"Kejadian kemarin tampaknya membuat polisi kebingungan." Ucap seseorang yang tengah berdiri membelakanginya. "Kau lagi-lagi membuat pemerintah pusat kerepotan, tuan Zein.."
Kasus yang terjadi malam lalu meninggalkan misteri besar yang menjadi teka-teki tak terpecahkan oleh pihak keamanan. Tidak ada yang bisa ditangkap dalam peristiwa itu. Pelaku pembunuhan dua orang prajurit di tengah hutanpun tidak pernah ditemukan. Mereka menaruh praduga bila kedua lelaki itu dimakan binatang buas, karena tubuh mereka bagai tercabik hingga sulit untuk dikenali.
Dan Henry Grandes, malangnya laki-laki itu kini harus menjalani masa suram di dalam rumah sakit jiwa, setelah sebelumnya terbukti sebagai tersangka tindakan keji hilangnya nyawa anak-anak kaum pinggiran kota Resalf. Hal itu membuat sedikitnya para bangsawan yang menyaksikan sendiri kejadian janggal itu merasa trauma dan akhirnya sedikit demi sedikit memperhatikan kaum pengemis terutama anak-anak.
Sementara kekuasaan Grandes harus berakhir karena tidak adanya kerabat ataupun anak untuk menjadi pewaris. Kekayaan yang ia miliki dibagikan kepada masyarakat Resalf yang membutuhkan seiring terbongkarnya kejahatan yang ia perbuat. Wilayahnyapun diserahkan kepada pusat.
Zein yang memperhatikan punggung wanita yang tengah sibuk merawat bunga itu, kemudian tersenyum kecil. Menyeruput kopi hangat dari cangkir ditangannya perlahan, "Aku hanya melakukan tugasku, Martha."
"Aku tau kau memang yang terbaik dalam membuat sebuah misteri. Polisi bahkan tidak mencurigai siapapun dalam peristiwa ini, termasuk dirimu, tuan Zein." Ujar Martha sembari memotong daun yang menutupi bunga-bunga yang tengah ia rawat didalam kebun Castil ini. Wajahnya tertutupi rambut panjang yang terlihat berkilau di bawah sinar mentari. Pagi ini terasa hangat dengan pantulan cahaya yang menembus kaca, menyelimuti rumah tanaman yang Zein serahkan padanya.
"Aku hanya khawatir dengan anak laki-laki itu. Bagaimana keadaannya sekarang?" Air muka Zein nampak menerawang jauh. Mengingat dimana anak itu dengan dendam membara mencabik-cabik dua prajurit yang ia pancing ke dalam hutan malam lalu. Ia tak menyangka bocah kecil itu bisa begitu berani, mungkin karena rasa sayangnya yang besar kepada sang adik.
"Ah, Vinz ya?" Martha berbalik kemudian menyandarkan tubuhnya di meja kebun. "Anak itu baik-baik saja sekarang. Sepertinya spirit yang ia pinjam dari mu menyatu dengan baik bersama tubuhnya."
Zein menghela nafas. Dalam hati lega karena Vinz tidak sekarat menerima kekuatan baru dalam dirinya. "Soul yang sama akan bersatu tanpa dipaksa."
"Yah, sekarang dia hanya perlu sedikit membiasakan diri dengan hal-hal aneh di Castil ini. Terutama ketika melihat peliharaan-peliharaanmu yang unik itu." Martha tengah membicarakan para hantu. Zein, orang itu sangat senang mengajak-atau lebih tepatnya mengkoleksi arwah-arwah yang ia temui untuk dibawa ke dalam kediamannya. Sesuatu yang seharusnya menyeramkan malah dijadikan sebagai teman, hal yang aneh dan unik dalam waktu yang bersamaan. Wanita itu tertawa pelan.
"Hm.. Dia perlahan akan terbiasa. Seiring waktu spirit itu akan membuka mata batinnya secara berkala, mungkin kini dia belum bisa melihat segalanya dengan jelas." Ujar Zein. Martha menggangguk membenarkan.
