Home / Pendekar / Arya Tumanggala 2 / Sederet Pertanyaan

Share

Sederet Pertanyaan

Author: Kebo Rawis
last update Last Updated: 2023-01-15 22:54:56
KRIDAPALA memungut seragam prajurit di balik semak-semak. Dengan kening masih mengernyit, dia memerhatikan benda tersebut dengan seksama. Sementara berbagai dugaan berkelebatan di kepala.

"Seragam siapa ini?" desis Kridapala, seraya menjembreng pakaian di tangannya.

Ada setidaknya tiga lubang pada seragam prajurit tersebut. Satu di bagian samping dan dua lagi di punggung. Ukuran ketiga lubang sama persis.

Sepertinya ketiga lubang itu bekas tusukan anak panah, sebab di sekelilingnya terdapat noda darah yang telah mengering. Artinya, prajurit pemilik seragam itu terkena lesatan anak panah dan terluka.

Jika menilik letak lubang pada bagian punggung seragam, itu artinya si prajurit dibokong dari belakang. Bisa dipastikan luka yang diterima prajurit tersebut sangat parah, bahkan boleh jadi menyebabkannya tewas di tempat.

"Apa maksudnya ini? Mengapa ada pengawal Gusti Puteri yang merasa perlu melepas seragamnya dan meninggalkannya di sini?" gumam Kridapala, masih dengan kening berkerut.
Kebo Rawis

Sekadar mengingatkan, Gunung Pawinihan yang dimaksud di sini adalah nama arkhais dari Gunung Wilis. Sedangkan Lusem yang menjadi latar cerita, merupakan tempat yang kini berada Desa Poh Sarang di Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri.

| Like
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Arya Tumanggala 2   Termakan Hasutan

    DARI dua orang di dalam ruang tahanan, Senopati Arya Lembana yang paling kaget. Parasnya sontak berubah begitu sosok yang berucap tadi muncul. Benar, dialah Rakryan Tumenggung."G-Gusti Tumenggung?" ucap Arya Lembana tergagap, sembari cepat-cepat berdiri.Sedangkan Kridapala menyeringai lebar. Kini sang bekel berada di atas angin. Jika saat menemukan seragam prajurit di balik semak-semak tadi dia sekadar menaruh dugaan, kini niat jahatnya muncul.Sejak peristiwa perampasan upeti dari Wurawan beberapa purnama lampau, Kridapala memang menaruh dendam pada Arya Lembana. Dia selalu mencari-cari kesempatan untuk membuat celaka atasannya sendiri.Itu sebab Kridapala menerima ajakan Arya Agreswara untuk merong-rong wibawa kerajaan. Namun ternyata rencana busuk itu dibongkar oleh Tumanggala. Melihat kesempatan kini datang padanya, tentu Kridapala tak mau melepasnya begitu saja."Di mana kau temukan seragam itu?" tanya Rakryan Tumenggung yang sudah berdiri menjajari Kridapala. Telunjuknya terar

    Last Updated : 2023-01-16
  • Arya Tumanggala 2   Rencana Mulus

    TAHU rencananya berhasil dan Rakryan Tumenggung termakan hasutan, Kridapala semakin berani saja. Tepat saat mereka tiba di ujung tangga, bekel tersebut menghentikan langkah sang panglima. "Mohon ampunkan jika dianggap bersikap lancang, Gusti Tumenggung," ujar Kridapala, sembari memberi sembah, "tetapi saya tengah bertanya-tanya, siapa kiranya yang akan Gusti Tumenggung perintahkan untuk mencari dan mengejar Tumanggala?" Rakryan Tumenggung langsung menatap tajam pada Kridapala. "Mengapa kau ingin tahu, Ki Bekel?" "Sekali lagi saya mohon ampun, Gusti ..." Kridapala kembali memberi sembah hormat. "Jika Gusti Tumenggung belum menentukan, saya bermaksud mengajukan diri untuk tugas itu." "Hmm...." Rakryan Tumenggung mengusap-usap dagu dengan tangan kiri, sementara tangan satunya bersedekap di depan dada. Sepasang matanya masih menatap tajam pada Kridapala. Seolah bermaksud menyelidiki apa sebenarnya niatan bekel tersebut. Melihat Rakryan Tumenggung seperti ragu-ragu, buru-buru Kridapal

