Hari ini merupakan hari pertama untuk Caroline di Afford Company. Sedangkan Bianca, di sibukan dengan banyaknya perusahaan majalah dan fashion di New York yang memesan rancangannya.
"Kakak, aku pergi dulu yaa," pamit Caroline.
"Annabeth sayang, Mom pergi kerja dulu," kata Caroline sambil memeluk Annabeth.
"Mom, weekend ini kita pergi bersama dengan Mom Bianca kan?" suara Annabeth bertanya dengan polos. Bibirnya mengerucut menatap Caroline.
"Tentu sayang, weekend ini kita semua akan pergi bersama."
"Caroline, kau hati-hati. Jika ada sesuatu yang mengganggumu, kau harus segera menghubungiku. Dan ini kunci mobilmu, kakak sudah membelikan mobil untukmu." Bianca menyerahkan kunci mobil pada Caroline.
"Astaga kakak, kenapa kau membelikanku mobil?" tanya Caroline yang terkejut karena Bianca membelikan mobil baru untuknya.
"Kau ini bagaimana! Aku tidak mungkin membiarkanmu naik taksi. Cepat ambil ini," Bianca memaksa Caroline menerima kunci mobil di tangannya.
Caroline tersenyum, dia langsung memeluk erat tubuh Bianca. "Terima kasih ka, kau memang yang terbaik."
"Sudah kau berangkat sekarang, minggu ini aku akan sangat sibuk," ujar Bianca.
Caroline mengangguk paham, dia mengambil kunci mobil itu kemudian berjalan menuju mobil.
***
Kini mobil Caroline sudah memasuki halaman parkir Afford Company. Setelah memarkiran, Caroline langsung turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam perusahaan. Caroline membuka kaca mata hitamnya, meletakan di atas kepala dan berjalan dengan anggun memasuki lobby perusahaan.
Saat tiba di ruang meeting. Caroline melangkah masuk ke dalam. Caroline menatap banyak para model yang sudah lebih dulu datang. Caroline memilih duduk di depan. Dia ingin langsung melihat wajah pemilik dari Afford Company dari jarak dekat.
Lima belas menit kemudian, ketika semua para model tengah menunggu pemilik dari Afford Company. Seketika tatapan mereka semua tertuju pada pria yang melangkah masuk ke dalam ruang meeting.
Caroline terus menatap pria itu. Tidak ada satu wanita pun yang berkedip menatap sosok pria itu. Tampan, rahang tegas, hidung mancung dengan tubuh yang tegap. Pria di hadapan Caroline ini benar-benar pria yang tidak mungkin di tolak oleh para wanita.
"Astaga, apa ini pemilik Afford Company? Dia sungguh tampan," batin Caroline. Tatapannya tidak henti menatap sosok pria yang berdiri di hadapannya.
"Baiklah, Selamat pagi. perkenalkan saya Alvin, Assistant pribadi Tuan Arthur pemilik dari Afford Company. Hari ini saya dan Tuan Arthur khusus datang ke sini untuk menyapa para model baru yang telah kami pilih. Kami ucapkan selamat untuk para model yang terpilih. Kami memilih kalian dari sekian banyak model ditempat kalian dan kami yakin jika kalian adalah model terbaik," kata Alvin memberikan kata sambutan seraya memperkenalan Arthur yang tengah berdiri di sampingnya.
"Kami persilahkan untuk para model memperkenalkan diri kalian masing-masing." lanjut Alvin.
"Perkenalkan nama saya Alessa, saya model dari Italia."
"Perkenalkan nama saya Irish, saya model dari Germany."
"Perkenalkan nama saya Belinda, saya model dari Spain."
"Perkenalkan nama saya Caroline, saya model dari Paris."
Setelah perkenalan diri para model, Arthur mulai membahas rancangan busana yang akan mereka kenakan. Sebenarnya Arthur sudah memilih beberapa designer terkenal. Tapi dia tetap ingin mencari designer untuk majalah yang akan diterbitkan bulan depan. Dia ingin para modelnya tampil dengan sangat mempesona.
"Alvin, Kau harus temukan designer terbaik. Dan satu lagi rancangan yang dia buat haruslah rancangan yang terbaik untuk para modelku," tukas Arthur.
