"Mone!" Dika berteriak dengan dramatis, lalu memeluk Mone diikuti dengan teman-temannya.Beberapa orang di stasiun ikut menoleh karena perilaku teman-teman Mone yang tampak rusuh saat melihat Mone ada di sana."Gila, Raf. Lo lagi latihan poligami apa gimana?" Deni yang melihat keberadaan Fara, yang ia ketahui sebagai pacar Rafka saat ini, jelas tidak mengerti saat melihat Mone ikut datang dengan Rafka."Gak sengaja ketemu," sahut Rafka."Eh kalian nginep di Vila ya? Gue mau ikut dong." Perhatian Mone kini sepenuhnya dengan teman-temannya.Bagas yang lebih dahulu terpikirkan untuk mengeluh saat mendengar ucapan Mone. "Ah kacau! Kamarnya cuma dua, Mon. Alamat tidur di ruang tamu lagi deh.""Lo udah pada kerja masih aja nyewa vila dua kamar gitu. Udah tau tidur gak pada bisa diem, seneng amat tumpuk-tumpukan." Mone memprotes dengan kelakuan mereka, mengingat terakhir kali mereka berlibur ke vila di kawasan Puncak, Bogor. Kamar yang hanya ada dua, sedangkan mereka berjumlah tujuh orang sa
Mobil yang di rental Rafka mampir ke hotel terlebih dahulu sebelum berlanjut ke vila yang telah di pesan teman-temannya untuk stay selama di Jogja. Rafka dan Mone perlu mengambil beberapa barang yang masih tertinggal di hotel.Mone bersyukur dengan kebetulan hari ini, setidaknya niat menghabiskan waktu dengan Pandu selama di Jogja yang berakhir tragis, tergantikan dengan liburan bersama teman-teman SMA nya. Meskipun Mone seringkali di teror dengan pertanyaan yang sama, ke mana saja selama delapan tahun, dan mengapa teman-temannya ikut menjadi korban dalam kandasnya hubungan Mone dan Rafka karena tidak diberi kabar Mone sama sekali.Menanggapi pertanyaan itu Mone hanya tertawa tanpa ada niatan untuk bercerita. Ia hanya menjawab sekenanya, seperti, "Pokonya delapan tahun ini gue sibuk nanjak karir, lanjut S2, ikut training sana sini, hadir seminar, terus fokus ikut tes buat naik jabatan deh. Demi bisa berkata 'Bye kemiskinan, welcome kekayaan dan kejayaan'."Beruntung teman-temannya tak
Setelah seharian jalan-jalan ke tempat wisata di sekitaran Jogja, Mone dan teman-temannya tampak kelelahan dan berebut tempat tidur. Total kasur yang hanya ada tiga, terdiri dari dua ukuran double dan satu single, yang mana diletakkan dalam satu kamar satu Kasur single dan double, dan kamar satunya lagi satu kasur double.Sebenarnya perhitungan tempat tidur sudah diatur sedemikian rupa untuk mereka yang semula hanya berlibur lima orang. Satu kamar dengan satu Kasur double akan diisi oleh Rafka dan Bagas, sedang kamar satunya untuk Dika, Farel, dan Deni. Tapi semuanya kacau karena Mone ikut menginap dan memakai satu Kasur berukuran double. Jadilah dua Kasur yang tersisa menjadi rebutan anak-anak cowok."Enggak, enggak! Lo minggir, ini kasur gue. Lo tidur di sofa sana!" Dika menendang Bagas yang sudah hendak mengambil tempat tidurnya."Geseran, kek. Gue nyetir dari pantai kidul ke sini, pegel woi." Bagas masih berusaha menyempil di antara Dika dan Farel."Rafka, sempit! Lo tidur gak bis
Mone mengembuskan napasnya, menyadari sosok tersebut. Saat Dika ingin berdiri untuk menghampiri Pandu, Mone bangun terlebih dahulu dan mengatakan itu adalah kenalannya. "Aku ngasih tau aku di mana, gak minta supaya kamu nyusul, ya!" Kalimat pertama yang diucapkan Mone bukan lagi sapaan, lebih seperti desisan. Menyadari teman-temannya yang tampak memperhatikan Mone – terutama Rafka – Mone menarik Pandu menjauh dari tempatnya berdiri. Kasak-kusuk kini terdengar, beberapa yang didengar Mone meliputi, "Gue bilang juga apa, gak mungkin Mone gak punya pacar." "Ampe bela-belain nyusul ke Jogja." "Emang tuh cowok lagi di Jogja kok." Rafka menimpali ucapan teman-temannya. Mone mengabaikan ucapan teman-temannya dan fokus menjauh dari jangkauan mereka. Setelah cukup jauh, barulah Mone benar-benar menatap Pandu yang kini berdiri di hadapannya. "Kamu gak bilang nginep bareng Rafka." Mone melongo mendapati pernyataan Pandu barusan, "Mas, ya ampun. Barusan kamu liat di sana ada siapa aja?"