"Benar. Dia masih dalam tingkatan rendah." Bisik Martha.
Penglihatan yang dimiliki manusia terbagi menjadi banyak tingkatan. Seperti kelopak bunga mawar yang ia pegang, mata manusia memiliki banyak lapisan yang menentukan segala sesuatu yang akan nampak di pupil mereka. Para Lowest mendominasi dunia, mereka adalah manusia yang memiliki penglihatan normal. Hanya mampu melihat satu lapisan dimensi yang ada didepan pandangan mereka.
Tingkat kedua adalah Medium. Mereka memiliki sedikit kemampuan untuk merasakan keberadaan dimensi lain di dunia mereka. Beberapa pelayan dan prajurit Zein berada pada tingkatan ini. Tuan mudanya itu sengaja hanya membuka sedikit level agar mereka tidak terlalu panik, namun tetap mengetahui bahwa mereka memiliki rekan lain yang hidup bersama mereka-meski hanya dalam bentuk bayangan.
Kemudian level yang paling banyak dalam castil ialah Middle Upper. Manusia yang berada pada tingkatan ini telah mampu melihat bentuk para penghuni dimensi lain. Beberapa dari mereka mampu berkomunikasi, atau bahkan mengunjungi sesaat dunia lain. Termasuk dirinya.
Martha memiliki kemampuan dalam memasuki dimensi kedua. Dimensi yang hampir saja merenggutnya dari kejamnya kehidupan nyata. Bila saja Zein tidak menariknya dalam kenyataan, mungkin ia sudah tiada dan bersemanyam bersama 'mereka'.
Sedangkan tuannya sendiri berada di lever Upper. Tingkat paling tinggi dimana tidak hanya penglihatan spesial yang ia miliki, tetapi kemampuan luar biasa yang berhasil bangkit dari dalam dirinya. Zein mempunyai aura yang begitu kuat, power yang ia miliki sangat mendominasi hingga ia mampu menaklukan bahkan mengendalikan Demon yang memimpin dimensi-dimensi lain. Membuat mereka tak berkutik. Namun Martha bisa bernafas lega karena sang tuan memanfaatkan kekuatannya dalam hal yang baik, meskipun tetap ada beberapa Upper yang membuat kerusakan di bumi. Menjalankan kejahatan dengan kemampuannya.
"Baiklah." Ucapan Zein membuatnya beralih, "Aku titipkan dia padamu, Martha. Beritahu aku bila terjadi sesuatu." Kemudian pria itupun beranjak pergi.
-0-
Ruangan berdominasi warna hitam itu terlihat elegan dibalut perkakas-perkakas unik dan klasik. Chandelier besar nampak tergantung di tengah ruangan, membuatnya semakin terlihat menawan sebagai tempat khusus sang pemilik castil.
Di meja kerjanya, tuan muda itu duduk menopang dagu, menatap selembar demi selembar dokumen yang berada di hadapannya. Tugasnya sebagai kepala wilayah serta pewaris tunggal keluarga membuatnya sibuk dengan berbagai laporan yang ia terima.
Tok tok tok..
Ketukan pintu sedikit mengalihkan perhatiannya dari kertas yang ia pegang. "Masuklah.."
Sesaat kemudian Davine memasuki ruangan, diikuti dengan sosok seorang lelaki yang berjalan dibelakangnya. Perlahan Alexan yang masih merupa mirip sang tuan itu berubah kembali ke dalam wujud aslinya. Lelaki dengan alis terbelah di pelipis kirinya itu segera menuju sofa dan langsung menjatuhkan tubuhnya, merasa lelah setelah pagi ini menggantikan Zein mengunjungi rakyat-rakyatnya.
Sedangkan Davine duduk menghadap sang tuan.
"Apakah ada masalah, Davine?" Tanya Zein, bulir matanya masih memperhatikan kertas di depannya dengan saksama. Terlihat Devine membenarkan kacamata. Bersiap melaporkan semua yang ia temukan ketika mengunjungi para warga.
