Serena berjalan di lorong panjang rumah sakit dengan membawa sekeranjang buah dan buket bunga. Dia melewati beberapa suster dan pasien— sebelum akhirnya berbelok ke arah area VVIP. Dia masuk ke dalam salah satu ruang VVIP tersebut.Di dalam ruang yang mewah tersebut, terlihat ada seorang yang duduk di atas ranjang. Orang itu melihat ke luar jendela— melihat keindahan langit di pagi hari ini."Hai, Tuan Nathan," sapa Serena mendekat ke meja terdekat, lalu menaruh bawaannya di situ. "Tumben sekali tidak ada penjaga?"Nathan.Iya, pria itulah yang sedang duduk di atas ranjang. Dia menerima banyak jahitan akibat tembakan Hans malam itu.Dia terlihat malas menanggapi Serena. Tetapi, tidak ada pilihan lain. Dia menoleh, dan bertanya, "mau apa kamu ke sini?""Menjengukmu, tentu saja.""Oh begitu.""... dan juga aku harus memberikanmu selamat karena gagal menculik Leina."Nathan meliriknya dengan pandangan muak. Dia menyindir balik, "tampaknya rencanamu menculik Leina dengan memanfaatkan adi
Arsen dan Leina pergi menuju ke hotel terdekat untuk beristirahat. Sebenarnya, tanpa perlu menginap di hotel pun, mereka bisa langsung perjalanan menuju lokasi tujuan, akan tetapi, Arsen sudah tidak bisa menahan hasratnya. Jadi, dia mengajak sang kekasih untuk singgah sejenak.Mereka memutuskan untuk meginap semalam di sana. Arsen mengabari Hans bahwa mereka tidak bisa datang hari itu. Hans pun mengerti tanpa bertanya apapun."Bagaimana?" tanya Leina yang sudah telanjang di bawah balutan selimut ranjang hotel.Sementara itu, Arsen yang sudah bertelanjang dada tampak masih berdiri di depan meja rias. Dia melihat layar ponselnya. "Aku sudah mengabari mereka. Kita akan ke sana besok, Sayang.""Tidak apa 'kan?""Tentu saja tidak masalah. Aku sudah membayar biaya sewa rumahnya, jadi besok kita akan tingga menempatinya.""Ngomong-ngomong, kita akan di sana berapa lama? Kamu belum memberitahuku.""Aku menyewanya sebulan, tapi nanti kita lihat situasi saja." Arsen menaruh ponselnya di atas m
Keesokan harinya ...Arsen dan Leina pergi dari hotel, dan langsung menuju ke rumah sewaan yang berada dekat dengan rumah Ritta. Seharusnya— semua baik-baik saja, tidak ada yang tahu lokasinya.Namun, Arsen sudah menyiapkan banyak hal jika memang nanti ada yang mengikuti. Dia sudah curiga kalau Serena akan ikut campur. Karena hal tersebutlah, dia terpaksa banyak berputar di beberapa jalan untuk menghindari kejaran.Hingga mobil mereka melaju di jalanan sepi, tidak ada bangunan, hanya pepohonan yang tumbuh disisi kiri dan kanan jalan. Ini adalah jalanan yang cukup asing bagi Leina.Wanita itu heran, kenapa di sepanjang jalan tidak ada bangunan. Selain itu jalanan ini tidak terlihat ujungnya.Dia bertanya, "kita ke mana? Kok kita tadi belok ke tempat ini? Kita tidak sampai-sampai, ya?""Tenang saja, Sayang. Tadi aku merasa ada yang mengikuti kita, jadi lebih baik kita menghindar dulu.""Ada yang mengikuti kita?""Iya, aku pikir."Leina melihat ke kaca spion, tapi dia tidak melihat ada
