Harvey terus berdiri di depan pintu kamar mandi, alisnya yang tampan terus mengerut, baru saja dia memerintahkan orang untuk melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh pada Selena, seharusnya dia baik-baik saja.Jumlah darah yang keluar dari hidung Selena jelas melebihi darah mimisan biasa, darahnya mengalir dengan ganas, itu terlihat sangat menakutkan.Melihat ekspresinya yang cemas, Maisha juga tersadar kembali dan berkata, "Jangan khawatir, anak ini sudah suka pura-pura sakit sejak kecil."Agatha juga berkata dengan kompak, "Ibu, aku nggak menyangka adik begitu licik, dia mencoba mendapatkan perhatian dengan cara seperti ini.""Benar, anak ini sejak kecil sudah memiliki sifat pembohong, karena ayahnya terlalu memanjakannya, akhirnya dia menjadi seperti ini hari ini!"Maisha melihat Harvey lagi, "Harvey, kamu jangan sampai dibohong dia, tubuhnya selalu sehat, bagaimana mungkin dia langsung mimisan padahal aku hanya menyentuh wajahnya dengan pelan, aku bahkan enggak memukul hidungnya."Ca
Harvey tidak leluasa untuk menolak di depan semua orang, matanya terpaku pada Selena, tetapi dia berkata, "Aku nggak berencana untuk membatalkan pertunangan ini."Agatha gugup, menelan ludah, dan segera melihat ke arahnya, "Harvey, jadi maksudmu ... kamu memilihku?"Harvey mengangguk.Agatha merasa lega ketika beban berat di hatinya seketika menghilang. Dia berlari ke arah Harvey dengan penuh semangat dan memeluk lengannya."Harvey, aku tahu kau memikirkan aku. Ayah, kakek, kalian juga mendengarnya, 'kan?"Antono merasa agak lega, "Aku berharap kamu bisa memenuhi janji layaknya pria sejati.""Putriku akan kuserahkan padamu saat sudah waktunya," ucap Antono sambil menepuk pundak Calvin.Hasil ini sesuai dengan harapan Selena, meskipun sebenarnya dia sudah tahu pilihan Harvey sejak dulu.Ketika momen ini tiba, hatinya yang kosong dan sepi terasa seperti diterpa angin yang sejuk.Dia menarik tangannya dari genggaman Harvey dan berkata, "Harvey, aku menghormati pilihanmu."Harvey melihatny
Selena sungguh berpikir bahwa dirinya pasti akan mati kali ini. Lagi pula, tubuhnya memang sedikit melemah setelah kemoterapi. Namun, kondisi perutnya membaik.Keseharian di pulau terasa baik dan dia merasa bahwa penyembuhannya lancar. Dia juga tidak muntah darah dalam beberapa waktu terakhir.Hari ini, dia saja tidak tahu bahwa telah terpicu, meskipun sebelumnya pendarahannya tidak separah ini.Warna merah yang sangat terang nyaris menusuk matanya. Dia pingsan dengan perasaan mengganjal.Ketika dia tersadar, bau cairan disinfektan memenuhi hidungnya dan dinding pun seputih salju.Perutnya agak membaik dan tidak terlalu sakit lagi."Selena, kamu sudah bangun! Apakah kondisimu sudah agak membaik?" Suara pria yang familiar terdengar dan Selena segera menoleh ke arah suara itu.Bukankah itu Isaac yang dia temui di kapal pesiar sebelumnya? Wajah tampan pemuda itu sangat cemas.Selena yang baru saja bangun bicara dengan suara yang masih lemah, "Apakah kamu yang menyelamatkanku?""Iya, aku b
Ketika Selena melihat Maisha, dia hanya memiliki satu pemikiran, yakni mereka yang terikat oleh sedikit takdir.Saat Selena berbalik dan pergi, Maisha segera mengejarnya, "Selena, tunggu sebentar. Ada yang benar-benar ingin kukatakan padamu."Bukannya berhenti, Selena malah melangkah semakin cepat. Dia sampai mendengar suara perawat lain yang mengejarnya dengan tergesa-gesa dari belakang, "Nyonya, tolong pelan-pelan. Jantung Anda tidak sanggup jika dipacu seperti itu!"Selena mendengar ucapan ini dan berhenti berjalan. Maisha dengan cepat menggapai tangannya sambil terengah-engah, "Selena, tunggu sebentar."Tanpa riasan, wajahnya jelas terlihat pucat dan lemah, bibirnya bahkan agak memerah."Nyonya Maisha, saya pikir kita sudah selesai bicara.""Selena, lima menit saja, lima menit ya?" ucap Maisha memohon.Perawat mungil di samping sibuk menasihati, "Nyonya, jantung Nyonya sedang tidak stabil, jangan sampai memicunya."Selena dipaksa untuk berada dalam situasi ini, dia pun menyetujuiny
