Dengan langkah anggun, Mulan menuruni tangga. Di anakan terakhir, dia berhenti guna melihat beberapa orang yang seakan sudah menunggunya. Dia berdehem singkat, berusaha menarik atensi mereka akan keberadaannya. Saat itulah, semua orang spontan menatapnya dengan tatapan yang terbelalak. Antara kaget, kagum, dan terpesona. Mulan membalasnya dengan senyum tipis. Berusaha menyembunyikan kegugupan yang sejak tadi dirasakannya.
Penampilannya malam ini sungguh luar biasa. Maxi dress panjang dengan sentuhan gold. Belahan gaunnya cukup panjang hingga memperlihatkan kaki jenjangnya yang mulus. Sedangkan di bagian dada, Mulan sengaja mengambil potongan yang terbuka dan memperlihatkan area bahunya.
“Wow!” decak Joe menatap Mulan tanpa berkedip. Kemudian dia menyenggol Alfa di sebelahnya yang juga memberikan respon sama. “Adikku cantik, kan?” godanya dengan suara yang sengaja dikeraskan.
Alfa mengangguk dengan kekehan kecil.
“Wah, lihat siapa yang dibawa pemuda ini!” sorak seorang pria paruh baya tersebut. Bila ditaksir sepertinya pria tua itu seumuran dengan Kriss.Johannes, sang tuan rumah sekaligus ayah dari Margaretha. Johannes lumayan ramah dan menarik. Tatapannya lembut meski kesan kewibawaan tidak luntur dari auranya. Dia menyambut kedatangan Alfa dengan tangan terbuka, bahkan tampak sekali ada binar bahagia di kedua netranya.“Jadi kamu berhasil membawa pujaanmu?” tanya wanita yang berdiri di depannya dengan kerlingan menggoda. Margaretha tampak sangat ramah, meski wajahnya terkesan angkuh.Alfa terkekeh kecil. Dia mengangguk pada Margaretha yang juga tersenyum lebar. “Seperti yang kamu lihat,” katanya dengan sedikit melirik pada Mulan yang berdiri canggung.“Sepertinya kita akan sering bertemu. Aku Margaretha.” Wanita itu mengulurkan tangan, mengajak berkenalan dengan senyum lebarnya yang menyilaukan.Mulan mener
Setelah menyelesaikan urusannya di dapur, Mulan berniat kembali ke kamarnya. Tubuhnya benar-benar lelah, terasa remuk setelah beberapa jam hanya berdiri dan berdansa dengan Alfa. Belum lagi bersikap ramah dengan senyum yang terus tersungging di bibirnya. Bukan cuma kakinya yang terasa bengkak, bibirnya bahkan sudah kaku setelah berjam-jam memaksa senyum. Beruntung Alfa tidak memaksanya bertahan sampai pesta benar-benar usai. Pria itu cukup peka membaca raut bosannya dan mengajaknya pulang lebih dulu. Demi apa pun, Mulan sangat berterima kasih pada pemuda itu. Dia tidak memiliki alasan untuk bertahan lebih lama dalam pesta yang membosankan. Apalagi mangsanya sudah lebih dulu menghilang bahkan di waktu awal pesta dimulai. Saat Mulan berniat menutup kembali pintu kamarnya, sebuah kaki malah menghalangi pintu. Mulan mendongak dan menemukan pria yang sejak tadi menghilang kini berada di depan wajahnya. Juan dengan rahangnya yang mengeras. Penampilannya yang
Paginya Mulan bangun dengan suasana hati yang buruk. Wajahnya datar, tidak ada senyum seperti biasa. Bahkan sapaan Joe dan Julian hanya dibalas dengan anggukan kepala. Percakapan semalam teramat mempengaruhi hatinya. Saat berpapasan dengan Juan di tangga, Mulan hanya menatap pria itu dengan datar. Sama sekali tidak ada godaan dan sapaan riang seperti biasa. Mereka layaknya sepasang kekasih yang sedang perang dingin.Bahkan saat di meja makan pun, semua seakan bungkam. Tidak ada percakapan atau sekadar sapaan basa-basi.Kriss yang duduk di kursi paling ujung menatap heran pada keempat anaknya. Suasana yang terasa asing. Bukan hanya karena sikap si bungsu, tapi juga wajah si sulung yang sejak tadi tampak tak bersahabat.“Ekhem.” Kriss berdehem keras, yang hanya mendapatkan lirikan sesaat sebelum semua kembali pada kegiatannya.Lelaki paruh baya itu berdecak. Tampak tak suka diabaikan. “Juan, bagaimana tadi malam?”“Baik.
