Arsen sudah pergi selama lima menit, dan selama itu pula hanya ada keheningan di kamar.Akan tetapi, Leina masih bisa mendengar sirine mobil polisi di luar, dan deru kendaraan bermotor. Banyak orang yang pergi untuk mencari penginapan. Mungkin itu yang terbaik daripada berada di tempat gelap sendirian dan kedinginan.Leina terdiam lama. Dia masih bersembunyi di bawah selimut, menantikan kehadiran sang kekasih. Sosok bayangan tadi kembali muncul di pikirannya. Itu membuat tengkuknya merinding lagi.Dia menepis pemikiran itu dengan menguatkan diri, "Tidak, tidak ada hantu. Hantu itu tidak ada. Arsen akan segera ke sini. Tidak perlu takut."Saat ada suara langkah kaki, Leina langsung menurunkan selimut, melihat ke pintu. Dia berharap itu Arsen."Arsen ... Arsen datang ..." Dia gembira. Detak jantungnya masih tidak beraturan. Tetapi, setidaknya mendengar langkah kaki itu, dia mulai tenang.Akan tetapi, suara itu mendadak lenyap— dan lima detik kemudian, terdengar ketukan pintu.TOK, TOK,
Serena tertidur pulang setelah memikirkan Arsen dan mengutuknya. Benci dan cinta seolah berada di seutas tali yang sama.Saking bencinya Serena Dengan Arsen, dia makin ingat dengan kenangan mereka di masa lalu. Dia sadar kalau pria itu tidak pernah serius berkata cinta padanya atau pada wanita lain. Namun, dia tidak terima hal itu. Dia memilih percaya kalau Arsen mencintainya.Tiga belas tahun silam— ketika dirinya masih berusia dua puluh tahunan, itu adalah awal pertemuannya dengan Arsen dan Tino.Tino, pemuda yang memiliki paras tampan menawan, langsung jatuh hati padanya saat dikenalkan oleh Dokter Gio."Hai, namaku Tino,“ kata pria itu saat menjabat tangan Serena.Serena menjabat tangan pria itu, lalu berkata, "Salam kenal, aku Serena.”Dokter Gio, pria paruh baya yang mengenakan jubah putih dokter, tersenyum menatap mereka berdua. Dia mengajak, "ayo kita ke dalam, kalian temani dulu teman baru kalian yang lain.“"Ada orang lain lagi, Dok?” tanya Serena heran."Iya, tentu saja. De
Suara-suara langkah kaki terdengar di luar. Suaranya makin lama makin dekat. Ini sangat jelas, dan bisa didengar oleh Leina dan Arsen.Arsen masih serius melihat ke arah pintu masuk. Dia memikirkan sesuatu.Sementara itu, Leina memeluk Arsen dengan mimik wajah ketakutan. Dia masih mengira itu hantu. "A—arsen, kamu dengar itu? Aku ... Aku bilang juga apa ... Ada ... Ada suara ..."Arsen ingin tetap berada dalam situasi ini, didekap erat oleh sang kekasih. Akan tetapi, dia tidak bisa melakukan itu terus karena ini artinya masalah serius. Dia sama sekali tidak menduga ada yang berani masuk. Tampaknya, dia juga tahu siapa yang masuk itu.Dia menurunkan tangan Leina dari tubuhnya, lalu berkata, “hei, Sayang, tolong lepaskan aku dahulu. Aku mau melihat siapa yang datang ke rumah kita.""Hantu 'kan ya?”"Mana mungkin hantu bisa bersuara seperti itu? Sudah kamu di sini saja, aku akan keluar sebentar.“ Arsen meminta dengan suara yang lembut. Dia memberikan kecupan singkat di kening Leina— ba
Arsen berhadapan langsung dengan wanita berna Bonny alias si karyawan toko baju yang ada di seberang kantor detektifnya. Sudah beberapa hari belakangan, hidupnya menjadi serba sulit berkat kedatangan wanita itu.Dia sama sekali tidak kaget saat bertemu dengannya di dalam rumah ini, tepatnya di dapur.Wanita itu mendekat sambil mengacungkan mata pisau ke wajahnya. Dia tersenyum. "Akhirnya kita bisa berduaan, Arsen. Maksudku benar-benar berduaan saja."Arsen masih diam. Dia ingin sekali tak mempedulikannya, tapi kalau ini terus dibiarkan, entah berapa lama dia harus mengalami ini.Bonny berhenti tepat di hadapan Arsen. Pisau dapur yang dia pegang makin dinaikkan— dan ditodongkan ke bawah dagu pria itu.Di kondisi mati lampu begini, pencahayaan hanya berasal dari lampu dinding yang sedikit redup. Alhasil, tidak banyak yang terlihat di situ. Akan tetapi, Arsen masih bisa melihat betapa liciknya senyuman Bonny.Pria itu berkata, “aku masih tidak mengira gadis cilik yang dulu polos jadi sep
