Julian melangkah lebar, mencari keberadaan Juan yang katanya berada di ruang kerja. Dengan sekali dorong, pintu terbuka kasar yang mengagetkan orang di dalam sana. Julian tidak perduli. Dia menghampiri Juan menggebrak meja dengan kasar. Tatapannya tampak membara pada sang kakak.
Brak.
“Apa-apaan kamu!” bentak Juan dengan tatapan nyalang pada adiknya itu. Dia berdiri dan saling berhadapan dengan sang adik.
“Aku yang harusnya berkata demikian! Apa maksud kamu menyuruh orang untuk mencari Mulan, hah?”
Juan mengerutkan keningnya dengan ekspresi bingung. “Kenapa kamu semarah ini hanya karena aku mencari Mulan?” tanyanya tak mengerti.
“Jelas aku marah, sialan! Kamu tidak memikirkan perasaan Maya? Dia pasti sedih karena kamu mencari wanita lain, apalagi ini Mulan. Maya akan merasa tersisihkan karena keberadaan wanita itu.” Julian mengutakan semua pemikirannya dalam satu tarikan n
Setelah acara pengungkapan perasaan yang dilakukan Alex, tidak ada yang berubah. Semua berjalan seperti biasanya. Alex masih cukup perhatian dan peduli padanya. Bahkan lelaki itu semakin sering menanyakan keadaannya, memastikan dirinya dalam keadaan baik. Apalagi di trisemester pertama ini, Mulan sudah mulai merasakan mual dengan nafsu makan yang menurun drastis.Alex jelas yang paling khawatir. Mulan sampai merasa tak enak hati pada lelaki itu.“Kenapa kamu sangat baik?” Akhirnya Mulan bertanya juga. Dia memandang penasaran pada lelaki itu.Alex yang baru datang dengan nampan di kedua tangannya memilih tak menjawab dulu. Dia meletakkan nampan di atas nakas dan menyiapkan sarapan untuk wanita hamil itu. Memang pagi ini Mulan mengeluh sedang lemas dan tak ingin sarapan. Namun Alex bersikeras agar ada asupan yang masuk.“Kamu makan dulu, ya? Lima suap asal ada makanan yang masuk,” bujuk Alex yang memilih mengabaikan pertanyaan Mulan
Sejak tadi Mulan hanya memberikan tatapan datar dengan ekspresi kakunya. Dia bersikap apatis pada setiap perhatian yang berusaha Kriss berikan. Lelaki paruh baya itu jelas sangat senang melihat Mulan yang berdiri di depan pintu. Kriss menyambut keadatangan putrinya dengan senyum lebar, tapi saat tangannya merentang, ingin memeluk Mulan, maka dengan cepat wanita itu menghindar. Memberi gesture penolakan secara terang-terangan.Kriss tersenyum kecut. Namun masih berusaha kuat. Dia langsung mengumpulkan semua anggota keluarga yang lain di ruang tengah. Duduk dalam diam selama beberapa menit.“Bagaimana kabarmu, Sayang?” tanya Kriss dengan senyum yang tak luntur dari bibirnya. Dia menatap teduh pada putri yang baru ditemukannya.Mulan berdecih pelan. Kedua tangannya yang bersidekap di depan dada semakin memberi kesan angkuh padanya. “Saya baik.”“Dad sangat senang kamu mau tinggal di sini.”“Tapi saya
Kini Mulan sudah berada di dalam kamar barunya. Dia langsung duduk di tepi ranjang dan menatap ponsel di tangannya. Tanpa membuang banyak waktu, dia segera menekan nomer yang sudah dihapalnya di luar kepala.Tak menunggu waktu lama, panggilan terhubung dan suara berat Alex terdengar di gendang telinganya.“Alex?” panggil Mulan dengan sediki ragu. Jujur saja dia takut karena pergi tanpa berpamitan. Bayangan kepanikan lelaki itu bermain-main di pikirannya.“Astaga, ini Mulan? Oh, thanks God. Kamu di mana sekarang? Kenapa pergi tidak bilang-bilang, huh? Sekarang kirim alamatmu, aku akan menjemputmu segera!” Suara Alex terdengar tergesa.Mulan memejamkan matanya rapat. Dia seakan bisa merasakan kecemasan lelaki itu. “Maaf, Alex. Tadi ada sedikit masalah, kamu tidak perlu khawatir.”“Sekarang kamu di mana?” Mulan menggigit bibirnya sendiri, merasa ragu untuk bercerita. “Aku
Malan ini Mulan keluar kamarnya dan menuju ke dapur. Tenggorokannya terasa haus dan tidak ada air minum di kamarnya. Dia mengamati situasi sekitar yang tampak sepi. Entah ke mana perginya orang-orang yang jelas dia tidak peduli. Mulan terus melangkah sampai tiba di dapur. Di sana ada beberapa pelayan yang tampaknya sedang menyiapkan makan malam. Memang dua jam ke depan akan berlangsung makan malam dan Mulan berencana melewatkannya. Dia tidak perlu terus berkumpul dengan mereka apalagi mengakrabkan diri. Tujuannya di sini hanya sampai Juan dan Maya menikah. Selebihnya, dia akan bersikap seperti orang asing.“Maaf, Nona butuh sesuatu?” tanya salah satu dari mereka dengan sopan.Mulan tersenyum tipis sebelum menjawab. “Aku hanya ingin mengambil air. Kalian bisa lanjutkan perkerjaannya.”Pelayan itu mengangguk patuh dan kembali melanjutkan kegiatan masing-masing. Sementara Mulan membuka lemari pendingin dan menuangkan air ke dalam gelasnya. D
