biasanya memang khusus untuk klien yang sedang diintai bahaya seperti Reno sekarang.Leina menyiapkan semuanya di atas meja. Dia senang melihat ketiga pria— Arsen, Reno dan Hans duduk manis."Aku membuat daging panggang, semoga Tuan Reno suka— dan Hans, kamu suka juga ini 'kan? Ikan panggang ..." katanya dengan senyum gembira."Terima kasih, Nona Asisten, dan Tuan Detektif," kata Reno dengan sopan. Dia seperti tidak enak. "Sebenarnya— aku tidak enak kalau ikut makan di sini."Arsen tersenyum palsu saat menjawab, "tidak masalah, kamu adalah klien kami. Biasanya kami akan menaha klien kami di sini jika situasinya darurat sepertimu."Hans melirik pria itu, merasa ada yang tidak beres. Dia sering melihat Arsen tersenyum palsu ke klien, tapi jarang sampai meliriknya dengan pandangan misterius. Apa pria ini mencurigakan?Leina masih sibuk menyajikan piring
Keesokan harinya ...Tidur Leina tidak tenang akibat mendengar suara-suara berisik. Dia membuka matanya, melihat sekitar yang masih sedikit gelap.Saat melihat jam analog yang ada di atas meja, terlihat kalau saat ini masih jam lima pagi.Dia menguap, dan kembali mendengar suara berisik di bawah. "Suara apa itu?"Suara-suara seperti barang-barang berjatuhan pun terdengar pula. Awalnya lirih, tapi kemudian seperti ada benda kaca yang terjatuh hingga membuat Leina terkejut."Apa? Apa itu Hans?" Dia panik, jadi langsung turun dari ranjang— kemudian berlari keluar dari kamar.Dia menuruni anak tangga, menuju ke sumber suara yang kemungkinan ada di lantai dua."Hans!“ panggilnya dengan waspada. Berhubung dia tidak tahu itu musuh atau Hans, jadi dia mengambil tongkat bisbol yang selalu tersedia di samping meja dekat anak tangga. "HANS!?”Berhubung cahaya matahari masih belum terang, jadi suasana rumah ini juga masih agak gelap. Meski demikian, Leina tetap sanggup melihat sekitar.Tap.Tap.
Sesuai kesepakatan, Leina pergi dari rumah menuju ke Kafe Coklat yang dimaksud Reno. Dia tidak memberitahu Arsen, cuma beralasan kalau sedang berbelanja ke supermarket terdekat.Begitu masuk ke dalam kafe, Leina langsung mengetahui tempat duduk Reno. Iya, itu karena tidak ada orang lain saat ini di kafe.Biasanya kafe ini ramai hanya di sore sampai malam, kalau pagi sampai siang begini jarang dimasuki pelanggan.Leina mendekati tempat duduk Reno yang ada di dekat jendela, lalu berhenti di hadapannya.Reno menyambut, "hai, kamu beneran datang." Senyuman hangat mengembang di bibir pria itu. Dia mempersilakan duduk. "Kamu tolong duduk dahulu."Leina duduk di kursi yang berhadapan dengan Reno. Dia berkata, "sebenarnya ada apa? Siapa kamu sebenarnya? Kamu ternyata berbohong tentang semuanya? Apa kamu berniat untuk balas dendam ke Arsen? Apa kamu—""Tenang dahulu, tenang, kamu terlalu banyak pertanyaan.""Bagaimana aku bisa tenang— orang yang mengetahui tentang Kafe Gorey bukan orang sembar
Si pengintai datang ke dalm Kafe.Leina masih tertunduk, memikirkan apa yang harus dilakukan sekarang. Dia sama sekali tidak menyadari orang tersebut."Apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa Arsen tidak mau membicarakan ini denganku? Apa dia sungguh mengenal wanita itu? Kenapa wanita itu malah ..." ucapnya terhenti.Pertanyaan demi pertanyaan terus memenuhi benaknya. Ada yang tidak beres di sini. Jika benar, bos dari kriminal yang mengganggu Arsen adalah si penghipnotis, maka— apa tujuannya?Suara tak asing memanggilnya, "Sayang ..."Leina mengangkat wajah, dan tersadar kalau sudah ada sang kekasih di hadapannya. Iya, itu adalah pengintai yang sedari tadi ditakuti oleh Reno."Arsen?" Leina heran dengan kehadirannya. "Kamu di sini?""Kamu pikir aku tidak tahu kalau kamu bohong tadi? Apa ini belanja?" tanya Arsen dengan raut wajah serius. Nada bicaranya seperti agak marah.Leina merasa bersalah. "Maaf, aku tidak bermaksud berbohong padamu, aku cuma ...""Ketemu dengan seorang pria?""Hmm .
