Sin menghela nafas lelah. Seharian dia memutari banyak desa untuk mencari pos-pos surat bersama pria besar bernama Gerald ini. Meskipun juga sedikit bersyukur setidaknya dia tidak disandingkan dengan pak tua Harss yang mengerikan. Omong-omong soal kantor pos, Edrich berencana untuk mencari informasi lebih lanjut mengenai orang bernama Kurt dan kekasihnya itu. Katanya jika dia bisa menemukan alamat Elena, dia bisa menginvestigasi lebih lanjut atau apalah itu - ke tempat dimana pelaku utama berada.
Sebenarnya dia tidak mau ikut melakukan hal rumit seperti ini. Dengan sekali jentik jaripun, sebenarnya dia bisa mengetahui apapun jika sang tuan mau. Tapi seperti yang pernah ia katakan dulu, Edrich belum memberinya sesuatu paling penting untuk membayar dirinya. Apa itu? Tentu saja sebuah kontrak. Selain kontrak apalagi? Tubuhnya.
Ya, Sin butuh tubuh pria itu. Namun bukan fisiknya yang payah itu, tapi inti dari tubuhnya. Dia punya kekuata
Gyor berhenti di sebuah bangku kecil. Menarik nafas dalam-dalam dan beristirahat di bawah pohon rindang setelah berlari dari orang-orang yang sebenarnya tidak mengejar. Dia takut mereka akan menanyainya mengenai Kurt ataupun mengenai kekasihnya. Dia memiliki janji dengan Kurt, dan sampai kapanpun dia tidak akan mengingkari janjinya."Hah.. Huufft.."Sin duduk diantara batang pohon. Memperhatikan Gyor dari atas kemudian turun dan duduk di sampingnya tanpa pria itu sadari. "Hei.""Huaaaargh!!" Gyor terlonjak, menjerit kaget dan seketika berdiri menjauh dari sana. "K-kau! Kau anak yang tadi!"Gyor menunjuk anak yang berjongkok di atas bangku itu dengan tangan gemetaran, sedangkan mata bulat Sin menatap tanpa ekspresi ke lawan bicaranya. "Sejak kapan kau mengikutiku, hah?!"Bocah itu perlahan berdiri. "Kenapa kau kabur, Gyorgie?" Matanya yang tidak berkedip itu membuat Gyor bergidik."N-namaku Gyor bukan Gyorgie! Kemana ayahmu
"Jadi kau sudah menangkapnya?!" Harss berteriak di tengah kerumunan. Membuat orang-orang menyingkir keheranan, sedangkan Edrich mau tak mau harus berbohong agar keanehan yang ada pada Sin tidak membuat orang itu mencurigai mereka. "Ya, aku menemukannya di suatu tempat. Jadi sekarang ikutlah denganku, malam ini juga kita akan mengintrogasinya."Harss terlihat puas sekali. Berjalan mendahului Edrich dan meninggalkannya di belakang. Mengekor sembari melihat punggung itu sayu, Edrich sedikit ragu ingin menanyakan sesuatu di benaknya. Apalagi kalau bukan soal anak itu. "Tuan Harss.""Hm?" Pria itu menoleh sekejap, memperhatikan Edrich yang diam saja. "Ada apa Edrich?"Tapi nampaknya dia masih belum ingin bertanya. Urusan ini akan ia bahas nanti saja. "Tidak apa, mari bergegas." Mereka masih menghadapi kasus nyata sekarang. Jika membicarakannya saat ini, pikiran Harss akan terbagi dan mungkin mereka tidak akan fokus menyelesaikan masalah setelahnya."Sete