"Daerah timur Elgarsy memiliki permasalahan cukup rumit, tuan. Kami menemui perkebunan yang rusak parah. Banyak tanaman membusuk tanpa adanya hama, kami juga tidak menemukan racun atau kandungan lain yang membuat tanaman mati. Warga desa Yuirl dan sekitarnya sekarang terancam kelaparan." Jelas Davine.
Kening Zein mengerut. "Tanaman yang mati hanya di wilayah tertentu, padahal cuaca sedang berada pada masa yang bagus untuk bertani atau berkebun.." Ujarnya. "Apakah kalian sudah mencari tau tentang adanya wabah yang berasal dari daerah lain ataupun dari hutan?"
Namun Davine menggeleng samar. "Setelah adanya otoritas baru tentang keringanan harga sewa tanah dan bantuan pupuk serta alat pertanian, mereka tidak lagi mengunjungi wilayah lain, tuan. Mereka hanya pergi berdagang ke pusat atau sekedar mencari bahan pangan." Jelas Davine.
Tengah berpikir tentang kemungkinan yang terjadi, Alexan tiba-tiba menyahut setelah meregangkan tubuhnya.
"Dilihat dari manapun, semua ini sudah bisa ditebak." Ucapnya, meraih perhatian Davine dan Zein. Senyuman miring tergambar di wajahnya, seakan telah menemui jawaban atas pertanyaan yang ada. Sebelum akhirnya menatap dua orang itu dengan wajah serius.
"Semua ini.. jelas bukan perbuatan manusia."
Barisan prajurit nampak berjajar, membentuk sebuah penjagaan yang ketat. Zein berdiri bersama para warga. Menyaksikan desa yang sebelumnya begitu subur berubah kering bagaikan gurun tandus. Berpetak-petak tanah dipenuhi tanaman busuk dan membuat udara dipenuhi bau tak sedap.Sedangkan para penduduk Yuilr hanya bisa meratapi tanaman-tanaman mereka, berkeluh kesah kepada sang tuan karena panennya gagal di musim ini."Kami tidak tau apa yang terjadi, tuan. Seluruh kebun kami mengering, bahkan hingga bunga yang kami tanam didepan rumahpun ikut layu. Desa Doinh yang berada disebelah kami juga mulai terdampak, tuan.." Ujar kepala desa. Wajah tuanya terlihat begitu sedih menjelaskan apa yang telah terjadi pada mereka.Salah seorang bocah kemudian berjalan mendekat sembari membawa seekor anak domba yang tak lagi bergerak, "Dan kini ternak kamipun mulai teranca
"Yeina, berhenti!""Jangan lari dariku, Yeina!""Kena kau!!""Jangan!""Hahahahahah!""Tidak, jangan..""TIDAAK!!"Perlahan Zein membuka mata, kemudian mengatur nafasnya pelan. Kepalanya penuh dengan potongan-potongan memori yang masih saja membesit meskipun ia telah terbangun dari tidur. Serpihan cerita hidup para hantu yang ia lenyapkan selalu memenuhi mimpinya, membagi kisah yang harusnya diketahui oleh setiap orang. Namun sayangnya kisah yang mengakhiri hidup mereka itu harus terkubur dan bahkan tak disadari oleh siapapun. Hilang dan tertelan bumi begitu saja. Zein mendengus pelan, kemudian bangkit dari posisinya. Kemeja putih yang ia kenakan nampak sedikit tersibak memperlihatkan dadanya yang bidang. Melihat langit yang masih menunjuk
Kumpulan warga berbondong-bondong keluar dari castil setelah berpamitan pada sang tuan. Alexan merubah air wajahnya ketika semua orang telah pergi, kemudian berjalan menghampiri Davine."Ah, aku tidak tau berapa lama lagi harus melakukan pekerjaan ini." Pria itu mendesah lelah, keningnya mengerut dibalik paras Zein yang masih menempel pada wajahnya. Davine tersenyum menanggapi."Kita harus memberikan tuan Zein kesempatan untuk beristirahat, Alexan," ia berujar. "Ia perlu waktu untuk memulihkan kekuatannya," Davine menekan bagian tengah kacamata yang ia kenakan, membenarkan posisinya.Alexan mengangguk sekilas, "ya, benar. Untungnya tidak ada masalah serius untuk saat ini."Kondisi Zein memang sedikit melemah setelah kembali dari hutan. Dua kali menghadapi demon dan mengeluarkan kekuatan besar untuk mengalahkan mereka da
