Seperti kemarin pagi, Nicho kembali berolahraga. Ia berlari mengitari taman hotel. Dengan menggunakan celana boxer, kaos tak berlengan, dan topi semakin menambah perhatian orang-orang. Otot bisepnya nampak mengkilat saat mentari menempa lengannya yang berkeringat."Hei, bro!" Jefri memanggil dari jauh. Nicho berhenti berlari. Membalas dengan senyuman."Ooh!" Beberapa wanita yang ada di sekitar sana berkomentar kompak. Bagi Nicho ini sudah biasa baginya."Lo menyilaukan mata gue. Ngapain sih pagi-pagi udah tebar pesona aja," Jefri berlari kecil. Ia datang mendekat."Tebar pesona apa? Ini namanya jaga kesehatan. Perut kamu tuh lihatin, lingkarannya udah tambah berapa sentimeter itu?""Malah bahas perut gue. Yang penting sejahtera, bos. Ada pepatah bilang, perut senang hati senang,""Iya, iya. Tapi tumben kamu kesini? Kenapa?""Nggak muluk. Mau nyapa calon istri bos gue aja kok,""Apaan sih?""Gue lihat kali kemarin pas lo ngantarin dia sampai pintu kamarnya,""Apa? Tunggu-tunggu. Kok bi
"Aku yakin Om yang terlalu kaku ke mereka. Coba Om diam,"Pak Marwan diam. Ia tak jadi membuka mulutnya."Iya benar. Kalau mereka belum kenal Om mereka akan menganggap Om itu jahat. Saat Om diam saja, raut muka Om terlihat seram,""Segitunya?""Iya,"Drrt.Pesan dari Nicho.(Kamu dimana? Saya sudah selesai. Waktunya jalan?)(Aku ada di taman. Ada kenalan Papa disini. Kamu kesini aja. Dia adalah orang penting loh. Aku yakin kamu akan berterima kasih padaku setelah ini.)(Oh ya, kita lihat nanti. Memangnya aku bisa setakjub apa sih?)(Setakjub-takjubnya sampai kamu akan mentraktirku belanja.)Nicho tersenyum setelah membaca balasan dari Gracia."Ehem..kayaknya ada yang lagi kasmaran nih. Pantesan bunga pada mekar," Jefri menyinggung."Apaan sih? Ini Gracia bilang kalau dia sedang bersama seseorang. Dia mau kenalkan aku ke beliau. Katanya saya akan berterima kasih sekali setelah dikenalkan,""Siapa sih? Gue jadi ikut penasaran. Gue boleh ikut kan? Atau setidaknya gue pantau dari jauh deh
"Jelaskan kepada aku sekarang, aku nggak mau Jefri yang jelaskan. Nicho yang jelasin ke aku. Titik," Gracia tetap kekeh."Saya ke kantor aja belum, Gracia,""Kamu sih nunda-nunda mulu kemarin," Gracia protes."Bukannya kemarin ada yang nagih jalan-jalan? Kalau nggak, saya sudah tahu masalah ini secara keseluruhan,""Jadi, kamu salahin saya nih?""Yah, kalau dibilang iya, artinya realita, tapi jika saya bilang bukan, artinya ekspektasi,""Ish. Sekarang Jefri deh yang jelasin ke aku. Ada apa sebenarnya? Mengapa Om Marwan kurang suka pada kalian?"Jefri melirik Nicho. Meminta izin apakah boleh dibicarakan saat ini, di meja makan.Nicho mengangguk, bilang aja."Eits, bentar. Kan makanan udah pada habis. Sekarang tenggorokan kering, beli minum aja yuk!," komentar Gracia."Pesan lagi aja," komentar Nicho."Nggak. Jangan disini. Minuman disini biasa aja,"Nicho kali ini malas berkomentar. Lagi-lagi Gracia memberikan kode."Aku tahu tempat minum yang enak. Ada makanan ringan juga disana. Past
"Pak Nicho, maaf. Keuntungan 60% sudah kami cantumkan di proposal pertama, tetapi Pak Marwan tetap saja menolak," Jefri memberikan ulasan atas pernyataan Nicho."Apa kamu yakin, beliau benar-benar menolak? Atau beliau hanya sekedar bertanya?""Kami rasa itu bukanlah hanyalah sebuah pertanyaan,""Pak Jefri dan untuk yang lainnya, bekerja memang berawal dari hati, tetapi pekerjaan tidak hanya mengandalkan perasaan. Ubah jadi 60%,""Baik, pak,""Lanjut!""Kerjasama akan melibatkan kedua belah pihak dalam hal penulisan buku. Dari masing-masing pihak akan memilih satu penulis dan satu editor terbaik. Mereka harus berkolaborasi dalam pembuatan cerita fiksi maupun non fiksi dengan percobaan menerbitkan satu buku,""Saya tidak setuju. Pak Jefri silakan catat. Kerjasama seharusnya adalah menggandeng beberapa penulis dan editor dari kedua belah perusahaan. Lalu berkontribusi untuk menerbitkan buku secara signifikan. Jika, mengalami kenaikan pasar, maka akan ada kontrak selanjutnya. Begitu juga