Dua orang itu masih setia berdiri berhadapan. Berdikusi mengenai satu hal, sedangkan Harss tidak bergabung karena harus menangani Gyor yang mendadak tidak terkendali. "Sekarang apa?" Tanya Gerald. Edrich sendiri tidak tahu harus menjawab apa. Dia juga masih belum menemukan solusi. "Jika berhubungan dengan medis, kita mungkin bisa membawanya pada dokter spesialis jiwa, bukan?" Benar, memang benar. Saran Gerald tidak ada salahnya sama sekali. Tapi penyembuhannya akan memakan waktu lama. "Kalau ada solusi kedua yang lebih praktis, aku akan sangat menerimanya karena waktu kita tidaklah banyak, Gerald." Ucapan Edrich membuat pria itu merenung sekian menit. Berjalan kesana kemari sembari menggaruk rambutnya yang memang sudah acak-acakan. Pandangannya lalu jatuh pada Sin yang tengah berjongkok, memainkan bangkai kupu-kupu di atas tanah. "Oh," Pekikan Gerald itu menarik perhatian. "Bagaimana jika kau mencari jejak dimana hantu Kurt berada? K
-𝚙𝚛𝚎𝚜𝚎𝚗𝚝𝚒𝚗𝚐 𝚏𝚘𝚛 𝚢𝚘𝚞-𝙶𝚘𝚘𝚍 𝚁𝚎𝚊𝚍𝚒𝚗𝚐-"Hah.. Hah.."Hembusan nafas kelelahan itu menyatu dengan dinginnya udara, membentuk kepulan asap tipis di antara wajah pucat seorang bocah yang sudah begitu rapuh."Dasar anak iblis!""Tidak berguna, menyusahkan saja!""Kenapa masih hidup, hah?""Merepotkan!"Bayangan senyum jahat orang-orang tergambar bersama ucapan bengis yang berdesing keras di telinganya. Sakit.."Lebih baik kau mati saja!!"Kaki kecil itu
"Hah!"Pemuda itu terbangun dengan keringat bercucuran. Nafasnya tersengal-sengal setelah sebuah mimpi membangunkan paksa dirinya dari tidur lelap."Ada apa tuan?"Sebuah kepala muncul dari bawah ranjang. Lehernya kemudian memanjang, menelisik setiap inci bagian tubuh dan memastikan sang tuan baik-baik saja.Tuan muda itu kemudian duduk, berusaha menghilangkan pening yang teramat sangat dengan memijat pelan keningnya sendiri. Merasa sang tuan tidak sedang dalam keadaan baik, kepala berleher panjang itu perlahan mengeluarkan tubuhnya."Biarkan aku membantumu, tuan.." Menampakkan sesosok wanita berbalut pakaian khas kerajaan Jepang.Beralih ke belakang sisi pemuda yang tengah terduduk lemas, jemari pucat wanita itu menyentuh pelipis sang tuan. Menyalurkan d
Tiada suara selain tepukan kaki kuda yang bergesekan dengan jalanan. Temaram lampu di pinggiran kota Resalf mengantarkan sunyi yang tak bertepi di dalam kereta. Martin berkendara dengan tenang, tak ingin mengganggu tuannya yang tengah menyelam dalam bacaan.Meski kerikil tajam tak jarang membuat kereta bergeredak, tuan mudanya itu tetap memilih melalui rute perumahan kumuh ketimbang jalanan mulus di pusat kota."Selera yang buruk sekali." Komentar Martin, setelah tertawa pelan dibalik kemudinya. Sosok yang merasa tengah menjadi bahan pembicaraan terdiam sejenak."Apa maksudmu?" Balasnya."Semua kekayaan ini tidak berarti untukmu, ya?" Sindirnya, lagi. Martin terus saja mencemooh apa yang selalu ia lakukan, sedangkan tuan muda itu hanya tersenyum kecil menanggapi rasa heran salah satu pelayan setianya.