Jam makan siang, Dika diseret Rafka untuk makan pecel lele yang lokasinya cukup jauh dari gedung kantor mereka. Dika tidak satu kantor dengan Rafka, tapi kantor mereka tetangga gedung, jadi tak jarang keduanya makan siang bersama.Lokasi warung pecel lele yang cukup jauh dari gedung kantor jika berjalan kaki, sampai harus naik motor Dika, membuat warung tersebut tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa pengunjung yang kebanyakan membeli untuk dibungkus."Lo seneng amat si nyari makan jauh-jauh," keluh Dika, sambil mengaduk es teh manis yang baru datang dan masih menunggu pecel ayam pesanannya."Sumpek, Dik makan daerah sono mulu. Rame. Mana ngantri. Di ajak makan daerah sini yang agak sepi, anak kantor gue gak pada mau.""Kantin gedung kantor lo kan sepi tuh.""Ya sepi, makanannya gapada enak."Tak lama pecel ayam pesanan Dika dan pecel lele pesanan Rafka datang, keduanya kini fokus menghabiskan makanan terlebih dahulu, mengingat waktu istirahat hanya satu jam."Raf, lo tau akun instag
After office hour, Mone ikut bersama rekan-rekan sedivisinya untuk makan-makan memperingati hari ulang tahun Dion, yang membuat cowok itu wajib mentraktir teman-temannya.Sialnya, karena Fara lupa menginfokan Rafka untuk tidak perlu menjemput, jadilah Dion menawarkan diri mengajak Rafka agar tidak menjadi cowok sendirian dalam perkumpulan itu, sekaligus ditebengi anak-anak cewek yang tidak bawa kendaraan.Demi menghindari kejadiaan di Jogja - berdebat dengan Pandu masalah Rafka - Mone memilih menghindari Rafka dan ikut naik motor dengan Dion, sampai Dion bingung sendiri karena harus membonceng atasannya.Sepertinya Mone harus segera mengirim mobilnya dari Surabaya agar tidak perlu terjebak situasi ini lagi.Dion dan Mone sampai lebih dulu di restoran steik yang dipilihkan Fara, Dini, dan Laely. Dion jelas tak diijinkan memilih, karena menurut mereka, jika Dion yang memilih, yang ada cuma makan-makan di KFC.Mone ijin untuk ke toilet terlebih dulu dan tak lama rombongan mobil Rafka dat
Mone memarkirkan mobilnya di parkiran gerai fast food yang berlokasi tak jauh dari gedung tempat Pandu bekerja. Sepulangnya dari acara makan-makan ulang tahun Dion, Mone benar-benar langsung mengurus pengiriman mobilnya dari Surabaya demi keefektifan aktivitasnya di Jakarta—dan tidak terus-terusan terjebak dengan Rafka tentunya.Waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Hari ini Pandu sedang lembur untuk menyelesaikan pekerjaannya. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Pandu memanfaatkan jadwal lemburnya untuk beralasan pada Anggika bahwa ia menginap di kantor karena banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.Mone sudah mengirim pesan pada Pandu bahwa ia sudah sampai di tempat janjian mereka. Tak sampai sepuluh menit, Mone dapat melihat Pandu berjalan menghampiri mobilnya dengan kemeja yang sudah lusuh.Mone tersenyum. Ia menyukai setiap kali melihat Pandu pulang bekerja. Dulu, saat mereka masih tinggal serumah dan Pandu masih bekerja di Palembang, momen melihat Pandu pulang bekerja a