"Toloooong!!"Jerit dan suara rintih kepanikan berpadu begitu keras di telinga. Puluhan orang berbondong-bondong membantu memadamkan api dan berusaha meraih kembali nyawa sekarat yang bergelimpangan di jalan raya. "Aaaaargh, tidak!!"Namun semuanya nampak mustahil. "Cepat padamkan kereta itu!"Api berpendar hingga membuat malam menjadi terang benderang."Selamatkan semua yang tersisa!"Namun ia dapat melihat satu-satunya cahaya hidup diantara kekelaman."Ginna, jangan biarkan dia hidup.."Membawanya kepada sebuah kisah yang selamanya akan terlukis dalam sejarah
Gemerincing lonceng kecil disela pita yang menjadi hiasan pohon-pohon tertiup angin. Menambah kegembiraan suasana di sekitar Feraldino de Castel yang penuh dengan kumpulan undangan yang datang. Kereta kuda Zein yang berhenti di halaman istana dijamu dengan sambutan hangat dari para penghuni castil besar itu. Bangsawan-bangsawan lain juga nampak mendapatkan keramahan yang sama. Sebuah suasana yang meriah untuk membayar lelah setelah perjalanan mereka.Dipandu menuju peristirahatan yang telah dipersiapkan, sang tuan rumah merangkul bahu Zein dan membawanya ke dalam sebuah ruangan. Menemaninya bersama dengan obrolan."Mohon maaf bila aku membawa seseorang bersamaku, tuan Roland. Aku bertanggung jawab dalam menjaganya hingga harus membawanya kemanapun aku pergi." Ucap Zein, meminta izin akan hadirnya Vinz di antara mereka.Roland menggeleng pelan, "sebuah kegemb
"Semua ini hanya tipu muslihat, tuan."Sosok lelaki itu berbicara. Menyampaikan sebuah fakta kepada manusia-manusia yang tengah berdiri bersama dirinya disana, "Roland tidaklah sebaik yang anda kira.."Setelah Derl memberikan sebuah kesaksian atas temuan mengejutkan yang membuat Vinz ketakutan hingga ia harus mengambil alih tubuhnya, Zein menuntut lebih banyak penjelasan kepada sosok hantu dihadapannya. Membuatnya menggenggam begitu banyak kenyataan yang luput oleh pandangan mata."Perayaan besar yang mengundang begitu banyak orang ini adalah salah satu cara Roland menjebak rakyat agar mau bekerja di bawah kakinya.""Ia akan memancing kami - para rakyat miskin, untuk bergabung di dalam bisnisnya dengan iming-iming bayaran dan kemakmuran. Menghadiahi keluarga kami dengan segepok emas, lalu memeras tenaga kami untuk beker
Zein melangkah menuju kerumunan. Ikut berbaur bersama para bangsawan dan melihat Roland berbincang diantara yang lainnya. Nampaknya Alexan memainkan perannya dengan sangat baik."Tuan Roland terlihat lebih bugar dari sebelumnya, ya.."Sebuah suara terdengar di dekat Zein, dan kemudian di susul dengan kehadiran seorang pemuda yang berdiri di sampingnya. Zein tersenyum ke arah pemuda tersebut, memperhatikan bahwa lelaki itu sepertinya bukan dari golongan bangsawan.Tangannya terlihat menggenggam gelas kecil berisi anggur merah, rambutnya yang diikat kecil serta setelan denim sederhana yang ia kenakan menunjukkan ia mungkin hanya perwakilan dari negara bagian Terrant."Perkenalkan, tuan. Namaku Edrich Frankrov. Senang bisa bertemu anda disini, tuan Zein Elmardillo." Ucapnya, sembari mengulurkan tangan.
