Angelina membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Matanya menatap langit-langit kamar. Bayangan pembantaian orangtuanya berkelebat. Semua itu masih jelas di ingatan meski sudah berlalu lebih dari sepuluh tahun.
Angelina mengusap wajahnya kasar, tiba-tiba ia merasa gelisah dan sedikit ketakutan. Terutama ketika mengingat kejadian di mana ia hampir mati tertimpa api yang membakar besi di gedung tempo hari. "Aku tidak boleh mati sebelum aku menemukan orang yang melenyapkan nyawa kedua orangtuaku. Aku akan tetap hidup sampai aku berhasil membalaskan dendam atas kematian orangtuaku." Angelina berucap penuh tekad. Ya, alasan mengapa Angelina masuk ke sebuah agensi sebagai pengawal sewaan adalah untuk bisa menemukan pembunuh orangtuanya. Semakin banyak klien maka semakin banyak kesempatan dirinya untuk menemukan pelaku. Pembunuh orangtuanya adalah seorang yang berada di kalangan atas sehingga saat dia menerima job untuk mengawal seseorang dari kalangan atas seperti Wilson, maka itu mempermudah Angelina untuk mendapatkan informasi pelaku pembunuhan ayah dan ibunya. Angelina meraih foto yang selalu ada di saku jaketnya, mengusap foto tersebut dengan penuh kerinduan. "Mom, Dad, maaf aku belum bisa membalaskan dendam sampai saat ini. Aku belum menemukan informasi yang akurat." Angelina berbicara pada selempr foto di tangannya. "Aku tahu kau tidak akan setuju dengan rencanaku ini, Mom, aku minta maaf jika aku tidak mematuhi keinginanmu. Aku hanya ingin memberikan keadilan pada kalian. Orang itu telah merenggut nyawa kalian dan membuat kita berpisah untuk selamanya. Sekarang aku akan melakukan hal yang sama, merenggut nyawanya!" Butiran bening mengalir tanpa disadari. Angelina selalu menangis sendiri ketika mengingat bagaimana tragisnya kematian kedua orangtuanya. Angelina yang dikenal tangguh oleh rekan-rekan di agensinya, tidak ada yang menyangka bahwa gadis tangguh itu memiliki sisi rapuh. Angelina mengusap air matanya, kemudian menyimpan foto itu kembali. Karena merasa tidak tenang dan butuh udara segar, Angelina memilih untuk keluar dari kamar, sekedar mencari minuman untuk menyegarkan pikirannya. Angelina memilih berdiri di sayap bangunan sambil menikmati secangkir kopi yang baru saja ia dapatkan, masih cendeung panas untuk bisa diminum. "Aku menyuruhmu istirahat, mengapa kau berkeliaran di sini?" Alex yang baru keluar dari kamar Max, melihat bayangan Angelina yang pergi ke sayan bangunan, hingga ia mengikuti gadis itu. "Aku tidak bisa tidur, jadi aku mencoba mencari ketenangan di sini," balas Angelina jujur. "Kau memang terlihat tidak tenang, apa yang sedang kau pikirkan?" "Kau salah menebak. Aku baik-baik saja, hanya butuh udara segar, itu saja." "Jika itu tentang misi kau pasti akan memberitahuku. Jika kau tidak memberitahuku itu berarti ada masalah lain, benar?" ucap Alex tepat sasaran. "Jika kau mau berbagi, aku bisa menjadi pendengar," lanjutnya. Angelina tersenyum tipis. "Daripada itu, aku lebih tertarik untuk menanyakan sesuatu padamu, Alex." "Tanyakan saja." "Apa kau tidak bisa tersenyum?" tanya Angelina tanpa basa-basi. "Apa?" "Ya! Selama