    Last Updated : 2023-01-17
  • Arya Tumanggala 2   Saran Citrakara

    SANG surya baru setinggi galah. Langit biru cerah, meski beberapa gumpal besar mega putih menggantung di angkasa. Angin semilir bertiup dari selatan, mengantar angin laut yang lembab dari pesisir nun jauh. Di jalan tanah sepanjang sisi selatan Bengawan Sigarada, sepasang anak muda berboncengan menunggang seekor kuda. Langkah hewan yang mereka tunggangi tidak terlalu kencang juga tidak terlalu lamban. Penunggang kuda laki-laki berwajah cakap dengan tubuh tegap lagi kekar. Sedangkan yang perempuan berwajah bulat telur nan ayu dengan rambut sehitam jelaga, terjuntai lurus hingga ke pinggang. "Kau tidak sadar jika sedari tadi kita jadi pusat perhatian orang-orang, Kakang?" ucap penunggang kuda perempuan yang duduk di depan. Sambil berkata demikian, perempuan itu menoleh ke belakang untuk menatap lawan bicara. Rambut panjangnya seketika terlempar, ujungnya mengenai wajah dan dada penunggang kuda laki-laki. "Abaikan saja, Kara," sahut penunggung kuda laki-laki. Dadanya yang terkena kele

    Last Updated : 2023-01-18
  • Arya Tumanggala 2   Komplotan Lama

    BEGITU keluar dari tembok istana, Kridapala langsung mengarahkan kudanya ke pinggiran Kotaraja. Menyusuri jalan tanah berdebu yang semakin jauh ke arah luar Kotaraja semakin jarang rumah. Tiba di sebuah perkebunan sayur-mayur nan luas, Kridapala memperlambat laju kuda tunggangannya. Sepasang mata bekel kerajaan itu menatap sepanjang kiri-kanan jalan dengan sorot tajam, seperti tengah mencari-cari sesuatu. "Ah, pasti itu tempatnya!" seru Kridapala perlahan saat melihat satu-satunya rumah dalam luasan perkebunan. Rumah itu sangat sederhana, khas kediaman rakyat jelata di Kerajaan Panjalu. Dindingnya berupa geribik, dengan tiang-tiang penyangga berupa lonjoran kayu bulat utuh. Anyaman daun nipah lebar-lebar menjadi atap. Kridapala menyentak tali kekang kuda, mengarahkan hewan tunggangannya itu masuk ke halaman rumah. Setelah mengamat-amati keadaan rumah sejenak, bekel kerajaan itu melompat turun. "Siapa di luar?" Satu suara berat dari dalam rumah menyambut kedatangan Kridapala. Diiri

    Last Updated : 2023-01-18
  • Arya Tumanggala 2   Sosok di Balik Pohon

    KRIDAPALA langsung melanjutkan perjalanan setelah urusan dengan Sudawarman selesai. Bekel kerajaan itu pergi dengan wajah menyunggingkan seringai bercampur senyuman. Bertambah sudah kekuatannya untuk membalaskan dendam pada Tumanggala. Dari balik rumpun bambu di mana dirinya dan Sudawarman berbicara, Kridapala langsung mengambil jalan pintas ke perbatasan Kotaraja. Tujuan selanjutnya adalah mendatangi tempat yang ditunjukkan oleh Triguna padanya kemarin. Sayang, bagaimanapun hati-hatinya Kridapala, tanpa ia sadari seorang lelaki muda membuntutinya sejak keluar dari tembok istana tadi. Si penguntit membuntuti dalam jarak aman, sehingga bekel tersebut benar-benar tidak sadar. Penguntit itu memang sempat kehilangan jejak saat Kridapala menemui Sudawarman. Namun begitu Kridapala keluar dari persembunyiannya dan menuju perbatasan Kotaraja, lelaki muda itu kembali membuntuti di belakang. Suiiiittt! Belum terlalu jauh meninggalkan perbatasan Kotaraja, tiba-tiba saja Kridapala mendengar s

