Share

3. Bertemu Mantan

Author: Hilda Wardani
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Udara mana kini yang kau hirup?

Hujan di mana kini yang kau peluk?

Di mana pun kau kini…

Rindu tentangmu tak pernah pergi” – Dere, Kota

_____________

Malam harinya merupakan acara resepsi pernikahan Fando. Rafka dan teman-temannya sudah berkumpul di sana, mengisi salah satu meja yang kosong untuk menaruh semua makanan yang ingin mereka cicipi.

Fando sendiri tampak sibuk menyalami tamu-tamu yang datang.

Sekedar informasi, tentu saja Nadira-nya Fando bukan Anindia Fara.

Rafka tertawa kecil mengingat tebakan asal teman-temannya. Sebrengsek-brengseknya hal yang pernah ia lakukan pada Fando, itu cuma masa lalu yang mungkin Fando sendiri sudah tidak mengingatnya.

"Dari dateng tadi kita belom salaman, nih." Farel mengingatkan teman-temannya yang masih sibuk mencicipi makanan.

"Nanti ajalah, gue sibuk. Lah si Bagas juga ngilang ke mana tuh?" Dika baru kembali dengan sebuah mangkuk berisikan bakso.

Farel sampai bergidik melihat porsi makan Dika. Padahal, belum lama lelaki itu baru menghabiskan sepiring siomay.

"Noh si Bagas, lagi modus-modus tai ama cewek," sahut Dika.

Rafka yang melihat Bagas segera berdiri, menyeret cowok itu untuk kembali ke meja bersama teman-temannya, sebelum melakukan hal aneh pada cewek-cewek yang terlihat sendirian.

Rafka dan Bagas akhirnya kembali ke meja tempat teman-temannya berkumpul, ternyata di sana sudah berdatangan beberapa teman SMA mereka yang lain.

Mata Rafka memicing, memperhatikan wanita yang bergabung dengan teman-temannya, berusaha mengingatnya.

"Buset, Raquelle makin cakep kok, ya? Jadi nyesel dulu mau deketin gak berani." Bagas yang berjalan di belakang Rafka segera duduk di sebelah wanita yang tadi dipanggilnya Raquelle.

Ah iya, dia Raquelle. Wanita paling cantik di kelasnya saat itu, dengan rambutnya yang berwarna kecoklatan dan bola mata berwarna abu-abu. Kini garis wajahnya terlihat lebih tegas.

"Gue juga gak pernah berharap dideketin sama lo sih, Gas." Raquelle menjawab sambil tersenyum meledek, tanpa sedikit pun melunturkan aura kecantikannya.

"Sakit. Mending jedotin kepala ke tembok sono, Gas." Deni bersuara, meledek Bagas yang wajahnya berubah masam.

Raquelle tertawa mendengar candaan dari Deni. Mereka masih tidak berubah, ia tidak tau mereka masih sering berkumpul atau tidak, tapi yang jelas mereka masih seakrab jaman SMA.

"Mone mana, Raf?" tanya Raquelle, tatapannya kini beralih pada Rafka, membuat cowok itu yang sedang mencicipi rujak seketika mengangkat kepalanya.

"Gak tau, El. Kita udah lost contact," jawab Rafka santai, sedangkan teman-teman cowoknya hanya terkekeh mendengar jawaban Rafka.

"Eh, kalian udah putus? Sejak kapan? Sorry, gue gak tau. Kirain kalian bakal goals ampe nikah gitu, mana elo kuliah juga bareng Mone, kan?"

"Ketahuilah wahai Raquelle, tidak ada yang abadi di dunia ini, ada kalanya Mone mulai sadar dari kekhilafannya yang bisa-bisanya mau sama Rafka." Alih-alih Rafka yang menjawab, Deni segera bersuara menjawab pertanyaan Raquelle.

"Ya, ya, semerdeka lo pada deh." Raquelle yang malas menanggapi candaan mereka hanya membalas seadanya, lalu wanita itu kini berkutat pada ponselnya.

"Tapi, Mone diundang gak? Di grup alumni juga gak ada kontak Mone, ngilang gitu, ke mana deh tuh anak?" Raquelle kembali membahas tentang Mone.