aku mengenalmu, sejak aku masuk ke agensi ini, aku rasa belum pernah melihatmu tersenyum." Kecuali tadi saat ada di kamar Max, itupun kalau aku tidak salah lihat. Ucapan Angelina dilanjutkan di dalam hati. "Apakah hidupmu seserius itu sehingga kau tidak pernah tersenyum?" lanjut Angelina bertanya. "Aku tidak memiliki banyak waktu untuk melakukan hal itu!" balas Alex cepat dan datar. "Ayolah, Alex, kau hanya butuh beberapa detik saja untuk tersenyum, tidak akan menyita waktumu terlalu banyak, bukan?" "Kau benar, tapi aku tidak memiliki alasan untuk tersenyum, jadi aku tidak pernah tersenyum, dan jangan memaksaku untuk tersenyum." Angelina mengedikkan bahu. "Baiklah, aku tidak akan memaksamu. Kau orang paling kaku yang pernah kukenal." Angelina berdecak sebal, namun Alex tidak peduli. "Aku sudah menjawab pertanyaanmu, sekarang boleh aku bertanya padamu?" Meski nada bicara Alex datar seperti biasanya, wajah yang tanpa ekspresi seperti biasanya, namun Angelina bisa merasakan tatapan mata Alex tidak setajam biasanya. Kali ini sedikit lebih lembut. Hal itu membuat Angelina merasa sedikit berdebar entah apa alasannya. "Apa yang ingin kau ketahui?" tanya Angelina setelah sadar dari lamunan. "Apa yang membuatmu ada di sini?" "Hanya itu? Bukankah aku sudah menjelaskan tadi? Aku ke sini karena aku tidak bisa tidur. Aku hanya menikmati udara segar saja di sini. Kau menyia-nyiakan waktu dengan mengulang pertanyaan yang sama, Alex." "Aku rasa kau tidak sebodoh itu untuk bisa mencerna pertanyaanku, Angelina. Aku ingin tahu mengapa kau bisa masuk ke agensi ini, apa alasanmu? Kau seorang wanita, dan kau lihat apakah ada wanita di agensi ini selain dirimu? Pekerjaan ini berbahaya. Aku yakin kau memiliki tujuan tertentu, kau mempertaruhkan nyawa dengan masuk ke tempat ini." Angelina seketika mematung. Entah apa yang sedang Alex selidiki namun Angelina tidak pernah mengira Alex akan menanyakan hal itu padanya. Kepada sang bos Angelina telah menceritakan tujuannya bergabung di agensi ini, karena syarat bergabung dengan agensi salah satunya adalah alasan yang masuk akal, sehingga sang bos tahu apa tujuan Angelina sebenarnya, meski tidak tahu siapa orang yang Angelina incar untuk merealisasikan pembalasan dendam terencana itu. Jika kali ini Alex menanyakan tujuannya berada di tempat ini, apakah ia harus menjawab dengan jujur?"Tujuanku? Kau tahu aku seorang yatim piatu, tidak ada yang bisa aku andalkan, jadi aku hanya mencari pekerjaan saja untuk mencukupi kebutuhanku, apalagi?" Angelina menjawab santai."Cih, kau pikir aku akan percaya? Banyak pekerjaan yang lain kalau hanya untuk mencukupi kebutuhan saja, kau tidak harus di sini." Alex tidak mempercayai jawaban yang dilontarkan Angelina.Angelina tertawa kecil. "Aku tidak memaksamu untuk percaya, itu hakmu. Tapi bukankah hidup itu pilihan? Dan pilihanku ada di sini, kau tahu kenapa?""Kenapa?""Karena aku suka tantangan," balas Angelina dibarengi senyuman yang terlihat aneh di mata Alex."Baiklah, aku sudah cukup menghirup udara segar, aku akan kembali ke kamar dan istirahat. Sebaiknya kau juga," lanjut Angelina lagi. Gadis itu berbalik dan hendak pergi, namun suara Alex berhasil menghentikan langkahnya."Kau suka tantangan, bukan? Kalau begitu, ayo bertaruh denganku!"Angelina kembali berbalik dan berhadapan dengan Alex yang entah sejak kapan pria itu s