    Last Updated : 2023-01-19
  • Arya Tumanggala 2   Kecurigaan Rakryan Rangga

    SEPANJANG pagi itu Senopati Arya Lembana mondar-mandir di dalam ruang tahanannya. Lama ia berpikir-pikir bagaimana caranya untuk menemui Ganaseta dan meminta keterangan. Otaknya serasa buntu,Yang jelas sejak teringat pada Ganaseta, sang senopati yakin betul perampok tersebut dapat memberi keterangan berharga. Sebagai sesama penjahat biasanya saling mengenali.Tinggal tunjukkan saja anak panah yang dipakai gerombolan penculik itu, yang beberapa di antaranya masih menancap di jasad para pengawal Dyah Wedasri Kusumabuwana. Arya Lembana sempat menyerahkan anak panah itu pada Rakryan Tumenggung sebagai bukti, juga kepada Rakryan Rangga."Tapi bagaimana caranya aku menemui Ganaseta? Tak mungkin aku keluar dari kurungan sialan ini!" desis Arya Lembana kebingungan.Seakan mendapat restu dari semesta, di kala sang senopati tengah kebingungan sendiri seperti itu terdengar suara berisik dari pintu. Agaknya gembok pada daun pintu besi itu tengah dibuka."Siapa...?"Belum sempat Arya Lembana menu

    Last Updated : 2023-01-20
  • Arya Tumanggala 2   Keterangan Ganaseta

    RAKRYAN Rangga bergegas keluar dari ruang tahanan. Pintu kembali ditutup dan dikunci. Arya Lembana mengikuti kepergian atasannya itu dari lubang yang ada di daun pintu besi. Sekitar sepeminuman teh berselang, suara berisik logam beradu kembali terdengar. Ketika pintu ruang tahanan terbuka, Rakryan Rangga masuk bersama seorang lelaki bercambang bauk lebat. Karena kini di dalam tahanan ada orang ketiga, dua orang prajurit turut masuk untuk berjaga-jaga di dekat pintu. Sementara Arya Lembana langsung mendekati lelaki bercambang bauk yang tak lain Ganaseta. "Ganaseta," panggil Arya Lembana. "Kami memerlukan keteranganmu." Sekalipun hukumannya diringankan menjadi kurungan seumur hidup, tetap saja Ganaseta merasa kesal dan mendendam pada para petinggi tata keprajuritan Panjalu. Termasuk terhadap Arya Lembana. Karena itulah si perampok hanya diam menatap Arya Lembana dengan sorot mata tajam. Lagi pula, ia tidak tahu untuk apa dirinya dibawa ke ruang tahanan ini. Rakryan Rangga tidak berk

    Last Updated : 2023-01-20
  • Arya Tumanggala 2   Lelaki Tua

    SEMENTARA itu di perbatasan Kotaraja.... Seorang lelaki tua berjalan membelah jalanan tanah menuju pusat kota Dahanapura. Sambil berjalan, si lelaki tua sambil bersiul-siul. Sesekali kaki dan pinggulnya bergoyang seirama nada siulan. Jika ditilik dari warna rambut dan jenggot serta perawakannya yang kurus kering, usia lelaki tua itu tak kurang dari 60 tahun. Namun jalannya masih sangat lincah dan kencang. "Oh, Dahanapura. Sudah puluhan tahun aku tidak menginjakkan kaki ke tempat ini," gumam si kakek, sembari memandangi sekitar. Saat itu ia tiba di satu persimpangan jalan dan berhenti dengan bimbang. Keningnya yang sudah keriput tampak berkerut-kerut kusut tak karuan. "Sekarang jalan mana yang harus kutempuh?" ujar si lelaki tua pada dirinya sendiri. "Lurus terus ke arah sana, belok kiri, atau belok kanan?" Lama termenung sendiri tak mendapat jawaban, secara tak sengaja pandangan mata lelaki tua itu terantuk pada sebuah warung makan di tepi jalan yang berbelok ke kiri. Entah isyar