Diseret-seret terus membuat Arsen merasa aneh. Tetapi, dia menurut saja sampai masuk ke dalam kamar tidur.Di situ, dia melihat Leina menutup pintu, menguncinya. Setelah itu, dia balik badan dan menaruy ponsel di atas meja dengan posisi terbalik. Dengan demikian, cahaya senter dari kamera belakang menyorot ke langit-langit. Pencahayaan ruangan ini sedikit lebih baik.Untuk menghemat daya, Arsen mematikan senter di ponselnya. Dia bertanya, "Sayang, ada apa? Kamu kayaknya takut? Ada apa? Kamu takut kegelapan?""Bukan takut gelap, tapi aku takut hantu.""Hantu?""Iya ..." Leina mendekat ke jendela, lalu menutup tirainya. Dia menghela napas panjang sambil mengelus dada.Arsen menahan tawa. "Aku baru tahu, ternyata kamu penakut. Hantu itu tidak ada, Sayang.""Terserah kamu ngomong apa. Pokoknya aku takut ya takut." Leina beralih duduk di tepian ranjang, masih mengatur napas dan detak jantungnya. Dia takut dengan apa yang tadi dilihat. Kalau memang tidak ada orang, benarkah tadi hantu?Tapi
Arsen sudah pergi selama lima menit, dan selama itu pula hanya ada keheningan di kamar.Akan tetapi, Leina masih bisa mendengar sirine mobil polisi di luar, dan deru kendaraan bermotor. Banyak orang yang pergi untuk mencari penginapan. Mungkin itu yang terbaik daripada berada di tempat gelap sendirian dan kedinginan.Leina terdiam lama. Dia masih bersembunyi di bawah selimut, menantikan kehadiran sang kekasih. Sosok bayangan tadi kembali muncul di pikirannya. Itu membuat tengkuknya merinding lagi.Dia menepis pemikiran itu dengan menguatkan diri, "Tidak, tidak ada hantu. Hantu itu tidak ada. Arsen akan segera ke sini. Tidak perlu takut."Saat ada suara langkah kaki, Leina langsung menurunkan selimut, melihat ke pintu. Dia berharap itu Arsen."Arsen ... Arsen datang ..." Dia gembira. Detak jantungnya masih tidak beraturan. Tetapi, setidaknya mendengar langkah kaki itu, dia mulai tenang.Akan tetapi, suara itu mendadak lenyap— dan lima detik kemudian, terdengar ketukan pintu.TOK, TOK,
Leina menuruti permintaan Arsen untuk menginap di rumah Dokter Tony. Dialah yang menyiapkan makan malam untuk mereka semua.Dokter Tony sampai takjub dengan makanan yang ada di meja. Dia melihat Arsen dan Leina yang sudah duduk di kursi masing-masing."Rasanya seperti punya putra dan menantu yang baik," katanya sesekali tersenyum pada Arsen.Arsen fokus makan saja, tak mau menanggapi ucapan bermakna ganda dari pria itu. Iya, dia tahu kalau kemungkinan Dokter Tony sudah menduga niatnya mengajak Leina bermalam di situ."Ngomong-ngomong Leina, kamu harusnya tidak perlu memasak sebanyak ini, kamu pasti lelah—“ kata Dokter Tony.Leina tersenyum. "Tidak masalah, Dok. Aku suka masak, kok ... Lagian ..." Ucapannya terhenti, mana mungkin dia mengatakan kalau dia memang masak banyak untuk memperingati ulang tahunnya besok. "Tidak apa, pokoknya aku senang masak banyak.”Tidak ada yang bicara setelah itu. Baik Arsen maupun Leina sama-sama diam. Iya, apalagi Arsen yang sedikit gugup. Bagaimana tid
Leina mengunjungi Arsen di tempat Dokter beberapa hari sekali. Itupun dia hanya datang untuk mengantarkan sesuatu, entah itu masakannya atau barang-barang yang mungkin bisa membuat Arsen ingat. Dia jarang berinteraksi dengan Arsen sendiri.Arsen merasa jaraknya menjadi lebih jauh dari Leina. Akan tetapi, itu malah membuatnya merasa kalau wanita itu memang dekat dengannya. Dia ingin mengobrol dengannya.Hari ini, Leina datang hanya untuk mengantarkan saus daging buatannya karena Arsen menyukainya. Setelah itu, dia berpamitan pulang.Akan tetapi, saat berjalan menuju gerbang keluar dari rumah tersebut, dia langsung dihadang oleh Arsen. Leina kaget, kenapa pria itu ada di luar rumah?"Pulang lebih cepat tanpa menemuiku dulu?" tanya Arsen dengan suara datar. Dia sepertinya kecewa karena Leina seolah menjaga jarak.Leina menoleh ke arah rumah, lalu kembali menatap Arsen. Dia bertanya, "kenapa kamu malah di sini? Kamu 'kan lagi pengobatan? Cepat masuk— lagian kalau ada kenal sama kamu giman