Semuanya bingung harus menjawab apa, karena memang sejak putus dari Rafka, Mone pergi begitu saja tanpa meninggalkan jejak.

"Gue gak tau, El." Tanpa disangka, Rafka yang menjawab pertanyaan Raquelle.

Deni, Farel, Bagas, dan Dika, teman-temannya yang mulutnya biadab itu, kini tidak lagi melontarkan ucapan-ucapan absurdnya. Mereka lebih dari tahu, bagaimana kisah Rafka dan Mone yang kandas karena keegoisan Rafka. Mereka menjadi saksi bagaimana hancurnya Rafka pasca putus dari Mone.

"Jangan bilang lo gak pacaran lagi setelah putus dari Mone ya, Raf? Muka lo desperate banget soalnya."

Rafka tertawa mendengar ucapan Raquelle. "Yakali, gue punya pacar kok."

"Yaelah, nyokap minta cucu, masih aja maennya pacaran kayak ABG. Dikawininnya kapan?"

Mulai lagi. Bagas yang tidak bisa mengontrol mulutnya kembali membuat ramai suasana.

"Berisik, Anjing! Kawin doang mah gampang. Gue kan gak cuman mau mindahin anak orang dari ranjang kamarnya ke ranjang gue."

"Apaan ini? Gue yang lagi nikah lo pada ngomongin ranjang."

"Bahasan lo pada masih aja ya, kawin ama ranjang."

Rafka yang saat itu tengah minum es jeruk miliknya, nyaris tersedak saat mendengar suara setelah suara Fando yang baru mendatangi meja teman-temannya. Ia tidak salah dengar, itu suara—

"Mone!" Suara Farel membuat seluruh mata kini mengarah pada wanita yang berdiri di sebelah Fando, yang saat itu hanya tertawa kecil melihat wajah-wajah shock yang berada di meja tersebut.

"Anjir, itu beneran Mone!" Dika yang tidak mampu menahan teriakannya, berseru lantang sambil berdiri, sampai beberapa tamu undangan menoleh ke meja mereka.

"Heh, ngapain lo pake berdiri-berdiri?" Bagas yang melihat gelagat Dika segera menarik cowok itu untuk kembali duduk.

"Ya, mau peluk lah, kangen gue ama Mone, coba itung berapa taun gue gak ketemu Mone?"

"Sekarang Mone kan udah available. Jadi, bisa dipeluk tanpa dipelototin sama heldernya." Deni melirik Rafka, yang ia maksud sebagai helder Mone.

"Siapa bilang gue udah available? Suami gue nungguin di depan, tau!" Mone yang melihat Raquelle segera menyapa dan kini mereka berdua sibuk berpelukan.

"Kenapa tadi Raquelle gak meluk gue kaya gitu pas baru ketemu?" Bagas bertanya sambil menatap kedua wanita yang kini berpelukan dengan gemasnya.

Raquelle sejak SMA memang sudah cantik. Sedangkan Mone, cewek itu memang manis, tapi saat itu Mone masih belum bisa merawat diri. Berbeda dengan saat ini, cuma orang idiot yang mengatakan Mone tidak cantik.

"Serius, Mon, suami lo di depan?" Dika bertanya perihal ucapan Mone sebelumnya, seketika semuanya penasaran akan jawaban Mone.

Sebab, seluruh hal yang berkaitan dengan Mone sudah tidak pernah terdengar sejak hubungannya dengan Rafka berakhir.

"Ya, kagak lah, emang gue udah keliatan kayak mahmud, apa?" Mone menanggapi pertanyaan tersebut diiringi tawa.

"Gak ada mahmud-mahmudnya, Mon. malah pas tadi lo pertama dateng, gue kira anak SMA yang baru kelar MOS."

Mone tertawa pelan, lalu sibuk menanggapi ocehan teman-temannya. Sesekali wanita itu tertawa karena candaan receh mereka.

Rafka ingin bersikap biasa saja, ikut bercanda dan tertawa dengan mereka. Namun, faktanya Rafka membutuhkan waktu beberapa menit untuk terdiam, memandangi Mone yang tertawa begitu lepasnya.

Dia masih Mone yang sama, kepribadiannya yang santai meski terkadang ucapannya tajam. Dengan balutan kebaya berwarna merah muda yang menunjukan pinggang rampingnya, dipadu kain batik diatas lutut dengan model modern. Rambut panjangnya dibiarkan terurai, tapi tidak berantakan.

