Home / Pernikahan / Arisan Bodong Keluarga / 4. Memenuhi Undangan

Share

4. Memenuhi Undangan

# Arisan Bodong Keluarga

Bab 4

Sesuai permintaan Mas Diki dan Amah aku pulang buru buru. Turun di gerbang menuju jalan rumahku dengan berjalan kaki. Seharusnya sih naik ojeg tapi karena mengulur waktu sambil menunggu jawaban paman Arif aku memilih jalan kaki.

Daerah rumahku termasuk jalan yang cukup ramai. Walaupun jalannya tidak terlalu besar tapi banyak kendaran roda empat yang lewat. Tepat di gerbang depan jalan masuk rumahku ada pasar tradisional yang cukup ramai.

Di sinilah warung nasi kepunyaan amah dulu, padahal posisinya cukup strategis tapi sayang amah kurang ramah pada pembeli sehingga warungnya gak bertahan lama. Dan sekarang warung itu disewakannya pada orang lain menjadi warung kelontong.

Aku menyusuri jalanan sambil sesekali menyapa tetangga yang berpapasan. Dan entah kenapa hatiku terasa gelisah seperti akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan. Ya Allah semoga semua baik baik saja.

10 menit berjalan kaki akhirnya aku sampai di rumah, sebenarnya tadi aku melewati rumah Amah karena tidak ada jalan lain lagi dan aku lihat ada motor Mas Diki terparkir di teras rumah. Rupanya dia sudah duluan sampe.

Sampe di rumah aku melihat Keyla sedang menonton tv, dia segera berhambur memelukku dan mencium tanganku. Aku pun mencium tangan ibu yang sedang menemani Keyla.

Setelahnya aku segera berlalu ke kamar mandi. Sepulang kerja aku selalu membiasakan diri untuk mandi karena agar tidak terasa gerah. Seperti biasa beres bersih bersih aku akan menemani Keyla untuk menonton tv dan sedikit bertanya soal keseharian mereka. Hal seperti itu menurutku penting.

Walaupun aku bekerja jangan sampai anak anak merasa kekurangan perhatian dariku. Kalau dari ayahnya jangan ditanya, Mas Diki lebih sering menghabiskan waktunya di rumah Amah.

Kalaupun langsung ke rumah dia hanya mengganti baju lalu kembali ke rumah emaknya. Dasar anak emak euughhh.

Sedang asik asiknya aku menemani Keyla kudengar ada yang mengetuk pintu tak lama kulihat pintu terbuka. Ternyata ada Ikbal adiknya Mas diki yang paling kecil.

" Mbak kata Amah di tunggu nanti selepas maghrib di rumah ".

"Oh iya de, makasih ya . Nanti Mbak kesana kalau udah beres sholat. Kalau Mas Diki ada di rumah Amah Bal? "

" Ada Mbak, dari tadi pas pulang kerja. Ya udah Mbak aku balik dulu ya " jawab ikbal.

" Makasih ya bal "

Entah kenapa perasaan ku tak enak apalagi mengingat masalahnya menyangkut uang yang cukup besar. Apa sebaiknya aku menghubungi paman arif ya buat jaga jaga takutnya malah nanti hasilnya gak sesuai seperti yang di harapkan. Sebaiknya aku meminta pendapat ibu saja lah.

Sebenarnya aku memiliki 2 paman. paman Arif dan paman Riki, mereka sudah seperti bapakku. Namun yang paling dekat denganku paman arif karena masih tinggal di 1 kota dan belum menikah. Sedangkan paman Riki bekerja di luar kota dan sudah berumah tangga. Paman Riki jarang berkunjung ke kota kami selain jaraknya jauh anak anaknya juga masih kecil.

Mereka menjadi pengganti bapakku terutama dalam hal finansial. aku sangat bersyukur memiliki mereka sebagai pengganti bapakku. Tanpa bapak aku dan Mbak Manda kakakku tidak pernah merasa kekurangan.

Sedari kecil aku tak pernah bertemu bapak. Beda dengan Meh Manda. Menurut cerita nenekku Mbak Manda pernah merasakan kasih sayang bapak sampai berumur 2 tahun, tapi mungkin Mbak Manda pun sudah lupa karena dia masih balita.

Ibu pun tak pernah bercerita bapak kami ada dimana. Dulu selagi kecil setiap bertanya ibu hanya bilang kalau bapak sedang bekerja. Namun ketika beranjak remaja aku tak pernah menanyakannya lagi karena setiap bertanya jawabannya tetap sama dan aku selalu melihat wajah sedih ibuku. Sehingga aku dan Mbak Manda memutuskan untuk tidak bertanya lagi Bapak dimana, kami hanya menjaga perasaan Ibu supaya tidak bersedih lagi.