    Last Updated : 2023-01-20

Latest chapter

  • Arya Tumanggala 2   Kata Penutup

    Akhirnya, setelah sempat terbengkalai selama lebih dari satu warsa, seri kedua dari kisah Arya Tumanggala ini rampung juga. Ada perasaan lega, tetapi juga sedikit tidak puas di dalam diri saya. Lega karena dengan ini saya tidak lagi menggantung pembaca dengan kisah yang tak kunjung tuntas. Juga sangat lega karena saya dapat menunaikan janji kepada editor, baik yang dulu maupun yang sekarang. Sedangkan rasa tidak puas muncul karena saya sadar sepenuhnya jalan cerita ini agak meleset dari rencana awal. Harap maklum, lebih dari sewarsa cerita ini terlantar karena satu dan lain alasan. Karena itu, saya mohon kerelaan para pembaca sekalian untuk memaklumi serta memaafkan rupa-rupa kekurangan yang mungkin berceceran dalam cerita ini. Tak ada gading yang tak retak, apatah lagi karya saya yang amat sangat sederhana ini. Dengan segala kerendahan hati, saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pembaca yang telah mengikuti Arya Tumanggala 2 sampai tamat. Sampai jumpa di cerita selanjut

  • Arya Tumanggala 2   Rindu Citrakara

    "INI sudah hari keberapa sejak kakangmu itu tahu-tahu kembali kemari, tapi langsung pergi lagi?"Sambil mengajukan tanya, wanita berusia kisaran enam puluhan tahun itu menjejalkan sebatang kayu bakar ke dalam tungku. Api meredup sejenak, tetapi segera membesar lagi usai ditiup oleh si wanita tua."Seingatku baru dua hari, Bi," jawab perempuan muda yang diajak bicara. Di tangannya terpegang sebuah kipas bambu yang sesekali diipit-ipitkan ke tungku.Wanita tua yang dipanggil bibi tersenyum penuh arti. "Baru ditinggal pergi dua hari saja kau sudah sekusut ini. Sudah terlalu berat menanggung rindu agaknya....""Bibi!" tukas si perempuan muda, lalu mencebikkan bibir dengan raut muka kesal. "Aku hanya mencemaskan Kakang Tumanggala. Siapapun yang berani menculik puteri raja, pastilah bukan orang sembarangan. Aku khawatir....""Dan kakangmu itu juga bukan orang sembarangan, Citra," sergah si wanita tua pula. "Kau tak perlu terlalu mencemaskan dirinya. Dia pasti bisa menjaga diri, percayalah."

  • Arya Tumanggala 2   Kembali ke Daha

    ARAK-ARAKAN pasukan tersebut memasuki Dahanapura jelang dini hari. Paling depan sebagai pemimpin adalah Rakryan Mantri Tumenggung. Di sebelahnya ada Senopati Arya Mandura bersama dua bekel.Lebih di belakang lagi, terdapat sepasukan kecil berkekuatan 20 prajurit magalah. Mereka dipimpin oleh seorang bekel dan dibantu seorang lurah prajurit.Tepat di belakang pasukan kecil itu terdapat kereta kencana yang dikawal ketat sepuluh prajurit magalah di kanan-kiri. Di dalamnya, Dyah Wedasri Kusumabuwana dan simbok emban tengah tertidur pulas.Lalu di belakang kereta kencana ada dua gerobak kayu yang terlihat dibuat secara dadakan. Gerobak pertama berisi seorang lelaki dalam keadaan luka-luka, yang tak lain adalah Senopati Arya Lembana. Sedangkan gerobak kedua dijejali pendekar-pendekar bayaran komplotan Kridapala yang dikalahkan oleh Arya Mandura.Tumanggala yang tadi diminta ikut masuk ke dalam kereta oleh Dyah Wedasri, mau tak mau menurut saja. Beruntung baginya sang puteri sudah terlelap s