Maisha berkata sambil menangis dan hidungnya beringus. Dia mengungkapkan kesedihan serta penyesalan yang sangat menyedihkan antara dirinya dengan Calvin..Setelah dipermainkan oleh Selena, dia sedikit bingung dan air matanya tertahan di kelopak mata. Dia terlihat lucu karena tidak jelas hendak menangis atau tidak.Sepertinya dia berpikiran bahwa dirinya sangat malang. Mengapa Selena tidak menujukkan sedikit pun empati padanya?Apakah dia tidak punya hati?"Nyonya Wilson, mungkin hal terberat yang akan Anda alami dalam hidup ini adalah kehilangan Calvin. Apakah Anda tahu apa itu kehancuran keluarga dan kematian orang yang dicintai? Apakah Anda tahu bagaimana rasanya kehilangan orang yang dicintai satu per satu tanpa bisa berbuat apa-apa? Apakah Anda tahu betapa sakitnya ketika saya yang dulu begitu manja bisa ditendang berulang kali oleh orang asing?"Selena tertawa dingin, "Di dunia Anda, mungkin digigit nyamuk saja harus segera menghubungi nomor darurat. Bagaimana Anda bisa mengerti b
Keluarga Wilson yang berdiri di dekat pintu langsung emosi saat melihat pemandangan ini, terutama Calvin yang mendekat dengan cepat.Sebelumnya Selena masih cukup lembut, tetapi saat ini sepasang mata hampir menembus tubuh Selena."Maisha, kamu sedang apa?" Calvin dengan perlahan membantu Maisha berdiri.Selena belum sempat bicara, tetapi Calvin langsung berkata dengan keras, "Nona Selena, tidak peduli apa pendapatmu tentangnya, dia tetap ibumu yang melahirkan dan membesarkanmu. Selama ini dia selalu memikirkanmu dengan penuh kekhawatiran dan karena itu dia menderita penyakit jantung. Kamu terus-terusan menyakiti perasaannya, kamu ingin membuatnya menderita agar hatimu merasa lega, bukan?""Suamiku, jangan bicara lagi," ucap Maisha memohon.Calvin Wilson menepuk punggung tangannya dan ekspresinya sangat serius, "Nona Selena, percaya atau tidak, saya sangat kasihan padamu dan sungguh ingin merawatmu seperti anak perempuan agar istriku dapat memenuhi tanggung jawabnya sebagai ibu. Namun,
Agatha jelas membalas dendam secara pribadi. Dia tidak pernah bisa melupakan adegan ketika Selena menindasnya dan menendangnya di tanah.Dia tidak buta, kenapa bisa dia tidak melihat ekpresi Selena yang sedang sakit?Namun, dia justru ingin memanfaatkan penyakitnya untuk bisa membunuhnya!Saat Selena tidak bisa bangkit, Agatha dengan keras menendang Selena. Dia melepaskan kemarahan di dalam hatinya dengan bebas."Agatha, jangan menendangnya." Maisha hendak meraih tangannya dan menariknya.Agatha biasanya tidak mempedulikan perkataannya, jadi kali ini dia juga tidak memperdulikannya, "Bukankah Ibu yang bilang kalau dia suka berpura-pura? Kalau kita nggak menendangnya sedikit, orang lain akan mengira kita menindasnya."Dia juga sempat menendang beberapa kali sambil berbicara. Dia bahkan menampar wajah Selena."Dasar wanita murahan, untuk apa kamu pura-pura!"Selena ingin membantah, tetapi tak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Dia merasa kesadarannya kabur dan semakin menjauh darinya.Da
Pandangan Selena perlahan-lahan kembali fokus, yang terlihat adalah kemeja putih murni. Pandangannya bergerak ke atas, dia melihat garis rahang yang tegas milik Harvey.Harapan di matanya seketika padam. Ya, Arya masih dalam keadaan koma di rumah sakit, bagaimana mungkin dia bisa muncul di sini?"Mengapa hidungmu berdarah sebelumnya?" Itulah pertanyaan yang diucapkan oleh Harvey.Tercium aroma sabun mandi yang asing dari tubuh Harvey. Selena teringat malam sebelumnya ketika dia tidur dengan Agatha. Selena segera melepaskan pelukannya."Hidungku terbentur. Saat ibuku menelepon, aku tidak sengaja menyentuh luka yang ada di dalamnya." Selena menjawab dengan tenang.Harvey menatap ekspresinya, mencoba mencari bukti bahwa dia sedang berbohong.Selena menatap balik dengan tegas, "Apa? Kau tidak percaya? Bukankah kau bilang tubuhku selalu sehat? Apa yang mungkin terjadi padaku?""Benar juga," ucap Harvey. Entah apakah itu untuk membuat dirinya percaya atau untuk meyakinkan Selena.Harvey tida