Di ruang kerjanya, Kriss lagi-lagi berhadapan dengan Bruce. Lelaki datar satu itu akhir-akhir ini memang sering menemuinya, bahkan sering menghilang begitu saja.Kriss memijit keningnya dengan pelan. Di depannya Bruce tidak menampilkan raut bersalah sedikitpun. Padahal dua hari Bruce menghilang dan tidak bisa dihubungi sama sekali.“Kamu tahu kan tugasmu menjaga Maya?”“Hum.”“Tapi kenapa akhir-akhir ini kamu sering pergi?”“Ada urusan.”“Urusan? Urusan sampai meninggalkan Maya? Bagaimana jika ada hal buruk terjadi, hah?”“Tidak akan.”Kriss makin emosi mendengar jawaban singkat pria itu. Dia kira dengan menitipkan Maya pada Bruce, pria itu akan lebih bertanggung jawab seperti sumpahnya. Namun, akhir-akhir ini dia sangsi dengan pria di depannya ini.“Jika kamu sudah tidak tertarik pada Maya, langsung bilang. Saya bisa menjodohkan dia dengan Alf
Menatap kesal pada ponsel yang digenggamnya. Tatapannya sejak tadi tak lepas dari benda itu, genggamannya makin erat, seakan kapan saja bisa merusak benda pipih tak bersalah itu.Sudah lebih dari sepuluh kali Maya berusaha menghubungi Mulan. Namun, tidak ada satupun yang tersambung. Dia jadi kesal sendiri. Apa sekarang Mulan melupakan janjinya dan terlena dengan kemewahan di saja?Tidak. Maya menggeleng kuat. Dia tidak ingin berprasangka buruk pada Mulan. Dia berusaha memupuk pikiran positif untuk mengusir rasa kesalnya.“Maya?”Maya tersentak kaget. Dia menoleh ke samping dan menemukan Juliet tengah berada di ambang pintu.“Ada apa, Juliet?” tanyanya dengan suara ramah.Juliet tidak langsung menjawab. Dia semakin masuk ke dalam ruangan yang menjadi tempat kerja Maya akhir-akhir ini. Sangat nyaman dan luas. Bahkan terlalu bagus hanya untuk seorang asisten bar.Tatapannya makin memicing tak suka melihat kegiatan
Karena rasa tidak enaknya pada Alfa, Mulan mempercepat kepergiannya dan alasan ingin mengunjungi Julian di kantornya. Awalnya Alfa bersikeras ingin mengantar, tapi Mulan menolak dengan keras. Bisa hancur rencananya bila pria itu masih berada di jarak jangkauannya. Dia sudah merasa bersalah melihat ekspresi sendu pria itu setelah penolakannya. Mulan sadar tidak baik membawa Alfa dalam rencananya. Dia harus melepaskan pria sebaik itu agar tidak menyakitinya semakin dalam. Setidaknya Mulan masih cukup berbaik hati saat ini. Setelah berhasil pergi dari Alfa, Mulan memilih menaiki taksi dan pergi ke rumah sakit untuk kembali mengunjungi sang ibu. Rindunya sudah sangat besar, ada banyak cerita yang ingin disampaikannya. Apalagi dengan ruang geraknya yang terbatas, dia akan memanfaatkan waktunya sebaik mungkin. Hingga tidak butuh waktu lama, Mulan akhirnya sampai. Dia segera masuk dan melangkah menuju ruang rawat sang ibu. Di sana sosok wanita itu masih sama
Sejak perdebatannya dengan Juliet saat itu, Maya tidak memiliki teman lagi. setiap hari semakin terasa sepi dan membosankan baginya. Meski Juliet kadang menyebalkan dan irit bicara, tapi wanita itu bisa menjadi teman bicara di sela pekerjaannya. Maya akan bercerita panjang lebar dan Juliet hanya menanggapi dengan deheman singkat.Maya mendesah. Hari ini sudah tidak ada pekerjaan yang harus diselesaikannya. Bahkan Maya merasa pekerjaannya di sini sangat ringan. Dia lebih banyak bersantai. Tidak salah bila Juliet menaruh curiga padanya.Maya tidak bisa sepenuh menyalahkan wanita itu. Karena semakin ke sini, Maya juga penasaran kenapa dirinya menjadi asisten yang sebenarnya tidak dibutuhkan sama sekali. Bahkan Maya sering memergoki sang manager berkerja sendiri dan tidak membiarkan Maya membantu. Lalu apa gunanya dirinya?“Menyebalkan sekali,” gerutunya mulai kesal.Dia melihat jam dinding yang hampir menunjukkan tengah malam. Pasti di luar sedan
