"Anjing…." makiku. Tanganku yang menahan dada Rafael tidak mampu menghentikan bibirnya yang sukses mendarat di atas bibirku. Badanku rasanya lemas, dia malah tersenyum puas.
Aku cepat-cepat menjauhkan diri darinya dan menggusap bibirku dengan punggung tangan. Rasanya sangat menjijikan, ini jauh lebih berat daripada terkena pukulan telak.
Bima menatap kami berdua dengan bengong. Tidak percaya dengan apa yang disaksikannya barusan. Rafel yang punya harga diri, melakukan hal yang sangat menjijikan.
"Hua… Rafa sama Andro baru saja ciuman. Bibir ketemu bibir," katanya heboh membuat Akira, Aldo, dan Alwi melihat kearaha kami.
"Anjing diam lo. Gue tonjok juga lo." Ancamku tidak dipedulikan. Dia terus tertawa memegangi perutnya dan melihat aku dan Rafael secara bergantian.
Tatapan tajamku tidak mampu menghentikan tawa Bima yang memenuhi seisi ruangan ini. Aku maju dan memukul kepalanya, saat mundur Rafael menahan tanganku.
Aku mencoba melepaskan tanganku, tapi dia menahan tanganku. Genggamannya berubah menjadi lebih erat. Membuat aku mengerutkan kening. Tatapan matanya terlihat serius.
"Lepasin, Anjing!" kataku kesal. Dia lalu melepaskan tanganku dan meninggalkan kami ke dapur.
"Dia kenapa? Sikapnya aneh banget." tanya Bima bingung. Aku hanya menggeleng tidak tahu.
Akira lalu turun dari sofa dan bergabung di karpet berbulu. Duduk tepat di sebelahku. Aku memiringkan posisiku sedikit dan bersandar ke punggung Akira.
Rafael kembali dengan membawa beberapa minuman dingin dan melemparnya padaku. Aku menangkap dengan tangan sebelah kiri. Saat dia mendekat ke arah kami. Rafael malah nendang Akira sehingga terjatuh.
Aku juga ikut terjatuh untung Bima menarik bajuku dan menahan tubuhku sehingga tubuhku tidak menimpa tubuh Akira.
"Lama-lama stres gue kalau kalian kayak gini. Tantrum gak jelas," omel Bima.
"Sok bener, anjing," kataku memaki. Bima hanya tertawa terbahak-bahak.
Bima kemudian menarik kerah bajuku dan memaksaku duduk di depan komputer. Tangan kirinya menyalakan komputer dan Pc. Sementara tangan kanannya menahan tubuhku agar terus duduk di kursi.
Komputer menyala dan Bima langsung membuka satu aplikasi game yang cukup terkenal. Selesai login dia duduk di sebelahku.
"Ajak dong temen lo yang jago main," katanya menyalakan komputer yang satu lagi. Di basecamp ada sembilan unik komputer yang mendukung untuk memainkan game berat.
"Yang mana?"
"Ocean, yang jadi top global itu," katanya penuh harap padaku.
"Dia sibuk," kata ku menolak. Aku tidak boleh terlalu dekat dengan kelompokku selama di sini. Kalau wanita jalang itu tau. Dia akan membuat sulit mereka semua.
"Bohong banget. Tu anak online kok," Kata Bima menunjuk layar komputer.
'Sialan, kenapa juga dia harus online'
"Si Anjing pelit amat. Gue cuman mau belajar aja. Trik dia gak bisa ditemui dimanapun. Tempo permainan dia juga unik, cepet tapi akurat."
'Dia jauh lebih hebat dari itu. Jangankan hanya memainkan game. Membuat game saja dia bisa.'
"Ayo Andro undang temen lo buat main," kata Bima sambil merangkul bahuku. Dengan terpaksa aku mengundangnya Ocean kedalam pemain. Dia langsung menerima undanganku.
Ocean hanyalah nama di dalam game saja. Di dalam kelompok mafia kami, dia harusnya memiliki masa depan cerah. Tapi entah kenapa dia tidak meninggalkan kelompok.
