Home / Lainnya / Another Eye / Chap 02: Behind the Sun

Share

Chap 02: Behind the Sun

Author: Andrea
last update Last Updated: 2021-02-19 16:02:17

Tiada suara selain tepukan kaki kuda yang bergesekan dengan jalanan. Temaram lampu di pinggiran kota Resalf mengantarkan sunyi yang tak bertepi di dalam kereta. Martin berkendara dengan tenang, tak ingin mengganggu tuannya yang tengah menyelam dalam bacaan.

Meski kerikil tajam tak jarang membuat kereta bergeredak, tuan mudanya itu tetap memilih melalui rute perumahan kumuh ketimbang jalanan mulus di pusat kota.

"Selera yang buruk sekali." Komentar Martin, setelah tertawa pelan dibalik kemudinya. Sosok yang merasa tengah menjadi bahan pembicaraan terdiam sejenak.

"Apa maksudmu?" Balasnya.

"Semua kekayaan ini tidak berarti untukmu, ya?" Sindirnya, lagi. Martin terus saja mencemooh apa yang selalu ia lakukan, sedangkan tuan muda itu hanya tersenyum kecil menanggapi rasa heran salah satu pelayan setianya.

Tak ada yang bisa dinikmati selain kecipak lumpur yang terinjak kaki dan kendaraan di tengah gerimis. Namun semua itu bisa membuatnya teringat dengan masa lalu. Ia tak akan melupakan kenangannya dahulu, sebelum menjadi seperti saat ini. Sebenarnya tanpa bertanya pun, Martin sudah mengetahui tujuan lain dari sang tuan selain hanya berjalan-jalan menyusuri kenangan.

"J-jangan!"

Yaitu menyesapi kejahatan-kejahatan dibalik damainya pemerintahan.

Kuda-kuda itu meringkik saat tali kekangnya ditarik. Telinga tajam Martin menangkap teriakan dari kejauhan yang bahkan tidak terdengar telinga manusia di tengah hujan. Hampir mempertanyakan mengapa kereta mendadak berhenti, sekelebat bayangan tiba-tiba menyapa sang tuan.

Iris hitam itu sesaat bertemu mata dengan sosok gadis berambut panjang, rintik hujan yang menutupi kaca tebal jendela tak berpengaruh ketika ia menemukan raut sedih dan air mata yang mengalir dari wajah gadis itu yang hancur.

"Martin." Panggilan sang tuan bergaung keras di telinga Martin. Tanpa harus membuka bibirnya, mereka bisa mengerti suara batin masing-masing. 

"Sesuai keinginanmu, tuan."

Martin melompat dari kereta, berlari memasuki sebuah gang sempit sebelum berubah menjadi kepulan aura hitam yang menyatu dengan bayangan.

Membuatnya menjadi secepat kilat mencapai sumber suara.

Tuan muda itu segera turun dari kereta. Setelah mengenakan mantel dan topi yang menutupi wajahnya, ia berjalan menyusul sang pelayan. Namun ditengah perjalanan, dua orang lelaki berlari dari arah berlawanan. Hampir saja menabrak bahunya karena ketakutan. Sekilas wajah kedua orang itu tertangkap dari pinggir mata sang tuan muda.

Sesampainya di ujung gang, ia menemukan Martin dan seorang anak lelaki yang tengah terduduk lemah. Mata yang langsung menatapnya nyalang itu bercucur air mata, pipinya lebam. Syal di leher bocah itu bahkan tak mampu menutupi tubuh kurus dan luka yang membalutnya disana sini.

Sebelum sempat membuka suara, bocah di hadapannya berdesis, "L-lepaskan aku!" Kebencian terpancar jelas dari mata. "Biarkan aku pergi!" Teriaknya.

"Kau mempunyai adik perempuan, bukan?"

Mata bocah itu melebar mendengar kata-kata yang baru saja keluar dari mulut orang didepannya. Rautnya kemudian berubah menjadi sedih, menunduk dalam sembari menangis.

