“Ini imbalanmu. Aku harap kamu mengerjakan dengan benar.”
“Pasti, Tuan. Semua sudah saya siapkan. Tuan hanya terima beres,” balas Juliet dengan seringai kecilnya. Tangannya menerima segepok uang untuk bayarannya malam ini.
Juliet tersenyum miring. Dia sudah memiliki rencana matang. Sekaligus memberi sedikit pelajaran pada perempuan yang menurutnya terlalu naif. Ini adalah sebuah keberuntungan baginya.
Ibartkan sekali dayung, dua pulau terlampui. Selain mengerjai Maya, dia juga mendapatkan uang yang banyak.
Beberapa jam berikutnya ....
“Maya, boleh aku minta tolong?”
“Eh, iya?” Maya segera menghampiri Juliet yang berada di ambang pintu. Wajah perempuan itu tampak panik, dengan tatapan yang tak tenang.
“Bisa kamu tolong gantikan pekerjaanku malam ini? Aku harus pulang sekarang karena ibuku sedang sakit. Sedangkan suasana di bawah sedang sangat ramai,” jelasnya dengan wajah memo
Maya terbangun dari tidurnya yang sebentar. Dia merasa badannya berguncang dengan sesuatu yang bergerak maju mundur di intinya. Alisnya berkerut samar, berusaha berpikir apa yang sedang terjadi. Perlahan kelopak matanya terbuka. Pemandangan seseorang pria yang mendongak dengan miliknya yang terasa penuh di bawah. Maya membulatkan matanya saat mendapati kesadarannya kembali. Pria itu kembali memperkosanya. Paddahal baru beberapa jam yang lalu berhenti setelah pria itu mendapatkan kepuasannya berkali-kali. Sedangkan Maya sudah lelah dengan intinya yang terasa perih dan lecet. Maya bergerak gelisah dengan air mata yang kembali mengucur deras. Dia tidak berhenti mengutuk nasib buruknya saat ini. Dia bukan hanya kotor, tapi juga tak ubahnya jalang yang menyedihkan. Mahkota yang dirampas paksa dan kejadian ini akan terus menjadi kenangan buruk baginya. “Shhh, sedikit lagi,” desah pria itu yang makin bergerak dengan brutal. Memompa miliknya, menyentak makin dalam da
Mulan kembali menginjakkan kaki di perusahan ini. Seperti rencananya, dia akan menyapa dan memerankan adik yang baik di depan keluarganya. Mulan jadi tak sabar melihat wajah-wajah orang di dalam sana. Dia ingin tahu bagaimana efek pemanasan yang sudah Alex lancarkan.Baru masuk saja, dia sudah disuguhi dengan kegiatan padat para karyawan. Sejauh matanya memandang, hanya orang-orang yang sibuk dengan jari-jari yang menari di atas keybord komputernya. Mereka tampak sangat serius dan berkonsetrasi. Mereka dituntut lebih teliti dan tidak boleh ada sedeikit pun kesalahan jika tidak mau karir hancur saat ini juga. Walter memang tidak main-main dengan ancamannya.Mulan tidak bisa menahan diri untuk tidak semakin tersenyum lebar. Dia memeluk bekal yang sengaja dibawanya. Tujuan pertama dia akan ke ruangan Julian. Dia akan mengambil hati pria itu lebih dulu, sekaligus menggali informasi.Setelah menaiki lift dan tiba di lantai atas, Mulan menghampiri asisten kak
Setelah beberapa saat, suasana menjadi canggung. Baik Mulan dan Juan duduk di sofa dalam ruangan itu. Sesekali Mulan melirik pria itu yang tampak sangat kusut. Entah dia harus senang atau malah iba. Bagaimanapun ini semua juga ulahnya.“Ekhem.” Mulan berdehem keras, berusaha mencuri atensi pria itu barang sesaat saja. Dia tidak bisa diam saja di sini, sedangkan otaknya memikirkan banyak hal. Dan lagi, dia juga penasaran apa maksud Juan barusan.Namun, Juan tak bergeming. Dia pura-pura tak berpengaruh. Pria itu sedang berperang dengan pikirannya sendiri. Dia sadar sejak tadi perempuan di sampingnya selalu mencuri pandang.“Kamu kenapa?”Kali ini Juan menoleh, mengulas senyum tipis saat melihat tatapan penasaran perempuan itu. “Tidak apa-apa,” balasnya. Sebelah tangannya terulur dan mengusap surai perempuan itu dengan lembut. “Kamu masih marah sama aku?”“Marah?” ulang Mulan dengan sebelah a