Perkumpulan itu dibubarkan dengan kisah mengerikan yang mereka bawa. Festival yang seharusnya diiringi kebahagiaan itu menjadi malam bagi pemakaman puluhan mayat tak berdosa. Kemudian pengurusan lainnya dilakukan oleh kerabat dari Roland. Rakyat sendiri meminta bantuan para bangsawan yang hadir agar membebaskan keluarga mereka yang tertahan. Perlahan keadaanpun mulai bisa distabilkan, Zein memilih untuk undur diri."Tuan Zein!" Panggilan seseorang membuat Zein berhenti berjalan. Didapatinya pemuda yang kemarin berbincang dengannya di balairung castil Feraldine."Ada apa, tuan Edrich?""Ah, maaf tuan. Aku hanya bingung ingin membicarakan ini dengan siapa, tidak ada yang bisa ku ajak untuk berdiskusi.." Jelas pria berkuncir itu, Zein menanggapinya dengan penasaran."Tentang kejadian ini," Edrich memulai, "apakah anda mera
Dua orang itu masih setia berdiri berhadapan. Berdikusi mengenai satu hal, sedangkan Harss tidak bergabung karena harus menangani Gyor yang mendadak tidak terkendali. "Sekarang apa?" Tanya Gerald. Edrich sendiri tidak tahu harus menjawab apa. Dia juga masih belum menemukan solusi. "Jika berhubungan dengan medis, kita mungkin bisa membawanya pada dokter spesialis jiwa, bukan?" Benar, memang benar. Saran Gerald tidak ada salahnya sama sekali. Tapi penyembuhannya akan memakan waktu lama. "Kalau ada solusi kedua yang lebih praktis, aku akan sangat menerimanya karena waktu kita tidaklah banyak, Gerald." Ucapan Edrich membuat pria itu merenung sekian menit. Berjalan kesana kemari sembari menggaruk rambutnya yang memang sudah acak-acakan. Pandangannya lalu jatuh pada Sin yang tengah berjongkok, memainkan bangkai kupu-kupu di atas tanah. "Oh," Pekikan Gerald itu menarik perhatian. "Bagaimana jika kau mencari jejak dimana hantu Kurt berada? K
"Jadi kau sudah menangkapnya?!" Harss berteriak di tengah kerumunan. Membuat orang-orang menyingkir keheranan, sedangkan Edrich mau tak mau harus berbohong agar keanehan yang ada pada Sin tidak membuat orang itu mencurigai mereka. "Ya, aku menemukannya di suatu tempat. Jadi sekarang ikutlah denganku, malam ini juga kita akan mengintrogasinya."Harss terlihat puas sekali. Berjalan mendahului Edrich dan meninggalkannya di belakang. Mengekor sembari melihat punggung itu sayu, Edrich sedikit ragu ingin menanyakan sesuatu di benaknya. Apalagi kalau bukan soal anak itu. "Tuan Harss.""Hm?" Pria itu menoleh sekejap, memperhatikan Edrich yang diam saja. "Ada apa Edrich?"Tapi nampaknya dia masih belum ingin bertanya. Urusan ini akan ia bahas nanti saja. "Tidak apa, mari bergegas." Mereka masih menghadapi kasus nyata sekarang. Jika membicarakannya saat ini, pikiran Harss akan terbagi dan mungkin mereka tidak akan fokus menyelesaikan masalah setelahnya."Sete