“Ini imbalanmu. Aku harap kamu mengerjakan dengan benar.”“Pasti, Tuan. Semua sudah saya siapkan. Tuan hanya terima beres,” balas Juliet dengan seringai kecilnya. Tangannya menerima segepok uang untuk bayarannya malam ini.Juliet tersenyum miring. Dia sudah memiliki rencana matang. Sekaligus memberi sedikit pelajaran pada perempuan yang menurutnya terlalu naif. Ini adalah sebuah keberuntungan baginya.Ibartkan sekali dayung, dua pulau terlampui. Selain mengerjai Maya, dia juga mendapatkan uang yang banyak.Beberapa jam berikutnya ....“Maya, boleh aku minta tolong?”“Eh, iya?” Maya segera menghampiri Juliet yang berada di ambang pintu. Wajah perempuan itu tampak panik, dengan tatapan yang tak tenang.“Bisa kamu tolong gantikan pekerjaanku malam ini? Aku harus pulang sekarang karena ibuku sedang sakit. Sedangkan suasana di bawah sedang sangat ramai,” jelasnya dengan wajah memo
Maya menatap minumannya dengan tatapan kosong. Tangannya menari di sekitar pinggiran gelas yang masih penuh. Baru seteguk, dan dia sudah merasa tidak berselera.Lagi, Maya beralih menatap sekitar, melihat hilir mudik orang-orang dengan koper besarnya. Suara mendayu resepsionis yang memberitahukan penerbangan menjadi pengisi suasana malam ini. Dirinya hanya duduk dan menikmati semua yang tertangkap matanya.Ya, Maya sudah membulatkan tekadnya untuk mengikuti Bruce ke Inggris. Selain untuk memulai hidup baru, tidak salahnya juga dia bersama pria itu. Sudah terbukti, hanya Bruce yang bisa menjaganya dan memberi rasa aman. Pria itu seakan menjamin sesuatu yang Maya cari; tempat berpulang.Keluarganya pun tidak ada yang melarang. Mereka seakan memasrahkan dirinya pada Bruce. Bahkan ayahnya berharap dirinya mau membuka hati segera. Kriss selalu menegaskan bahwa apa yang Bruce lakukan sejak dulu adalah ketulusan, bukti kesungguhan pria itu padanya. Maya hanya menjawab dengan senyuman kaku.D
Sedangkan di kamarnya, Mulan juga tak kalah sedih. Meski awalnya dia berusaha kuat, berpura-pura tidak peduli. Nyatanya dia sangat terpukul dengan kepergian Maya. Ada semacam beban di hatinya yang tidak terangkat, dan malah membuatnya terluka dari dalam. Bahkan mereka belum berbaikan. Mereka masih terlibat banyak masalah dan belum diselesaikan. Keduanya memiliki ego yang sama-sama tinggi tanpa ada satupun yang berniat mengalah."Sayang, jangan terlalu bersedih. Ingat anak kita," bujuk Juan yang mulai cemas dengan keadaan Mulan. Apalagi perempuan itu sampai terisak keras, bahunya bahkan bergetar hebat. Juan mulai khawatir berlebihan. Dia bukannya tidak ingin memahami kesedihan Mulan, tapi dia tidak ingin kesedihan wanita itu malah berakibat fatal pada calon buah hati mereka. "Aku hanya merasa bersalah pada Maya. Bagaimanapun secara tidak langsung aku yang sudah membuat hidupnya hancur. Andai dulu kami tidak pernah bertemu, mungkin Maya masih hidup bahagia. Maya tidak akan mengalami k
