Kembali ke pohon yang serba berwarna merah muda itu kecuali bagian batangnya. Khalua meminta Asnee untuk memanjatnya dan menggigit buahnya yang masih tergantung. Sebenarnya Asnee kesal, rasanya itu susah sekali. Lagipula tujuannya apa dia juga tidak paham.
"Tapi baiklah akan aku lakukan."
"Bukannya di bawah ada banyak buah yang terjatuh, Khalua. Maaf jika aku lancang untuk urusan ini."
"Khasiat buahnya berbeda dengan yang masih tergantung, Purnama. Kau akan melihatnya sendiri."
Memang awalnya Asnee kesal. Tapi saat memanjat dan buahnya nampak bersinar, dia jadi tergiur untuk menggigitnya. Baru satu gigitan saja tiba-tiba dia mengeluh kepalanya pusing.
"Gawat! Sepertinya dia mau terjatuh!"
"Tangkap dia, Artemis!"
"Hei, jangan menyuruhku saja! Kau juga Dova... uwoow!"
"Syuut!"
"Apa yang uwaaa...!"
"Bruuk!"
"Biar aku saja!"
Sialnya, aku dan Dova terpeleset buah Kuula yang bertebaran dibawah. Ketika teri
Laki-laki itu bernama Azka. Dia memang sudah lama kenal Dengan Primerose."Tidak masalah bukan kami memarkirkan kendaraan disini?""Ini memang tempat parkir. Biasanya ada juga kendaraan besar seperti milik kalian yang parkir disini juga. Tidak ada biaya parkir meski kalian adalah pendatang."Dova sudah bernapas lega. Setidaknya dia tidak khawatir lagi terjadi sesuatu seperti di Ichi Hana. Azka mengajak kami ke rumahnya menggunakan kendaraan khusus yang juga bisa melayang."Ini Absolute Car. Transportasi umum yang biasa dipakai di B-Neo City. Nah, pintunya sudah terbuka. Ayo naik!"Kelihatannya kendaraan ini kecil dari luar tapi ternyata besar juga di dalam. Tempat duduknya pas untuk kami semua. Tidak ada stir hanya semacam microphone untuk perintah suara."Menuju ke Perumahan Sentosa blok D rumah no 345.""TUJUAN DITETAPKAN!"Kendaraan ini melesat cepat tapi kami yang didalam cukup nyaman. Tidak seperti di Ich
Serenada sudah mulai tidak sabar lagi. Dia memang tidak biasa hanya menunggu saja. Jiwa usilnya Asnee juga mulai keluar. Ia memainkan apa saja yang dia temui di laboratorium pribadi milik Azka. Untung saja dia masih memainkan sesuatu yang aman. Sementara aku menghabiskan minuman yang sudah dibuat oleh Janet."Huh! Membosankan sekali disini.""Minum saja dulu minumanmu, Serenada. Ini selagi masih dingin.""Oh ya, aku lupa! Untung kau ingatkan, Artemis.""Ini keren! Lihatlah ini, Artemis!"Baru saja menengok ke arah Asnee. Aku terkejut melihat tanduk Rusanya keluar. Sepertinya dia tidak sadar. Segera aku datangi dan memintanya untuk menyembunyikan tanduk itu."Eh, sebentar! Aku lupa bagaimana caranya ya?""Ayo coba diingat lagi, Asnee! Jangan sampai Azka tahu.""Oh, iya. Begini caranya! Hap!"Hanya disentuh dan didorong ke dalam oleh Asnee. Seketika tanduk itu masuk ke dalam secara ajaib. Aku mulai bernapas lega. Serenada
"Jadi, kita tidur berdua lagi Dova?""Mau bagaimana lagi? Kasurnya hanya ada satu. Kecuali kau mau tidur dibawah.""Tidak! Dibawah dingin. Kasurnya juga kecil. Kakiku tidak muat kalau lurus.""Sreet!"Dova menarik selimutnya dengan kasar dan memakainya untuk dia sendiri. Aku kesal karena dia tidak bilang sebelumnya."Hei, aku juga mau pakai selimutnya!""Kau ini, Artemis! Kebanyakan protes. Kasurnya yang kecil atau tinggi badanmu yang berlebihan?""Tinggi badanku standar. Memang orang disini yang tidak setinggi di tempat kita.""Terserah kau saja! Aku capek, mau tidur!""Pssh...."Pintu otomatis kamar terbuka? Aneh sekali rasanya. Sebab tadi Janet bilang hanya bisa dibuka oleh kami berempat dan Azka tentu saja sebagai pemilik rumah. Rumah ini lebih dan lebih modern sebab memakai pintu otomatis yang menggunakan sensor badan manusia tertentu. Tenaganya didorong dengan hidrolik untuk membuka dan menutup pintu.