Gyor berhenti di sebuah bangku kecil. Menarik nafas dalam-dalam dan beristirahat di bawah pohon rindang setelah berlari dari orang-orang yang sebenarnya tidak mengejar. Dia takut mereka akan menanyainya mengenai Kurt ataupun mengenai kekasihnya. Dia memiliki janji dengan Kurt, dan sampai kapanpun dia tidak akan mengingkari janjinya."Hah.. Huufft.."Sin duduk diantara batang pohon. Memperhatikan Gyor dari atas kemudian turun dan duduk di sampingnya tanpa pria itu sadari. "Hei.""Huaaaargh!!" Gyor terlonjak, menjerit kaget dan seketika berdiri menjauh dari sana. "K-kau! Kau anak yang tadi!"Gyor menunjuk anak yang berjongkok di atas bangku itu dengan tangan gemetaran, sedangkan mata bulat Sin menatap tanpa ekspresi ke lawan bicaranya. "Sejak kapan kau mengikutiku, hah?!"Bocah itu perlahan berdiri. "Kenapa kau kabur, Gyorgie?" Matanya yang tidak berkedip itu membuat Gyor bergidik."N-namaku Gyor bukan Gyorgie! Kemana ayahmu
Sin menghela nafas lelah. Seharian dia memutari banyak desa untuk mencari pos-pos surat bersama pria besar bernama Gerald ini. Meskipun juga sedikit bersyukur setidaknya dia tidak disandingkan dengan pak tua Harss yang mengerikan. Omong-omong soal kantor pos, Edrich berencana untuk mencari informasi lebih lanjut mengenai orang bernama Kurt dan kekasihnya itu. Katanya jika dia bisa menemukan alamat Elena, dia bisa menginvestigasi lebih lanjut atau apalah itu - ke tempat dimana pelaku utama berada. Sebenarnya dia tidak mau ikut melakukan hal rumit seperti ini. Dengan sekali jentik jaripun, sebenarnya dia bisa mengetahui apapun jika sang tuan mau. Tapi seperti yang pernah ia katakan dulu, Edrich belum memberinya sesuatu paling penting untuk membayar dirinya. Apa itu? Tentu saja sebuah kontrak. Selain kontrak apalagi? Tubuhnya. Ya, Sin butuh tubuh pria itu. Namun bukan fisiknya yang payah itu, tapi inti dari tubuhnya. Dia punya kekuata
Harss melangkah ke arah rumah Edrich. Rekannya Gerald itu memberitahu kalau Edrich ingin membicarakan sesuatu ketika mereka bertemu di pasar. Sekarang dia bergegas kesana sembari berdoa semoga pemuda itu mendapat informasi yang membantu kasus mereka.Tok tok tokk!! "Edrich!"Tak lama setelah diketuk, pintu terbuka perlahan tanpa seorangpun yang terlihat. Harss melirik keheranan sebelum suara mencicit di bawah membuat pria tua itu menunduk. "Kau siapa ya?"Bocah tidak sopan. Tapi bukan itu yang membuat Harss terdiam. Namun wajah anak itu yang sekejap membuat bulu kuduknya meremang. Apakah itu dia? Tapi tidak mungkin karena anak itu sudah lama mati. Jadi Harss putuskan menatapnya cermat, memastikan apakah benar dia sosok yang pernah hidup itu atau hanya mirip saja."E-eh..." Sin beringsut menempel tembok, keringat dingin bercucuran saat pria berjenggot tebal memelototinya lekat-lekat sampai membuat jantungny
"Keith, Chloe, makan malam sudah siap!"Sosok perempuan yang sudah memiliki banyak uban di rambutnya itu berjalan ke luar dapur sembari mengelap tangan di celemek yang ia kenakan. Namun sampai beberapa kali panggilan, kedua putranya itu tidak juga muncul seperti biasanya. "Chloe? Kurt?" Tangannya yang penuh dengan piring saji terpaksa menaruh makanan itu kembali. Dahinya mulai mengkerut curiga saat tak mendengar suara apapun dari kedua kamar anak-anaknya.Akhirnya wanita itu berjalan ke kamar mereka satu persatu. Kakinya bergegas berjalan ke kamar Kurt, namun yang ia temukan malah anak itu tengah tertidur di atas nakasnya sendiri. Tangannya menggelantung bersama pena yang sudah terjatuh di lantai. Mungkin dia kelelahan karena belajar."Kurt.. Apa kau tertid-" Kelopak mata Rose tiba-tiba melebar. Seluruh tubuhnya bagai membeku di tempat kala menemukan remaja lelaki itu telah sekarat dengan busa yang mengalir di sela
