Share

Bab 4

Bintang menghela nafas gusar, kulkas yang biasanya terdapat sayur atau beberapa bahan untuk memasak kini habis. Ibunya pun sudah izin dengannya bahwa lima hari ke depan tidak bisa menemani Bintang dirumah, acara arisan PKK yang saat ini mengadakan tour ke Bali. Ibunya pun lebib suka membaur dengan ikut arisan ini ia bisa berekreasi dari uang kas yang dikeluarkan setiap bulannya, lumayan banyak. Tapi Bintang tak suka sendirian dirumah, ayah sudah meninggal karena kecelakaan pesawat yang ditumpanginya saat kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan bisnisnya yang bermasalah.

"Cuman ada uang 500 ribu, apa cukup ya dalam lima hari? Belum lagi SPP gue belum bayar untuk bulan Agustus ini." keluh Bintang, iya kalau Angkasa mengantar jemputnya. Tapi sepertinya Angkasa mulai perhatian dengan Bela, ongkos angkot, uang jajan, berat jika menuju ke SPP. Uang 100 ribu untuk apa? Bintang tak ingin menunggak masalah SPP, walaupun hanya tinggal sedikit uangnya ia harus pandai menghemat. Terlebih dalam hal sarapan. Sudah mulai malam tapi Bintang ingin membeli makanan diluar entah masih buka atau tutup mengenai baru saja adzan maghrib.

🌸🌸🌸

Sudah berjalan sejauh ini Bintang masih belum menemukan warung atau tempat lesehan kecil yang menyediakan makanan dengan harga terjangkau. Lampu jalanan pun pencahayaannya minim, Bintang takut. Ah tapi itu masih bisa dihalau dengan menghubungi Angkasa jika ada apa-apa, mulai tenang Bintang mencari-cari warung yang buka.

Dan langkahnya terhenti ketika dihadang oleh tiga pria berbadan tinggi dan tegap itu dengan tatapan khas beringasnya. "Berhenti! Sebelum memasuki wilayah kekuasaan kami serahkan dulu semua uangmu!" tuntut yang berambut gondrong dengan celana jeans sobek-sobek.

"Gak kalian gak berhak merampas uang orang seenaknya." Bintang malah menantang, sebenarnya ia juga takut. Tapi sebisa mungkin ia keluarkan sikap tempramentalnya.

Yang berambut jabrik itu tertawa mengejek. "Dia menantang kita rupanya, ya sudah ayo main-main sebentar dengan kita. Saling menikmati." godanya seakan mendapatkan mangsa baru.

Bintang menghirup sekali nafasnya, mencoba berani mengumpullan aura kemarahan yang tidak bisa diremehkan. "KALAU KALIAN MACAM-MACAM! BERARTI BELUM PERNAH MERASAKAN BOGEMAN KERAS!!" teriak Bintang dengan wajah memerah dan nafas tersengal, matanya menunjukkan kilat marah dan tajam siap menerkam dan menghabiskan siapa saja yang berani mengganggunya.

Pria berambut mohawk pun juga takut akan kemarahan wanita ini tapi ia menutupinya dengan tawa merendahkan. "Hahaha, cewek-cewek mana bisa berkelahi. Emang sanggup melawan kita?" ucapnya justru memancing amarah Bintang semakin menambah. Tanpa aba-aba Bintang menendang satu persatu perut ketiga pria itu.

"Aww, kuat juga tendangannya. Nantangin rupanya." yang berambut jabrik mulai pukulan keras di pelipis Bintang. Sakit yang dirasakannya, wanita satu ini malah tertawa mengejeknya sekakan baru saja salah memukul. Bintang memelintir tangan pria itu hingga terdengar suara retak. Sedangkan dua pria di belakang yang takut-takut untuk melawan pun berusaha menariknya hingga Bintang didekap oleh si rambut gondrong.

"Hahaha, akhirnya diam juga. Bos, rampas uangnya." titahnya dan yang berambut mohawk itu pun meraba tanpa adanya sopan santun, menjelajahi saku celana Bintang hingga sesekali menggerakkan kemodusan. Dengan kesalnya Bintang memukul keras wajah pria kurang ajar itu, tamvahan lagi menendang dua pria dibelakangnya layaknya samsak saat pelatihan karate yang rutin Bintang ikuti. Ketiganya tersungkur, menatap wajah wanita jagoan ini takut-takut, menyatukan kedua telapak tangannya berharap tak ada lagi pukulan atau tendangan maut dari wanita beringas ini.

"Ampun, ampun. Kami berjanji tidak akan menganggumu lagi." ucap ketiganya bersamaan. Bintang tersenyum menang. "Baiklah, tapi jangan pernah merampas uang lagi. Dan satu hal lagi.." Bintang memikitkan ide yang pas. Tapi ketiga pria itu menatap ngeri.

"Kalau suatu saat saya butuh pertolongan kalian datang yah. Dan kalian bisa menghubungi saya, ingat! Jangan salahgunakan. Kalau iya.." Bintang menatap mencurigakan, tapi bagi ketiganya itu tatapan kematian. "B-baik, kami akan membantumu. Ini kartu identitas saya, bisa menghubungi kapanpun." bosnya memberikan kertas kecil yang tertera nama Mario dan sederet angka nomor telepon.

🌸🌸🌸

Bintang menutup dan mengunci pintu ruang tamunya dengan perasaan cemas. 'Untung saja kemampuan karate gue masih ada. Coba kalau gak? Dijadiin mangsa sama laki-laki buaya jalanan tadi. Ah, sialan! Begini ya kalau jadi cewek? Apalagi yang cantik? Gak seberapa yang bodynya itu. Kalau gue diganggu terus mending wajah ini jadi nurani aja deh. Mana mau kan cowok buaya itu?' batin Bintang kesal, namun terselip rasa senang juga karena ia pulang dengan selamat.

🌸🌸🌸

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status