Pagi itu agensi diramaikan dengan kabar pertarungan rekan satu tim Angelina dan Alex, dan kabar itu pun sampai pada telinga Max. Pria yang sudah melewati masa pemulihan itu pun pergi menemui Alex di ruang medis."Apa kau gila? Kau bertarung dengan Angelina? Apa yang kau pikirkan? Dasar tidak waras!" Max langsung menyerang Alex dengan beberapa pertanyaan serta makian di ujung kalimatnya. "Dan satu lagi, kau kalah, memalukan!" sinis Max."Cih! Kau tidak sadar kau lebih memalukan? Kau diselamatkan oleh seorang gadis!" balas Alex tak kalah sinis."Itu berbeda! Itu murni kecelakaan, sedangkan kau? Apa yang kau untungkan dari bertarung dengan seorang wanita, dan itu juga rekanmu sendiri. Kau tahu? Kau memperlambat kinerja kita, seharusnya kita sudah bisa kembali bekerja hari ini!" Max terus mengomel."Bisakah kau diam? Kau sangat berisik! Aku hanya menguji kemampuan saja, apa salahnya?" balas Alex malas."Menguji kemampuan?" Max menuntut penjelasan."Aku seorang kapten, aku harus memastikan
"Tuan Antonio." Angelina segera mendorong tubuh Alex dan bangkit, beruntung Alex tidak berulah lagi."Hei, kau bilang akan berbicara dengan Angelina tapi kau? Astaga! Aku tidak mengerti, semalam kau mengajak Angelina berkelahi lalu sekarang kau mau mengajaknya berkelahi di atas tempat tidur? Luar biasa!" Max yang muncul di belakang Antonio mencibir sinis.Angelina langsung gugup dan salah tingkah. Meski sebenarnya mereka tidak berbuat apapun namun posisi mereka tadi benar-benar membuat salah paham siapapun yang melihatnya, sedangkan Alex hanya memutar bola matanya malas mendengar ocehan Max karena menurutnya tidak penting menanggapi ucapan seseorang yang menilainya buruk padahal tidak tahu kejadian yang sebenarnya."Maaf, Tuan Antonio, kami tidak sedang melakukan apapun, kami tadi--""Aku hanya mengerjai Angelina saja, aku ingin tahu reaksi dia ketika berada begitu dekat dengan seorang pria namun sepertinya dia tidak terpengaruh." Alex memotong ucapan Angelina dengan cepat.Antonio be
Alex, Angelina dan Max sudah kembali beraktivitas hari ini. Alex berusaha untuk segera pulih karena ia tidak terus berbaring di atas tempat tidur."Aku senang kalian baik-baik saja, dan aku harap kalian bisa melanjutkan misi sampai tuntas!" Tuan Wilson berbicara demikian pada ketiga orang yang ia sewa untuk menjadi bodyguard bayaran."Kami tidak akan mundur sebelum misi ini tuntas, Tuan Wilson," balas Alex sebagai kapten."Bagus! Atasan kalian sudah memberitahu detailnya, bukan?""Sudah.""Ya, itulah yang harus kalian kerjakan.""Untuk mencari petunjuk, sebagai langkah awal, apakah Anda bisa memberitahu pada kami di mana Anda menyimpan benda itu sebelumnya?" tanya Alex mulai menginterogasi dan tuan Wilson menyebutkan sebuah tempat sebagai jawaban."Apakah ada seseorang yang tahu tempat itu selain Anda, Tuan?""Hanya aku ... dan Chris."Mendengar jawaban tuan Wilson, Alex mengalihkan pandangannya pada orang kepercayaan tuan Wilson yang selalu setia berada di samping tuan Wilson tersebut