Hans membuka mata.Untuk sesaat, dia masih memproses apa yang terjadi. Dia melihat langit-langit. Kemudian, dia melihat dirinya sendiri yang terbaring di atas ranjang— di dalam kamar yang tidak asing.Pandangannya mengarah ke luar jendela yang tengah terbuka. Udara pagi terasa sejuk dan menenangkan.Tak lama kemudian, pintu kamar itu terbuka, dan seseorang masuk. Dia adalah Ritta— yang langsung kaget melihat pria itu sudah bangun."Hans!“ panggilnya cepat. Dia buru-buru mendekati ranjang. ”Kamu sudah siuman?“Hans bangun dari ranjang. Tubuhnya masih sakit semua, tapi setidaknya sudah baik-baik saja. Dia menatap Ritta, lalu tersenyum. Dia tidak terlalu ingat apa yang terjadi sebelum dia tak sadarkan diri, tapi setidaknya dia berhasil membuat Ritta aman dan Tino ditangkap."Syukurlah kamu baik-baik saja,” katanya.Ritta ingin menangis melihat pria itu. Kedua matanya berair, benar-benar lega. Dia duduk di tepian ranjang, lalu tanpa mengatakan apapun, dia memeluk pria itu dengan seerat mu
Arsen hanya diam saat disuguhi oleh pasta saus daging buatan Leina. Dia masih melihat makanan di atas meja makan depannya itu. Pandangannya menjadi lebih tenang.Entah kenapa— rasanya seperti nostalgia, dan dia sadar akan hal tersebut.Aroma saus yang ada di atas pasta itu menggugah selera, tapi juga membuat sekilas ingatan muncul di kepala. Walaupun, tetap saja— dia masih belum ingat apapun.Dia menatap Leina yang duduk di kursi yang berseberangan meja dengannya. Wanita itu duduk manis sambil memandangi dia. Senyum hangat tampak menghiasi bibirinya.Aneh.Kenapa wanita itu tidak takut? Kenapa masih bisa tersenyum padanya? Kenapa tidak menunjukkan niat membunuh?Padahal tadi dia sudah berbuat kasar, melukainya, membuatnya hampir mati tercekik. Tetapi, senyum hangat tanlepas dari bibirnya.Aneh.Leina heran karena dipandangi terus. Dia bertanya dengan ragu, "ada apa? Kamu ... Kamu tidak suka?“Nasibnya bergantung dari suasana hati Arsen sekarang. Kalau pria itu tidak suka, maka dia sun
Ciuman yang diberikan oleh Leina sangat mengejutkan diri Arsen. Dia tidak mampu bertindak apapun, tidak sanggup melakukan apapun, tidak menolak juga. Bibir wanita itu terasa lembut dan mampu menghangatkan bibirnya yang dingin.Selama beberapa detik, dia hanya terdiam dengan napas yang tertahan. Arsen benar-benar diluluhkan oleh ciuman itu. Untuk sekejap, dia seperti lupa siapa dirinya dan untuk apa di sini. Yang dia pikirkan hanyalah— kenapa rasa ciuman ini begitu hangat?Leina ...Nama itu terlintas di pikiran Arsen. Dia masih betah dengan merasakan ciuman Leina. Dia seperti tertawan oleh bibir wanita itu, seakan tidak sanggup untuk berhenti. Bahkan, dia bak rela kehabisan napas jika itu bisa terus berciuman seperti ini.Segala pemikiran buruknya menjadi sirna untuk sesaat. Hatinya menjadi damai. Dia merasa hidup. Perasaan hangat yang belum pernah dirasakan—Atau ... dia lupakan?Tetapi, dia kemudian tersadar, lalu menjauh dari Leina sehingga ciuman mereka terlepas. Dia menarik napas