Gerbang raksasa mulai terlihat dari kejauhan, menjulang tinggi menutupi pilar besar yang menyangga gedung. Sesaat kemudian kereta itu berhenti. Memberi petuah pada Martin agar menjaga anak yang ia bawa selagi dia menghadiri pertemuan, tuan muda itupun keluar. Lalu membawa tungkai panjangnya melangkah ke dalam acara. Para prajurit penjaga langsung menyambut kemudian mempersilahkannya masuk.Di balik pintu, permadani bak sutra tergelar diatas kaki para bangsawan yang saling bercengkrama dengan segelas wine di tangan mereka. Kenyataan bahwa pakaian rakyat yang bahkan tak seindah apa yang mereka injak tersebut membuat tuan muda itu terdiam."Zeindalr Elmardillo!" Seruan seseorang langsung membuat pandangannya beralih. Terlihat pria berbadan gempal tengah tersenyum lebar kepadanya dari atas tangga. "Pewaris tunggal keluarga Elmardillo Fanarlta!" Lanjutnya, kemudian turun dengan cepat.Beberapa orang men
"Selamat malam tuan dan nyonya, jamuan makan malam bersama akan segera dimulai. Silahkan menuju balairung utama untuk acara selanjutnya."Seruan pembawa acara membuat perhatian para bangsawan beralih. Mereka kemudian berjalan bersama menuju tempat jamuan makan malam. Dibalik ramainya tamu, Henry Grandes terlihat terburu-buru menaiki tangga. Kemudian berbelok memasuki salah satu ruangan yang ada.Disisi tembok, Martin menelisik pembicaraan Henry dari luar. Dirinya yang menyamarkan diri sebagai salah satu prajurit penjaga bebas memasuki gedung untuk memperlancar rencana sang tuan.Di dalam ruangan, nampak tuan Henry dan dua orang prajurit tengah berbincang. Prajurit-prajurit itu terlihat tegang dan ketakutan ketika berbicara kepada tuan Henry."T-tidak mungkin!" Henry berteriak, Martin semakin menajamkan pendengaran. "Aku sudah membasmi mereka waktu itu, dan kalianlah yang aku tugaskan. Bagaimana bisa mere
Dua orang itu masih setia berdiri berhadapan. Berdikusi mengenai satu hal, sedangkan Harss tidak bergabung karena harus menangani Gyor yang mendadak tidak terkendali. "Sekarang apa?" Tanya Gerald. Edrich sendiri tidak tahu harus menjawab apa. Dia juga masih belum menemukan solusi. "Jika berhubungan dengan medis, kita mungkin bisa membawanya pada dokter spesialis jiwa, bukan?" Benar, memang benar. Saran Gerald tidak ada salahnya sama sekali. Tapi penyembuhannya akan memakan waktu lama. "Kalau ada solusi kedua yang lebih praktis, aku akan sangat menerimanya karena waktu kita tidaklah banyak, Gerald." Ucapan Edrich membuat pria itu merenung sekian menit. Berjalan kesana kemari sembari menggaruk rambutnya yang memang sudah acak-acakan. Pandangannya lalu jatuh pada Sin yang tengah berjongkok, memainkan bangkai kupu-kupu di atas tanah. "Oh," Pekikan Gerald itu menarik perhatian. "Bagaimana jika kau mencari jejak dimana hantu Kurt berada? K
"Jadi kau sudah menangkapnya?!" Harss berteriak di tengah kerumunan. Membuat orang-orang menyingkir keheranan, sedangkan Edrich mau tak mau harus berbohong agar keanehan yang ada pada Sin tidak membuat orang itu mencurigai mereka. "Ya, aku menemukannya di suatu tempat. Jadi sekarang ikutlah denganku, malam ini juga kita akan mengintrogasinya."Harss terlihat puas sekali. Berjalan mendahului Edrich dan meninggalkannya di belakang. Mengekor sembari melihat punggung itu sayu, Edrich sedikit ragu ingin menanyakan sesuatu di benaknya. Apalagi kalau bukan soal anak itu. "Tuan Harss.""Hm?" Pria itu menoleh sekejap, memperhatikan Edrich yang diam saja. "Ada apa Edrich?"Tapi nampaknya dia masih belum ingin bertanya. Urusan ini akan ia bahas nanti saja. "Tidak apa, mari bergegas." Mereka masih menghadapi kasus nyata sekarang. Jika membicarakannya saat ini, pikiran Harss akan terbagi dan mungkin mereka tidak akan fokus menyelesaikan masalah setelahnya."Sete