  • Arya Tumanggala 2   Kejutan Dyah Wedasri

    USAI menerima laporan bahwa keadaan Dyah Wedasri baik-baik saja, Rakryan Tumenggung langsung mengambil beberapa tindakan. Pertama-tama, kepada semuanya sang panglima berkata ingin membawa junjungan mereka ke istana malam ini juga."Paling lambat pagi-pagi sekali besok, Gusti Puteri sudah harus tiba di istana," ujar Rakryan Tumenggung, yang langsung dipatuhi oleh seluruh pasukannya.Setelah tandu disiapkan, Dyah Wedasri dipersilakan naik untuk dibawa meninggalkan kawasan tepi jurang. Mereka kembali ke sungai, sebelum kembali ke dekat air terjun dan bergabung dengan Senopati Arya Mandura bersama anggota pasukan lainnya.Di sungai, rombongan dipecah dua. Yang pertama membawa Dyah Wedasri melalui jalur sungai, sedangkan yang kedua kembali ke kawasan air terjun lewat jalur darat.Dyah Wedasri dibawa dengan sampan bersama Rakryan Tumenggung, seorang bekel, serta dua prajurit sebagai pendayung. Sedangkan para pengawal menaiki rakit batang pisang buatan Tumanggala.Tumanggala sendiri turut me

  • Arya Tumanggala 2   Rahasia Petapa Tua

    "ORANG tua, kau ini siapa? Bagaimana kau bisa mengetahui nama kecilku?" tanya salah satu pengeroyok Tumanggala, seketika mengalihkan perhatian pada si lelaki tua yang tadi berseru.Yang ditanyai tertawa mengekeh, sembari pandangan lelaki berpakaian perwira tinggi kerajaan di hadapannya. Menilik pada kemewahan serta kelengkapan seragam orang tersebut, petapa tua itu mudah saja mengenali jika yang tengah dihadapi adalah seorang berpangkat tinggi.Sementara Tumanggala untuk kesekian kalinya dibuat kaget. Setelah berhenti bertarung, ia jadi punya kesempatan mengamat-amati wajah dua pengeroyoknya. Parasnya seketika berubah."G-Gusti Tumenggung?" seru Tumanggala tanpa sadar.Perwira tersebut memang Rakryan Mantri Tumenggung. Ia dan rombongannya jadi yang terdepan dalam mengejar arah suara Dyah Wedasri. Sayang, kedatangannya di tempat ini disuguhi pemandangan yang membuatnya berburuk sangka.Rakryan Tumenggung berbalik badan dan memandangi Tumanggala. Seolah baru menyadari siapa yang tadi ia

  • Arya Tumanggala 2   Penolong Tak Terduga

    "ASTAGA! Bagaimana bisa begini?"Tumanggala benar-benar terkejut ketika kemudian tahu siapa sosok yang baru muncul dari dasar jurang. Ia memang belum melihat wajah orang tersebut, tetapi suara yang baru saja terdengar sudah tidak asing lagi baginya.Maka Tumanggala buru-buru bangkit dan berdiri, meski dengan wajah mengernyit menahan perih. Bertepatan dengan saat itu sosok tadi mendaratkan kakinya di permukaan cadas batu di tepi jurang.Kerutan di kening Tumanggala bertambah dalam manakala menyadari sosok tersebut tidak sendiri. Di pundak kanannya ada sesosok tubuh gadis, tampak diam saja dalam panggulan."G-Guru?" ujar Tumanggala setengah tak percaya. "Gusti Puteri? Bagaimana bisa?""Bagaimana bisa, bagaimana bisa?" sembur sosok yang baru muncul, tak lain tak bukan memang si petapa dari Teluk Secang, guru Tumanggala."Tumang, Tumang ... kau seharusnya mengucapkan terima kasih padaku, bukannya malah terlihat bingung dan heran seperti kambing congek begitu!" tambah si lelaki tua. Meski