Ananta mengajak Stanley untuk mengobrol di kafetaria. Perusahaan Pramita membebaskan para karyawan untuk makan, mandi, bahkan tidur kapan saja. Bebas. Intinya pekerjaan selesai tepat waktu."Aku mau minta maaf karena aku egois. Aku seharusnya tidak memaksamu untuk ikut jika nggak mau. Aku terlalu egois ya?""Nggak apa-apa. Toh aku juga biasa egois kan? Kamu lelah akan sikap aku kan? Bahkan kadang aku bingung akan sikap aku sendiri,""Iya juga ya," Stanley menaikkan pelan-pelan kepalanya. Mulai berani menatap mata Ananta. Senyum manis gigi susu tampil indah dari balik wajahnya."Kenapa senyum-senyum?""Yah, senyum dong. Kan kamu maafin aku,""Siapa bilang?""Tadi barusan kamu bilang nggak apa-apa, iya kan?""Iya. Tapi aku nggak bilang kalau aku maafin kan?""Yah, hmm....""Ley,mengucapkan maaf memang gampang. Tetapi ibarat luka jika diobati, apakah bisa pulih kembali tanpa meninggalkan bekas?""Nggak bisa. Maaf,""Iya. Aku maafkan, tapi aku sudah terima permintaan maaf dari kamu berapa
"Kamu ada masalah? Ini air hangat. Mana tahu bisa meredakan rasa mabuk," Stanley telah mengganti bajunya. Untung saja dia menyimpan baju ekstra di kedai. Ada kalanya ia harus lembur untuk mencoba resep baru."Sudah kubilang aku nggak mabuk,""Iya. Oke. Kalau nggak mabuk. Kenapa? Teler?""Iiih, udah ah. Pergi sana. Aku mau sendiri dan mana kopi Americano? Aku ngggak mau air putih,""Oke. Oke. Setelah kamu habiskan air putih itu, kamu baru boleh minum kopi,""Sok ngatur banget sih. Papa Mama aja nggak peduli apa aku udah makan apa belum,""Aku nggak sok ngatur sih, tetapi lebih tepatnya menghindari kamu agar tidak muntah lagi setelah meminum kopi, bisa rusak nih kedai.""Ooh, ada udang di balik batu rupanya,""Iya dong. Sekalipun aku nggak bermaksud peduli terhadapmu. Kan kita bukan teman,""Iya, ya. Kita bukan teman. Untuk apa saling peduli ya?" Violla menunduk. Ia memundurkan badannya, menggeser tubuhnya. Supaya punggungnya bisa beristirahat."Iyap. Tetapi kenapa aku merasa ada yang sa
Malam ini udara terasa lebih dingin, namun langitnya cerah. Di atas sana, bintang berkerlap-kerlip dimana-mana."Kamu minum ini aja," Stanley menyodorkan sebotol air mineral sekali pakai. "Hidup itu memang keras. Menurutku kamu sudah hebat, bisa membuktikan kepada Papa dan Mama kamu kalau kamu itu sudah berhasil. Bukan seperti aku,""Hei, kenapa malah kamu yang curhat?""Nggak lah. Aku cuman mau kasih tahu. Kalau kamu itu kuat. Menurutku, kamu nggak salah terlalu mencintai seseorang, tetapi mungkin kamu harus mengubah sikap?""Sikap?""Gini, seorang manusia tidak akan pernah mungkin bisa disukai oleh semua orang. Sekalipun pemimpin negara, pasti ada juga yang tidak disukai. Jadi, satu-satunya cara jika kamu memang ingin menarik perhatian si dia, kamu harus tahu apa yang dia suka,""Iih, apaan sih. Omonganmu berat, jangan sok bijak deh, anak kecil!""Iya. Aku simpelkan aja. Ini aku dengar dari pacarku. Ilustrasinya seperti ini kamu penyuka kopi, kalau
Kedai Koopi telah tutup lima menit yang lalu. Karyawan mulai membereskan kedai. Ada yang di dapur, ada yang di luar.Sejak kepergian Ananta 2 jam yang lalu, Stanley hanya melakukan 3 kegiatan. Minum kopi, mengetik pesan, dan melirik gawainya. Bahkan ia duduk di dekat meja barista tanpa bergeming.Tak ada satu pun karyawan, sekalipun Bryan yang berani mengusiknya."Bryan, kami pulang dulu ya! Titip salam dengan Nicho," Salah seorang karyawan mewakili untuk berpamitan."Iya. Siap. Hati-hati ya pulangnya,"Cring.Bryan melepaskan apron yang dipakainya. Menggantungnya di gantungan yang berada di ruang ganti. Lantas mengambil jaket dan tasnya yang ditaruh di dalam loker.Ia keluar dari ruang ganti. Stanley masih duduk disana. "Anak ini mau kayak begitu sampai kapan?" Ia melirik jam yang melingkar di lengannya. Pukul 21:40."Bro, kau belum mau pulang kah? Udah malam banget ini,""Duluan aja. Tapi udah rapihin semuanya belum?""Udah dari 10 menit yang lalu kali. Ini kau lihat, semua udah kin