Liburan telah berakhir, Anneth dan yang lainnya sudah akan bergelut lagi dengan tugas dan aktivitas menjemukan lainnya. Anneth merasa sangat puas dengan pendakian gunung yang telah ia lewati, tak terkecuali dengan pemandangan pantai Bama nan indah. Ia berjanji pada dirinya sendiri akan mendaki gunung lagi suatu hari nanti.
"Kau terlihat sangat menikmati pendakian, Ann."
"Ya, rasanya sudah seabad aku tak mendaki gunung. Kau juga terlihat sama menikmatinya."
"Benar tapi kakiku kram semua, Ann. Tubuhku pegal-pegal. Mungkin aku akan berpikir-pikir lagi jika diajak naik gunung lain kali."
Anneth tertawa mendengar pernyataan sahabatnya itu.
Anneth mondar-mandir berpuluh-puluh kali menyisakan aus bekas langkah kakinya di lantai kamar. Kepalanya jadi terasa pening akibat keseringan mondar-mandir. Sampai di suatu titik, Anneth kelelahan dan memutuskan untuk duduk bersandar di kursi dengan menautkan kedua tangannya di belakang kepala. Ia merasakan seakan-akan jiwanya melayang-layang di luar tubuhnya begitu pula dengan pikirannya. Mengingat kembali lukisan yang telah ditawar sampai akhirnya dimiliki Savvy di balai lelang, membuat perutnya mual. Lukisan kuno bergambar bocah laki-laki duduk menangis di halaman berumput dengan pakaian coklat gelap bergaris hitam khas pakaian jawa kuno, bawahan jarik berlurik warna coklat yang lebih gelap dari pakaiannya dan beskap batik di kepala dengan latar belakang rumah tua besar yang bangunannya berpondasi kayu. Savvy mengatakan ke Anneth kalau ia sengaja datang ke balai lelang itu karena ingin m
Membaca novel atau sekedar mendengarkan musik melalui earphone sambil duduk di tempat duduk yang dibuat melingkar menghadap tanah lapang kosong yang biasanya dibuat untuk upacara saat peringatan 17 agustusan atau saat atraksi musik anak-anak jalanan dengan berbagai alat musik yang dibawanya maupun untuk acara lainnya, Anneth terlihat sangat menikmati aktivitas sederhana itu. Ia menghirup dalam-dalam oksigen di tengah taman kota yang dipenuhi pepohonan dan berbagai tanaman. Ia mengedarkan pandangan, tampak anak-anak yang sedang bermain di arena khusus permainan anak-anak, ada yang sedang bermain ayunan, perosotan, berenang di kolam kecil yang disediakan maupun permainan lainnya yang disediakan termasuk area khusus pesepeda. Ia tersenyum menyaksikan berbagai pemandangan atraktif nan indah itu. Anneth juga memandang lansia yang duduk santai menikmati lanskap taman dan berbagai kegiatan yang tersaji.
Kulit muka Anneth terlipat diantara kerutan sarung bantal kucel. Rambutnya tertumpuk di sisi kanan karena ia tidur tertelungkup dengan muka menghadap ke sisi kiri, tangannya tersiku di bawah bantal. Ia terpilin masuk ke dalam lipatan sprei corak bunga tempat tubuhnya terbaring. Alarm berdering kencang. Dengan muka berkilap, bau keringat, gigi bermentega, mulut asamnya, rambut berdiri liar dan acak-acakan serta muka tercetak kerut sprei Anneth terbangun terjingkat dan hampir saja terjatuh terjerembab ke lantai jika ia tak segera menggenggam ujung tempat tidurnya dengan kuat. Mulutnya menguap lebar-lebar. Anneth sungguh masih mengantuk usai semalam begadang. Matanya terlihat cekung. Semalam ia masih terus memikirkan mengenai lukisan kuno itu dan pria asing yang tak dikenalnya tapi telah masuk ke dalam kehidupannya sekarang. Pria asing? Bukan wanita asing yang telah merasuki tu