Seperti biasanya, pagi ini seluruh keluarga Walter selalu melakukan kebiasaan untuk sarapan bersama. Semua sudah berkumpul sejak tiga menit lalu, tapi sang kepala keluarga belum juga memulai sarapan. Anggota yang lain jelas saling lirik dan mempertanyaakan penyebabnya.Hingga Maya memberanikan diri bertanya. “Dad, kenapa belum mulai?” tanyanya dengan suara lembut.“Kita tunggu Mulan,” jawab Kriss yang masih menatap ke arah tangga, berharap yang ditunggu segera datang.Namun, bukannya Mulan yang terlihat, malah seorang pelayan yang menuruni tangga dengan tergesa. Pelayan itu adalah orang yang tadi Kriss suruh untu memanggil Mulan ke meja makan.“Maaf, Tuan. Nona Mulan bilang tidak bisa sarapan.” Pelayan tersebut menunduk hormat saat sudah tiba di samping sang majikan.Kriss tampak mengerutkan keningnya dalam. “Kenapa?”“Nona hanya bilang tidak terbiasa sarapan.”Kriss mengangg
Mulan yang baru saja keluar dari kamarnya dibuat bingung dengan suasana aneh yang menyambutnya. Wajah-wajah pelayan yang tampak cemas dan hilir mudik dengan langkah tergesa. Mulan mengerutkan keningnya, dia melihat sekitar dan tidak menemukan orang lain selain pekerja. Apa semua sudah berangkat berkerja?“Hey, kamu!” Mulan memanggil salah satu pelayan yang kebetulan lewat di depannya. Pelayan itu menoleh dan bergegas menghampiri Mulan.“Iya, Nona?” jawabnya setelah tiba di depan Mulan.“Apa tadi ada sesuatu yang terjadi? Kenapa aku merasa wajah kalian cemas begitu?”Pelayan tersebut menunduk dalam dan menjawab, “Maaf, Nona. Tadi saat sarapan ada sedikit perdebatan antara Tuan besar dan Nona Maya sampai Nona Maya mengalami keram perut.”Mulan mendengarkan dengan seksama. Lipatan di keningnya makin bertambah saja. “Memangnya apa yang mereka debatkan?”“Mohom maaf, Nona. Saya tid
Joe benar-benar membawa Mulan makan di luar. Selain untuk membujuk sang adik makan, dia tahu Mulan pasti jenuh dengan situasi di rumah. Joe hanya tidak ingin kejenuhan wanita itu berdampak pada janin yang dikandungnya. Maka di sinilah mereka berada. Di sebuah resto yang memiliki dekorasi alam. Semua meja dan dindingnya didekor seperti tengah berada di dalam hutan. Bahkan alunan musik yang terdengar seperti suara air terjun yang menenangkan. Joe memperhatikan Mulan dengan lekat. Bagaimana wanita itu makan dengan lahap seakan memang sudah menahan lapar sejak tadi. Dia tersenyum tipis, senang rasanya melihat pemandangan tersebut. “Masih mau pesan yang lain?” tawar Joe yang melihat makanan wanita itu sudah hampir habis. Mulan menggeleng. Dia menyudahi makannya dan mengusap ujung bibirnya dengan tisu. “Sudah kenyang,” akunya dengan sedikit cengiran. Joe terkekeh, merasa gemas pada Mulan yang memasang wajah polosnya. “Yasudah. Kita di sini dulu. Lagi pula d
Julian menatap Maya yang menangis sesegukan. Dia jadi tak tega melihat keadaan sang adik. Dengan pelan, dia memeluk Maya dari samping, mengelus kepala sang adik dengan lembut. Dia tidak langsung bertanya, memilih menunggu Maya sampai tenang.Sedangkan Mulan yang menatap pemandangan tersebut, memutar bola matanya malas. Dua saudara itu terlalu banyak drama. Julian yang terlalu membela Maya dan Maya yang sangat cengeng. Saat dia berpaling, tanpa sengaja tatapannya bertemu dengan manik tajam milik Juan. Mulan mengerutkan keningnya bingung. Dia menatap Juan dengan penuh tanya. Apalagi lelaki itu tampak menatapnya dengan lekat, seakan tengah memikirkan sesuatu yang berat.“Kenapa?” Mulan lekas menoleh kala sebuah sentuhan ringan terasa di bahunya. Dia melihat Joe yang menatapnya penasaran. Mulan hanya mengedikkan bahunya pelan, tak berniat membuka mulut.“Kita pulang sekarang.” Juan kembali buka suara. Dia menatap keempat orang di sana dengan