"Gre-Gretta.." Gumamnya, membisikkan nama adik dan satu-satunya keluarga yang ia miliki. Isak tangis terdengar pilu. Sang tuan muda menunduk, meraih kepala anak lelaki itu. Membuatnya mendongak dan bertemu pandang dengan Iris hitam yang seakan menghisapnya dalam.

"Ikutlah denganku, aku akan membantu semuanya." Bisik orang itu, "termasuk membalaskan dendam atas kematian adikmu."

Bola matanya seketika mendelik kaget. Jantungnya berdetak ngilu mengingat detik dimana nyawa adiknya terenggut kejam oleh orang-orang itu. Potongan-potongan peristiwa membuat hatinya mencelus. Ketika lelaki dihadapannya tersenyum lembut, kesedihannya tak mampu ia bendung lagi.

Martin memandangi mereka, bocah itu menangis meraung-raung di dalam pelukan. Sedangkan senyum tipis tergambar di salah satu ujung bibir sang tuan.

-0-

Sunyi. Anak lelaki itu tertidur dibahunya. Raut wajah anak itu terlihat begitu lelah, keningnya beberapa kali berkerut takut ketika kenangan buruk menelusup dan bercampur ke dalam mimpinya.

Sedangkan buku ditangan sang tuan muda tertutup setelah baris terakhir selesai dibaca. Pandangannya kemudian jatuh ke luar jendela, menatap wilayah pinggiran kota Resalf yang memadat dan kian ramai dari sebelumnya. Bangunan-bangunan bertumpuk, udara pengap bersatu dengan kepulan asap yang keluar dari cerobong rumah para warga. Menghangatkan ruangan yang berisi keluarga-keluarga dengan meja makan tanpa hidangan. 

Menuju ke pusat kota, rumah-rumah besar dan megah mulai terlihat memenuhi sisi jalan. Lampu yang terang dan indah menyinari setiap pejalan. Sedangkan pikiran sang tuan muda berkecamuk, haruskah semua ini hanya dinikmati orang-orang tertentu saja? Dengkuran bocah kumal dibahunya makin membuat batinnya bergejolak. 

Perbedaan strata sosial masih begitu kental di wilayah ini. Bangsawan yang memegang kendali atas Resalf sama sekali tak paham dengan keadilan. Pajak-pajak dijatuhkan pada rakyat dengan nominal begitu besar, para buruh bagai diperas kering ketika membayar sewa tanah. Jerih payah mereka dibagi untuk menghidupi rakusnya bangsawan, sedangkan hutang yang harus mereka lunasi lebih besar dari hasil yang mereka dapatkan.

Sebenarnya bukan hanya Resalf yang menjadi korban kejamnya perbedaan derajat sosial. Hampir seluruh wilayah masih meninggikan marga-marga tertentu. Marga yang di dapat dari leluhur berabad-abad lalu masih berlaku hingga kini, meskipun sistem kerajaan dan perang telah lama usai. 

Semua orang masih terpaku pada segitiga yang mengendalikan kehidupan. Golongan paling bawah ialah Under yang berasal dari budak dan rakyat jelata. Golongan kedua adalah Middle yang didomimasi para pelayan dan orang yang dapat bekerja di bawah para bangsawan. Sedangkan golongan tertinggi atau Higher berhak memimpin negri dan menikmati semua kemewahan yang ada.

Tingkat derajat bermula pada masa perang besar. Musuh yang menargetkan seisi pulau membuat seluruh kerajaan bersatu untuk bertahan. Setelah usai peperangan, demokrasi perlahan terbentuk dan menjadikan wilayah berdiri dengan pemerintahan. Golongan berdarah kerajaan dan pahlawan berhasil memegang wewenang tertinggi, kemudian predikat bangsawan muncul dan orang-orang dengan darah tersebut tumbuh dengan Marga yang melekat pada nama mereka. 

Tapi pada kenyataannya darah para pejuang yang mengalir di tubuh bangsawan malah dikotori dengan sifat kejam dan ketamakan. Abad demi abad yang berlalu mengubah kebijaksanaan mereka menjadi serakah. Marga yang seharusnya suci dan menjadi ciri pemimpin agung berubah menjadi momok tersendiri bagi para rakyat yang mau tak mau hidup dibawah kaki mereka. Dulu nama yang selalu dielu-elukan kini menjadi kata selipan ditengah amarah dan tangisan rakyat. Tanpa sadar mereka telah menjadikan keluarga mereka begitu buruk. 