Alvin mengangguk patuh. "Baik tuan."
Caroline terus menatap Arthur yang mmebahas mencari seorang designer. Entah kenapa ada keyakinan dalam hati Caroline, jika Bianca akan terpilih. Alasannya karena memang Bianca terkenal sangat hebat. Bahkan saat di Paris, Bianca sering mendapatkan penghargaan atas prestasi yang telah dia raih.
Caroline memilih diam, tanpa harus Caroline merekomendasikan Bianca, dia sangat yakin kakakanya itu akan terpilih.
***
Bianca duduk di kursi kerjanya. Menatap setiap laporan masuk yang di belikan Lily. Belakangan ini Bianca akan di sibukan dengan banyaknya, penawaran kerja sama. Bukan tidak ingin tapi Bianca selalu berhati-hati dalam memilih rekan bisnisnya. Bianca menekan tombol interkom, dia meminta Lily untuk datang ke ruang kerjanya.
Tidak lama kemudian, Lily melangkah masuk ke dalam ruang kerja Bianca setelah tadi dia mengetuk pintu.
"Maaf nona, ada yang bisa saya bantu?" tanya Lily.
"Li, aku rasa kita butuh tambahan designer. Kau tolong carikan designer lulusan terbaik yag ingin bekerja. Pilih yang terbak, aku percaya pada mu," ujar Bainca.
Lily mengangguk patuh. "Baik nona."
"Kau boleh pergi sekarang. Selesaikan pekerjaan mu," tukas Bianca.
Lily menundukan kepalanya, lalu undur diri dari hadapan Bianca.
Bianca menyandarkan punggungnya di kursi, memejamkan mata lelah. Sejak dia pindah, dirinya terlalu sibuk dengan pekerjaan yang menumpuk.
Suara ketukan pintu terdengar, Bianca membuka matanya. Dia langsung menginterupsi untuk masuk. Bianca tersenyum menatap Viola sahabatnya itu datang ke butiknya.
"Apa aku mengganggumu?" sapa Viola. Dia melangkah mendekat dan langsung duduk tepat di hadapan Bianca.
"Tidak," jawab Bianca. "Kau tidak ke perusahaan?"
Viola mendesah pelan. "Aku bosan, jika harus datang ke perusahaan. Kepala ku sakit memikirkan tentang perusahaan."
Bianca mengedikan bahunya. "Itu salah mu sendiri. Kau tidak mau meneruskan bisnis orang tuamu."
"Kau tahu alasannya," Viola mendengus kesal. "Ayahku itu terlalu banuak mengatur hidupku. Dan aku ingin bebas, tidak banyak larangan darinya. Itu hanya membuat ku jenuh, dan merasa seperti bonekanya."
"Aku yakin, ayahmu hanya menginginkan yang terbaik untukmu," balas Bianca.
"Sudahlah lupakan, ceritakan bagaimana dengan butikmu? Semuanya berjalan dengan lacar?" tanya Viola yang memilih untuk tidak lagi membahas tentang dirinya.
"Ya, semuanya baik. Belakangan aku di sibukan banyaknya perusahaan yang menawarkan kerja sama. Tapi aku tidak bisa langsung mengambilnya. Aku hanya memilih, karena aku tidak ingin terikat kontrak yang akan membebankan diri ku." ujar Bianca.
"Aku sangat yakin, kau akan sangat sukses di sini. Kau lihat saja di Paris, banyak orang yang mengenalmu. Bahkan aku pernah melihat, kau sering mendapatkan pengharagaan," kata Viola dengan tatapan bangga ke arah sahabatnya itu.
"Jangan berlebihan," balas Bianca. "Semua yang aku lakukan demi keluargaku."
"Aku tahu, sejak dulu kau memang sekalu bisa di andalkan," jawab Viola. "Tapi apa kau masih belum ingin memiliki kekasih?"
"Aku tidak ingin membahasanya Viola. Kau tahu, aku tidak memiliki waktu untuk seorang pria." tukas Bianca.
"Tapi-"
"Kau memberitahuku, tapi kau sendiri masih belum memiliki kekasih!" Bianca sudah lebih dulu memotong ucapan sahabatnya itu.