Para anak buah Tino membawa pergi Ritta pergi keluar rumah. Ini memaksa Hans untuk berlari mengejarnya. Dia khawatir juga pada Leina, tapi situasinya sangat sulit.Leina sendiri masih berada dalam cengkraman sang kekasih. Dia makin sedih— tidak pernah membayangkan kalau Arsen akan kehilangan ingatannya tentang mereka semua.Butir demi butir air mata mengalir keluar dari kedua matanya. Hanya kesedihan yang menerpanya sekarang."Arsen ... tolong sadarlah!“ pintanya.Dia sama sekali tidak peduli dengan cekikan Arsen yang makin erat. Napasnya sudah sangat terbatas. Ini membuat dada sesak dan pandangan mulai kabur karena pasokan oksigen ke otak menipis.Arsen masih memandangi wajah Leina, berusaha mengingat wanita itu, tapi masih ada kabut hitam yang menyelimutinya. "Aku tidak kenal siapa kamu, tapi kamu memang sepertinya—"Ucapannya terhenti kala merasakan sakit kepala lagi. Entah mengapa, tatapan Leina yang dibanjiri air mata membuatnya tidak nyaman.Ada apa ini?Dia merasa dadanya ikuta
"KELUARKAN AKU DARI SINI!"Teriakan kencang keluar dari mulut Serena berulang kali. Dia sangat panik, takut dan juga gelisah berada di tabung kaca yang perlahan memasukkan air ke dalam.Iya. Dia dikurung di dalam situ dari beberapa jam yang lalu. Sekarang air yang merendam di bawah sudah sampai pinggang. Tinggal menunggu waktulagi sebelum dia benar-benar akan tenggelam.Dia berusaha keras menggebrak - gebrak kaca tabung itu, tapi sekuat apapun pukulannya, tak berhasil juga meretakkan kaca tersebut. Iya, rasanya dia sudah terjebak di dalam permainan sulap, dimana dia tak bisa keluar.Yang lebih memuakkan adalah sejak tadi sudah ada orang yang duduk di kursi tepat di depan tabung. Orang itu bagaikan penonton sulap yang menanti kapan Serena akan mati terendam di dalam tabung."KELUARKAN AKU, WANITA BODOH!" teriak Serena yang muak dan makin panik. Dia tidak terima dengan semua ini. "KENAPA KAMU DIAM SAJA! HARUSNYA KALIAN MEMBAWAKU PERGI MENEMUI ARSEN! MANA ARSEN-KU!""Berisik sekali, sih?
Melawan Arsen dengan kekuatan sendiri itu mustahil, Hans sadar akan hal itu. Karena itulah, dia menjelaskan trik yang bisa dipakai untuk melawannya.Berhubung mereka juga tidak memiliki waktu untuk mengumpulkan rekan, jadi mau tidak mau harus mengandalkan kemampuan diri sendiri.Sesuai dugaannya, ternyata Tino menemukan tempat persembunyian mereka di keesokan harinya. Mereka tidak ragu-ragu langsung masuk ke dalam kawasan perumahan ini. Dia memanfaatkan kondisi perumahan yang sedang sepi untuk menyusup. Dia memerintahkan banyak anak buahnya untuk mengintai di sekitar rumah target."Bagus, sesuai keinginan kita, tetangga kanan, kiri dan depan sedang pergi," ucap Tino saat melihat rumah persinggahan Ritta di seberang jalan. Dia berdiri tepat di bawah pohon rindang, ditemani oleh Nathan.Nathan melihat suasana perumahan yang sepi padahal sudah siang. "Tempat ini sepi sekali ... tapi pasti ada yang masih di rumah 'kan? Bagaimana kalau ada yang mendengar?""Tenang saja, itulah gunanya aku
Leina dan Ritta berhasil sampai di rumah persinggahan darurat dengan aman. Saat mereka sampai, hari sudah gelap.Mereka beruntung tidak ada yang mengikuti. Akan tetapi, Ritta terus menyibukkan diri dengan mengaktifkan keamanan rumah. Dia juga masuk ke ruang monitor. Sebelumnya, Hans meretas kamera pengawas jalan dan disambungkan ke ruang tersebut. Dengan begini, dia bisa tahu kalau ada orang mencurigakan sedang mengawasi rumah.Bangunan itu sendiri berada di dalam perumahan, tidak terlalu padat penduduk. Iya, itu karena lokasinya berada di wilayah di mana kebanyakan penghuni adalah pebisnis yang jarang pulang. Sekalipun tetangga kanan dan kiri rumah singgah itu sudah ada dihuni, tapi penghuninya jarang pulang. Tak heran, kawasan itu sangat sepi.Saat Ritta sibuk dengan semua itu, Leina membuatkan makan malam untuk mereka. Mereka makan malam tak lama kemudian. Tidak ada yang dibicarakan setelah itu karena keduanya sangat lelah.Karena hal itulah, mereka berdua langsung memutuskan un