Semua manusia bisa memanfaatkan kekuatan pikirannya. Bukan hanya digunakan untuk berpikir dan memerintahkan organ tubuh saja.Pemanfaatan kekuatan pikiran manusia sudah lama ada sejak nenek moyang dulu. Semakin lama akhirnya ditinggalkan karena sudah ada teknologi yang bisa membantu manusia.Azka hanya mengulang perkataannya kemarin. Sebelum ia mau melatih kami sepenuhnya. Hari ini dan besok dia libur jadi ada banyak waktu yang bisa dilakukan bersama kita."Tapi itu bukan sihir ya?"Asnee bertanya tentang hal itu. Apalagi itu sihir? Aku tak pernah tahu. Azka hanya menjelaskan bahwa itu memang kemampuan alami manusia. Tidak ada sangkutannya dengan sihir, mantra atau hal lainnya yang berbau magic."Jadi, sihir itu sesuatu yang sulit dilogika oleh manusia ya Azka?""Ya, begitulah Artemis. Memang di Nuuswantara ini masih ada yang percaya dengan hal seperti itu. Meski sudah banyak terbukti bohongnya dan sangat sedikit sekali yan
Memang menggunakan kekuatan pikiran itu asik. Tapi Dova mengingatkan kami untuk lebih baik menggunakan pedal kaki saja. Lalu untuk apa fitur pengendali pikiran diberikan pada Hexacycro?"Tentu saja untuk digunakan! Untuk apa aku dan Azka iseng menambahkan kalau tidak pernah digunakan?""Menggunakan kekuatan pikiran itu mudah. Kalian cukup fokuskan lalu perintahkan Hexacycro yang ada didepan kalian agar melayang. Rasanya tidak perlu latihan khusus.""Tapi kami tetap butuh latihan terutama untuk Asnee. Dia baru pertama kali memakai alat seperti ini.""Iya, benar apa kata Serenada. Selama ini aku hanya mengadalkan lari saja untuk pergi dengan cepat."Dova menghela napas panjang. Dia akhirnya memberitahu kami bagaimana cara menggunakannya. Termasuk fitur apa yang ditambahkan didalamnya."Senjata laser tentu saja ada. Tapi aku menambahkan bom asap kecil, lampu senter untuk malam hari dan ada tambahan dari Azka.""Pengaktifan pelindun
Asnee masih mengeluh badannya pegal semua. Janet, robot milik Azka itu mencoba mengecek seluruh badannya. Memang ada beberapa yang memar saja, tapi tidak sampai luka. Perlahan Janet mengoleskan salep khusus pada bagian yang lebam."Aduh... jangan ditekan. I-itu masih sa-sakit....""Maaf, Tuan.""Tahanlah sebentar, Asnee. Haah...! Kenapa bisa jadi begini?"Dova nampak pusing, padahal alat itu sudah diatur agar lebih mudah untuk menjaga keseimbangan. Tetap saja seperti Asnee ini masih terjatuh. Tapi Azka ada solusinya, dia akan memodifikasi ulang Hexacycro milik Asnee."Khusus hanya milikmu saja, Asnee."Tak ada tanggapan dari Asnee karena dia masih fokus pada rasa sakit di badannya. Azka masuk ke dapur sebentar. Dova memilih bersantai di kursi ruang tengah. Serenada sepertinya perhatian sekali pada Asnee. Nah, apa aku bilang kalau dia sudah cocok jadi kakaknya saja."Sudah... sudah....""Baik, Tuan. Ini sudah selesai
Sebenarnya apa yang membuat Azka memaksa untuk menambahkan sesuatu pada SKYLAR, masih menjadi misteri bagiku. Dia tidak mau mengatakannya selama masih berada di dalam Absolute Car. Kali ini Asnee tidak ikut, dia mau di rumah saja katanya."Sudah sampai, ayo kita turun!""Hei, Azka jawab dulu pertanyaanku yang tadi. Kenapa kau ngotot sekali ingin menambahkan sesuatu pada SKYLAR kami?""Sebenarnya... aku hanya iseng."Hah...! Iseng? Apa kalau libur begini tidak ada yang bisa dikerjakannya selain utak atik membuat alat baru? Azka hanya terkekeh saja setelah menjawab pertanyaanku itu. Dia dan Dova sama saja menurutku.Pintu SKYLAR aku buka dan kami bertiga masuk. Azka tertarik pada W115 dalam kondisi nonaktif. Memang bentuknya menjadi seperti kapsul besar jika dia dalam kondisi mati. Aku memang lupa menchargernya dan baru hari ini aku colokkan kabel ke lubang port daya yang ada di badannya."Itu akan berubah wujud. Lihat saja n
Aku masih mempelajari peta digital yang diberikan oleh Azka ke dalam Chromabook. Area B-neo saja sangat luas dan itu sebenarnya belum kami jelajahi sepenuhnya. Sayangngnya aku masih harus meraba dimana tempat tinggal Profesor Madrosa."Hei, Artemis. Kau tidak tidur?""Kalau kau mau tidur duluan, silahkan.""Serius sekali! apa yang membuatmu belum bisa tidur?"Aku melirik ke kanan atas dan mendapati Serenada ikut mengintip dari balik kasurnya. Supaya lebih jelas, peta digital Nuuswantaara aku tunjukkan padanya."Sudah jelas?""Sangat jelas! Memangnya mataku minus ya, sampai harus kau dekatkan seperti itu?""Daripada kau penasaran terus, Serenada.""Oh ya, Artemis. Setelah perjalanan kita yang panjang ini, pernahkah kau terpikir bagaimana jika yang bernama Madrosa itu sudah mati?"Deg! Seketika jantungku berdegup kencang. Tak pernah aku terpikir sampai sana. Andai iya terjadi, tentu saja perjalanan ini menjadi