  • Arya Tumanggala 2   Kejutan Terbesar

    "APA maksudmu, Keparat?" tanya Tumanggala setengah menggeram. "Apa yang telah kau perbuat pada ayah kandungku?" Genggaman Tumanggala kian erat memegangi pergelangan tangan Kridapala. Ia tak sudi melepas mantan atasannya itu sebelum mendapatkan kejelasan mengenai kedua orang tuanya. Dari apa yang diucapkan Kridapala kepadanya sejak di atas sampan tadi, Tumanggala langsung menduga kuat jika Kridapala mengenal baik ayah-ibu kandungnya. Bahkan bisa jadi mantan bekel tersebut tahu banyak apa yang menimpa dua orang tersebut. Kridapala sendiri menyeringai susah payah sebagai tanggapan. Setengah menahan sakit, setengahnya lagi sengaja mengejek Tumanggala yang tampak kian penasaran terhadap apa yang sudah ia sampaikan. "Ayahmu seorang terhormat, Tumanggala, seorang besar yang disegani semua kalangan di kerajaan ini," jawab Kridapala kemudian, meski dengan napas terengah-engah. "Andai saja nasib malang tidak menimpanya, aku pastikan masa kecilmu sangat bahagia. Kau tumbuh di puri indah lagi

  • Arya Tumanggala 2   Tumanggala Unggul

    SAMBIL terbungkuk-bungkuk menahan sesak di dada, hati Tumanggala seketika berdesir. Dari sini saja ia langsung tahu jika Kridapala sesungguhnya memiliki kemampuan tenaga dalam lebih tinggi.Wajar sebetulnya, sebab seorang bekel kerajaan memang haruslah menguasai setidaknya tenaga dalam tingkat menengah. Tumanggala yang belum lama naik jabatan jadi wira tamtama, serta selalu melarikan diri dari gurunya, masih belum terlalu mendalami kepandaian tersebut."Aku harus mencari akal," gumam Tumanggala kemudian.Ia paham benar, dirinya tidak boleh sering-sering beradu tenaga dalam dengan Kridapala. Jika tidak, lambat laun luka dalam yang baru saja ia derita bakal semakin parah. Bahkan dapat mengancam nyawa!Di kejauhan, Kridapala tampak berdiri tenang-tenang. Sekilas pandang sepertinya lelaki tersebut tidak merasakan apa-apa. Beradunya pukulan tenaga dalam tadi seolah tidak menimbulkan akibat buruk sedikit pun padanya.Namun itu hanyalah akal-akalan Kridapala. Ia tak sudi terlihat lebih lemah

  • Arya Tumanggala 2   Dendam di Atas Dendam

    "BAJINGAN kau, Tumanggala!" Triguna meraung setinggi langit. Diikuti mendesis-desis tak karuan.Tadi, ketika melihat pertahanan Triguna terbuka, Tumanggala langsung memanfaatkan kesempatan bagus tersebut. Ia entakkan sebelah kaki sekuat tenaga, mengirim tendangan bertenaga dalam tinggi ke dada lawan.Karena gerakannya semakin lamban, Triguna tak kuasa bergerak menghindar. Lelaki itu hanya bisa coba menangkis dengan kedua tangan, tetapi tendangan Tumanggala terlalu deras baginya.Dadanya memang terhindar dari terjangan, tetapi tapak kaki Tumanggala tanpa ampun menghajar kedua tangan Triguna. Suara berderak tadi adalah pertanda jika sepasang tangan lelaki tersebut mengalami patah tulang.Di tempatnya, Kridapala bergidik menyaksikan keadaan Triguna. Sudahlah pangkal bahunya bergeser, kini kedua tangan pun terkulai lemah karena mengalami patah tulang."Menyerahlah, Triguna. Tabib istana pasti mampu menyembuhkan luka-lukamu," ujar Tumanggala yang juga tampak mengernyit ngeri. Bagaimanapun

DMCA.com Protection Status