"Raf, woy! Jangan ngeces juga kali ngeliatin Monenya!"

Ucapan Deni membuat Rafka tersadar, bahwa sudah sepuluh menit lamanya mata Rafka tidak berpaling dari Mone yang kini masih berdiri di sebelah Fando.

"Gue balik ke sana ya, tar bini gue nyariin." Fando menunjuk pelaminan dan segera pergi dari meja teman-temannya.

"Sombong amat yang udah punya bini." Dika menimpali ucapan Fando.

"Hai, Rafka. Masih belom move on kah dari aku?"

Pertanyaan Mone sukses membuat riuh teman-temannya, juga Rafka yang kini tersenyum lalu menyalami Mone.

"Meluk mantan, tuh hukumnya apa?" Rafka menoleh ke teman-temannya, yang disambut dengan tatapan tidak terima.

"Harom!"

"Dosa besar!"

"Pengkhianat negara!"

"Tapi gue kangen si, pengen meluk juga." Tanpa menunggu reaksi teman-temannya, Mone sudah memeluk Rafka terlebih dulu.

Rafka yang terkejut dengan gerakan Mone, kini tangannya masih terlihat kaku dan tidak memeluk balik Mone, setelah beberapa detik barulah Rafka tersadar dan membalas pelukan Mone.

Delapan tahun sudah berlalu, rupanya Mone tidak lagi mempermasalahkan hubungan mereka yang kandas dengan cara yang tidak cukup baik. Rafka sendiri bersyukur karena tindakan Mone yang tidak canggung, sebab ia sendiri tidak tau tadi harus bersikap bagaimana?

Sebagian hatinya, seolah bergetar saat melihat sosok itu. Akan selalu ada tempat untuk Mone di hati Rafka, tapi ia mati-matian untuk tidak menunjukannya.

"Lo gak pada jadi mau meluk gue? Masa gak kangen si?"

Setelah melepas pelukannya dari Rafka, Mone beralih ke teman-temannya. Tangannya kini terbuka, mengisyaratkan agar mereka semua berpelukan, yang disambut hangat oleh teman-temannya.

Rafka kembali duduk di bangkunya, disusul Mone yang duduk di sebelahnya, karena itu satu-satunya bangku yang kosong.

Farel yang melihat itu segera berdiri, lalu berkata, "Mon, duduk sini aja! Kalo sampe balikan repot deh, Rafka udah booking gedung soalnya."

Mendengar ucapan Farel, Mone pun menoleh pada Rafka. "Oh ya? Lebih cantik gak dari aku? Apa kamu masih mencari pegangan hidup?"

Teman-temannya tertawa mendengar Mone, teringat akan Daisy, mantan Rafka di SMA yang sering dikatakan sebagai pegangan hidup Rafka karena memiliki dada yang besar.

Tak ayal, Mone tetap berdiri dan bertukar posisi dengan Farel.

"Belom sampe booking gedung juga. Baru pertemuan keluarga doang. Ke depannya masih direncanakan."

Mone mengangguk. Paham dengan maksud pertemuan keluarga itu berarti tunangan.

__________

Related chapters

  • Antara Mantan dan Selingkuhan   4. Bertemu Dalam Gelap

    "Why can't you hold me in the street? Why can't I kiss you on the dance floor? I wish that it could be like that. Why can't we be like that? 'Cause I'm yours ...." - Secret Love Song, Little Mix feat Jason Derulo_____________"Kalo lo pada, siapa yang udah nikah dan udah persiapan mau nikah?" Kini Mone menatap teman-temannya yang lain secara bergantian."Yaampun, Mon! Lo kayak tante gue pas lebaran, yang ditanyain kawin-kawin doang." Bagas menyahut dengan nada sewot."Jadi ini yang duluan nikah tuh Fando?" Mone kembali membahas soal nikah, melihat wajah teman-temannya, ia pun yakin dengan ucapannya. "Akhirnya terjawab sudah pertanyaan gue waktu itu, ya?" ucapnya dengan pertanyaan retoris.Saat teman-temannya kembali bersahutan dengan Mone, Rafka justru terdiam. Pertanyaan Mone saat mereka berlibur untuk perpisahan SMA, yang saat itu dijawab Rafka dengan percaya dirinya.Ucapan Mone berhasil menarik dirinya dalam pusaran kenangan yang kini sudah tersimpan rapi dalam sebuah kotak di su