Ocean terus bertahan dan hidup dalam dunia kotor. Padahal kemampuan di bidang IT sangat hebat. Banyak yang ingin merekrutnya, tapi semuanya ditolak dengan alasan tidak jelas.
"Bagaimana kabarmu?" tanyaku pada Ocean melalui voice game.
". Tidak ada pembuat onar lagi. Jangan khawatir semuanya baik-baik saja. Jaga saja dirimu baik-baik," katanya lembut. Dibalik suara lembut itu dia adalah orang yang kejam. Dia tipe orang yang suka memanipulasi keadaan dan membuat orang lain melakukan apa yang dia inginkan. Untung Ocean orang yang setia.
"Ocean jangan membunuh sembarangan lagi," kataku memperingatinya. Bima yang berada di sampingku tidak memperdulikan kami. Dia fokus pada jalannya permainan, sementara itu Rafael memperhatikan aku dari karpet berbulu.
Aku mengeluarkan jari tengah ku padanya. Dia hanya mengangkat alisnya saja. Aku berdecak dan kembali fokus pada permainan.
"Aku punya hadiah yang menarik untukmu. Semoga kamu senang," kata Ocean sebelum menutup permainan.
"Gua bilang jangan main-main," kataku berteriak tapi dia telah offline dari permainan.
Ponselku berbunyi dan itu dari wanita jalang itu. Hadiah apa yang diberikan oleh Ocean? Yang pasti itu bukan hal benar!
Aku buru-buru mengambil ponselku. Menerima telepon dari wanita jalang, yang berstatus sebagai ibu kandungku. Hadiah yang diberikan Ocean pasti berhubung dengan wanita jalang ini.Wanita jalang itu langsung memakiku dari seberang. Nafasnya memburu tanda dia sangat marah. Oh, Ocean hadiahmu selalu tidak pernah aku inginkan."Gue akan ke tempat lo. Jadi jangan berisik lagi. Gue muak, jalang," kataku langsung memutuskan sambungan telepon."Boy, gue harus balik duluan. Ada hal yang harus gue urus," kataku sambil berjalan. Bima ingin protes tapi melihat wajahku yang serius dia kembali diam.Tidak kusangka Rafael mengikuti aku keluar dan menepuk bahu sebelah kiriku. Aku menatapnya bosan dan memberi isyarat membiarkan aku pergi sendiri.
Aku melanggar janjiku kepada kakek untuk menghubungi satu orangpun dari kelompok papa. Terpaksa kulakukan agar Ocena mau menghentikan perbuatannya. Mengenalnya dari kecil membuatku paham sifat Ocean. Ocean pasti merasa wilayahnya terusik sekarang. Sehingga dia menginginkan, apa yang dianggap sebagai miliknya kembali. Dia tipe orang yang sangat posesif pada hal yang dianggap miliknya. Jika ada yang mengusik, Ocean tidak segan-segan melakukan hal apa saja. Aku sedikit tidak setuju dengan sifatnya yang seperti ini. Kami pernah berkonflik untuk hal ini. Saling berperang dingin, sampai akhirnya sama-sama mengerti dan menerima kekurangan satu sama lain. "Ayolah Ocean, angkat telepon gue," kataku gelisah. Mencoba menghubungi nomor ocean berkali-kali tapi tidak ada jawaban dari sana.
Aku benar-benar marah saat tau isi dari pesan itu. Cantika diancam dengan poto-poto telanjangnya. Cantika difoto dalam keadaan tidak sadarkan diri. Mungkin pengaruh dari obat tidur atau minuman beralkohol."Tolong aku kak Andro. Aku tidak tau lagi harus minta tolong pada siapa. Aku malu dan hancur kak," katanya masih dalam pelukanku. Dia menangis dan memelukku dengan erat.Seketika rasa iba menyerbu hatiku. Amarahku perlahan mereda, aku tidak lagi marah pada Cantika. Walaupun aku tidak membenarkan perbuatannya yang memfitnahku. Sehingga aku dan Rafael terlibat pertengkaran hebat."Kumohon kak, tolonglah aku," katanya lagi. Matanya sembab dan hidungnya memerah, tapi tidak bisa menutupi kecantikannya. Aku memang selalu lemah jika berurusan dengan wanita. Apalagi jika wanita itu sangat cantik.
