Selena enggan menerima kenyataan, tetapi dia tidak punya pilihan lain. Semuanya sudah terjadi. Tidak ada obat untuk rasa sesal.Nyawa ini Selena peroleh dari menukarkan darah banyak orang. Di masa depan, dia tidak hanya hidup untuk dirinya sendiri."Kamu nggak perlu khawatir aku akan bertindak bodoh lagi. Kamu pulang dulu, mandilah dan istirahat. Tenang saja, aku nggak akan pernah lari lagi," pesan Selena, berusaha menenangkan Harvey.Harvey sangat terkejut dia bisa mengucapkan kata-kata seperti itu. Selena terbangun layaknya orang yang benar-benar berbeda.Ibarat Selena dulu adalah bunga bakung putih yang tegak, anggun, indah, dan murni. Tanpa kekuatan untuk melukai.Selena sekarang adalah mawar berduri. Cantik, tetapi bisa melukai orang yang mendekatinya."Seli, aku nggak capek ..."Selena di kondisi seperti ini, membuatnya tidak mungkin bisa merasa tenang. Dia ingin menjaga dan memantau keadaannya.Selena tidak menjelaskan apa pun lagi, hanya melihat ke arah pintu yang tertutup. "Ak
Kondisi Selena seperti saat ini membuat prihatin siapa pun yang melihatnya. Bagaimana bisa Nadine tega memantik cekcok dengannya?Dia tahu ibu Selena sudah lama meninggal, ayahnya lagi-lagi koma, dan rumah tangganya hancur.Melihat Selena berlutut padanya untuk menunjukkan dirinya yang baik hati, hal itu malah membuatnya kebingungan."Nona Selena, tubuhmu lemah dan lantainya sangat dingin. Lekas bangunlah."Dia sudah cukup berumur, jadi mengetahui perihal Selena yang sudah keguguran usai tidak melihat perut hamilnya.Ternyata, bukan hanya Selena yang menderita.Nolan tertatih-tatih menghampiri dengan bantuan tongkat. "Bu, Lian sendiri yang berinisiatif melindungi Nyonya, beliau tidak ada sangkut pautnya sama sekali. Semua ini murni kesalahanku karena tidak bisa melindunginya. Biarkan aku yang bertanggung jawab atas kematiannya."Nolan datang untuk menjenguk Abraham. Meski hanya pernah bertemu sekali, dia meninggalkan kesan yang dalam. Nolan benar-benar pria yang baik."Nak, kakimu ..."
Selena mendongakkan kepala, dirinya menangkap seorang pemuda jangkung menghampiri dengan pincang. Wajahnya benar-benar mirip dengan Lian.Namun, ada perbedaan di antara wajah mereka yang mirip. Satu wajah tampak sangat ceria, sedangkan satu lainnya tampak suram dan sinis.Saat menyadari tatapan Selena terhadapnya, pemuda itu segera mengangguk. "Mohon maaf, Nona Selena, Ibu saya tidak tahu situasinya dan merepotkan kalian," jelasnya hati-hati.Chandra sudah cerita semua hal kepadanya sekaligus mengetahui detail permasalahannya. Karena enggan melihat ibunya sedih, dia sengaja menyembunyikannya.Selena menatapnya dan bertanya, "Kamu pasti Abraham Galendra, 'kan? Aku pernah mendengar tentangmu dari Lian."Pemuda tampan, dengan mata berwarna merah, wajah lesu, dan kaki yang terluka itu, terseok-seok saat berjalan mendekat.Ketika Selena masih kebingungan, pemuda itu langsung berlutut di hadapan Selena.Dia menundukkan kepala penuh penyesalan. "Saya tahu kronologinya. Semua ini memang salah
Setelah mandi, Harvey berganti pakaian dan segera berangkat ke rumah sakit.Sebelum masuk dia bertanya, "Gimana keadaannya?"Alex menjawab, "Sangat aneh, suasana hati Nyonya sangat baik, bahkan dia minta tambah porsi makan.""Dia nggak bilang apa-apa?""Nyonya bertanya soal kondisi anak-anak dan ingin tahu berapa orang yang tertangkap. Apa ada Lewis atau nggak. Selain itu, dia benar-benar tampak sangat tenang.""Terus kamu jawab apa?""Tentu saja kujawab dengan jujur. Kubilang Lewis berhasil kabur, sisanya sudah berhasil dikurung dan disiksa dengan kejam. Setelah itu, Nyonya nggak bilang apa-apa lagi, hanya berkata dia merasa lelah dan ingin beristirahat."Alex menggaruk kepala sebelum berhati-hati mengajukan tanya, "Tuan Harvey, apa yang terjadi pada Nyonya? Tingkahnya yang setenang ini membuatku agak ngeri. Ketenangan Nyonya membuat bulu kuduk orang pun merinding.""Sepertinya, dia nggak bohong padaku," jawab Harvey.Sebenarnya, Harvey masih khawatir tentang Selena yang berusaha meng