"Bagaimana keadaannya?" Ritta bertanya saat datang lagi dengan membawa baskom berisi air kompresan baru.Dia kemudian duduk di tepian ranjang. Pandangan matanya masih fokus ke Leina yang terbaring di ata ranjang tersebut.Hans yang berdiri di sebelah tampak cemas. Dia menjelaskan, "barusan dokter bilang dia tidak apa, cuma syok, tapi demamnya belum turun. Kita hanya perlu mengompresnya.""Sudah setengah hari berlalu sejak Arsen menghilang— apa tidak ada kabar?“"Mengenai itu, aku tidak mendapat kabar sama sekali. Aku sendiri juga cemas. Aneh ...”"Aneh? Aneh apa?“"Mobilnya sudah ditemukan tapi tidak ada tanda-tanda Arsen ditemukan, mayatnya juga tidak ada. Lagian, dia tidak mungkin mati hanya karena ini— dia ahli berenang. Kalau cuma tenggelam saja, dia mudah meloloskan diri.”Ritta terdiam sejenak. Dia merendam handuk kecil ke air kompresan, lalu memerasnya, dan menaruh ke kening Leina.Dia juga memikirkan hal yang sama dengan Hans. Ada yang mencurigakan dan aneh.Dia bertanya, “apa
Arsen membuka matanya perlahan-lahan, dan menyadari kalau berada di tempat asing. Dia mengalami cedera kepala parah, tapi dia tampak tidak merasakan apapun. Bahkan, raut wajahnya terlihat datar seolah sedang memahami apa yang terjadi.Dia duduk, dan hendak turun dari ranjang, tetapi dia tersadar kalau kakinya dirantai di ranjang.Apa yang terjadi? Di mana ini? Kenapa bisa seperti ini?Dia tidak mengerti apapun. Dia kemudian melihat dadanya, lalu meraba lengannya yang juga diperban. Banyak sekali perban yang menutupinya. Namun, tetap saja dia memasang wajah datar.Pandangannya kemudian beralih ke arah sekitar kamar sempit ini. Terlihat ada satu jendela yang terbuka, tapi terpasang teralis besi, jadi siapapun takkan bisa keluar ataupun masuk ke dalam. Suasana di luar tampak cerah berawan— hari sudah siang.Jam berapa sekarang? Hari apa ini? Tanggal berapa?Dia tidak tahu. Tetapi, di pikirannya— terus memberikan perintah yang ckup jelas. Apa pekerjaannya kali ini?Mustahil dia dibiarkan
Leina akhirnya bangun.Dia langsung menyebut nama Arsen, tapi saat matanya melihat sekitar— pria itu tidak ada di manapun.Tubuhnya lemas. Untuk beberapa detik pertama, dia agak linglung. Demam membuatnya dia tak bisa berpikir jernih untuk sesaat.Tetapi, setelah seluruh ingatannya terkumpul. Dia tersadar apa yang terjadi sebelum ini."Arsen!" Dia kemudian bangun, tapi langsung merasakan sakit di kepala. Dia merintih kesakitan. "Aduh ..."Mendengar suaranya, Ritta segera masuk ke dalam ruangan itu dengan cepat. Dia tampak lega saat melihat Leina sudah siuman."Akhirnya kamu bangun juga," katanya kemudian."Ritta?" Leina masih memijat kening. Dia melihat sekitar, baru sadar kalau ini tempat asing, kamar tidur orang lain. Jadi, dia ada di rumah Ritta?Dia agak tidak ingat bagaimana dia pingsan. Hanya saja, dia ingat kalau sedang panik mencari Arsen yang tenggelam. Lalu, tahu-tahu dia sudah terbaring di ranjang ini."Apa yang terjadi? Di mana Arsen ..." Dia bertanya dengan mimik wajah ya
Hans terus berlari ke gang-gang sempit di bangunan terbengkalai. Entah sudah berapa lama dia berlari, tapi rasanya dia masih diikuti. Entah berapa orang yang mengikutinya, dia tidak tahu. Namun, tembakan demi tembakan terus diarahkan kepadanya.Kalau saja, dia bukan orang yang terlatih, mungkin dia sudah mati sejak awal. Dia benar-benar hati-hati sekarang.Hari sudah sore, langit pun mendung sehingga pencahayaan di daerah ini menipis. Belum lagi, di daerah ini juga sangat sunyi, sepi, tidak ada orang satu pun.Persembunyian Tino berada di daerah yang jauh dari pemukiman penduduk. Beruntung, di sini banyak sekali bangunan terbengkalai, jadi dia bisa menjadikannya tameng untuk bersembunyi dari kejaran anak buah Tino."Brengsek." Hans melihat lengan kemeja hitamnya yang sudah robek akibat tergores oleh peluru. Dia sangat beruntung bisa menghindari peluru terakhir.Tetapi, dia sudah sangat lelah. Sudah berjam-jam, dia masih terjebak di wilayah itu. Dia tidak bisa asal keluar dari gang ba