Chris menunjukkan sebuah benda kepada Alex yang menatapnya penuh selidik."Flashdisk?" tanya Alex mengerutkan kening."Ya, ada apa? Kau tampak terkejut," balas Chris memicing."Tidak, tidak apa-apa. Aku hanya berpikir kau mungkin menyembunyikan sesuatu," ujar Alex maiah tak melepaskan tatapannya pada Chris."Oh, apa yang perlu aku sembunyikan? Aku hanya meminta bantuan temanku untuk mengantarkan flashdisk ini, untuk kelancaran rapat Tuan Wilson hari ini," jelas Chris terlihat tetap tenang."Oh ya? Jika benda itu ada kaitannya dengan rapat Tuan Wilson saat ini, mengapa temanmu bisa memilikinya? Apakah dia juga mengenal Tuan Wilson?""Alex, aku tidak bisa banyak bicara denganmu sekarang. Aku harus segera masuk, sampai nanti."Chris langsung beranjak meninggalkan Alex begitu saja.Alex terlalu pintar dan cerdik. Aku harus lebih hati-hati, gumam Chris pelan.Ditinggalkan oleh Chris, Alex kembali masuk ke dalam mobil yang di dalamnya ada dua rekannya, menunggu Tuan Wilson yang sedang rapat
Beberapa saat kemudian Tuan Wilson serta Chris keluar dari gedung pertemuan diantar oleh rekan bisnisnya. Max menyipit menatap ketiga pria pebisnis di sana."Apakah mungkin mereka keluar secepat ini sedangkan Chris baru saja masuk membawa flashdisk yang katanya berisi materi meeting? Tch!" pertanyaan itu keluar dari mulut Max dengan nada sinis yang justru membuat Angelina mengeluarkan pujian."Aku terkesan kali ini kau berpikir cerdas, Max," ujar Angelina setengah mencibir."Tutup mulutmu! Kau pikir aku tidak bisa berpikir, begitu?" tukas Max kesal."Cukup! Jangan buat kericuhan!" Alex segera menengahi dan keduanya seketika mengakhiri perdebatan. "Kali ini dugaanmu masuk akal, Max, kita memang harus memperhatikan Chris dengan cermat," lanjutnya."Serahkan saja padaku," ucap Max dengan penuh percaya diri."Tidak, itu tugas Angelina!""Dia lagi, apa salahnya aku yang mengawasi rubah itu?" Max menggerutu."Aku sudah menyiapkan tugas untukmu sendiri, patuhlah dan jangan coba-coba membuat k
"Ya, flashdisk. Tuan tidak lupa, bukan? Itu baru terjadi beberapa saat yang lalu," ujar Alex dengan radar yang dibuat lebih tajam, untuk mencari tahu kebenaran yang terlihat dari gerak-gerik Tuan Wilson."Oh, tentu aku tidak melupakan itu, hanya saja aku tidak terbiasa menyebut dengan kata flashdisk. Aku memiliki panggilan tersendiri pada benda itu," jelas Tuan Wilson diselingi tawa yang terdengar hambar.Saat menjawab pertanyaan Alex, mata Tuan Wilson melirik tajam pada satu etalase tempat dimana ia biasanya menyimpan flashdisk yang mereka bicarakan.Alex manggut-manggut paha, ia sedikit lega karena Tuan Wilson ternyata tahu apa yang dia maksud. Karena merasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan ia pamit undur diri."Tunggu, Alex! Aku lupa meminta benda itu dari Chris setelah rapat. Jadi aku perintahkan kau menemui Chris dan katakan padanya kau ingin mengambil Shea,"perintah Tuan Wilson."Shea?" tanya Alex bingung."Itu nama flashdisk yang aku maksud. Chris tau apa itu Shea. Pergilah!"