"Seli, aku nggak akan memihak siapa pun, ini bukan gaya Poison Bug. Kalau dia ingin membunuhmu, kemungkinan besar akan cari celah untuk meracunimu dan nggak pakai cara begini, 'kan? Kamu tahu, pemimpin Poison Bug adalah Erna Freed. Setelah Paman Calvin meninggal, dia bawa Poison Bug untuk meninggalkan Kota Arama, termasuk Lanny juga. Mereka pergi beberapa bulan yang lalu."Harvey menggenggam tangan Selena dan berkata dengan lembut, "Orang yang menyewa Blake-X bukan cuma kaya, melainkan sangat berpengalaman. Orang ini adalah tipe yang sederhana, terang-terangan, dan brutal. Seli, coba ingat-ingat lagi, apa kamu pernah menyinggung seseorang?"Selena menggelengkan kepala. "Kamu tahu jelas masa laluku, aku berhenti kuliah karena hamil. Nggak mungkin aku menyinggung siapa pun atau bos besar yang semudah itu mengeluarkan uang dua triliun untuk membunuhku, 'kan?"Harvey mengernyitkan dahi. "Aku curiga semua ini ada hubungannya dengan keluarga aslimu. Ketika Bibi Maisha terserang leukemia, kal
Di mata Selena, tidak ada rasa tenang dan waras. Hanya tersisa kemarahan di sana.Sebenarnya, Gunung Api Guntur menjadi tempat apa, sih? Tempat itu disebut pulau kematian oleh para pebisnis sekaligus menjadi markas pelatihan Pasukan Khusus. Sangat kecil kemungkinan orang yang masuk ke sana akan tetap hidup.Bagaimana karakter orang-orang di sana?Mereka adalah orang-orang tanpa siapa pun bagai anak yatim piatu atau anak yang kehilangan segalanya akibat perang.Sebagian besar dari mereka dilatih sejak belia. Bukannya tak ada orang dewasa seperti Selena, tetapi mereka semua punya rekam jejak di bidang ini.Kalau Selena asal masuk tanpa persiapan, sama saja tengah cari mati. Tidak heran jika Harvey begitu menentangnya."Seli, jangan berpikir begitu. Rumah sakit umum untuk semua kalangan yang ingin kamu bangun, meski namanya diganti oleh Agatha, rumah sakit itu sudah mulai beroperasi. Rumah sakit itu diisi para dokter hebat dari dalam dan luar negeri. Aku juga membangun satu yayasan guna m
Langit mendung mulai menurunkan rintik gerimis.Embus angin membuat cahaya lilin berayun-ayun dan uang kertas bertebaran.Selena mengusap air hujan di wajahnya sembari bergumam, "Kak Lian, kamu pulang, ya?"Dua titik air hujan jatuh tepat di bawah mata Lian, tampak seperti orang yang tersenyum sembari menangis dalam foto karena tak bisa mengungkapkan kesedihannya.Selena menyentuh batu nisan. "Kak Lian, nggak usah khawatir, pasti akan kujaga keluargamu. Setelah ini, keluargamu adalah keluargaku juga. Pergi dengan tenang, ya. Di kehidupan yang berikutnya ... pasti kamu akan ketemu sama orang baik," tutur Selena.Setelah prosesi pemakaman, hujan deras membasuh seluruh desa.Selena tak langsung pulang, tetapi pergi ke rumah lama Lian.Mereka sekeluarga sudah lama pindah ke kota dan akan pulang setiap tahun kecuali pada Tahun Baru dan hari-hari besar lainnya.Rumahnya tampak terbengkalai, pohon apel dan anggur yang ada di halaman berdiri di tengah hujan.Selena yang berdiri di bawah pohon
Selena kebingungan ketika melihat nenek itu. Wajahnya dipenuhi kerutan dan matanya tampak kabur.Namun, ekspresi yang ditunjukkannya saat ini begitu bersemangat dan mulutnya terus melafalkan komat-kamit tanpa henti."Nenek, apa yang Anda maksud adalah saya?" tanya Selena."Ya! Benar!" Nenek yang bersemangat itu meraih tangan Selena. Punggung tangan Selena terasa sakit saat dielus berulang kali karena tangan nenek itu begitu kasar bagai kulit kayu kering.Selena terkejut bukan main karena nenek ini bicara dengan sopan padanya. Jelas-jelas usia beliau jauh lebih tua darinya dan mereka berdua tak saling kenal. Lantas, mengapa dia begitu bersemangat?"Nenek, Anda mungkin salah mengenali orang.""Mana mungkin saya salah mengenali seseorang? Nona, saya tidak menyangka masih bisa bertemu Anda. Perawakan Anda tetap sama seperti tahun itu, tidak ada perubahan sama sekali."Nenek itu kembali melihat Selena dengan saksama. "Tidak sama, kamu kelihatan lebih kurus dan wajahmu tampak agak pucat."Na