Viola mendengus tak suka. "Kau ini cerdas sekali! Ketika aku membahas tentang dirimu, kau membalikannya pada ku."
Binaca mengangkat bahunya acuh, dia mengambil cangkir teh di hadapannya dan mulai menyesapnya.
Hari ini Bianca sudah disibukan dengan banyaknya perusahaan fashion dan majalah yang menghubunginya untuk menjalin kontrak kerja sama. Tapi tidak semua perusahaan yang menawarkan kerjasama disetujui dengan mudah oleh Bianca.Bianca yang kewalahan belakangan ini dengan banyaknya pesananan membuatnya jarang memiliki waktu dirumah.Bianca banyak lembur menyelesaikan pekerjaannya. Ditambah dalam minggu ini sudah ada lima perusahaan yang memaksanya untuk menyelesaikan gaun rancangannya.Bianca pun sudah mendapatkan designer lulusan baru, Lily Asisstant Bianca sangat lah cerdas. Aapapun yang Bianca perintahkan, dengan sigap Lily angsung mengerjakannya.Lily tidak pernah menunda pekerjaan, itulah yang membuat Bianca sangat menyukai kinerja Lily selama menjadi Assistantnya.Sejak Butiknya pertama kali buka di New York, butik milik Bianca tidak pernah sepi dari pelanggan. Setiap harinya selalu ramai. Hal ini yang membuat Bianca selalu membuat rancangan baru setiap hari dengan jumlah yang cukup
Pagi hari Bianca sudah bersiap-siap menuju Afford Company. Sebelumnya ia sudah menanyakan mengenai Affod Company kepada Caroline. Tapi Caroline pun tidak begitu mengetahui tentang CEO dari Afford Company.Ketika Bianca bertanya tentang Afford Company kepada Caroline, Adiknya hanya menggambarkan sosok CEO yang dia bilang sangat tampan dan memiliki atletis. Ini benar-benar membuat Bianca malas mendengarkannya.Bianca hari ini berpenampilan sangat cantik. Ia mengenakan long dress berwarna tosca tanpa lengan dan dipadukan dengan perhiasan tidak berlebihan. Ini merupakan salah satu rancangannya. Ia memang pandai dalam merancang gaun.Bianca selalu membawa sang assistant dalam pertemuannya dengan perusahaan yang ingin menjalin kerja sama dengannya.Setibanya Bianca di Afford Company, Benar semua yang diceritakan Lily dan Caroline. Afford Company adalah perusahaan yang sangat besar. Bahkan Afford Company jauh lebih besar dari Lancaster Company."Hi saya Bianca, designer dari paris. saya suda
Setelah Bianca menandatangani kontrak kerjasamanya dengan Afford Company. Arthur meminta hasil rancangan Bianca dalam minggu ini dan Bianca pun berusaha untuk prefesional dalam pekerjaannya. Meskipun dia tidak menyukai CEO dari Afford Company, tapi ia tetap menyelesaikan permintaan dari Arthur.Hasil rancangan Bianca sudah siap untuk dikirim ke Afford Company. Tapi sesuai permintaan dari Arthur, dia menginginkan Binca langsung yang mengantarkannya. Sebenarnya Bianca ingin menolaknya, tapi percuma saja dia menolak. Arthur akan kembali mengancamnya. Hari ini Bianca mengenakan mini dress berwarna maroon, warna yang sangat pas dikulit Bianca yang putih dan mulus. Dulu ketika orang-orang belum mengetahui jika ia adalah seorang designer, banyak perusahaan majalah dan fashion memintanya untuk menjadikannya model. Bianca tidak pernah menyukai dunia model, ia sangat menyukai fashion tapi jika ia diminta untuk menjadi model. Ia akan menolak dengan keras. Menurut Bianca cukup Caroline saja ya