Saat mendengar Kriss sudah pulang, Bruce segera menemui lelaki itu di ruang kerjanya. Setibanya di sana ternyata sudah ada Juan yang tengah berbincang dengan Kriss."Ada apa?" Kriss langsung bertanya dengan sebelah alis yang dinaikkan.Bruce menatap Juan sekilas sebelum memusatkan pandangannya pada Kriss. "Saya akan membawa Maya segera," katanya mantap.Kriss dan Juan yang mendengarnya menampilkan ekspresi berbeda. Mereka menatap Bruce yang tampaknya tak masalah dengan pandangan mereka."Kenapa cepat sekali?" tanya Kriss yang masih belum rela jika Maya pergi. Padahal baru beberapa waktu mereka berkumpul, dan sekarang sudah ada yang harus pergi lagi."Ini demi kesehatan Maya juga. Dia membutuhkan tempat dan suasana baru untuk kesehatannya. Di sini dia selalu merasa tertekan dan itu tidak baik untuk kesehatan bayinya.""Tunggu! Apa yang kamu bicarak
Dengan telaten, Bruce menguapi Maya. Bubur yang awalnya ditolak mentah kini sudah habis tanpa sisa. Lelaki itu tersenyum tipis, merasa bangga karena berhasil membujuk wanita itu. Setelah selesai, beberapa pelayan masuk dan mengambil piring kotor. Sementara Bruce membantu Maya minum."Sudah?" tanyanya dengan suara yang berusaha lembut. Meski Bruce merasa geli sendiri. Dia tidak terbiasa bersikap demikian, tapi demi Maya, dia akan belajar.Maya mengangguk pelan. Dia membetulkan posisi bersandarnya yang langsung dibantu oleh Bruce. Lelaki itu sangat sigap dan teliti pada hal kecil yang Maya butuhkan."Sudah nyaman, kan?""Iya."Setelah itu kepada hening. Maya hanya diam dengan tatapan lurus ke arah tembok. Suasana yang terlalu hening membuat keduanya mendengar deru napas masing-masing. Maya tidak berani menoleh saat merasakan tatapan intens dari sampingnya. D
Dengan sekali dobrak, Bruce berhasil masuk. Dia langsung berlari ke dalam dan mencari keberadaan Maya. Ranjang dalam keadaan kosong, langkah kakinya makin terburu. Kali ini dia masuk ke dalam kamar mandi. Tanpa permisi membukanya dan menemukan Maya yang tergeletak di sana. Bruce melotot kaget.“Maya!” serunya dan segera berjongkok di dekat wanita itu. Wajah wanita itu pucat dengan penampilan yang basah kuyub. Entah berapa lama wanita itu berada dalam keadaan tersebut.Maya masih setengah sadar. Dia menatap Bruce dengan sayu dan tak bertenaga. “Bruce?” panggilnya dengn suara lirih.“Maya, kamu bisa mendengar saya?”Maya mengangguk lemah. Bruce segera membopong wanita itu keluar dari sana. Dia membawa Maya ke ranjang dan meletakkannya dengan hati-hati. Setelah itu dia mencari baju hangat untuk wanita itu dan memakaikannya tanppa malu. Beruntung Maya tidak melakukan pemberontakan. Mungkin karena tenaganya sudah sangat lema
Maya mengurung diri. Sejak pertengkarannya dengan Juan, wanita itu menolak orang yang ingin menjenguknya. Bahkan dengan sengaja mengunci pintu dan menutup semua akses masuk ke kamarnya. Makannya bahkan tidak teratur, Maya seakan tidak memikirkan kandungannya. Semua orang khawatir, tidak terkecuali Mulan dan Juan. Keduanya cemas dan merasa bersalah. “Jadi, bagaimana ini?” Mulan bergerak gelisah. Dia terus menatap ke arah kamar yang masih tertutup rapat. Juan segera merengkuh Mulan dan memeluknya dengan erat. “Jangan berdiri terus. Tidak baik pada baby kita,” tegurnya dan menggiring Mulan agar kembali duduk di sofa panjang bersama yang lain. Julian dan Joe pun hanya bisa diam tanpa tahu harus melakukan apa. Mereka sudah bergantian membujuk Maya, meminta wanita itu membuka pintu dan menyelesaikan masalah baik-baik. Namun bukannya menurut, Maya malah berteriak dan marah pada mereka. Empat orang di ruang tengah itu duduk dengan pikiran masing-masi