Tuan Wilson memainkan benda di tangannya, memutar-mutar dengan menatap benda itu tanpa berkedip. Hingga terdengar suara pintu diketuk dari luar, Tuan Wilson lekas menyimpan Shea yang asli di tempat yang berbeda dengan sebelumnya. Kali ini hanya dia yang tahu tempat penyimpanan Shea yang asli."Masuk!" seru Tuan Wilson dari kursi kebesarannya, setelah menyimpan Shea dengan rapi.Alex yang tadi mengetuk pintu, segara masuk dan kembali menutup pintu segera sesuai perintah Tuan Wilson."Ini benda yang Anda inginkan, Tuan." Alex menyerahkan Shea pada Tuan Wilson yang langsung diterimanya dengan senang hati."Terima kasih, Alex. Maaf telah merepotkanmu. Chris memang sedikit posesif dengan benda ini, maaf telah merepotkanmu.""Tidak masalah, asal Anda puas, Tuan," balas Alex.Tuan Wilson mengamati benda berbahan emas itu dengan seksama, tajam dan teliti. Tuan Wilson pun merasa takjub atas kerja keras Chris yang berhasil menduplikasi benda yang hanya dimiliki Tuan Wilson itu.Aku akui kau sang
Angelina berbalik dan ia pun terbelalak melihat siapa yang kini di hadapannya dan masih memegang pundaknya.Seketika Angelina mengempaskan tangan itu sambil melotot tajam. "Kau mengagetkanku, dasa bodoh!" semprotnya."Kenapa kau terlihat sangat ketakutan? Aku hanya bertanya sedang apa kau di sini?" ucap orang itu lagi yang tak lain adalah Max."Aku sedang mengawasi seseorang, dan orang itu tiba-tiba hilang, tentu saja aku takut orang itu mengetahui keberadaanku!""Siapa? Kau sedang mengawasi seseorang? Aku tidak melihat siapa-siapa di sini," ucap Max ikut mengedarkan pandangan."Kau yakin tidak melihat ada orang di sana?" Angelina menunjuk tempat di mana tadi ia melihat Chris dan orang yang memakai hoodie itu berada."Sudahlah, itu bicarakan nanti saja, kita harus segera kembali, Tuan Chris menunggu.""Apa? Dia sudah kembali?" Angelina kemudian segera bergerak pergi dari tempat itu, tak menghiraukan Max yang menatapnya penuh rasa heran.Tak menunggu lama, Max pun mengikuti Angelina un
"Aku tidak tahu kapan dan siapa orang yang bisa melakukan pengkhianat padaku, tidak ada yang bisa aku percayai sepenuhnya kecuali diriku sendiri, untuk itulah aku selalu menggunakan caraku sendiri." Tuan Wilson berbicara demikian dengan nada sangat serius, menjawab ujaran Alex."Aku mengerti.""Satu lagi, ini alat pengubah suara," kata Tuan Wilson sambil menyerahkan sebuah alat tersebut pada Alex. "Jika kau berbicara menggunakan alat itu maka suaramu akan terdengar seperti suaraku, tapi ingat, gunakan itu dalam kondisi mendesak saja! Aku tidak membuat perhitungan denganmu jika kau menyalahgunakan benda itu," lanjutnya."Baik, Tuan, aku akan mengingatkan.""Baiklah, waktuku tidak banyak lagi. Aku harus segera masuk ke ruang operasi. Ini, ambil ponselku dan pergunakan dengan baik. Selama aku tidak sadarkan diri aku memberimu wewenang untuk menjadi diriku, kuharap kau benar-benar orang yang tepat yang bisa aku percaya, Alex." Tuan Wilson menyerahkan benda terakhir yang ingin ia serahkan p