Gyor berhenti di sebuah bangku kecil. Menarik nafas dalam-dalam dan beristirahat di bawah pohon rindang setelah berlari dari orang-orang yang sebenarnya tidak mengejar. Dia takut mereka akan menanyainya mengenai Kurt ataupun mengenai kekasihnya. Dia memiliki janji dengan Kurt, dan sampai kapanpun dia tidak akan mengingkari janjinya."Hah.. Huufft.."Sin duduk diantara batang pohon. Memperhatikan Gyor dari atas kemudian turun dan duduk di sampingnya tanpa pria itu sadari. "Hei.""Huaaaargh!!" Gyor terlonjak, menjerit kaget dan seketika berdiri menjauh dari sana. "K-kau! Kau anak yang tadi!"Gyor menunjuk anak yang berjongkok di atas bangku itu dengan tangan gemetaran, sedangkan mata bulat Sin menatap tanpa ekspresi ke lawan bicaranya. "Sejak kapan kau mengikutiku, hah?!"Bocah itu perlahan berdiri. "Kenapa kau kabur, Gyorgie?" Matanya yang tidak berkedip itu membuat Gyor bergidik."N-namaku Gyor bukan Gyorgie! Kemana ayahmu
Sin menghela nafas lelah. Seharian dia memutari banyak desa untuk mencari pos-pos surat bersama pria besar bernama Gerald ini. Meskipun juga sedikit bersyukur setidaknya dia tidak disandingkan dengan pak tua Harss yang mengerikan. Omong-omong soal kantor pos, Edrich berencana untuk mencari informasi lebih lanjut mengenai orang bernama Kurt dan kekasihnya itu. Katanya jika dia bisa menemukan alamat Elena, dia bisa menginvestigasi lebih lanjut atau apalah itu - ke tempat dimana pelaku utama berada. Sebenarnya dia tidak mau ikut melakukan hal rumit seperti ini. Dengan sekali jentik jaripun, sebenarnya dia bisa mengetahui apapun jika sang tuan mau. Tapi seperti yang pernah ia katakan dulu, Edrich belum memberinya sesuatu paling penting untuk membayar dirinya. Apa itu? Tentu saja sebuah kontrak. Selain kontrak apalagi? Tubuhnya. Ya, Sin butuh tubuh pria itu. Namun bukan fisiknya yang payah itu, tapi inti dari tubuhnya. Dia punya kekuata
Harss melangkah ke arah rumah Edrich. Rekannya Gerald itu memberitahu kalau Edrich ingin membicarakan sesuatu ketika mereka bertemu di pasar. Sekarang dia bergegas kesana sembari berdoa semoga pemuda itu mendapat informasi yang membantu kasus mereka.Tok tok tokk!! "Edrich!"Tak lama setelah diketuk, pintu terbuka perlahan tanpa seorangpun yang terlihat. Harss melirik keheranan sebelum suara mencicit di bawah membuat pria tua itu menunduk. "Kau siapa ya?"Bocah tidak sopan. Tapi bukan itu yang membuat Harss terdiam. Namun wajah anak itu yang sekejap membuat bulu kuduknya meremang. Apakah itu dia? Tapi tidak mungkin karena anak itu sudah lama mati. Jadi Harss putuskan menatapnya cermat, memastikan apakah benar dia sosok yang pernah hidup itu atau hanya mirip saja."E-eh..." Sin beringsut menempel tembok, keringat dingin bercucuran saat pria berjenggot tebal memelototinya lekat-lekat sampai membuat jantungny