Ntah sampai kapan segitiga setan itu akan terus mengatur nasib manusia. Hidup di dalam dunia seperti ini bagai kutukan. Rakyat menderita di bawah kekuasaan yang dimanfaatkan oleh para manusia tak berakal. Wewenang yang seharusnya memberi kesejahteraan pada rakyat dijadikan alat sebagai pemuas nafsu dan keserakahan.

Namun ia akan segera merubahnya. Menghancurkan lingkaran neraka yang memenjarakan keadilan. Kali ini ia akan bergerak, memulai perang tanpa hunusan pedang dan menciptakan dunia yang ia harapkan. Meskipun harus memusnahkan golongannya sendiri. 

Related chapters

  • Another Eye   Chap 03: Gold and Blood

    Gerbang raksasa mulai terlihat dari kejauhan, menjulang tinggi menutupi pilar besar yang menyangga gedung. Sesaat kemudian kereta itu berhenti. Memberi petuah pada Martin agar menjaga anak yang ia bawa selagi dia menghadiri pertemuan, tuan muda itupun keluar. Lalu membawa tungkai panjangnya melangkah ke dalam acara. Para prajurit penjaga langsung menyambut kemudian mempersilahkannya masuk.Di balik pintu, permadani bak sutra tergelar diatas kaki para bangsawan yang saling bercengkrama dengan segelas wine di tangan mereka. Kenyataan bahwa pakaian rakyat yang bahkan tak seindah apa yang mereka injak tersebut membuat tuan muda itu terdiam."Zeindalr Elmardillo!" Seruan seseorang langsung membuat pandangannya beralih. Terlihat pria berbadan gempal tengah tersenyum lebar kepadanya dari atas tangga. "Pewaris tunggal keluarga Elmardillo Fanarlta!" Lanjutnya, kemudian turun dengan cepat.Beberapa orang men

    Last Updated : 2021-02-20
  • Another Eye   Chap 04: The First Step

    "Selamat malam tuan dan nyonya, jamuan makan malam bersama akan segera dimulai. Silahkan menuju balairung utama untuk acara selanjutnya."Seruan pembawa acara membuat perhatian para bangsawan beralih. Mereka kemudian berjalan bersama menuju tempat jamuan makan malam. Dibalik ramainya tamu, Henry Grandes terlihat terburu-buru menaiki tangga. Kemudian berbelok memasuki salah satu ruangan yang ada.Disisi tembok, Martin menelisik pembicaraan Henry dari luar. Dirinya yang menyamarkan diri sebagai salah satu prajurit penjaga bebas memasuki gedung untuk memperlancar rencana sang tuan.Di dalam ruangan, nampak tuan Henry dan dua orang prajurit tengah berbincang. Prajurit-prajurit itu terlihat tegang dan ketakutan ketika berbicara kepada tuan Henry."T-tidak mungkin!" Henry berteriak, Martin semakin menajamkan pendengaran. "Aku sudah membasmi mereka waktu itu, dan kalianlah yang aku tugaskan. Bagaimana bisa mere

    Last Updated : 2021-02-22
  • Another Eye   Chap 05: Level of Sight

    "Kejadian kemarin tampaknya membuat polisi kebingungan." Ucap seseorang yang tengah berdiri membelakanginya. "Kau lagi-lagi membuat pemerintah pusat kerepotan, tuan Zein.."Kasus yang terjadi malam lalu meninggalkan misteri besar yang menjadi teka-teki tak terpecahkan oleh pihak keamanan. Tidak ada yang bisa ditangkap dalam peristiwa itu. Pelaku pembunuhan dua orang prajurit di tengah hutanpun tidak pernah ditemukan. Mereka menaruh praduga bila kedua lelaki itu dimakan binatang buas, karena tubuh mereka bagai tercabik hingga sulit untuk dikenali.Dan Henry Grandes, malangnya laki-laki itu kini harus menjalani masa suram di dalam rumah sakit jiwa, setelah sebelumnya terbukti sebagai tersangka tindakan keji hilangnya nyawa anak-anak kaum pinggiran kota Resalf. Hal itu membuat sedikitnya para bangsawan yang menyaksikan sendiri kejadian janggal itu merasa trauma dan akhirnya sedikit demi sed