Arthur yang mulai merasakan jenuh dengan segala pekerjaannya, memutuskan untuk pergi ke club milik sahabatnya, Steven. Arthur mengambil ponsel miliknya dan mulai menghubungi Steven."Bastard, kenapa kau mengganggu ku?" seru Steven dengan emosi"Ck! Malam ini aku akan ke club mu. Siapkan aku jalang cantik dan sexy. Sudah lama aku tidak menyentuh wanita tapi ingat aku ingin yang bersih dan bukan bekas mu" sahut Arthur."Haha, Kau mau bersih? carilah gadis perawan kalau kau bisa menemukannya" ledek Steven sambil menertawakan Arthur"Shitt" umpat Arthur"Sudah jangan banyak komentar, cari saja jalang untuk menemani ku malam ini" seru Arthur."Ya, baiklah. Akan aku berikan kualitas yang memuaskan mu"Arthur memutuskan panggilannya. Dia mulai melihat hasil rancangan Bianca kemarin, Tidak bisa ia bohongi walaupun dia bekerja sama dengan gadis yang menyebalkan untuknya. Tapi Bianca layak menjadi seorang designer terkenal. "Gadis ini hebat juga, rancangannya sangat bagus" Gumam Arthur.***Bi
Bianca yang masih terus meminum winenya. Sedangkan Arthur masih terus berada di samping Bianca. Arthur tidak mungkin meninggalkan Bianca dalam keadaan mabuk. ia khawatir akan ada pria asing yang berusaha mengganggunya."Seharusnya aku sudah menikmati jalangku. Tapi gara-gara gadis ini semuanya berantakan." tukas Arthur, dingin."Gadis bodoh! jika kau tidak kuat minum, kenapa kau minum banyak!" seru Arthur menatap tajam ke arah Bianca."Arthur, kenapa Alex tidak melepas ku? Dia itu pria bajingan. Aku tidak sudi menjadi tunangannya." ucap Bianca sambil menempelkan kepalanya di lengan Arthur."Bianca, sudahlah. kau sudah mabuk. Berhenti minum." seru Arthur sambil mengambil gelas wine yang ada di tangan Bianca.Melihat Bianca yang mabuk, akhirnya Arthur meminta Alvin untuk memesan kamar hotel di dekat Ruby Club. Arthur berjalan meninggalkan rubby club sambil menggendong Bianca keluar. Semua gadis yang melihat Arthur menggendong seorang gadis, mereka menatap gadis yang digendong Arthur p
Bianca terbangun dari tidurnya, ketika ia mulai membuka matanya. Tiba-tiba matanya terbelalak kaget ketika melihat sebuah tangan kokoh melingkar di perutnya. Kini Bianca membuka lebar matanya, memastikan siapa yang pria yang berada di sampingnya."Aaaaaaaaaaaaaaa" teriak Bianca dengan keras hingga membuat Arthur terbangun."Kau ini kenapa! Pagi-pagi kau sudah berteriak. Telinga ku bisa pecah mendengar suara teriakan mu" seru Arthur dengan menatap tajam ke arah Bianca."A-Apa yang kau lakukan pada ku?hah?" sentak Bianca sambil melihat pakaian yang masih menempel di badannya.Arthur membuang napas kasar. "Kau mabuk semalam, aku tidak tahu rumah mu. Jadi aku membawa mu ke hotel." jawab Arthur."Bajingann, kau apakan aku semalam hah? kau mencuri kesempatan saat ku mabuk?" seru Bianca yang menatap tajam ke arah Arthur"Ck. Aku tidak melakukan apapun. Kau lihat saja, tubuh mu masih memakai baju yang tadi malam kau pakai. Singkirkan pikiran kotor mu." balas Artur.Bianca memincingkan matanya
Setelah kejadian Bianca mabuk, ia memutuskan untuk berusaha menghindar dari Arthur. Meskipun sulit untuk menghindar dari Arthur, tapi ia mencoba berbagai alasan. Jika Arthur meminta untuk dirinya sendiri mengantarkan hasil rancangannya. Ia akan beralasan jika ia harus bertemu dengan client. "Untuk sementara aku harus menghindar dari pria brengsekk itu" batin Bianca.Setelah Bianca menyelesaikan seluruh pekerjaannya. Bianca menepati janjinya dengan keponakan kesayangannya Annabeth untuk jalan-jalan bertiga dengan Caroline.Bianca yang sudah siap untuk pergi ke Time Square New York bersama adik dan keponakannya. Hari ini Bianca tidak mengenakan heels yang selalu ia kenakan setiap harinya. Ia lebih memilih mini dress simple dengan sepatu kets. Membuat Bianca terlihat jauh lebih muda saat mengenakan pakaian yang ia pakai hari ini.Bella pengasuh Annabeth yang selalu menemani Annabeth hari ini tidak bisa ikut, ia mengajukan cuti karena ia ingin pergi menemui ke dua orang tuanya, "Mom Bia