Leina dibawa masuk ke dalam mobil orang yang menyerang Nathan. Karena tidak ada waktu, takut ada yang melintas, terutama jika mungkin mobil patroli polisi, jadi orang misterius itu menginjak pedal gas lebih dahulu— menjauh dari tempat kejadian perkara.Kejadian ini menguras tenaga Leina. Terlebih lagi, bungkaman di mulutnya yang membuat ia tak nyaman.Setelah menjauh dari tempat tadi, barulah orang misterius itu menepi di pinggir trotoar— dan melepaskan penutup kepala yang menutupi identitasnya, serta lakban yang mengunci bibir Leina.Leina tidak kaget saat melihat sosok itu. Iya, dari awal suaranya sudah jelas."Hans ...“ ucapnya lirih.Hans. Itu memang dia. Dialah yang melakukan penyerangan tadi terhadap Nathan. Dia berhasil kabur tanpa diketahui identitasnya karena Nathan memang tak kenal dengan suaranya."Kamu tidak apa?” tanya Hans menatap Leina yang letih."Iya.""Berbaliknya sebentar, akan kulepas lakban di tangan kamu."Leina menuruti suruhan dari Hans. Hans pun melepaskan la
Leina kembali masuk ke dalam rumah. Dia bisa melihat kekacauan yang ada di dalam, dan tidak kaget lagi melihat banyaknya orang yang pingsan di lantai. Semuanya tumbang setelah menghadapi Arsen.Arsen dibantu oleh Hans untuk membereskan semua orang itu. Seperti biasa, mereka hanya membuang mereka ke jalanan sepi— tak mau terlibat lebih lanjut.Setelah semuanya selesai, Arsen masuk ke dalam dapur. Arsen sedikit lega karena wanita tadi— Bonny, sudah menyerah dan pergi. Dari semua orang, dia tidak bisa menyakiti wanita. Jadi, dia lebih suka membiarkannya pergi.Leina mengikutinya. Dia bertanya, "mana Hans?""Dia memilih pulang saja," sahut Arsen sambil duduk di salah satu kursi yag melingkari meja makan. Dia menghela napas panjang. Lelah, letih dan mengantuk.Itu wajar saja, sekarang sudah lewat tengah malam. Kejadian tadi cukup menguras tenaga sekaligus waktu.Leina sudah tidak gemetaran lagi. Setelah bersama Arsen, segala rasa takutnya kini sirna. Dia mendekat ke meja dapur, lalu memper
Leina dan Arsen pergi dari rumah pagi-pagi sekali. Arsen sudah meminum kopi, jadi dia tidak mengantuk lagi. Sementara Leina memilih untuk tidur saja dengan bersandar di kaca jendela mobil.Arsen beberapa kali tersenyum saat menoleh ke samping, tempat Leina duduk. Sebelum akhirnya kembali fokus ke jalanan.Berkat pencurian mobil oleh Nathan, dia harus meminjam mobil milik Hans sekarang. Tetapi, itu tidak masalah. Toh, nanti mereka juga akan bertemu di rumah sewaan yang sudah disediakan.Setelah setengah jam perjalanan, Arsen menepikan mobil ke dalam halaman parkir toko pakaian. Berhubung hari masih pagi, toko baru buka, dan belum banyak pengunjung yang datang.Begitu kendaraan berhenti, Leina membuka mata. Dia melihat sekitar, menguap sedikit, lalu bertanya, "Ada apa? Apa kita sudah sampai?""Akhirnya kamu bangun juga putri tidurku yang cantik," kata Arsen sembari melepaskan sabuk pengaman. Dia berkata lagi, "kita belum sampai, ayo kita turun dulu.""Toko pakaian?" Leina heran. Kenapa
Selama satu jam lamanya, Arsen dan Leina memilih pakaian, dan mencobanya. Kebanyakan, Arsen menggoda Leina dengan memaksanya untuk mencoba baju seksi yang dia sukai.Leina tidak bisa menolak permintaan itu. Alhasil, dia berkali-kalj aksi korban kejahilan Arsen.Kali ini, dia menggunakan dress malam seksi yang melekat di tubuh. Dress berbahan kaos itu cukup ketat, bahkan bagian dadanya sampai ingin membuncah keluar."Sayang, bagus loh." Arsen memuji Leina yang sudah sangat seksi. "Kamu seperti simpanan pejabat.""Apa katamu!" Leina kesal jadi memukuli dada Arsen. Tidak keras, tapi berulang kali. "Enak saja— maksud kamu aku mirip pelacur!“"Tidak, siapa yang bilang?” Arsen lantas tertawa sambil menahan tangan Leina agar berhenti memukulinya. "Kamu cantik banget. Mana ada pelacurhyang secantik kamu? Kecantikan kamu itu berbeda dari wanita manapun.""Halah!“ Leina masih kesal.Arsen kembali tertawa. Dia mencoba merayu wanita itu dengan tiba-tiba mendaratkan ciuman di bibir.Leina terkeju