    Last Updated : 2021-02-23
  • Another Eye   Chap 06: Beautifull Devil

    Barisan prajurit nampak berjajar, membentuk sebuah penjagaan yang ketat. Zein berdiri bersama para warga. Menyaksikan desa yang sebelumnya begitu subur berubah kering bagaikan gurun tandus. Berpetak-petak tanah dipenuhi tanaman busuk dan membuat udara dipenuhi bau tak sedap.Sedangkan para penduduk Yuilr hanya bisa meratapi tanaman-tanaman mereka, berkeluh kesah kepada sang tuan karena panennya gagal di musim ini."Kami tidak tau apa yang terjadi, tuan. Seluruh kebun kami mengering, bahkan hingga bunga yang kami tanam didepan rumahpun ikut layu. Desa Doinh yang berada disebelah kami juga mulai terdampak, tuan.." Ujar kepala desa. Wajah tuanya terlihat begitu sedih menjelaskan apa yang telah terjadi pada mereka.Salah seorang bocah kemudian berjalan mendekat sembari membawa seekor anak domba yang tak lagi bergerak, "Dan kini ternak kamipun mulai teranca

    Last Updated : 2021-02-28
  • Another Eye   Chap 07: Soul holder

    "Yeina, berhenti!""Jangan lari dariku, Yeina!""Kena kau!!""Jangan!""Hahahahahah!""Tidak, jangan..""TIDAAK!!"Perlahan Zein membuka mata, kemudian mengatur nafasnya pelan. Kepalanya penuh dengan potongan-potongan memori yang masih saja membesit meskipun ia telah terbangun dari tidur. Serpihan cerita hidup para hantu yang ia lenyapkan selalu memenuhi mimpinya, membagi kisah yang harusnya diketahui oleh setiap orang. Namun sayangnya kisah yang mengakhiri hidup mereka itu harus terkubur dan bahkan tak disadari oleh siapapun. Hilang dan tertelan bumi begitu saja. Zein mendengus pelan, kemudian bangkit dari posisinya. Kemeja putih yang ia kenakan nampak sedikit tersibak memperlihatkan dadanya yang bidang. Melihat langit yang masih menunjuk

    Last Updated : 2021-03-05
  • Another Eye   Chap 08: Attention

    Kumpulan warga berbondong-bondong keluar dari castil setelah berpamitan pada sang tuan. Alexan merubah air wajahnya ketika semua orang telah pergi, kemudian berjalan menghampiri Davine."Ah, aku tidak tau berapa lama lagi harus melakukan pekerjaan ini." Pria itu mendesah lelah, keningnya mengerut dibalik paras Zein yang masih menempel pada wajahnya. Davine tersenyum menanggapi."Kita harus memberikan tuan Zein kesempatan untuk beristirahat, Alexan," ia berujar. "Ia perlu waktu untuk memulihkan kekuatannya," Davine menekan bagian tengah kacamata yang ia kenakan, membenarkan posisinya.Alexan mengangguk sekilas, "ya, benar. Untungnya tidak ada masalah serius untuk saat ini."Kondisi Zein memang sedikit melemah setelah kembali dari hutan. Dua kali menghadapi demon dan mengeluarkan kekuatan besar untuk mengalahkan mereka da

    Last Updated : 2021-03-08
  • Another Eye   Chap 09: Woods of Soul

    "Toloooong!!"Jerit dan suara rintih kepanikan berpadu begitu keras di telinga. Puluhan orang berbondong-bondong membantu memadamkan api dan berusaha meraih kembali nyawa sekarat yang bergelimpangan di jalan raya. "Aaaaargh, tidak!!"Namun semuanya nampak mustahil. "Cepat padamkan kereta itu!"Api berpendar hingga membuat malam menjadi terang benderang."Selamatkan semua yang tersisa!"Namun ia dapat melihat satu-satunya cahaya hidup diantara kekelaman."Ginna, jangan biarkan dia hidup.."Membawanya kepada sebuah kisah yang selamanya akan terlukis dalam sejarah