" Bu, nanti setelah maghrib aku disuruh datang ke rumah Amah buat obrolin masalah kemarin. Kalau aku telepon Paman Arif supaya kesini menurut Ibu gimana? Aku khawatir saja Bu lihat karakter Amah. Mas Diki juga gak mungkin ngebela aku dia tuh nurut banget sama Amah. Nanti kan ngumpulnya di rumah Amah ntar aku dikeroyok lagi " aku berbicara pada Ibu meminta pendapatnya ya untuk jaga jaga saja sih.

" Iya Vi Ibu setuju, maaf ya Ibu gak bisa bantu. Ibu cuma do'ain semoga uang kamu kembali. Ibu pengen kamu buru buru punya rumah sendiri supaya nyaman " Wajah Ibu terlihat sendu.

" Iya bu, Vi telepon Paman Arif sekarang ya. Biasanya kalau maghrib suka sholat di mesjid. Moga moga belum berangkat jadi bisa kesini "

Aku segera ke kamar dan mengambil hp mencari kontak pamanku.

Tuutt Tuuuttt

Tak terlalu lama telepon ku diangkat " Assalammu alaikum "

" Waalaikum salam, ada apa Vi telepon jam segini? paman mau ke mesjid " Paman aArif menjawab teleponku.

" Iya maaf Vi ganggu. Gini paman Vi mau minta tolong nanti kalau udah sholat maghrib bisa gak ke rumah. Di sini ada sedikit masalah sama keluarga Mas diki. Kira kira paman bisa datang gak? " jawabku.

" Emang masalah apa, kok sepertinya penting banget sampai paman harus datang apa gak bisa diselesaikan sendiri? " pamanku bertanya sepertinya dia merasa heran tumben tumbenan aku memintanya datang.

" Justru karena ini bukan masalah sepele makanya Vi telepon paman, Vi butuh dukungan dan perwakilan keluarga. Apalagi ini menyangkut keberlangsungan rumah tangga " aku setengah memaksa.

" Ya udah paman nanti kesana secepatnya. Sekalian paman pengen ketemu Ibumu sudah lama gak ketemu. Udah dulu paman buru buru mau ke mesjid jadi kamu ceritain secara garis besarnya saja masalahmu di wa jadi paman ada gambaran pas kesana " akhirnya paman menyanggupi permintaanku.

"Alhamdulillah, Ibu sehat sehat disini paman. Lagian Ibu jadi terhibur karena ada keyla. Disini hanya mengawasi Key, kalau untuk pekerjaan masih Vi yang handle. Ya udah ntar di wa garis besar masalahnya supaya ada gambarannya. Makasih ya paman udah mau datang. Hati hati di jalan. Assalammu alaikum " aku segera mengakhiri obrolan.

" Ya waalaikum salam " paman pun menutup teleponnya. Selesai menelpon aku bergegas ke air bersiap sholat maghrib karena sudah terdengar suara adzan.

Selepas salam aku banyak berdo'a meminta pengampunan dosa, memohon kesehatan, kemudahan rezeki dan mendo'akan Ibu, anak dan keluargaku kecilku. Dan berdo'a semoga masalah yang kuhadapi sekarang mendapat jalan keluar terbaik.

Aku segera keluar dari kamar setelah beres sholat dan bersiap ke rumah Amah, sepertinya akan butuh waktu lama menunggu Paman Arif. Dari rumahku butuh waktu setengah jam. Aku bergegas ke sana tidak lupa meminta do'a pada Ibu dan menitipkan pesan apabila ada Paman Arif supaya menyusul saja.

Hanya butuh beberapa menit sudah sampai ke rumah Amah karena memang dekat. Sebelum membuka pagar rumah aku berucap bismillah karena berasa masuk kandang macan saja.

Kebetulan gorden rumah belum di tutup full dari kaca aku bisa melihat ada Mas Diki, Amah, Bapak dan Robi beserta istrinya. Aneh juga kok mereka rame rame gitu ya. Apa Robi tidak sengaja berkunjung?

Dalam hatiku muncul sedikit pertanyaan. Oke baiklah aku segera mengetuk pintu karena bagaimana pun harus aku hadapi agar masalahnya segera terselesaikan.

Tok tok tok..

" Assalammu Alaikum "

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status