  • Antara Mantan dan Selingkuhan   5. Bukan Yang Pertama

    Nyaris tengah malam, Rafka membopong Mone menuju unit apartemennya. Mone minum sangat banyak hingga ia mabuk berat sampai tak mampu berjalan dengan benar. Rafka juga sebenarnya cukup pusing karena tidak terbiasa minum. Sepertinya ia akan memarkirkan mobilnya di sini semalam dan pulang naik taksi."Raf ... Raf ... kamu tau gak?" Dengan suara yang putus-putus, Mone bertanya. Rafka bisa menebak ucapan Mone akan ngelantur."Ada yang mulus, tapi bukan jalan hidupku hahaha." Mone tertawa dengan leluconnya sendiri. "Ada yang happy ending, tapi bukan kisah cintaku," lanjutnya sambil diikuti tawanya kembali.Rafka membiarkan Mone terus mengoceh tanpa menyahutinya. Ia fokus mencari nomor unit apartemen Mone, sebab cewek itu pun tidak hafal letak unitnya karena mabuk.Rafka berdiri di depan pintu salah satu unit sambil mencocokan nomornya dengan kunci yang Mone bawa. Beruntung apartemen yang Mone tempati tidak hanya menggunakan pin, bisa repot jika Mone tidak bisa ditanyai untuk keadaan saat ini

  • Antara Mantan dan Selingkuhan   6. Atasan Baru

    Mone tersenyum ramah sambil menyapa beberapa orang yang sempat berkenalan dengannya setelah dua minggu Mone bekerja di tempat ini. Mone melewati beberapa ruangan divisi lain untuk menuju ke ruangannya.Interior kantor ini setiap divisi memiliki ruangan masing-masing, hal itu membuat kantornya memiliki lorong-lorong yang di kanan-kirinya berisi ruangan tiap-tiap divisi dengan pintu dan kaca yang membuat siapa pun yang melintas di lorong tersebut dapat melihat aktivitas di dalamnya."Pagi, Bu Mone," sapa Dini, rekan satu divisinya, yang terlihat sedang menikmati sarapan di mejanya."Pagi, semuanya." Mone balas menyapa semua orang yang ada di ruangannya, yang setelah sapaan Dini, mereka bergantian untuk menyapa Mone."Bu, tadi ada titipan sarapan kayak biasa. Udah aku taro di meja, ya." Fara teringat dengan lontong sayur yang tadi pagi ia terima untuk sarapan Mone."Oh, iya. Thank you, Fara." Mone tersenyum ramah."Tuh, Far. Punya pacar tuh dikirimin sarapan, bukan stiker WhatsApp." Dion

  • Antara Mantan dan Selingkuhan   7. Jatuh Dalam Pelukan

    Rafka melihat Mone keluar dari lobi gedung kantornya sambil membawa map plastik berisikan dokumen. Teringat ucapan Mone saat di kantin yang mengatakan akan keluar kantor, dengan keluar melalui lobi berarti Mone tidak naik kendaraan pribadi.Rafka yang baru keluar dari basement parkir gedung tersebut, seketika menghentikan mobilnya di depan lobi, lalu membuka kaca jendelanya untuk memanggil Mone."Mone!" panggil Rafka. Mone yang sedang melihat ke ponselnya menenggak, lalu melihat Rafka dalam mobil di hadapannya. "Kamu ke arah mana?""Neo Soho.""Bareng aku aja, sekalian lewat."Mone berpikir sebentar. Rafka pasti akan membahas lagi kejadian tempo hari, Mone sebenarnya malas membahasnya. Tapi, mengingat sejak tadi ia mencari taksi online tak kunjung dapat, akhirnya Mone menyetujui ajakan Rafka."Emang kamu mau ke mana?" Mone memasang sabuk pengamannya, lalu memutar kaca spion mobil Rafka untuk merapikan rambutnya."Balik ke kantor.""Loh, kantor kamu bukan di sekitaran sini? Jadi emang