Ketika Chris masih sibuk dengan banyak pertanyaan yang berputar di kepala, tiba-tiba terdengar dering tanda pesan masuk dari ponsel Tuan Charles. Chris pun mengalihkan perhatiannya.Tuan Charles sibuk membaca pesan tersebut hingga kemudian pria itu menatap penuh amarah pada Chris, Angelina serta Max secara bergantian. Hal yang membuatnya marah adalah isi pesan yang berasal dari Tuan Wilson yang membatalkan kerjasamanya secara tiba-tiba."Lihat saja! Aku akan membalas kalian!" Sebuah ancaman dilancarkan oleh Tuan Charles sebelum akhirnya pergi meninggalkan tempat tersebut.Chris menatap tajam pada Max dan Angelina secara bergantian. "Sebaiknya kalian tidak membuat kekacauan lagi karena setelah ini kita harus menemui klien. Aku harus mengadakan meeting penting dengan Tuan Henry!" ucap Chris setajam tatapannya yang menyiratkan rasa tidak sukanya pada kedua pengawal yang disewa tuan Wilson tersebut. "Maaf? Siapa yang Anda maksud membuat kekacauan? Aku? Dengar, Tuan Chris, aku adalah peng
"Apakah aku bisa memintamu untuk berhenti? Berhenti melanjutkan niat balas dendam itu, Angelina."Spontan Angelina memalingkan tatapannya pada Max, untuk sesaat mengabaikan Chris yang sedang rapat dengan kliennya."Kau tidak berhak mengaturku, Max, jangan coba memintaku untuk mundur. Aku sudah melangkah sejauh ini dan itu tidak mudah.""Kalau begitu biarkan aku masuk menjadi bagian misimu," ucap Max serius. Entah sejak kapan Max lebih terkesan serius saat berbicara, tidak seperti biasanya."Apa maksudmu?""Aku peduli padamu, Angelina, aku hanya tidak ingin kau terjerumus. Jika aku tidak bisa menarikmu keluar dari lubang hitam itu maka biarkan aku ikut masuk, aku bersedia membantumu membalaskan dendam, aku harus memastikan dirimu tetap aman, Angelina."Angelina tertawa mencemooh. "Sejak kapan kau sepeduli ini denganku, Max? Kau tau, itu tidak cocok denganmu!""Tidak peduli sejak kapan, namun seterusnya aku akan selalu peduli padamu, Angelina.""Cukup! Hentikan pembicaraan ini, Max! Kita
"Kalian mau ikut satu mobil denganku?" Chris bertanya pada Angelina dan Max ketika mereka sudah siap untuk berangkat ke pertemuan yang telah diatur."Tidak, terima kasih. Kami menggunakan mobil sendiri saja," balas Angelina mewakili Max. Baginya lebih aman menggunakan mobil sendiri karena mereka bisa menyusun rencana ketika di dalam mobil."Apakah mobil kalian tidak dipakai Alex?" tanya Chris lagi."Mobil dan sopir Tuan Wilson bertugas mengantar Anda, untuk itulah Tuan Wilson meminta Alex untuk menjadi sopir pribadinya untuk sementara waktu, jadi mobil ini tetap dipakai oleh aku dan Max," jelas Angelina.Chris manggut-manggut. "Baiklah, ayo segera berangkat!"Baguslah kalian tidak satu mobil denganku. Aku akan sulit bergerak kalau di dalam mobil saja ada kalian bersamaku. Setidaknya aku memiliki waktu sendiri meski hanya di dalam mobil. Chris melanjutkan ucapannya di dalam hati."Baik, Tuan!"Ketiganya lantas masuk ke dalam mobil masing-masing dan detik berikutnya mobil sudah melaju m
Pagi ini Tuan Wilson meminta Chris menemuinya di ruang kerja tanpa menjelaskan apa yang akan mereka bicarakan. Perasaan Chris tidak tenang. Meski malam itu Tuan Wilson terlihat tidak curiga sama sekali namun sebagai seorang yang memiliki niat buruk, tentu saja Chris merasa was-was."Selamat pagi, Tuan Wilson," sapa Chris datang menghadap."Kau sudah datang, duduklah!" balas Tuan Chris tanpa basa-basi."Kita akan menemui Tuan Regan pagi ini. Setelah itu kita ada pertemuan dengan Tuan Charles, kemudian kita akan makan siang dengan Tuan Henry." Chris memberitahu jadwal Tuan Wilson hari ini, seperti biasa yang selalu ia lakukan.Tuan Wilson mengangguk. "Baik, itu nanti saja kita bicarakan. Sekarang aku hanya ingin tahu mengapa Shea bisa ada padamu? Kau tahu, Shea tidak pernah pergi ke mana pun, bukan?" tanya Tuan Wilson menanyakan tentang Shea—alat penyimpanan data."Ah, itu, maafkan saya, Tuan, seharusnya saya tidak lancang mengambil Shea namun kemarin saya melihat ada orang yang mencurig