"Malam jangan berlalu, jangan datang dulu terang, telah lama ku tunggu, ku ingin berdua denganmu, biar pagi datang, setelah aku memanggil ...." - Mari Bercerita, Payung Teduh___________________Mone mengarahkan mobilnya menuju bilangan Grand Indonesia, Pandu yang tidak mengetahui tujuan Mone bingung saat Mone sudah memasuki area parkir Gedung Mall ini."Kamu mau nonton?"Jelas saja satu-satunya tujuan di atas jam sepuluh malam ke mall hanya untuk menonton film dengan jam tayang midnight, sebab seluruh tenant di mall sudah tutup.Mone mengangguk. "Iya, capek streaming terus. Udah lama, kan, kita gak nonton?""Aku belom mandi loh, bau banget dong nanti.""Yaudah, kita nonton yang velvet, biar yang nyium bau kamu aku doang." Mone sudah mematikan mesin mobilnya dan membuka sabuk pengaman, lalu keluar dari mobil disusul Pandu.Pandu menuruti keinginan Mone, saat turun dari mobil, tak lupa Pandu menggunakan masker untuk menutup wajahnya. Sesuatu yang wajib dikenakan Pandu jika berjalan-jal
"Cause all of me. Loves all of you. Love your curves and all your edges. All your perfect imperfections. "Give your all to me. I'll give my all to you. You're my end and my beginning. Even when I lose I'm winning. 'Cause I give you all of me. And you give me all of you." - All Of Me, John Legend __________ Sebuah ruangan 2x3 yang terletak di sayap gedung, menjadi ruang privat antara perias dan calon mempelai wanita. Bagai ratu, mempelai wanita ditangani khusus oleh pemilik usaha riasan pengantin itu. Para pendamping sudah lebih dulu dirias bergantian oleh beberapa asisten di ruangan sebelah. Riasan pemeran utama jelas sakral dan memakan waktu lebih lama. Mata Mone mengerjap-ngerjap usai perias memasangkan bulu mata. Meski ia minta riasan sederhana, faktanya ia tetap harus memakai entah berapa lapis bulu mata yang membuatnya sulit untuk mengedip. Untuk sentuhan terakhir, Riani, pemilik bisnis perias pengantin itu menyemprotkan hairspray pada rambutnya yang sudah ditata. Setelahnya,
"Ketemu!" Hilman setengah berteriak, ia membuka gulungan tali tersebut, lalu menyuruh Mone untuk sedikit menyingkir.Dikaitkannya tali tersebut pada batang pohon yang terlihat kokoh, yang berada di dekat situ. Hilman khawatir jika hanya mengandalkan tenaga mereka, yang ada malah yang lainnya ikut terseret. Kemudian, ia melemparkan tali tersebut pada Rafka, agar lelaki itu dapat memanjat dengan berpegangan pada tali tersebut."Tangan Rafka berdarah!" Mone memberitahu pada Bagas yang kini ada di dekatnya."Tenang, Mon. Rafka pasti bisa naik." Bagas menggenggam sebelah tangan Mone yang bergetar ketakutan, berusaha menenangkan sahabatnya itu.Rafka menggapai tali yang bergelantungan di sampingnya. Ia menoleh ke bawah sekilas, berusaha menelaah seberapa dalam tempat itu jika tak mampu menarik dirinya dengan tali itu. Namun, gelapnya malam seolah mengubur pandangannya. Ia tak dapat melihat ke bawah dengan jelas, tertutup oleh pekat.Kedua tangannya kini sudah menggenggam tali. Perlahan, ia