  • Antara Mantan dan Selingkuhan   8. Resiko Menjadi Yang Kedua

    Angkringan malam Jogja yang berjejer di sebelah selatan Monumen Tugu ramai di kunjungi para wisatawan lokal. Akhir pekan memang selalu menjadi favorit para pengunjung yang berasal dari berbagai kota untuk menghabiskan minggu di Kota Yogyakarta. Terbukti dari ramainya tempat-tempat wisata malam di setiap jumat atau sabtu malam. Dari mulai kedai kopi yang estetik dengan live musik, sampai angkringan kopi joss di samping jalan monumen tugu yang diiringi musik dari beberapa pengamen yang melintas.Rafka termasuk dalam golongan keduanya. Setelah dua jam lalu menikmati kopi di kedai kopi yang namanya sedang naik daun karena terkenal di i*******m, kini Rafka berada di angkringan kopi joss untuk menikmati kopi yang fenomenal di Jogja."Raf ... Raf ... lambung kamu kalo bisa nangis udah nangis kali tuh. Baru dua jam lalu kamu minum kopi." Fara yang melihat arang yang masih menggolak dalam gelas kopi Rafka, menggelengkan kepalanya melihat Rafka yang meminum kopi dalam jangka waktu berdekatan."K

  • Antara Mantan dan Selingkuhan   9. Mencuri Pandang

    "Mone?"Rafka terkejut saat bertemu Mone menggeret kopernya di minimarket hotel. Di sebelah tangannya Mone tampak membeli beberapa kaleng minuman beralkohol.Rafka sendiri belum bisa tidur, mungkin efek kafeinnya baru terasa, hingga memutuskan untuk membeli rokok di minimarket yang masih berada di lingkungan hotel."Aku mau bayar." Mone menunjuk kasir yang berada di belakang Rafka, mengisyaratkan agar Rafka minggir, sebab menghalangi jalan Mone.Rafka pun minggir, membiarkan Mone menyelesaikan transaksinya. Ia masih bertanya-tanya, mengapa jam satu malam Mone malah membawa koper?"Kamar di sini udah penuh, aku mau nyari penginapan deket sini." Mone menjelaskan, sambil memberikan beberapa lembar uang pada kasir.Rafka semakin tidak paham. Ini sudah jam satu malam. Untuk apa Mone mencari penginapan lagi? Jika mereka bertengkar seperti malam itu, bukankah seharusnya Pandu yang mengalah dan mencari penginapan lain?"Kamu tau penginapan lain deket sini?" Mone sudah berbalik, kini bertanya

  • Antara Mantan dan Selingkuhan   10. Menghabiskan Malam Bersama

    Kaleng ketiga kembali dibukanya setelah dua minuman kaleng Mone habis. Tanpa banyak bicara, Mone menikmati minuman kalengnya, sambil memperhatikan pemandangan kota Jogja pada malam hari dari jendela hotel.Tak banyak kendaraan yang melintas, hanya satu atau dua dalam setiap menitnya. Mone menyesap minuman dalam kalengnya, meski kepalanya mulai terasa pusing karena efek alkohol yang sudah mulai bekerja, Mone tetap menghabiskan kaleng ketiganya. Berharap seluruh isi dalam kepalanya lenyap seketika. Berharap seluruh rasa sakitnya dapat luruh selagi kesadarannya mulai mengabur.Mone menyandarkan kepalanya pada bagian belakang sofa. Saat ini posisi duduknya menyamping, untuk persiapan tidur di sofa. Hari sudah semakin malam saat Mone ngotot akan mencari penginapan lain, dan Rafka, yang saat itu mati-matian mencegah Mone untuk tidak keluar dari area hotel lalu menyarankan agar Mone tidur di kamarnya.Tadinya, Rafka ingin menyarankan Mone agar tidur di kamar Fara. Hanya saja, Rafka berusaha