Alex terbelalak mendengar jawaban Angelina yang sama sekali tidak pernah ia bayangkan. Pria itu hanya berpikir mungkin Angelina bernasib sama seperti dirinya hingga berpikir untuk mendedikasikan hidupnya untuk Tuan Antonio, tapi ternyata tidak, Angelina ingin balas dendam. Apa yang terjadi di masa lalu gadis itu? Bahkan ia yang telah melewati masa-masa menyakitkan sejak kecil pun tidak pernah berpikir untuk balas dendam, lalu Angelina?"Apa kau bilang? Balas dendam? Siapa orang yang menjadi tujuan balas dendammu? Apakah Tuan Antonio?""Kau berpikir terlalu dangkal! Jika Tuan Antonio adalah tujuanku maka dia sudah akan mati sejak dulu!" balas Angelina dengan remeh."Lalu?""Kau hanya memiliki satu kesempatan bertanya, dan aku sudah menjawabnya. Jadi jangan tanyakan apapun lagi. Aku sudah memberitahu padamu tujuanku, tapi kau tidak berhak mendesakku untuk menjelaskan alasannya. Permisi!" sentak Angelina dan langsung masuk ke dalam kamar lalu membanting pintu cukup keras.Alex mematung di
Max terkekeh mendengar peringatan dari Alex. Pria itu melangkah mendekati Alex, menepuk pundak Alex lalu memutar ke belakang Alex hingga akhirnya kini mereka saling berhadapan."Aku rasa aku tidak salah bicara, mengapa aku harus diam? Kau tidak perlu menyangkal, Alex. Meskipun kau selalu memanggilku ceroboh dan apapun itu, tapi dalam hal seperti ini aku bisa paham. Kita sesama pria, aku tahu bagaimana sikap pria yang jatuh cinta.""Kau terlalu banyak bicara!" tukas Alex dingin.Max kembali terkekeh. "Ya ya ya, anggap saja begitu, kau boleh saja berkata tidak di depanku, tapi aku yakin di dalam hatimu kau setuju dengan pendapatku, benar 'kan?" ucap Max dengan senyum miring bermain di bibirnya."Max, aku peringatkan kau untuk bicara hal-hal mengenai pekerjaan saja denganku, tidak ada pembahasan lain. Jika sudah tidak ada yang perlu dibicarakan kau pergi istirahat saja, jangan menggangguku!" balas Alex sama sekali tidak terpancing untuk menanggapi dugaan-dugaan Max diluar urusan pekerjaan
Tuan Wilson memainkan benda di tangannya, memutar-mutar dengan menatap benda itu tanpa berkedip. Hingga terdengar suara pintu diketuk dari luar, Tuan Wilson lekas menyimpan Shea yang asli di tempat yang berbeda dengan sebelumnya. Kali ini hanya dia yang tahu tempat penyimpanan Shea yang asli."Masuk!" seru Tuan Wilson dari kursi kebesarannya, setelah menyimpan Shea dengan rapi.Alex yang tadi mengetuk pintu, segara masuk dan kembali menutup pintu segera sesuai perintah Tuan Wilson."Ini benda yang Anda inginkan, Tuan." Alex menyerahkan Shea pada Tuan Wilson yang langsung diterimanya dengan senang hati."Terima kasih, Alex. Maaf telah merepotkanmu. Chris memang sedikit posesif dengan benda ini, maaf telah merepotkanmu.""Tidak masalah, asal Anda puas, Tuan," balas Alex.Tuan Wilson mengamati benda berbahan emas itu dengan seksama, tajam dan teliti. Tuan Wilson pun merasa takjub atas kerja keras Chris yang berhasil menduplikasi benda yang hanya dimiliki Tuan Wilson itu.Aku akui kau sang