Malam ini juga Edrich menyelinap ke pos tahanan. Bersama Harss yang sedang dalam jam jaga, dia mengintip diam-diam bagaimana Chloe tidur di dalam selnya."Kau yakin hari ini dia akan mengigau lagi?""Tiap malam dia begitu," Harss duduk di bangkunya, mempersilahkan Edrich memperhatikan pemuda itu langsung saja. "Lihat saja sendiri."Edrich kemudian berjongkok di depan sel. Melihat Chloe yang tertidur di dalam sana. Remaja itu terlihat kurus dan sangat kecil, wajahnya tenang dengan mata terpejam. Namun tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya ada di kepalanya. Mengigau sebetulnya hanya peristiwa biasa, tapi tidak akan terjadi jika tidak didasari oleh sesuatu. Sedangkan Rose bilang, putranya itu tidak memiliki kebiasaan tersebut."Ngg.." Beberapa menit berlalu hingga kemudian tubuh pemuda itu mulai bergerak di sela tidur. Edrich menyimak perubahan ekspresi wajah Chloe dengan saksama. Memegangi sel agar ia bisa dengan jelas mendengar gumamannya. Tapi yan
"Aku tidak mengerti denganmu." Sepanjang jalan Harss menggelengkan kepala. Keheranan dengan pria kurus yang berjalan di sampingnya. Sedangkan Edrich terus berjalan lurus tanpa menghiraukan polisi berbadan kekar itu. "Untuk apa kau membawa pulang abu itu?"Berisik sekali, Edrich tidak bisa tenang berpikir. "Tentu saja ini akan membantu kita mengungkap teka-teki selanjutnya, tuan Harss. Kau juga bingung kan kenapa Kurt menghilangkan surat-surat yang ia terima seakan takut bersalah?"Ya, benar. Harss memang turut penasaran dengan itu. Tapi kenapa harus abu? Namun biarlah, Edrich terlalu rumit untuk dimengerti. Biasanya dia akan bergerak sendiri lalu dengan mengejutkannya memberikan sebuah pemikiran aneh yang ntah mengapa bisa menjadi fakta mencengangkan.-0-Rumah kembali berada dalam keadaan sunyi. Gerald seperti pernah mengalami situasi seperti ini. Hal ya
"Tidak bisa." "Apa??" Edrich berjengit, Sin seakan menghiraukan perintahnya seperti angin lalu. Terus mengodek telinganya bagaikan suara Edrich hanya benalu. "Apa maksudmu tidak bisa?!" Sin kemudian berdiri bersedekap di hadapan pria itu. Meski badannya lebih besar, sepertinya Edrich merasa lebih berkuasa disini. "Bukankah aku tuanmu?!" Benarkan? "Kau belum sepenuhnya jadi tuanku, lagipula urusan manusia bukan urusanku." Pria berkuncir yang semula terbakar api amarah itu berubah menyipitkan mata. Menatap Sin lekat. "Apa maksudmu aku belum sepenuhnya jadi tuanmu?" Terlihat seperti dia ingin segera memanfaatkan kesempatan memerintahnya itu. "Dengar, tuan Edrich." Sin mulai memasang wajah serius. "Bagaimanapun juga aku ini seperti hewan buas yang baru saja masuk rumahmu. Apakah kau bisa langsung memegang dan mengelusku seperti anak kucing? Meskipun aku tidak akan menelanmu hidup-hidup, a