  • Antara Mantan dan Selingkuhan   11. Sepenuhnya Selesai

    12 Tahun Yang LaluKijang super milik Bapak digunakan Pandu selama Bapak cuti kerja. Pandu mengantarkan Mone yang ngotot ingin masuk kuliah, padahal Pandu yakin kondisi Mone belum stabil. Selama dua malam, Pandu mendengar Mone terus menangis di dalam kamarnya.Namun hari ini, dengan wajah yang semakin memprihatinkan, Mone memilih untuk masuk kuliah. Akhirnya Pandu memaksa untuk mengantar Mone karena takut terjadi sesuatu dengan Mone saat di jalan."Mas nunggu di KFC depan, ya. Kalo kamu gak mau ikut kelas sampe abis, nanti Mas jemput di sini."Mone menatap Kakak tirinya yang sejak hari ibunya meninggal tampak mengkhawatirkannya. "Mas Pandu pulang aja, nanti aku pulang sendiri. Makasih, Mas." Mone turun dari kijang tersebut tanpa mengindahkan ucapan Pandu kemudian.Sepanjang perjalanan menuju kelasnya, Mone bertemu beberapa orang yang dikenalnya. Mereka mengucapkan bela sungkawa pada Mone, saat itu Mone berusaha tersenyum tegar menanggapi seluruh ucapan bela sungkawa teman-temannya.Ta

Latest chapter

  • Antara Mantan dan Selingkuhan   Epilog

    "Cause all of me. Loves all of you. Love your curves and all your edges. All your perfect imperfections. "Give your all to me. I'll give my all to you. You're my end and my beginning. Even when I lose I'm winning. 'Cause I give you all of me. And you give me all of you." - All Of Me, John Legend __________ Sebuah ruangan 2x3 yang terletak di sayap gedung, menjadi ruang privat antara perias dan calon mempelai wanita. Bagai ratu, mempelai wanita ditangani khusus oleh pemilik usaha riasan pengantin itu. Para pendamping sudah lebih dulu dirias bergantian oleh beberapa asisten di ruangan sebelah. Riasan pemeran utama jelas sakral dan memakan waktu lebih lama. Mata Mone mengerjap-ngerjap usai perias memasangkan bulu mata. Meski ia minta riasan sederhana, faktanya ia tetap harus memakai entah berapa lapis bulu mata yang membuatnya sulit untuk mengedip. Untuk sentuhan terakhir, Riani, pemilik bisnis perias pengantin itu menyemprotkan hairspray pada rambutnya yang sudah ditata. Setelahnya,

  • Antara Mantan dan Selingkuhan   48. Mengikat Tanpa Cincin

    "Ketemu!" Hilman setengah berteriak, ia membuka gulungan tali tersebut, lalu menyuruh Mone untuk sedikit menyingkir.Dikaitkannya tali tersebut pada batang pohon yang terlihat kokoh, yang berada di dekat situ. Hilman khawatir jika hanya mengandalkan tenaga mereka, yang ada malah yang lainnya ikut terseret. Kemudian, ia melemparkan tali tersebut pada Rafka, agar lelaki itu dapat memanjat dengan berpegangan pada tali tersebut."Tangan Rafka berdarah!" Mone memberitahu pada Bagas yang kini ada di dekatnya."Tenang, Mon. Rafka pasti bisa naik." Bagas menggenggam sebelah tangan Mone yang bergetar ketakutan, berusaha menenangkan sahabatnya itu.Rafka menggapai tali yang bergelantungan di sampingnya. Ia menoleh ke bawah sekilas, berusaha menelaah seberapa dalam tempat itu jika tak mampu menarik dirinya dengan tali itu. Namun, gelapnya malam seolah mengubur pandangannya. Ia tak dapat melihat ke bawah dengan jelas, tertutup oleh pekat.Kedua tangannya kini sudah menggenggam tali. Perlahan, ia

  • Antara Mantan dan Selingkuhan   47. Lamaran Di Tepi Jurang

    Mone merapatkan mantel tebal yang melekat di tubuhnya. Hawa dingin semakin terasa merasuk ke tulangnya saat pendakian semakin mendekati puncak. Terlebih karena hari sudah mencapai petang, membuat sinar matahari perlahan memudar, berganti tugas dengan rembulan yang mulai menampakkan kehadirannya.Kakinya terus melangkah mengikuti teman-temannya yang berjalan di depannya. Mereka tampak mengejar waktu sebelum hari semakin malam, untuk setidaknya sampai pada pos berikutnya, lalu akan mendirikan tenda untuk bermalam sebelum melanjutkan perjalanan menuju puncak.Jalan berbatu dengan kanan-kiri jalan yang dipenuhi semak belukar, membuat langkahnya kesulitan. Terlebih karena pencahayaan yang mulai meremang, beberapa senter sudah mulai dinyalakan untuk membantu penerangan."Gara-gara si Rafka nih kebanyakan minta istirahat, jadi kesorean, kan!"Terdengar suara Alvin yang berjalan di belakangnya mengeluh, menyalahkan Rafka yang entah sudah berapa kali mengajak beristirahat karena kelelahan."Gu