Bianca melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, ia mulai memasuki mansion mewah miliknya. Dan kemudian mereka turun dari mobil berjalan masuk ke dalam mansion."Kakak, kenapa kakak berbicara seperti itu kepada Tuan Arthur?" tanya Caroline yang sudah berada di dalam mansionnya."Bicara apa?" tanya Bianca balik pada Caroline. "Kakak tidak sopan dengannya ka. Dia itu Tuan Arthur pemilik Afford Company, dimana tempat aku bekerja," ujar Caroline yang kesal melihat sikap kakaknya tadi."Tidak sopan bagaimana, aku hanya berbicara apa adanya," jawab Bianca santai.Caroline hanya menghela nafasnya, ia tidak mengerti kenapa kakaknya tidak menyukai pemilik dari Affor Company. "Mom Bianca, kenal dengan paman yang tampan tadi?" tanya Annabeth ke arah Bianca."Annabeth sayang, dia adalah bos dari Mom Caroline. Sekarang kamu istirahat ya sayang. Tadi Mom banyak beli boneka untuk mu. Kamu bisa meletakannya di kamar," ujar Bianca sambil membelai rambut Annabeth.Caroline beranjak meninggalkan Bia
Satu minggu kemudian...Bianca tengah duduk di sofa sembari menyusui Nathan. Bianca tersenyum melihat bayi mungilnya. Wajahnya sungguh mirip dengan Justin saat Justin masih bayi. Bianca mengusap pelan pipi Nathan. Kini hidupanya benar-benar sempurna. Memiliki suami yang mencintainya dan memiliki dua putra yang sangat tampan. Suara dering ponsel terdengar, Bianca mengambil ponselnya dengan tangan kanannya. Tangan Kiri Bianca tengah menopang kepala Nathan yang masih menyusu padanya. Bianca menatap ke layar ponsel, tertera nama Irina di layar ponselnya. Kening Bianca berkerut dalam ketika melihat nama Irina. Tidak biasanya Irina menghubungi dirinya. Tanpa menunggu lama, Bianca mengusap tombol hijau untuk menerima panggilan. Sebelum kemudian, Bianca meletakan ponselnya di telinganya. "Irina?" sapa Bianca saat panggilan terhubung. "Bianca? Kau masih menyimpan nomorku?" tanya Irina dari seberang line. "Tentu Irina, aku masih menyimpannya. Apa kabar Irina?" "Aku baik, bagaimana denganmu
Beberapa bulan kemudian.. Di ruang operasi, Arthur terus berada di samping Bianca. Bayi dalam kandungan Bianca, tidak dalam posisi yang tepat. Hingga akhirnya dokter menyarankan untuk Bianca kembali operasi caesar. Arthur terus mengecupi kening Bianca saat dokter melakukan proses operasi. Sudut mata Bianca mengeluarkan air mata haru, dia kembali bisa melahirkan buah cintanya dengan Arthur. Oeee...Oee.... Sura tangis bayi pecah di ruang operasi. Air mata Bianca menetes ketika mendengar bayinya menangis. Arthur mengecup kening istrinya. Mata Arthur tidak mampu lagi menahan, air matanya menetes saat mendengar suara bayi. "Terima kasih sayang," bisik Arhur. "Bayi laki-laki," ucap sang dokter. Tidak perduli apa jenis kelaminya, terpenting bagi Bianca dan Arthur anaknya lahir dengan selamat. Kehamilan yang kedua ini, Bianca memang sengaja tidak memeriksa jenis kelamin bayinya. "Nyonya Bianca, silahkan lakukan proses IMD." Dokter menyerahkan bayi mungil itu dalam gendongan Bianca. Me