Beberapa hari ini Mulan merasa sangat puas. Dia sudah mendapatkan laporan tentang perkembangan perusahaan Walter yang belum stabil. Sangat susah untuk memulihkannya bila system keamanan sudah diretas sedemikian rupa. Apalagi model produk yang bocor ke perusahaan lawan. Mereka harus berkerja dari awal.“Sementara biarkan mereka istirahat dulu. Aku memiliki rencana lain untuk bajingan itu.”“Rencana apa?” tanya Alex di seberang sana. Selama ini dialah yang akan menjalankan rencana dari luar, sementara Mulan yang akan menjalankan misi di dalam.Mulan menarik sebelah bibirnya membentuk seringai kecil. “Lihat saja nanti,” katanya penuh misteri.“Baiklah. Ingat, kapanpun kamu butuh, segera hubungi aku.”“Pasti,” jawab Mulan dan setelahnya mematikan panggilan begitu saja.Sekarang dia hanya sendiri di ruang tengah. Suasana rumah yang hanya terisi pelayan dan pengawal tera
“Maaf, Sir.”“Ada apa?”“Ini ada titipan dari Sir Bruce.”Mendengar nama tersebut, Kriss yang sejak tadi fokus pada berkasnya, terpaksa mendongak. Dia melihat pria di depannya dan mengambil map tersebut.“Saya permisi.”“Hmm.” Kriss hanya berdehem. Dia membiarkan pria itu meninggalkan ruang kerjanya. Sementara setelah benar-benar sendiri, dia menatap map tersebut dengan lekat. Tangannya bergetar dengan degub jantung yang tak tenang. Jika tidak salah tebak, mungkinkah ini permintaannya waktu itu?Terlalu dimakan rasa penasarannya, Kriss perlahan membuka map tersebut dengan tangan bergetar. Dikeluarkannya beberapa lembar yang memuat banyak informasi tentang seseorang yang telah dicarinya selama ini. Tatapannya bergulir dengan pelan, semakin lama keringat dingin semakin terasa. Tatapannya tak lepas pada setiap kalimat dalam kertas tersebut. Dagub jantungnya semakin keras, sesaat Kriss
“Aku ingin kamu,” ujar Juan dengan lugas.Mulan mengerjap. Tatapannya kembali linglung, dia mengamati Juan, mencari kebohongan atau binar usil di kedua netra itu. Namun dari suara serak dan bagaimana Juan menatapnya dengan sayu sudah cukup membuktikan bahwa pria itu tidak main-main. Juan benar-benar menginginkannya.Mulan merasa gamang, menggigit bibirnya sendiri tanpa sadar. Diamnya ini yang membuat Juan salah paham.Juan pikir perempuan itu menolaknya. Dia berusaha menarik senyum tipis, menenangkan Mulan yang tegang di pangkuannya. Dia tidak akan memaksa, meski keinginan itu sangat besar. Dia ingin memiliki perempuan itu segera, melupakan fakta yang sejak dulu menjadi batas penghalang.“Aku tidak memaksa. Anggap saja tadi aku sedang bercanda. Aku tida—““Lakukan!” sela Mulan sekaligus memotong kalimat Juan. Tatapannya intens, dia berusaha membangun tekadnya.“Kamu bercanda?” tanya Juan