Mone merapatkan mantel tebal yang melekat di tubuhnya. Hawa dingin semakin terasa merasuk ke tulangnya saat pendakian semakin mendekati puncak. Terlebih karena hari sudah mencapai petang, membuat sinar matahari perlahan memudar, berganti tugas dengan rembulan yang mulai menampakkan kehadirannya.Kakinya terus melangkah mengikuti teman-temannya yang berjalan di depannya. Mereka tampak mengejar waktu sebelum hari semakin malam, untuk setidaknya sampai pada pos berikutnya, lalu akan mendirikan tenda untuk bermalam sebelum melanjutkan perjalanan menuju puncak.Jalan berbatu dengan kanan-kiri jalan yang dipenuhi semak belukar, membuat langkahnya kesulitan. Terlebih karena pencahayaan yang mulai meremang, beberapa senter sudah mulai dinyalakan untuk membantu penerangan."Gara-gara si Rafka nih kebanyakan minta istirahat, jadi kesorean, kan!"Terdengar suara Alvin yang berjalan di belakangnya mengeluh, menyalahkan Rafka yang entah sudah berapa kali mengajak beristirahat karena kelelahan."Gu
Minggu sore, bagian luar stadion Gelora Bung Karno tampak ramai pengunjung. Di akhir pekan, tempat itu menjadi salah satu favorit warga Ibu Kota dalam melakukan aktivitas kebugaran jasmani. Sejak pagi hari yang dibarengi dengan car free day, sampai nyaris tengah malam, tempat itu tidak pernah sepi oleh pengunjung yang datang dan pergi silih berganti.Mone menghentikan aktivitas larinya yang sudah mencapai putaran kedua. Wanita itu kini hanya melangkah seperti biasa, diikuti Rafka yang sudah berjalan sejak menuntaskan lari satu putaran."Kamu gak lari!" protes Mone saat Rafka sudah berjalan di sebelahnya."Capek, Mon! Ini ngiterin GBK, bukan lapangan RPTRA*." Rafka mengulurkan air mineral yang ada di tangannya, yang segera disambut Mone.(RPTRA : Ruang Publik Terpadu Ramah Anak)Diteguknya air mineral sampai isinya nyaris separuh, lalu ia melanjutkan langkahnya, yang mulai berjalan santai. Namun, tetap mengitari stadion."Lagi, kamu kesambet setan apaan ngajak lari gini? Kamu mana mung
"Aku bersyukur kamu bisa hidup dengan baik. Bisa main lagi sama temen-temen kamu, jalan-jalan setelah pulang kerja, dan Rafka? If you two get back together, I'm really happy for you." Pandu mengatakannya dengan tulus. Sesekali ia melambaikan tangannya ke arah Naka yang berteriak memanggilnya.Tidak ada sahutan dari Mone, hal itu membuat Pandu penasaran dan menolehkan kepalanya kembali pada wanita itu. Matanya terbelalak melihat Mone yang kini sibuk menghapuskan air mata yang membasahi pipinya."Mon, kamu ...." Tangan Pandu setengah terangkat, berniat merengkuh tubuh Mone, yang kemudian diurungkannya. Hal itu membuatnya hanya dapat meremat tangannya sendiri. "Seumur hidup, aku belom pernah sebenci ini terhadap apa pun. Tapi sejak pertama kali lihat kamu nangis, demi apa pun aku benci lihat itu. Kenapa hidup kamu harus sesakit ini? Dari sekian banyak pilihan takdir, kenapa Tuhan memilihkan takdir yang kayak gini buat kamu. Sejak saat itu, aku selalu berharap gak akan ada hal buruk lainn
"Kau dan aku saling membantu, membasuh hati yang pernah pilu, mungkin akhirnya tak jadi satu, namun bersorai pernah bertemu...." - Sorai, Nadin Amizah____________Mone berjongkok, untuk menyamai tingginya dengan Naka. "Naka, kok sendirian? Emang ke sini sama siapa?" tanyanya lembut, meski mati-matian ia berusaha mengatur detak jantungnya, khawatir akan orang yang menemani Naka. Entah Anggika atau Pandu, Mone jelas tidak menginginkan keduanya."Ama Papa," sahutnya dengan suara yang terdengar menggemaskan.Mone mematung seketika, mendengar satu nama meluncur dari mulut kecil Naka. Namun, ia segera tersadar Naka tampak masih di hadapannya."Papanya mana?""Gak tau," jawab Naka polos.Mone mengembuskan napasnya yang mulai terasa berat, kemudian ia tersenyum untuk menghadapi Naka."Naka mau main ama Aunty. Papa kenapa gak ajak Aunty buat maen sama Naka?"Senyum Mone luntur seketika, mendengar ucapan Naka. Anak itu menganggapnya yang kerap kali berdalih mengajak Naka main untuk mencuri wak