Viola duduk di tepi ranjang, menatap Richo yang masih terus menutup matanya. Dokter memang mengatakan peluru tidak mengenai jantung Richo, tapi hingga detik ini Richo masih juga belum sadar. Beberapa hari ini, Viola menjalani harinya begitu berat. Viola merasa kehilangan sosok Richo yang setiap hari selalu mengganggunya. Viola menyentuh tangan Richo, mengelus pelan."Richo, kapan kau bangun? Aku merindukan mu Richo..." air mata Viola tidak mampu lagi tertahan. Dia sungguh merindukan kekasihnya itu. Rasanya beberapa hari tanpa Richo dia benar-benar merasakan tidak lagi bernyawa. "Selama ini aku selalu menutupi perasaan ku. Aku menyukai cara mu yang tidak pernah menyerah mendapatkan ku. Aku sungguh menyukai setiap cara mu Richo. Kau tidak pernah lelah mengejar ku. Bahkan berkali-kali aku mengusir mu dari kehidupan ku, kau tetap meminta ku menjadi wanita mu. Andai waktu bisa di putar, sudah sejak awal aku menerima mu." "Masa lalu mu memang membuat ku ragu menerima mu. Tapi percayalah,
Beberapa hari kemudian... Altov turun dari mobil, dia melangkah masuk ke dalam rumah tempat dimana dia menyembunyikan Clarissa. Altov masih mengurung Clarissa sebelum menjebloskannya ke dalam penjara. Sebenarnya Arthur tidak setuju dengan apa yang di rencanakan Altov, tapi Altov memiliki alasan tersendiri mengurung Clarissa. Tidak hanya Clarissa, tapi Jesslyn yang turut membantu Clarissa juga di kurung oleh Altov. Alasannya karena permintaan dari Viola. Saat itu ketika Viola mendengar Jesslyn sudah berhasil di tangkap oleh Altov, Viola meminta waktu sebentar sebelum menjebloskan Jesslyn ke penjara. "Tuan," sapa Christian saat Altov melangkah masuk ke dalam. "Dimana Clarissa?" tanya Altov dingin. "Masih berada di kamarnya tuan," jawab Christin. Altov mengangguk, kemudian melanjutkan langkahnya masuk ke dalam kamar. Tempat dimana Clarissa di kurung. Setiap kali Altov bertemu dengan Clarissa, dia merasa dirinya tidak berguna. Harusnya sejak awal Altov menyeret paksa Clarissa meningg
Arthur dan Drake kini pergi ke tempat persembunyian Clarissa. Alvin sudah memberikan informasi saat ini Clarissa dan Jessly dalam perlindungan Jasson Steele. Itu artinya Arthur sendiri yang harus turun tangan. Tidak hanya Arthur, tapi Drake juga turun tangan. Drake ingin langsung berhadapan dengan Jasson. Jika sampai Jasson mempersulit, maka tidak ada pilihan lain bagi Drake untuk melakukan tindakan kekerasan. Mobil Arthur telah tiba di sebuah rumah yang jauh dari Manhattan. Arthur tahu, Jasson memang sengaja menyembunyikan Clarissa di tempat ini. Arthur dan Drake turun dari mobil. Beberapa pengawal Arthur dan Drake berada di belakang. Arthur tersenyum melihat penjagaan ketat demi menyelamatkan Clarissa. Tapi Arthur tidak perduli sedikit pun. Arthur dan Drake tetap melangkah masuk ke dalam. Langkah Arthu terhenti ketika pengawal Jasson menghadang dirnya. Alrthur tersenyum sinis menatap para pengawal Jasson yang menghalanginya. Rupanya Jasson memang berniat untuk melawan dirinya. Sun
Perlahan Bianca mulai membuka matanya, dia menatap ruangan putih. Bianca menoleh dan melihat ada Arthur dan Paula yang berjaga di sisinya. Mereka sama-sama tersenyum saat Bianca sudah membuka matanya. "Bianca? Kau mendengar ku?" Arthur mengelus dengan lembut pipi Bianca. "Arthur kenapa aku di sini?" Bianca mengerutkan keningnya. Dia berusaha mengingat kenapa dirinya berada di rumah sakit. Namun, ketika Bianca mengingat sesuatu. Ingatan di kepalanya begitu jelas tentang Tasya, Richo dan Ella yang tergeletak dengan berlumuran darah. Wajah Bianca langsung memucat, saat dia mengingat semuanya. "Arthur? Bagaimana keadaan Tasya? Richo dan Ella bagaimana?" Bianca semakin panik, kepalanya semakin sakit dan memberat."Ssst, jangan pikirkan itu Bianca. Aku yakin mereka akan selamat," Arthur membawa tangannya mengusap lembut perut istrinya. "Aku minta pada mu, jangan memikirkan hal berat, Dokter mengatakan kandungan mu lemah. Aku tidak ingin terjadi sesuatu pada anak kita." Sebelumnya dokter