    Last Updated : 2021-03-12
  • Another Eye   Chap 10: The Secret

    Gemerincing lonceng kecil disela pita yang menjadi hiasan pohon-pohon tertiup angin. Menambah kegembiraan suasana di sekitar Feraldino de Castel yang penuh dengan kumpulan undangan yang datang. Kereta kuda Zein yang berhenti di halaman istana dijamu dengan sambutan hangat dari para penghuni castil besar itu. Bangsawan-bangsawan lain juga nampak mendapatkan keramahan yang sama. Sebuah suasana yang meriah untuk membayar lelah setelah perjalanan mereka.Dipandu menuju peristirahatan yang telah dipersiapkan, sang tuan rumah merangkul bahu Zein dan membawanya ke dalam sebuah ruangan. Menemaninya bersama dengan obrolan."Mohon maaf bila aku membawa seseorang bersamaku, tuan Roland. Aku bertanggung jawab dalam menjaganya hingga harus membawanya kemanapun aku pergi." Ucap Zein, meminta izin akan hadirnya Vinz di antara mereka.Roland menggeleng pelan, "sebuah kegemb

    Last Updated : 2021-03-16

Latest chapter

  • Another Eye   Chap 63: Sudden Contract

    Dua orang itu masih setia berdiri berhadapan. Berdikusi mengenai satu hal, sedangkan Harss tidak bergabung karena harus menangani Gyor yang mendadak tidak terkendali. "Sekarang apa?" Tanya Gerald. Edrich sendiri tidak tahu harus menjawab apa. Dia juga masih belum menemukan solusi. "Jika berhubungan dengan medis, kita mungkin bisa membawanya pada dokter spesialis jiwa, bukan?" Benar, memang benar. Saran Gerald tidak ada salahnya sama sekali. Tapi penyembuhannya akan memakan waktu lama. "Kalau ada solusi kedua yang lebih praktis, aku akan sangat menerimanya karena waktu kita tidaklah banyak, Gerald." Ucapan Edrich membuat pria itu merenung sekian menit. Berjalan kesana kemari sembari menggaruk rambutnya yang memang sudah acak-acakan. Pandangannya lalu jatuh pada Sin yang tengah berjongkok, memainkan bangkai kupu-kupu di atas tanah. "Oh," Pekikan Gerald itu menarik perhatian. "Bagaimana jika kau mencari jejak dimana hantu Kurt berada? K

  • Another Eye   Chap 62: Ghost or Imaginary?

    "Jadi kau sudah menangkapnya?!" Harss berteriak di tengah kerumunan. Membuat orang-orang menyingkir keheranan, sedangkan Edrich mau tak mau harus berbohong agar keanehan yang ada pada Sin tidak membuat orang itu mencurigai mereka. "Ya, aku menemukannya di suatu tempat. Jadi sekarang ikutlah denganku, malam ini juga kita akan mengintrogasinya."Harss terlihat puas sekali. Berjalan mendahului Edrich dan meninggalkannya di belakang. Mengekor sembari melihat punggung itu sayu, Edrich sedikit ragu ingin menanyakan sesuatu di benaknya. Apalagi kalau bukan soal anak itu. "Tuan Harss.""Hm?" Pria itu menoleh sekejap, memperhatikan Edrich yang diam saja. "Ada apa Edrich?"Tapi nampaknya dia masih belum ingin bertanya. Urusan ini akan ia bahas nanti saja. "Tidak apa, mari bergegas." Mereka masih menghadapi kasus nyata sekarang. Jika membicarakannya saat ini, pikiran Harss akan terbagi dan mungkin mereka tidak akan fokus menyelesaikan masalah setelahnya."Sete