Mone : all you can eat yukFarel : sekarang?Mone : yes!Bagas : skip. Gue sibuk. Cewek gue rumahnya lagi kosongDika : nanem saham terosssBagas : cuannya nikmat bgt nihMone : Dika? Farel? Deni? Fando?Deni : kok Rafka gak diabsen?Mone : Rafka kan udah sama gueDika : berduaan muluMone : sirik ajaFando : di mana, Mon? Gue bawa bini gue ya, dari kemaren dia pengen ayce, tapi gue belom sempet ngajakMone : GI, Ndo. Tar kabarin ya kalo udah otwFando : oke, gue lagi deket situ jugaFarel : gak ikut dulu. Mau lemburDeni : gak ikut juga. Gak punya duit, tengah bulanDika is typing...Mone : Dika gak punya pacar, kerjaan udah kelar, duit banyak. Mau alesan apa, lo?Dika : sialan!Dika : iyaa otwMone tertawa kecil melihat isi chat terakhir dari Dika. Sejak jalan-jalan ke Dufan, Mone memutuskan untuk bergabung ke dalam grup chat berisi teman-temam SMA-nya untuk memudahkan komunikasi."Kenapa?" tanya Rafka yang duduk di sebelah Mone. Keduanya sudah berada di depan restoran all you can e
Huruf-huruf besar yang menyala membentuk tulisan 'Sky Life Resto & Bar' terpampang di bagian atas bangunan berlantai dua ini. Pada lantai dua sebuah resto dan bar yang terletak di bilangan Jakarta Selatan itu, malam ini disewa untuk melangsungkan acara reuni kampus untuk satu angkatan fakultasnya.Sayangnya, jumlah alumni yang malam ini hadir tidak lebih dari lima puluh orang. Sekian tahun berlalu sejak mereka lulus dan menyandang gelar sarjana, membuat beberapa dari mereka kehilangan kontak, ataupun sudah berdomisili di luar kota, serta kesibukan-kesibukan lainnya.Mone melangkah menaiki anak tangga untuk bergabung dengan acara reuni kampus pertama kalinya. Secara ijazah, ia memang tidak lulus dari sana. Ia hanya sempat menghabiskan waktu beberapa tahun menuntut ilmu di kampus tersebut, lalu pindah mengikuti pekerjaan bapaknya."Yang biasa nyelenggarain reuni gini siapa, Raf?" tanya Mone disela-sela langkahnya menaiki anak tangga."Tiap tahun sih penggeraknya Hilman, paling dibantuin
Mone memasuki ruangan divisinya setelah mengganti kemejanya yang sedikit basah, akibat kehujanan tadi. Beruntung ia selalu menyiapkan kemeja cadangan di dalam loker, untuk berjaga-jaga apabila ada pertemuan penting di luar jam kerja. Ia tidak suka menggunakan pakaian kerja yang sudah dipakai sejak pagi.Para karyawan divisinya segera menyapa saat Mone melintas. Ia membalas sapaan mereka dengan senyuman. Paska kejadian peneguran itu, sikap mereka kembali normal, atau setidaknya kembali profesional. Untuk kedekatan mereka, tidak ada yang kembali. Sekat antara dirinya dengan staff divisinya kini kian terasa."Bu, ini ...." Laely bangkit dari kursinya, untuk berjalan sedikit menghampiri Mone yang melintasi mejanya. Ia membawa sebuah dokumen yang ingin ia tunjukan pada Mone."Iya, itu apa?" Mone menyambut satu lembar kertas yang diulurkan Laely."Debit note dari PRX buat claim yang kemaren. Ini mau dipake potong kontrak buat kontrak dia yang baru, Bu?"Mone memperhatikan lembar kertas yang