  • Antara Mantan dan Selingkuhan   46. Hubungan Dewasa

    Minggu sore, bagian luar stadion Gelora Bung Karno tampak ramai pengunjung. Di akhir pekan, tempat itu menjadi salah satu favorit warga Ibu Kota dalam melakukan aktivitas kebugaran jasmani. Sejak pagi hari yang dibarengi dengan car free day, sampai nyaris tengah malam, tempat itu tidak pernah sepi oleh pengunjung yang datang dan pergi silih berganti.Mone menghentikan aktivitas larinya yang sudah mencapai putaran kedua. Wanita itu kini hanya melangkah seperti biasa, diikuti Rafka yang sudah berjalan sejak menuntaskan lari satu putaran."Kamu gak lari!" protes Mone saat Rafka sudah berjalan di sebelahnya."Capek, Mon! Ini ngiterin GBK, bukan lapangan RPTRA*." Rafka mengulurkan air mineral yang ada di tangannya, yang segera disambut Mone.(RPTRA : Ruang Publik Terpadu Ramah Anak)Diteguknya air mineral sampai isinya nyaris separuh, lalu ia melanjutkan langkahnya, yang mulai berjalan santai. Namun, tetap mengitari stadion."Lagi, kamu kesambet setan apaan ngajak lari gini? Kamu mana mung

  • Antara Mantan dan Selingkuhan   45. Sorai Perpisahan

    "Aku bersyukur kamu bisa hidup dengan baik. Bisa main lagi sama temen-temen kamu, jalan-jalan setelah pulang kerja, dan Rafka? If you two get back together, I'm really happy for you." Pandu mengatakannya dengan tulus. Sesekali ia melambaikan tangannya ke arah Naka yang berteriak memanggilnya.Tidak ada sahutan dari Mone, hal itu membuat Pandu penasaran dan menolehkan kepalanya kembali pada wanita itu. Matanya terbelalak melihat Mone yang kini sibuk menghapuskan air mata yang membasahi pipinya."Mon, kamu ...." Tangan Pandu setengah terangkat, berniat merengkuh tubuh Mone, yang kemudian diurungkannya. Hal itu membuatnya hanya dapat meremat tangannya sendiri. "Seumur hidup, aku belom pernah sebenci ini terhadap apa pun. Tapi sejak pertama kali lihat kamu nangis, demi apa pun aku benci lihat itu. Kenapa hidup kamu harus sesakit ini? Dari sekian banyak pilihan takdir, kenapa Tuhan memilihkan takdir yang kayak gini buat kamu. Sejak saat itu, aku selalu berharap gak akan ada hal buruk lainn

  • Antara Mantan dan Selingkuhan   44. Demi Anak

    "Kau dan aku saling membantu, membasuh hati yang pernah pilu, mungkin akhirnya tak jadi satu, namun bersorai pernah bertemu...." - Sorai, Nadin Amizah____________Mone berjongkok, untuk menyamai tingginya dengan Naka. "Naka, kok sendirian? Emang ke sini sama siapa?" tanyanya lembut, meski mati-matian ia berusaha mengatur detak jantungnya, khawatir akan orang yang menemani Naka. Entah Anggika atau Pandu, Mone jelas tidak menginginkan keduanya."Ama Papa," sahutnya dengan suara yang terdengar menggemaskan.Mone mematung seketika, mendengar satu nama meluncur dari mulut kecil Naka. Namun, ia segera tersadar Naka tampak masih di hadapannya."Papanya mana?""Gak tau," jawab Naka polos.Mone mengembuskan napasnya yang mulai terasa berat, kemudian ia tersenyum untuk menghadapi Naka."Naka mau main ama Aunty. Papa kenapa gak ajak Aunty buat maen sama Naka?"Senyum Mone luntur seketika, mendengar ucapan Naka. Anak itu menganggapnya yang kerap kali berdalih mengajak Naka main untuk mencuri wak