Anneth sedari tadi hanya mengaduk-aduk mie yang tersaji di depannya dengan enggan. Tatapan matanya tampak kosong tapi tidak pikirannya. Sejenak ia menyeruput sedikit es jeruk di hadapannya. Kemudian terbayang kembali peristiwa yang tadi siang terjadi di hotel saat istirahat makan siang berlangsung kala Naomi mengelus dengan lembut punggung tangan Anneth yang dibalut kasa. Anneth masih terdiam seakan lidahnya kelu saat Naomi menanyakan perihal kejadian apa yang menimpa sahabatnya itu sampai tangannya harus diperban. Naomi tidak memaksanya untuk bercerita, ia hanya merasa iba dengan kondisi Anneth dan perilakunya yang tak seceria biasanya. Di saat ruangan riuh mengomentari hasil rapat yang baru saja terjadi, ia sebenarnya malah ingin kabur lalu menyendiri duduk di pojokan kamar seperti kebiasaannya saat remaja ketika kesedihan melanda dirinya. Naomi menatap mata Anneth yang berkaca-kaca lalu mengelus pundak Anneth. Semakin orang lain merasa iba pada dir
Sherly kali ini bertingkah agak berbeda dibanding sebelumnya, perasaan itulah yang dirasakan Anneth tatkala mereka berada di mall. Secara tak sengaja mereka berpapasan dengan Devaro saat memesan minuman boba yang sedang hits di salah satu stand penjual. Mereka saling menyapa dan tak ada perkenalan lagi karena Sherly dan Devaro sudah saling mengenal sekilas sebelumnya. Anneth melihat pipi Sherly merona, mudah menebar senyuman dan tampak salah tingkah dihadapan Devaro. Ada apa dengan Sherly? Kenapa ia bertingkah tidak sewajarnya seakan bukan dirinya yang kukenal selama ini, benak Anneth. Anneth berpikir keras dan langsung menutup mulutnya dengan jemari saat perlahan ia mulai menyadari dan dapat mengartikan tingkah yang ditunjukkan oleh s
Sherly kali ini bertingkah agak berbeda dibanding sebelumnya, perasaan itulah yang dirasakan Anneth tatkala mereka berada di mall. Secara tak sengaja mereka berpapasan dengan Devaro saat memesan minuman boba yang sedang hits di salah satu stand penjual. Mereka saling menyapa dan tak ada perkenalan lagi karena Sherly dan Devaro sudah saling mengenal sekilas sebelumnya. Anneth melihat pipi Sherly merona, mudah menebar senyuman dan tampak salah tingkah dihadapan Devaro. Ada apa dengan Sherly? Kenapa ia bertingkah tidak sewajarnya seakan bukan dirinya yang kukenal selama ini, benak Anneth. Anneth berpikir keras dan langsung menutup mulutnya dengan jemari saat perlahan ia mulai menyadari dan dapat mengartikan tingkah yang ditunjukkan oleh s
Rahang Anneth sakit akibat kebiasaan buruknya menggertakkan gigi jika sedang gugup. Penyebab kegugupannya saat ini ialah ia menjadi salah satu staf terpilih yang akan menyaksikan langsung prosesi pelantikan Savvy sebagai Direktur baru Hotel Pandawa. Sebenarnya, alasan terpilihnya ia di acara itu bukan karena ia merupakan staff istimewa, melainkan hotel harus tetap beroperasi dan beraktivitas seperti biasanya. Ballroom besar yang biasanya dipakai untuk acara pernikahan dan pesta meriah menjadi saksi bisu acara pelantikan nantinya. Ruangan itu sudah disetting sedemikian rupa sehingga tampak tak berbeda jauh seperti ruangan untuk acara pemberian penghargaan untuk insan film, musik dan acara entertain lainnya. Layar besar sudah dipersiapkan untuk mengantisipasi penonton di kursi bagian belakang tak bisa melihat secara jelas. Kursi-kursi diatur berjejer rapi dan berbaris-baris mirip pasuka
Sherly memberikan informasi mengenai jadwal donor darah yang akan dilaksanakan di sebuah mall area selatan pada Anneth. Sebenarnya, Sherly tidak terlalu tertarik dengan acara donor darahnya tapi kegiatan berburu barang idaman di mall-lah yang menjadi incarannya, tak bisa dipungkiri. Anneth mengangguk setuju saja menanggapi tawaran Sherly, apalagi di poster itu juga tercantum pemberian sembako dan T-Shirt bagi pendonor yang berhasil mendonorkan darahnya. Sebagai perantau, tentu Anneth tak bisa melewatkan kesempatan itu. Siapa yang tak tertarik dengan pemberian sembako yang isinya cukup banyak, 5 kg beras, minyak, gula, mie dan barang lainnya, terkecuali Sherly, tentu saja. Aku bisa menghemat uangku dan menggunakannya untuk keperluan lain jika mendapatkan sembako itu, benaknya. Di hari-H, Sherly sudah keluar dari ked