Leina dan Ritta bekerja sama untuk melarikan diri dari hadangan Serena. Sesuai arahan Ritta, Leina mengalihkan perhatian Serena dengan menyerangnya tiba-tiba.Serena sempat kaget, belum sempat mengambil pistol sudah diserang Leina. "Kurang ajar! Sejak kapan ku berani begini hah!"Leina melawan dengan berusaha merebut pistol Serena yang disimpan di sabuk pahanya. Akan tetapi, dia kurang pengalaman dalam hal tersebut, dia mendorongnya sehingga bisa mengambil pistolnya sendiri."Serena! Kenapa kamu jadi seperti ini" Leina menyentuh dadanya yang sakit. Dorongan barusan sangat kasar.Serena menodongkan pistol ke kepala Leina. "Aku membencimu, Gadis brengsek!" Tanpa mengatakan apapun lagi, dia menarik pelatuk—Akan tetapi, Ritta lebih dahulu menghamtam kepalanya dengan vas yang diambilnya dari meja. Dia beruntung karena Serena terlalu fokus dan nafsu untuk membunuh Leina sampai mengabaikannya sejenak."AH!" Serena menjerit kesakitan, tapi tarikan pelatuknya sudah gak bisa dihentikan. Untung
Leina menuruti permintaan Arsen untuk menginap di rumah Dokter Tony. Dialah yang menyiapkan makan malam untuk mereka semua.Dokter Tony sampai takjub dengan makanan yang ada di meja. Dia melihat Arsen dan Leina yang sudah duduk di kursi masing-masing."Rasanya seperti punya putra dan menantu yang baik," katanya sesekali tersenyum pada Arsen.Arsen fokus makan saja, tak mau menanggapi ucapan bermakna ganda dari pria itu. Iya, dia tahu kalau kemungkinan Dokter Tony sudah menduga niatnya mengajak Leina bermalam di situ."Ngomong-ngomong Leina, kamu harusnya tidak perlu memasak sebanyak ini, kamu pasti lelah—“ kata Dokter Tony.Leina tersenyum. "Tidak masalah, Dok. Aku suka masak, kok ... Lagian ..." Ucapannya terhenti, mana mungkin dia mengatakan kalau dia memang masak banyak untuk memperingati ulang tahunnya besok. "Tidak apa, pokoknya aku senang masak banyak.”Tidak ada yang bicara setelah itu. Baik Arsen maupun Leina sama-sama diam. Iya, apalagi Arsen yang sedikit gugup. Bagaimana tid
Leina mengunjungi Arsen di tempat Dokter beberapa hari sekali. Itupun dia hanya datang untuk mengantarkan sesuatu, entah itu masakannya atau barang-barang yang mungkin bisa membuat Arsen ingat. Dia jarang berinteraksi dengan Arsen sendiri.Arsen merasa jaraknya menjadi lebih jauh dari Leina. Akan tetapi, itu malah membuatnya merasa kalau wanita itu memang dekat dengannya. Dia ingin mengobrol dengannya.Hari ini, Leina datang hanya untuk mengantarkan saus daging buatannya karena Arsen menyukainya. Setelah itu, dia berpamitan pulang.Akan tetapi, saat berjalan menuju gerbang keluar dari rumah tersebut, dia langsung dihadang oleh Arsen. Leina kaget, kenapa pria itu ada di luar rumah?"Pulang lebih cepat tanpa menemuiku dulu?" tanya Arsen dengan suara datar. Dia sepertinya kecewa karena Leina seolah menjaga jarak.Leina menoleh ke arah rumah, lalu kembali menatap Arsen. Dia bertanya, "kenapa kamu malah di sini? Kamu 'kan lagi pengobatan? Cepat masuk— lagian kalau ada kenal sama kamu giman