“Ada apa?” tanya Juan tak mau basa-basi.Kini mereka berada di ruang pribadi Joe. Ruangan yang berada di paling ujung dan tersendiri. Tempat yang biasanya digunakan hanya untuk sekadar berdiam dan menenangkan pikiran. Tidak banyak yang menginjakkan kaki di sini, karena sejak awal pun, Joe sudah memberi larangan keras.“Setelah kamu tahu semuanya, apa yang akan kamu lakukan?” tanya Joe dengan tatapan lurus pada sang kakak. Dia mengamati bagaimana setiap eskpresi lelaki itu yang tampak bingung dan frutasi sendiri. Kurang lebihnya, dia tahu apa yang dirasakan lelaki di depannya ini.Juan menarik napas panjangnya sebelum menjawab. “Yang jelas aku harus bertanggung jawab pada Mulan. Karena bayi dalam kandungannya adalah milikku,” jawabnya tegas.“Lalu Maya?”Kali ini Juan membalas tatapan Joe dengan lebih rumit. Tentang Maya, jelas dia belum berpikir lebih.“Kamu tahu kan dia juga sedang menga
Kali ini Juan bangun lebih dulu. Dia merasakan sebuah beban di dadanya. Sata dia menoleh, seulas senyum terbit di pagi ini melihat siapa yang tengah memeluknya dengan erat, tak lupa kepala yang bersandar di dadanya.Jika kemarin dia sempat kecolongan, saat ini dia sengaja terbangun lebih dulu. Sekadar memastikan bahwa wanita itu tidak pergi seperti sebelumnya. Masih di sisinya, masih berada dalam pelukannya. Juan tidak akan membiarkannya lepas meski hanya sedetik pun. Mengingat dari pengalaman, wanita-wanita di sekitarnya terlalu cerdik membuat bualan yang membuatnya bingung sendiri.Saat ini Juan sudah tidak lagi bimbang. Dia sudah mendapatkan jawaban dari rasa penasarannya kemarin. Tentang perasaannya yang dipermainkan sedemikian rupa. Semalam adalah buktinya. Rasa wanita itu tidak pernah berubah. Masih sama, nikmat dan panas secara bersamaan.Juan merubah posisinya menjadi serong, agar makin leluasa menatap Mulan yang masih tertidur. Dia menyingkap anak rambu
Mulan yang ingin masuk ke dalam kamar, terpaksa menghentikan langkahnya. Dia menatap Juan yang tiba-tiba berdiri di samping pintu tanpa disadarinya. Entah sejak kapan pria itu di sana. Mungkin Mulan terlalu asyik melamun sampai tak menyadari hal tersebut. “Bisa bicara?” Mendengar pertanyaan pria itu, Mulan mengangguk. Kembali melanjutkan langkah dan membuka pintu kamar. “Di dalam saja,” katanya, sekaligus mempersilahkan Juan masuk. Juan mengikuti Mulan ke dalam. Duduk di single sofa panjang yang membawa mereka dalam kebisuan. Belum ada yang angkat bicara. Juan masih mengamati seluruh ruangan, menghapal setiap sisi kamar wanita itu dalam kepalanya. Sedangkan Mulan memilih diam dan menunggu apa yang akan pria itu katakan. Jujur saja dia masih sedikit canggung berdua dengan Juan. Sisi jalangnya selalu meronta, apalagi dengan hormon sialan ini. Rasanya Mulan ingin mengulang kejadian terakhir mereka. Saling menyentuh, saling memuaskan. Buru-buru Mulan meng