Bianca menatap cermin, kini tubuhnya sudah terbalut dengan gaun berwarna gold dengan model atas kemben. Hari ini adalah ulang tahun putranya, Justin. Bianca masih tidak menyangka usia Justin sudah satu tahun. Perjuangan yang Bianca hadapi dulu saat melahirkan putranya itu, tidak pernah bisa terlupakan. Beruntung Tuhan masih melindungi dirinya dan putra kesayangannya. Arthur yang melangkah masuk ke dalam kamar, dia menatap istrinya sudah terbalut dengan gaun yang membuat istrinya terlihat sangat cantik dan seksi. Arthur mendekat, dia langsung memeluk Bianca dari belakang. Memberikan kecupan di tenguk leher. hingga ke pundak mulus milik istrinya itu. "Kenapa kau selalu cantik hem?" bisik Arthur di sela-sela kecupannya. Bianca tersenyum, lalu membalikan tubuhnya menatap lekat wajah suaminya. Bianca mengelus lembut rahang Arthur. "Dan kau selalu tampan."Arthur mengeratkan pelukannya. "Aku rasanya tidak ingin keluar kamar. Aku ingin terus di sini bersama mu." "Kau ini bagaimana! Putra
Viola menyandarkan punggungnya di sofa. Sejak kejadian dirinya bertengkar dengan ayahnya, Viola lebih menyendiri. Daisy ibunya kini sudah mengetahui semuanya. Viola sengaja mengatakan langsung pada Daisy. Viola tidak ingin Daisy terus tertipu pada Carlos yang memberikan sebuah cinta palsu. Selama ini Carlos selalu menunjukan peran ayah yang terlihat begitu sempurna. Tapi kenyataan yang Viola dapatkan ayahnya sendiri berusaha mengahancurkan kehidupannya. Richo melangkah masuk ke dalam rumah, dia menatap Viola tengah melamun. Richo langsung berjalan mendekat ke arah Viola, dan langsung duduk di samping kekasihnya itu. "Kau sedang memikirkan apa?" tegur Richo yang membuat Viola menghentikan lamunannya. Viola mengalihkan pandangannya dan menatap Richo yang duduk di sampingnya. "Kau sudah pulang? Maaf aku tidak menyadari kau datang." "Ada yang kau pikirkan?" Richo kembali bertanya, dia menatap wajah kekasihnya terlihat begitu muram. "Tidak ada," jawab Viola yang berbohong. Dia tidak i
Hari ini hari dimana Viola meminta Richo menemani dirinya untuk bertemu dengan ayahnya. Viola sengaja meminta Richo untuk menemani dirinya. Viola ingin tahu apa reaksi dari ayahnya setelah dia mengetahui semuanya. "Apa kau yakin ingin bertemu dengan ayah mu?" tanya Richo yang kini berada di depan mobil. Sebelum masuk, dia kembali memastikan pada Viola. Viola mengangguk. "Kita harus menemuinya. Aku ingin langsung melihat tindakan apa yang dia ambil setelah melihat kita berdua." "Allright, dengan senang hari aku bertemu dengan calon mertua ku." Richo masuk ke dalam mobil. Begitu pun dengan Viola. Kemudian Richo mulai melanjukan mobilnya meninggalkan halaman parkir mansionnya. "Apa kau sudah tahu dimana rumah ayah ku yang baru?" Viola membuka suara ketika Richo tengah fokus melajukan mobil. "Lebih tepatnya itu adalah rumah lama ayah mu. Rumah itu tempat tinggal ayah mu dan Aria. Aku rasa Jesslyn juga berada di sana. Karena tadi aku meminta assistant ku dan melihat apartemen Jesslyn