Kini Mulan sudah berada di dalam kamar barunya. Dia langsung duduk di tepi ranjang dan menatap ponsel di tangannya. Tanpa membuang banyak waktu, dia segera menekan nomer yang sudah dihapalnya di luar kepala.
Tak menunggu waktu lama, panggilan terhubung dan suara berat Alex terdengar di gendang telinganya.
“Alex?” panggil Mulan dengan sediki ragu. Jujur saja dia takut karena pergi tanpa berpamitan. Bayangan kepanikan lelaki itu bermain-main di pikirannya.
“Astaga, ini Mulan? Oh, thanks God. Kamu di mana sekarang? Kenapa pergi tidak bilang-bilang, huh? Sekarang kirim alamatmu, aku akan menjemputmu segera!” Suara Alex terdengar tergesa.
Mulan memejamkan matanya rapat. Dia seakan bisa merasakan kecemasan lelaki itu. “Maaf, Alex. Tadi ada sedikit masalah, kamu tidak perlu khawatir.”
“Sekarang kamu di mana?”
Mulan menggigit bibirnya sendiri, merasa ragu untuk bercerita. “Aku
Malan ini Mulan keluar kamarnya dan menuju ke dapur. Tenggorokannya terasa haus dan tidak ada air minum di kamarnya. Dia mengamati situasi sekitar yang tampak sepi. Entah ke mana perginya orang-orang yang jelas dia tidak peduli. Mulan terus melangkah sampai tiba di dapur. Di sana ada beberapa pelayan yang tampaknya sedang menyiapkan makan malam. Memang dua jam ke depan akan berlangsung makan malam dan Mulan berencana melewatkannya. Dia tidak perlu terus berkumpul dengan mereka apalagi mengakrabkan diri. Tujuannya di sini hanya sampai Juan dan Maya menikah. Selebihnya, dia akan bersikap seperti orang asing.“Maaf, Nona butuh sesuatu?” tanya salah satu dari mereka dengan sopan.Mulan tersenyum tipis sebelum menjawab. “Aku hanya ingin mengambil air. Kalian bisa lanjutkan perkerjaannya.”Pelayan itu mengangguk patuh dan kembali melanjutkan kegiatan masing-masing. Sementara Mulan membuka lemari pendingin dan menuangkan air ke dalam gelasnya. D
Seperti biasanya, pagi ini seluruh keluarga Walter selalu melakukan kebiasaan untuk sarapan bersama. Semua sudah berkumpul sejak tiga menit lalu, tapi sang kepala keluarga belum juga memulai sarapan. Anggota yang lain jelas saling lirik dan mempertanyaakan penyebabnya.Hingga Maya memberanikan diri bertanya. “Dad, kenapa belum mulai?” tanyanya dengan suara lembut.“Kita tunggu Mulan,” jawab Kriss yang masih menatap ke arah tangga, berharap yang ditunggu segera datang.Namun, bukannya Mulan yang terlihat, malah seorang pelayan yang menuruni tangga dengan tergesa. Pelayan itu adalah orang yang tadi Kriss suruh untu memanggil Mulan ke meja makan.“Maaf, Tuan. Nona Mulan bilang tidak bisa sarapan.” Pelayan tersebut menunduk hormat saat sudah tiba di samping sang majikan.Kriss tampak mengerutkan keningnya dalam. “Kenapa?”“Nona hanya bilang tidak terbiasa sarapan.”Kriss mengangg
Mulan yang baru saja keluar dari kamarnya dibuat bingung dengan suasana aneh yang menyambutnya. Wajah-wajah pelayan yang tampak cemas dan hilir mudik dengan langkah tergesa. Mulan mengerutkan keningnya, dia melihat sekitar dan tidak menemukan orang lain selain pekerja. Apa semua sudah berangkat berkerja?“Hey, kamu!” Mulan memanggil salah satu pelayan yang kebetulan lewat di depannya. Pelayan itu menoleh dan bergegas menghampiri Mulan.“Iya, Nona?” jawabnya setelah tiba di depan Mulan.“Apa tadi ada sesuatu yang terjadi? Kenapa aku merasa wajah kalian cemas begitu?”Pelayan tersebut menunduk dalam dan menjawab, “Maaf, Nona. Tadi saat sarapan ada sedikit perdebatan antara Tuan besar dan Nona Maya sampai Nona Maya mengalami keram perut.”Mulan mendengarkan dengan seksama. Lipatan di keningnya makin bertambah saja. “Memangnya apa yang mereka debatkan?”“Mohom maaf, Nona. Saya tid
Joe benar-benar membawa Mulan makan di luar. Selain untuk membujuk sang adik makan, dia tahu Mulan pasti jenuh dengan situasi di rumah. Joe hanya tidak ingin kejenuhan wanita itu berdampak pada janin yang dikandungnya. Maka di sinilah mereka berada. Di sebuah resto yang memiliki dekorasi alam. Semua meja dan dindingnya didekor seperti tengah berada di dalam hutan. Bahkan alunan musik yang terdengar seperti suara air terjun yang menenangkan. Joe memperhatikan Mulan dengan lekat. Bagaimana wanita itu makan dengan lahap seakan memang sudah menahan lapar sejak tadi. Dia tersenyum tipis, senang rasanya melihat pemandangan tersebut. “Masih mau pesan yang lain?” tawar Joe yang melihat makanan wanita itu sudah hampir habis. Mulan menggeleng. Dia menyudahi makannya dan mengusap ujung bibirnya dengan tisu. “Sudah kenyang,” akunya dengan sedikit cengiran. Joe terkekeh, merasa gemas pada Mulan yang memasang wajah polosnya. “Yasudah. Kita di sini dulu. Lagi pula d