  • Another Eye   Chap 61: Run Away

    Gyor berhenti di sebuah bangku kecil. Menarik nafas dalam-dalam dan beristirahat di bawah pohon rindang setelah berlari dari orang-orang yang sebenarnya tidak mengejar. Dia takut mereka akan menanyainya mengenai Kurt ataupun mengenai kekasihnya. Dia memiliki janji dengan Kurt, dan sampai kapanpun dia tidak akan mengingkari janjinya."Hah.. Huufft.."Sin duduk diantara batang pohon. Memperhatikan Gyor dari atas kemudian turun dan duduk di sampingnya tanpa pria itu sadari. "Hei.""Huaaaargh!!" Gyor terlonjak, menjerit kaget dan seketika berdiri menjauh dari sana. "K-kau! Kau anak yang tadi!"Gyor menunjuk anak yang berjongkok di atas bangku itu dengan tangan gemetaran, sedangkan mata bulat Sin menatap tanpa ekspresi ke lawan bicaranya. "Sejak kapan kau mengikutiku, hah?!"Bocah itu perlahan berdiri. "Kenapa kau kabur, Gyorgie?" Matanya yang tidak berkedip itu membuat Gyor bergidik."N-namaku Gyor bukan Gyorgie! Kemana ayahmu

  • Another Eye   Chap 60: Tricked

    Sin menghela nafas lelah. Seharian dia memutari banyak desa untuk mencari pos-pos surat bersama pria besar bernama Gerald ini. Meskipun juga sedikit bersyukur setidaknya dia tidak disandingkan dengan pak tua Harss yang mengerikan. Omong-omong soal kantor pos, Edrich berencana untuk mencari informasi lebih lanjut mengenai orang bernama Kurt dan kekasihnya itu. Katanya jika dia bisa menemukan alamat Elena, dia bisa menginvestigasi lebih lanjut atau apalah itu - ke tempat dimana pelaku utama berada. Sebenarnya dia tidak mau ikut melakukan hal rumit seperti ini. Dengan sekali jentik jaripun, sebenarnya dia bisa mengetahui apapun jika sang tuan mau. Tapi seperti yang pernah ia katakan dulu, Edrich belum memberinya sesuatu paling penting untuk membayar dirinya. Apa itu? Tentu saja sebuah kontrak. Selain kontrak apalagi? Tubuhnya. Ya, Sin butuh tubuh pria itu. Namun bukan fisiknya yang payah itu, tapi inti dari tubuhnya. Dia punya kekuata

  • Another Eye   Chap 59: Paper Cut

    Harss melangkah ke arah rumah Edrich. Rekannya Gerald itu memberitahu kalau Edrich ingin membicarakan sesuatu ketika mereka bertemu di pasar. Sekarang dia bergegas kesana sembari berdoa semoga pemuda itu mendapat informasi yang membantu kasus mereka.Tok tok tokk!! "Edrich!"Tak lama setelah diketuk, pintu terbuka perlahan tanpa seorangpun yang terlihat. Harss melirik keheranan sebelum suara mencicit di bawah membuat pria tua itu menunduk. "Kau siapa ya?"Bocah tidak sopan. Tapi bukan itu yang membuat Harss terdiam. Namun wajah anak itu yang sekejap membuat bulu kuduknya meremang. Apakah itu dia? Tapi tidak mungkin karena anak itu sudah lama mati. Jadi Harss putuskan menatapnya cermat, memastikan apakah benar dia sosok yang pernah hidup itu atau hanya mirip saja."E-eh..." Sin beringsut menempel tembok, keringat dingin bercucuran saat pria berjenggot tebal memelototinya lekat-lekat sampai membuat jantungny

  • Another Eye   Chap 58: Impossible Science

    "Keith, Chloe, makan malam sudah siap!"Sosok perempuan yang sudah memiliki banyak uban di rambutnya itu berjalan ke luar dapur sembari mengelap tangan di celemek yang ia kenakan. Namun sampai beberapa kali panggilan, kedua putranya itu tidak juga muncul seperti biasanya. "Chloe? Kurt?" Tangannya yang penuh dengan piring saji terpaksa menaruh makanan itu kembali. Dahinya mulai mengkerut curiga saat tak mendengar suara apapun dari kedua kamar anak-anaknya.Akhirnya wanita itu berjalan ke kamar mereka satu persatu. Kakinya bergegas berjalan ke kamar Kurt, namun yang ia temukan malah anak itu tengah tertidur di atas nakasnya sendiri. Tangannya menggelantung bersama pena yang sudah terjatuh di lantai. Mungkin dia kelelahan karena belajar."Kurt.. Apa kau tertid-" Kelopak mata Rose tiba-tiba melebar. Seluruh tubuhnya bagai membeku di tempat kala menemukan remaja lelaki itu telah sekarat dengan busa yang mengalir di sela