Mulan tidak tahu apakah jalannya sudah benar atau salah. Apakah dia akan menyesali hari ini atau tidak. Namun memikirkan waktunya yang akan habis setelah ini, membuat tekadnya semakin bulat. Dia ingin, setidaknya memiliki sebuah kenangan dengan Juan. Pria yang entah sejak kapan berhasil mencuri sedikit perasaannya. Ya, hanya sedikit. Karena hatinya masih terlampau banyak dikuasai dendam.Juan di bawah sana masih belum berhenti. Pria itu seakan menjanjikan sebuah kenikmatan yang bisa membuatnya melayang. Entah sejak kapan pria itu sudah telanjang bulat. Mulan tidak mau memikirkan hal itu. Dia hanya melihat dengan mata yang sesekali terpejam saking enaknya godaan yang pria itu lancarkan.Juan tidak akan memulai, sebelum tubuh Mulan siap menerima semuanya. Dengan cara ini Juan mencoba makin merangsang perempuan itu. Mencium bagian paling basah di bawah sana. Menyecap, merasakan kenikmatan yang baru saja dirasakannya. Aroma khas yang akan menjadi favoritnya. Juan seakan in
Paginya Mulan bangun dalam keadaan badan yang remuk redam. Selangkangannya terasa sangat sakit dan perih. Mungkin milikya sudah lecet karena semalam. Dia bahkan tidak yakin bisa bangun dalam keadaan badan yang sakit begini. Jangankan berjalan, mengubah posisi tidurnya saja terasa sangat berat.Juan benar-benar menghajarnya habis-habisan tadi malam. Memang pria itu berperilaku sangat lembut, terlampau lembut sampai dirinya pun terbuai. Namun, Juan seakan tidak pernah puas, menghajarnya sampai dirinya mau pingsan. Pria itu seakan melepaskan sesuatu yang sudah lama dipendam. Mulan kembali ingat bagaimana buasnya Juan.Di tengah lamunannya, Mulan merasakan pelukan yang makin mengerat di pinggangnya. Jangan lupa pula kepala yang berada di dadanya dan menggesek di sana. Mulan sampai menahan napas karena sensasi geli akibat ulah Juan. Ini masih pagi dan pria itu seakan ingin terus menggodanya.“Juan, lepas,” pinta Mulan yang merasa risih dengan keadaan bada
Maya menatap minumannya dengan tatapan kosong. Tangannya menari di sekitar pinggiran gelas yang masih penuh. Baru seteguk, dan dia sudah merasa tidak berselera.Lagi, Maya beralih menatap sekitar, melihat hilir mudik orang-orang dengan koper besarnya. Suara mendayu resepsionis yang memberitahukan penerbangan menjadi pengisi suasana malam ini. Dirinya hanya duduk dan menikmati semua yang tertangkap matanya.Ya, Maya sudah membulatkan tekadnya untuk mengikuti Bruce ke Inggris. Selain untuk memulai hidup baru, tidak salahnya juga dia bersama pria itu. Sudah terbukti, hanya Bruce yang bisa menjaganya dan memberi rasa aman. Pria itu seakan menjamin sesuatu yang Maya cari; tempat berpulang.Keluarganya pun tidak ada yang melarang. Mereka seakan memasrahkan dirinya pada Bruce. Bahkan ayahnya berharap dirinya mau membuka hati segera. Kriss selalu menegaskan bahwa apa yang Bruce lakukan sejak dulu adalah ketulusan, bukti kesungguhan pria itu padanya. Maya hanya menjawab dengan senyuman kaku.D
Sedangkan di kamarnya, Mulan juga tak kalah sedih. Meski awalnya dia berusaha kuat, berpura-pura tidak peduli. Nyatanya dia sangat terpukul dengan kepergian Maya. Ada semacam beban di hatinya yang tidak terangkat, dan malah membuatnya terluka dari dalam. Bahkan mereka belum berbaikan. Mereka masih terlibat banyak masalah dan belum diselesaikan. Keduanya memiliki ego yang sama-sama tinggi tanpa ada satupun yang berniat mengalah."Sayang, jangan terlalu bersedih. Ingat anak kita," bujuk Juan yang mulai cemas dengan keadaan Mulan. Apalagi perempuan itu sampai terisak keras, bahunya bahkan bergetar hebat. Juan mulai khawatir berlebihan. Dia bukannya tidak ingin memahami kesedihan Mulan, tapi dia tidak ingin kesedihan wanita itu malah berakibat fatal pada calon buah hati mereka. "Aku hanya merasa bersalah pada Maya. Bagaimanapun secara tidak langsung aku yang sudah membuat hidupnya hancur. Andai dulu kami tidak pernah bertemu, mungkin Maya masih hidup bahagia. Maya tidak akan mengalami k