Julian menatap Maya yang menangis sesegukan. Dia jadi tak tega melihat keadaan sang adik. Dengan pelan, dia memeluk Maya dari samping, mengelus kepala sang adik dengan lembut. Dia tidak langsung bertanya, memilih menunggu Maya sampai tenang.Sedangkan Mulan yang menatap pemandangan tersebut, memutar bola matanya malas. Dua saudara itu terlalu banyak drama. Julian yang terlalu membela Maya dan Maya yang sangat cengeng. Saat dia berpaling, tanpa sengaja tatapannya bertemu dengan manik tajam milik Juan. Mulan mengerutkan keningnya bingung. Dia menatap Juan dengan penuh tanya. Apalagi lelaki itu tampak menatapnya dengan lekat, seakan tengah memikirkan sesuatu yang berat.“Kenapa?” Mulan lekas menoleh kala sebuah sentuhan ringan terasa di bahunya. Dia melihat Joe yang menatapnya penasaran. Mulan hanya mengedikkan bahunya pelan, tak berniat membuka mulut.“Kita pulang sekarang.” Juan kembali buka suara. Dia menatap keempat orang di sana dengan
Mulan menyeringai. Tatapannya bertemu dengan Maya yang menatapnya penuh benci. Rasanya dia ingin main-main dengan wanita itu. “Perlu saya mewakili untuk bercerita, Maya Walter?”Juan memberikan tatapan menuntut pada Mulan. Entah kenapa jantungnya malah berdetak lebih cepat. Dia merasakan firasat tak nyaman di hatinya.Sedangkan Maya sudah melotot. Dia berdiri dan menatap garang pada Mulan. “Jangan membual kamu!”Mulan tersenyum miring, menikmati ekspresi Maya yang panik dan ketakutan. “Oh, ya? Jadi menurut kamu, aku sedang membual?” Mulan memasang sikap seakan tengah berpikir. Kemudian tatapannya berpaling pada Bruce dan menyeringai setelahnya. “Coba kita tanya pada pengawalmu itu. Bukankah dia tahu semuanya.”Semua orang memusatkan perhatiannya pada Bruce. Lelaki yang masih memasang wajah datar. Tidak terpengaruh pada tatapan mengintimidasi mereka, terutama Juan dan Julian. Justru fokusnya hanya tertuju pad
Saat Mulan akan masuk ke dalam kamar, Joe lebih dulu mencekal tangannya, meminta wanita itu berhenti lewat tatapan mata. Mulan menoleh dengan sebelah alis yang terangkat naik. Wajahnya sudah menunjukkan rasa malas meladeni lelaki itu. Dia pikir Joe akan sama dengan orang di luar sana, menyalahkan semua padanya.“Bisa kita bicara berdua?” tanya Joe hati-hati.Mulan memutar bola matanya malas. “Apa lagi? Semua sudah aku jelaskan tadi.”Joe diam. Namun setelahnya, dia menggiring Mulan masuk ke dalam kamar wanita itu dan duduk di tepi ranjangnya. Joe berusaha menunggu Mulan yang tampaknya masih emosional, meski wanita itu berusaha mengendalikan diri.“Jadi, selama tiga bulan itu kamu yang menjadi Maya?” tanya Joe memastikan.Mulan mengangguk malas, kelihatan sekali dia tidak suka mengulang sesuatu berulang kali. Padahal tadi dia sudah menjelaskan dengan jelas, ditambah si pengawal yang melengkapi cerita dengan lengka
Setelah memastikan keadaan aman, Mulan masuk ke dalam kamar Maya dengan mengendap. Tatapannya mengedari, memastikan pergerakannya tidak terlihat oleh siapa pun. Saat dia sudah berada di dalam, dengan segera Mulan mengunci pintu dengan pelan. Ada hal yang harus dibicarakannya dengan Maya, dan jelas mereka butuh waktu lama.Mulan melangkah dengan pelan hingga tatapannya menangkap keberadaan Maya yang sedang duduk di tengah ranjang dengan tatapan kosong ke depan. Wanita itu baru menyadari keberadaannya saat Mulan berdiri di depannya, tepat si samping kursi empuk di kamarnya. Mulan memberikan senyum miring dan dengan santai duduk di sana.“Mau apa kamu kemari?” sengit Maya dengan tatapan tajamnya.Mulan masih diam, mengamati kamar yang pernah ditemapatinya dulu. Tidak banyak berubah. Masih sama nyamannya. Kemudian tatapannya beralih pada Maya yang selalu memberikan tatapan permusuhan padanya. Beda dengan pertama kali mereka bertemu.“A