  • Another Eye   Chap 57: Long Night

    Malam ini juga Edrich menyelinap ke pos tahanan. Bersama Harss yang sedang dalam jam jaga, dia mengintip diam-diam bagaimana Chloe tidur di dalam selnya."Kau yakin hari ini dia akan mengigau lagi?""Tiap malam dia begitu," Harss duduk di bangkunya, mempersilahkan Edrich memperhatikan pemuda itu langsung saja. "Lihat saja sendiri."Edrich kemudian berjongkok di depan sel. Melihat Chloe yang tertidur di dalam sana. Remaja itu terlihat kurus dan sangat kecil, wajahnya tenang dengan mata terpejam. Namun tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya ada di kepalanya. Mengigau sebetulnya hanya peristiwa biasa, tapi tidak akan terjadi jika tidak didasari oleh sesuatu. Sedangkan Rose bilang, putranya itu tidak memiliki kebiasaan tersebut."Ngg.." Beberapa menit berlalu hingga kemudian tubuh pemuda itu mulai bergerak di sela tidur. Edrich menyimak perubahan ekspresi wajah Chloe dengan saksama. Memegangi sel agar ia bisa dengan jelas mendengar gumamannya. Tapi yan

  • Another Eye   Chap 56: A Little Boy

    "Aku tidak mengerti denganmu." Sepanjang jalan Harss menggelengkan kepala. Keheranan dengan pria kurus yang berjalan di sampingnya. Sedangkan Edrich terus berjalan lurus tanpa menghiraukan polisi berbadan kekar itu. "Untuk apa kau membawa pulang abu itu?"Berisik sekali, Edrich tidak bisa tenang berpikir. "Tentu saja ini akan membantu kita mengungkap teka-teki selanjutnya, tuan Harss. Kau juga bingung kan kenapa Kurt menghilangkan surat-surat yang ia terima seakan takut bersalah?"Ya, benar. Harss memang turut penasaran dengan itu. Tapi kenapa harus abu? Namun biarlah, Edrich terlalu rumit untuk dimengerti. Biasanya dia akan bergerak sendiri lalu dengan mengejutkannya memberikan sebuah pemikiran aneh yang ntah mengapa bisa menjadi fakta mencengangkan.-0-Rumah kembali berada dalam keadaan sunyi. Gerald seperti pernah mengalami situasi seperti ini. Hal ya

  • Another Eye   Chap 55: Chandelier

    "Tidak bisa." "Apa??" Edrich berjengit, Sin seakan menghiraukan perintahnya seperti angin lalu. Terus mengodek telinganya bagaikan suara Edrich hanya benalu. "Apa maksudmu tidak bisa?!" Sin kemudian berdiri bersedekap di hadapan pria itu. Meski badannya lebih besar, sepertinya Edrich merasa lebih berkuasa disini. "Bukankah aku tuanmu?!" Benarkan? "Kau belum sepenuhnya jadi tuanku, lagipula urusan manusia bukan urusanku." Pria berkuncir yang semula terbakar api amarah itu berubah menyipitkan mata. Menatap Sin lekat. "Apa maksudmu aku belum sepenuhnya jadi tuanmu?" Terlihat seperti dia ingin segera memanfaatkan kesempatan memerintahnya itu. "Dengar, tuan Edrich." Sin mulai memasang wajah serius. "Bagaimanapun juga aku ini seperti hewan buas yang baru saja masuk rumahmu. Apakah kau bisa langsung memegang dan mengelusku seperti anak kucing? Meskipun aku tidak akan menelanmu hidup-hidup, a

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status