Hans membuka mata.Untuk sesaat, dia masih memproses apa yang terjadi. Dia melihat langit-langit. Kemudian, dia melihat dirinya sendiri yang terbaring di atas ranjang— di dalam kamar yang tidak asing.Pandangannya mengarah ke luar jendela yang tengah terbuka. Udara pagi terasa sejuk dan menenangkan.Tak lama kemudian, pintu kamar itu terbuka, dan seseorang masuk. Dia adalah Ritta— yang langsung kaget melihat pria itu sudah bangun."Hans!“ panggilnya cepat. Dia buru-buru mendekati ranjang. ”Kamu sudah siuman?“Hans bangun dari ranjang. Tubuhnya masih sakit semua, tapi setidaknya sudah baik-baik saja. Dia menatap Ritta, lalu tersenyum. Dia tidak terlalu ingat apa yang terjadi sebelum dia tak sadarkan diri, tapi setidaknya dia berhasil membuat Ritta aman dan Tino ditangkap."Syukurlah kamu baik-baik saja,” katanya.Ritta ingin menangis melihat pria itu. Kedua matanya berair, benar-benar lega. Dia duduk di tepian ranjang, lalu tanpa mengatakan apapun, dia memeluk pria itu dengan seerat mu
Arsen hanya diam saat disuguhi oleh pasta saus daging buatan Leina. Dia masih melihat makanan di atas meja makan depannya itu. Pandangannya menjadi lebih tenang.Entah kenapa— rasanya seperti nostalgia, dan dia sadar akan hal tersebut.Aroma saus yang ada di atas pasta itu menggugah selera, tapi juga membuat sekilas ingatan muncul di kepala. Walaupun, tetap saja— dia masih belum ingat apapun.Dia menatap Leina yang duduk di kursi yang berseberangan meja dengannya. Wanita itu duduk manis sambil memandangi dia. Senyum hangat tampak menghiasi bibirinya.Aneh.Kenapa wanita itu tidak takut? Kenapa masih bisa tersenyum padanya? Kenapa tidak menunjukkan niat membunuh?Padahal tadi dia sudah berbuat kasar, melukainya, membuatnya hampir mati tercekik. Tetapi, senyum hangat tanlepas dari bibirnya.Aneh.Leina heran karena dipandangi terus. Dia bertanya dengan ragu, "ada apa? Kamu ... Kamu tidak suka?“Nasibnya bergantung dari suasana hati Arsen sekarang. Kalau pria itu tidak suka, maka dia sun
Ciuman yang diberikan oleh Leina sangat mengejutkan diri Arsen. Dia tidak mampu bertindak apapun, tidak sanggup melakukan apapun, tidak menolak juga. Bibir wanita itu terasa lembut dan mampu menghangatkan bibirnya yang dingin.Selama beberapa detik, dia hanya terdiam dengan napas yang tertahan. Arsen benar-benar diluluhkan oleh ciuman itu. Untuk sekejap, dia seperti lupa siapa dirinya dan untuk apa di sini. Yang dia pikirkan hanyalah— kenapa rasa ciuman ini begitu hangat?Leina ...Nama itu terlintas di pikiran Arsen. Dia masih betah dengan merasakan ciuman Leina. Dia seperti tertawan oleh bibir wanita itu, seakan tidak sanggup untuk berhenti. Bahkan, dia bak rela kehabisan napas jika itu bisa terus berciuman seperti ini.Segala pemikiran buruknya menjadi sirna untuk sesaat. Hatinya menjadi damai. Dia merasa hidup. Perasaan hangat yang belum pernah dirasakan—Atau ... dia lupakan?Tetapi, dia kemudian tersadar, lalu menjauh dari Leina sehingga ciuman mereka terlepas. Dia menarik napas
Para anak buah Tino membawa pergi Ritta pergi keluar rumah. Ini memaksa Hans untuk berlari mengejarnya. Dia khawatir juga pada Leina, tapi situasinya sangat sulit.Leina sendiri masih berada dalam cengkraman sang kekasih. Dia makin sedih— tidak pernah membayangkan kalau Arsen akan kehilangan ingatannya tentang mereka semua.Butir demi butir air mata mengalir keluar dari kedua matanya. Hanya kesedihan yang menerpanya sekarang."Arsen ... tolong sadarlah!“ pintanya.Dia sama sekali tidak peduli dengan cekikan Arsen yang makin erat. Napasnya sudah sangat terbatas. Ini membuat dada sesak dan pandangan mulai kabur karena pasokan oksigen ke otak menipis.Arsen masih memandangi wajah Leina, berusaha mengingat wanita itu, tapi masih ada kabut hitam yang menyelimutinya. "Aku tidak kenal siapa kamu, tapi kamu memang sepertinya—"Ucapannya terhenti kala merasakan sakit kepala lagi. Entah mengapa, tatapan Leina yang dibanjiri air mata membuatnya tidak nyaman.Ada apa ini?Dia merasa dadanya ikuta