"Keith, Chloe, makan malam sudah siap!"Sosok perempuan yang sudah memiliki banyak uban di rambutnya itu berjalan ke luar dapur sembari mengelap tangan di celemek yang ia kenakan. Namun sampai beberapa kali panggilan, kedua putranya itu tidak juga muncul seperti biasanya. "Chloe? Kurt?" Tangannya yang penuh dengan piring saji terpaksa menaruh makanan itu kembali. Dahinya mulai mengkerut curiga saat tak mendengar suara apapun dari kedua kamar anak-anaknya.Akhirnya wanita itu berjalan ke kamar mereka satu persatu. Kakinya bergegas berjalan ke kamar Kurt, namun yang ia temukan malah anak itu tengah tertidur di atas nakasnya sendiri. Tangannya menggelantung bersama pena yang sudah terjatuh di lantai. Mungkin dia kelelahan karena belajar."Kurt.. Apa kau tertid-" Kelopak mata Rose tiba-tiba melebar. Seluruh tubuhnya bagai membeku di tempat kala menemukan remaja lelaki itu telah sekarat dengan busa yang mengalir di sela
Malam ini juga Edrich menyelinap ke pos tahanan. Bersama Harss yang sedang dalam jam jaga, dia mengintip diam-diam bagaimana Chloe tidur di dalam selnya."Kau yakin hari ini dia akan mengigau lagi?""Tiap malam dia begitu," Harss duduk di bangkunya, mempersilahkan Edrich memperhatikan pemuda itu langsung saja. "Lihat saja sendiri."Edrich kemudian berjongkok di depan sel. Melihat Chloe yang tertidur di dalam sana. Remaja itu terlihat kurus dan sangat kecil, wajahnya tenang dengan mata terpejam. Namun tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya ada di kepalanya. Mengigau sebetulnya hanya peristiwa biasa, tapi tidak akan terjadi jika tidak didasari oleh sesuatu. Sedangkan Rose bilang, putranya itu tidak memiliki kebiasaan tersebut."Ngg.." Beberapa menit berlalu hingga kemudian tubuh pemuda itu mulai bergerak di sela tidur. Edrich menyimak perubahan ekspresi wajah Chloe dengan saksama. Memegangi sel agar ia bisa dengan jelas mendengar gumamannya. Tapi yan
"Aku tidak mengerti denganmu." Sepanjang jalan Harss menggelengkan kepala. Keheranan dengan pria kurus yang berjalan di sampingnya. Sedangkan Edrich terus berjalan lurus tanpa menghiraukan polisi berbadan kekar itu. "Untuk apa kau membawa pulang abu itu?"Berisik sekali, Edrich tidak bisa tenang berpikir. "Tentu saja ini akan membantu kita mengungkap teka-teki selanjutnya, tuan Harss. Kau juga bingung kan kenapa Kurt menghilangkan surat-surat yang ia terima seakan takut bersalah?"Ya, benar. Harss memang turut penasaran dengan itu. Tapi kenapa harus abu? Namun biarlah, Edrich terlalu rumit untuk dimengerti. Biasanya dia akan bergerak sendiri lalu dengan mengejutkannya memberikan sebuah pemikiran aneh yang ntah mengapa bisa menjadi fakta mencengangkan.-0-Rumah kembali berada dalam keadaan sunyi. Gerald seperti pernah mengalami situasi seperti ini. Hal ya
"Tidak bisa." "Apa??" Edrich berjengit, Sin seakan menghiraukan perintahnya seperti angin lalu. Terus mengodek telinganya bagaikan suara Edrich hanya benalu. "Apa maksudmu tidak bisa?!" Sin kemudian berdiri bersedekap di hadapan pria itu. Meski badannya lebih besar, sepertinya Edrich merasa lebih berkuasa disini. "Bukankah aku tuanmu?!" Benarkan? "Kau belum sepenuhnya jadi tuanku, lagipula urusan manusia bukan urusanku." Pria berkuncir yang semula terbakar api amarah itu berubah menyipitkan mata. Menatap Sin lekat. "Apa maksudmu aku belum sepenuhnya jadi tuanmu?" Terlihat seperti dia ingin segera memanfaatkan kesempatan memerintahnya itu. "Dengar, tuan Edrich." Sin mulai memasang wajah serius. "Bagaimanapun juga aku ini seperti hewan buas yang baru saja masuk rumahmu. Apakah kau bisa langsung memegang dan mengelusku seperti anak kucing? Meskipun aku tidak akan menelanmu hidup-hidup, a