Saat mendengar Kriss sudah pulang, Bruce segera menemui lelaki itu di ruang kerjanya. Setibanya di sana ternyata sudah ada Juan yang tengah berbincang dengan Kriss."Ada apa?" Kriss langsung bertanya dengan sebelah alis yang dinaikkan.Bruce menatap Juan sekilas sebelum memusatkan pandangannya pada Kriss. "Saya akan membawa Maya segera," katanya mantap.Kriss dan Juan yang mendengarnya menampilkan ekspresi berbeda. Mereka menatap Bruce yang tampaknya tak masalah dengan pandangan mereka."Kenapa cepat sekali?" tanya Kriss yang masih belum rela jika Maya pergi. Padahal baru beberapa waktu mereka berkumpul, dan sekarang sudah ada yang harus pergi lagi."Ini demi kesehatan Maya juga. Dia membutuhkan tempat dan suasana baru untuk kesehatannya. Di sini dia selalu merasa tertekan dan itu tidak baik untuk kesehatan bayinya.""Tunggu! Apa yang kamu bicarak
Dengan telaten, Bruce menguapi Maya. Bubur yang awalnya ditolak mentah kini sudah habis tanpa sisa. Lelaki itu tersenyum tipis, merasa bangga karena berhasil membujuk wanita itu. Setelah selesai, beberapa pelayan masuk dan mengambil piring kotor. Sementara Bruce membantu Maya minum."Sudah?" tanyanya dengan suara yang berusaha lembut. Meski Bruce merasa geli sendiri. Dia tidak terbiasa bersikap demikian, tapi demi Maya, dia akan belajar.Maya mengangguk pelan. Dia membetulkan posisi bersandarnya yang langsung dibantu oleh Bruce. Lelaki itu sangat sigap dan teliti pada hal kecil yang Maya butuhkan."Sudah nyaman, kan?""Iya."Setelah itu kepada hening. Maya hanya diam dengan tatapan lurus ke arah tembok. Suasana yang terlalu hening membuat keduanya mendengar deru napas masing-masing. Maya tidak berani menoleh saat merasakan tatapan intens dari sampingnya. D
Dengan sekali dobrak, Bruce berhasil masuk. Dia langsung berlari ke dalam dan mencari keberadaan Maya. Ranjang dalam keadaan kosong, langkah kakinya makin terburu. Kali ini dia masuk ke dalam kamar mandi. Tanpa permisi membukanya dan menemukan Maya yang tergeletak di sana. Bruce melotot kaget.“Maya!” serunya dan segera berjongkok di dekat wanita itu. Wajah wanita itu pucat dengan penampilan yang basah kuyub. Entah berapa lama wanita itu berada dalam keadaan tersebut.Maya masih setengah sadar. Dia menatap Bruce dengan sayu dan tak bertenaga. “Bruce?” panggilnya dengn suara lirih.“Maya, kamu bisa mendengar saya?”Maya mengangguk lemah. Bruce segera membopong wanita itu keluar dari sana. Dia membawa Maya ke ranjang dan meletakkannya dengan hati-hati. Setelah itu dia mencari baju hangat untuk wanita itu dan memakaikannya tanppa malu. Beruntung Maya tidak melakukan pemberontakan. Mungkin karena tenaganya sudah sangat lema