  • Antara Mantan dan Selingkuhan   43. Mantan Posesif

    Mone : all you can eat yukFarel : sekarang?Mone : yes!Bagas : skip. Gue sibuk. Cewek gue rumahnya lagi kosongDika : nanem saham terosssBagas : cuannya nikmat bgt nihMone : Dika? Farel? Deni? Fando?Deni : kok Rafka gak diabsen?Mone : Rafka kan udah sama gueDika : berduaan muluMone : sirik ajaFando : di mana, Mon? Gue bawa bini gue ya, dari kemaren dia pengen ayce, tapi gue belom sempet ngajakMone : GI, Ndo. Tar kabarin ya kalo udah otwFando : oke, gue lagi deket situ jugaFarel : gak ikut dulu. Mau lemburDeni : gak ikut juga. Gak punya duit, tengah bulanDika is typing...Mone : Dika gak punya pacar, kerjaan udah kelar, duit banyak. Mau alesan apa, lo?Dika : sialan!Dika : iyaa otwMone tertawa kecil melihat isi chat terakhir dari Dika. Sejak jalan-jalan ke Dufan, Mone memutuskan untuk bergabung ke dalam grup chat berisi teman-temam SMA-nya untuk memudahkan komunikasi."Kenapa?" tanya Rafka yang duduk di sebelah Mone. Keduanya sudah berada di depan restoran all you can e

  • Antara Mantan dan Selingkuhan   42. Menempel Seperti Cicak

    Huruf-huruf besar yang menyala membentuk tulisan 'Sky Life Resto & Bar' terpampang di bagian atas bangunan berlantai dua ini. Pada lantai dua sebuah resto dan bar yang terletak di bilangan Jakarta Selatan itu, malam ini disewa untuk melangsungkan acara reuni kampus untuk satu angkatan fakultasnya.Sayangnya, jumlah alumni yang malam ini hadir tidak lebih dari lima puluh orang. Sekian tahun berlalu sejak mereka lulus dan menyandang gelar sarjana, membuat beberapa dari mereka kehilangan kontak, ataupun sudah berdomisili di luar kota, serta kesibukan-kesibukan lainnya.Mone melangkah menaiki anak tangga untuk bergabung dengan acara reuni kampus pertama kalinya. Secara ijazah, ia memang tidak lulus dari sana. Ia hanya sempat menghabiskan waktu beberapa tahun menuntut ilmu di kampus tersebut, lalu pindah mengikuti pekerjaan bapaknya."Yang biasa nyelenggarain reuni gini siapa, Raf?" tanya Mone disela-sela langkahnya menaiki anak tangga."Tiap tahun sih penggeraknya Hilman, paling dibantuin

  • Antara Mantan dan Selingkuhan   41. Lipstik Di Acak-Acak

    Mone memasuki ruangan divisinya setelah mengganti kemejanya yang sedikit basah, akibat kehujanan tadi. Beruntung ia selalu menyiapkan kemeja cadangan di dalam loker, untuk berjaga-jaga apabila ada pertemuan penting di luar jam kerja. Ia tidak suka menggunakan pakaian kerja yang sudah dipakai sejak pagi.Para karyawan divisinya segera menyapa saat Mone melintas. Ia membalas sapaan mereka dengan senyuman. Paska kejadian peneguran itu, sikap mereka kembali normal, atau setidaknya kembali profesional. Untuk kedekatan mereka, tidak ada yang kembali. Sekat antara dirinya dengan staff divisinya kini kian terasa."Bu, ini ...." Laely bangkit dari kursinya, untuk berjalan sedikit menghampiri Mone yang melintasi mejanya. Ia membawa sebuah dokumen yang ingin ia tunjukan pada Mone."Iya, itu apa?" Mone menyambut satu lembar kertas yang diulurkan Laely."Debit note dari PRX buat claim yang kemaren. Ini mau dipake potong kontrak buat kontrak dia yang baru, Bu?"Mone memperhatikan lembar kertas yang

DMCA.com Protection Status