"KELUARKAN AKU DARI SINI!"Teriakan kencang keluar dari mulut Serena berulang kali. Dia sangat panik, takut dan juga gelisah berada di tabung kaca yang perlahan memasukkan air ke dalam.Iya. Dia dikurung di dalam situ dari beberapa jam yang lalu. Sekarang air yang merendam di bawah sudah sampai pinggang. Tinggal menunggu waktulagi sebelum dia benar-benar akan tenggelam.Dia berusaha keras menggebrak - gebrak kaca tabung itu, tapi sekuat apapun pukulannya, tak berhasil juga meretakkan kaca tersebut. Iya, rasanya dia sudah terjebak di dalam permainan sulap, dimana dia tak bisa keluar.Yang lebih memuakkan adalah sejak tadi sudah ada orang yang duduk di kursi tepat di depan tabung. Orang itu bagaikan penonton sulap yang menanti kapan Serena akan mati terendam di dalam tabung."KELUARKAN AKU, WANITA BODOH!" teriak Serena yang muak dan makin panik. Dia tidak terima dengan semua ini. "KENAPA KAMU DIAM SAJA! HARUSNYA KALIAN MEMBAWAKU PERGI MENEMUI ARSEN! MANA ARSEN-KU!""Berisik sekali, sih?
Melawan Arsen dengan kekuatan sendiri itu mustahil, Hans sadar akan hal itu. Karena itulah, dia menjelaskan trik yang bisa dipakai untuk melawannya.Berhubung mereka juga tidak memiliki waktu untuk mengumpulkan rekan, jadi mau tidak mau harus mengandalkan kemampuan diri sendiri.Sesuai dugaannya, ternyata Tino menemukan tempat persembunyian mereka di keesokan harinya. Mereka tidak ragu-ragu langsung masuk ke dalam kawasan perumahan ini. Dia memanfaatkan kondisi perumahan yang sedang sepi untuk menyusup. Dia memerintahkan banyak anak buahnya untuk mengintai di sekitar rumah target."Bagus, sesuai keinginan kita, tetangga kanan, kiri dan depan sedang pergi," ucap Tino saat melihat rumah persinggahan Ritta di seberang jalan. Dia berdiri tepat di bawah pohon rindang, ditemani oleh Nathan.Nathan melihat suasana perumahan yang sepi padahal sudah siang. "Tempat ini sepi sekali ... tapi pasti ada yang masih di rumah 'kan? Bagaimana kalau ada yang mendengar?""Tenang saja, itulah gunanya aku
Leina dan Ritta berhasil sampai di rumah persinggahan darurat dengan aman. Saat mereka sampai, hari sudah gelap.Mereka beruntung tidak ada yang mengikuti. Akan tetapi, Ritta terus menyibukkan diri dengan mengaktifkan keamanan rumah. Dia juga masuk ke ruang monitor. Sebelumnya, Hans meretas kamera pengawas jalan dan disambungkan ke ruang tersebut. Dengan begini, dia bisa tahu kalau ada orang mencurigakan sedang mengawasi rumah.Bangunan itu sendiri berada di dalam perumahan, tidak terlalu padat penduduk. Iya, itu karena lokasinya berada di wilayah di mana kebanyakan penghuni adalah pebisnis yang jarang pulang. Sekalipun tetangga kanan dan kiri rumah singgah itu sudah ada dihuni, tapi penghuninya jarang pulang. Tak heran, kawasan itu sangat sepi.Saat Ritta sibuk dengan semua itu, Leina membuatkan makan malam untuk mereka. Mereka makan malam tak lama kemudian. Tidak ada yang dibicarakan setelah itu karena keduanya sangat lelah.Karena hal itulah, mereka berdua langsung memutuskan un