Maya mengurung diri. Sejak pertengkarannya dengan Juan, wanita itu menolak orang yang ingin menjenguknya. Bahkan dengan sengaja mengunci pintu dan menutup semua akses masuk ke kamarnya. Makannya bahkan tidak teratur, Maya seakan tidak memikirkan kandungannya. Semua orang khawatir, tidak terkecuali Mulan dan Juan. Keduanya cemas dan merasa bersalah. “Jadi, bagaimana ini?” Mulan bergerak gelisah. Dia terus menatap ke arah kamar yang masih tertutup rapat. Juan segera merengkuh Mulan dan memeluknya dengan erat. “Jangan berdiri terus. Tidak baik pada baby kita,” tegurnya dan menggiring Mulan agar kembali duduk di sofa panjang bersama yang lain. Julian dan Joe pun hanya bisa diam tanpa tahu harus melakukan apa. Mereka sudah bergantian membujuk Maya, meminta wanita itu membuka pintu dan menyelesaikan masalah baik-baik. Namun bukannya menurut, Maya malah berteriak dan marah pada mereka. Empat orang di ruang tengah itu duduk dengan pikiran masing-masi
“Ada apa?” tanya Juan tak mau basa-basi.Kini mereka berada di ruang pribadi Joe. Ruangan yang berada di paling ujung dan tersendiri. Tempat yang biasanya digunakan hanya untuk sekadar berdiam dan menenangkan pikiran. Tidak banyak yang menginjakkan kaki di sini, karena sejak awal pun, Joe sudah memberi larangan keras.“Setelah kamu tahu semuanya, apa yang akan kamu lakukan?” tanya Joe dengan tatapan lurus pada sang kakak. Dia mengamati bagaimana setiap eskpresi lelaki itu yang tampak bingung dan frutasi sendiri. Kurang lebihnya, dia tahu apa yang dirasakan lelaki di depannya ini.Juan menarik napas panjangnya sebelum menjawab. “Yang jelas aku harus bertanggung jawab pada Mulan. Karena bayi dalam kandungannya adalah milikku,” jawabnya tegas.“Lalu Maya?”Kali ini Juan membalas tatapan Joe dengan lebih rumit. Tentang Maya, jelas dia belum berpikir lebih.“Kamu tahu kan dia juga sedang menga
Kali ini Juan bangun lebih dulu. Dia merasakan sebuah beban di dadanya. Sata dia menoleh, seulas senyum terbit di pagi ini melihat siapa yang tengah memeluknya dengan erat, tak lupa kepala yang bersandar di dadanya.Jika kemarin dia sempat kecolongan, saat ini dia sengaja terbangun lebih dulu. Sekadar memastikan bahwa wanita itu tidak pergi seperti sebelumnya. Masih di sisinya, masih berada dalam pelukannya. Juan tidak akan membiarkannya lepas meski hanya sedetik pun. Mengingat dari pengalaman, wanita-wanita di sekitarnya terlalu cerdik membuat bualan yang membuatnya bingung sendiri.Saat ini Juan sudah tidak lagi bimbang. Dia sudah mendapatkan jawaban dari rasa penasarannya kemarin. Tentang perasaannya yang dipermainkan sedemikian rupa. Semalam adalah buktinya. Rasa wanita itu tidak pernah berubah. Masih sama, nikmat dan panas secara bersamaan.Juan merubah posisinya menjadi serong, agar makin leluasa menatap Mulan yang masih tertidur. Dia menyingkap anak rambu
Mulan yang ingin masuk ke dalam kamar, terpaksa menghentikan langkahnya. Dia menatap Juan yang tiba-tiba berdiri di samping pintu tanpa disadarinya. Entah sejak kapan pria itu di sana. Mungkin Mulan terlalu asyik melamun sampai tak menyadari hal tersebut. “Bisa bicara?” Mendengar pertanyaan pria itu, Mulan mengangguk. Kembali melanjutkan langkah dan membuka pintu kamar. “Di dalam saja,” katanya, sekaligus mempersilahkan Juan masuk. Juan mengikuti Mulan ke dalam. Duduk di single sofa panjang yang membawa mereka dalam kebisuan. Belum ada yang angkat bicara. Juan masih mengamati seluruh ruangan, menghapal setiap sisi kamar wanita itu dalam kepalanya. Sedangkan Mulan memilih diam dan menunggu apa yang akan pria itu katakan. Jujur saja dia masih sedikit canggung berdua dengan Juan. Sisi jalangnya selalu meronta, apalagi dengan hormon sialan ini. Rasanya Mulan ingin mengulang kejadian terakhir mereka. Saling menyentuh, saling memuaskan. Buru-buru Mulan meng