Sebelum aku memutuskan untuk kembali ke basecamp. Aku terlebih dahulu menghubungi Ocean. Dalam urusan teknologi dialah ahlinya. Tidak ada yang bisa mengalahkan dirinya, walaupun otaknya benar-benar tidak waras.Menyerahkan urusan ini padanya adalah jalan terbaik. Selain masalah tidak tersebar luas kemana-mana. Dia juga bisa menyelesaikan masalah ini dengan cepat."Gue mohon bantuan lo," kataku padanya melalui sambungan telepon. Walaupun dia keras kepala dan licik. Ocean tidak pernah bisa melihat aku kesusahan. Kami yang tumbuh besar bersama. Membuat hubungan kami bukan lagi sahabat tapi saudara.Dua saudara yang sama-sama tidak punya akhlak. Pembuat onar dan menyebalkan. Hanya saja aku memang lebih sering menggunakan otot. Berbeda dengan Ocean yang lebih suka menggunakan otaknya yang cerdas.
"Kalian lagi... kalian lagi..." kata guru BK saat melihat kami lagi yang telat. Aku hanya tersenyum, begitu pula dengan Bima, Aldo dan Alwi.Catatan telat pasti sudah penuh dengan nama kami. Walaupun begitu, kami masih berniat menambah panjangnya catatan pelanggaran kami.Anak-anak osis juga pasti sudah hapal pada kami. Setiap kami datang, pasti diikuti dengan berbagai pelanggaran. Mereka pasti sudah bosan melihat kami."Hei cantik, nanti ikut kakak ke kantin. Nanti kakak traktir makanan dan minuman yang kamu mau," bisikku pada salah satu adik kelasku. Dia langsung bersemu malu. Tidak takut padaku, padahal aku adalah pembuat onar ulung."Iya kak," katanya malu-malu.Aku mengedipkan mataku padanya
Ocean menghubungi aku lagi. Dia sudah menemukan pelaku yang mengirim pesan ancaman pada Cantika. Lihat dia langsung bisa menemukan orang itu dalam waktu tiga hari saja. Benar-benar luar biasa. Aku memang tidak salah meminta bantuan padanya."Berikan aku tanda terima kasih," katanya dari seberang sana. Aku sekarang bisa membayangkan Ocean sedang berada di depan komputernya. Tangannya sibuk mengetik di atas keyboard dengan lincah.Berbicara denganku juga pasti tidak mengganggu konsentrasi mengetik. Dulu aku sering sekali mengganggunya. Aku sering sekali mengajaknya berbicara. Berharap konsentrasi buyar dan ikut denganku untuk mencari masalah."Gue kirimin uang deh. Beli komputer baru, gue gak tau tipe komputer mana yang paling lo butuhkan," kataku santai. Aku tau apa yang sebenarnya Ocean inginkan ta
"Bangs*t beraninya lo nyuruh dia buat aborsi," katan Rafael penuh amarah. Lalu satu tonjokan mendarat di pipiku. Aku mundur beberapa langkah. Menahan rasa sakit yang menjalar di area pipiku. Sebelum dia memukulku lagi. Aku sudah terlebih dulu menendang perutnya dengan keras. Dia membungkuk dan meringis kesakitan. Aku menatapnya dingin, mengusap pipiku yang ditonjok dengan keras. Saat dia ingin balik menendangku. Aku dengan sigap menghindar. Gerakannya sudah terbaca olehku, jadi aku segera menghindar ke samping kanan. Dia terlihat sangat marah dan mulai menyerang lagi. Aku menepis tangannya, lalu dengan cepat mencengkram lehernya. Membuat dia terdiam dan membeku. Kalau dia bergerak sembarang lagi, kupastikan aku bisa mematahkan lehernya dengan mudah. "Otakku lo miring? Sejak kapan gue ter
Aku diberi nama Andromeda, agar kesan feminim hilang sejak dini. Orang gila yang memberikan nama Andromeda pada anak perempuan adalah papaku. Bukan karena dia tidak menginginkan anak perempuan, tapi karena rasa kecewa dan sakit hati pada perempuan.Setelah aku lahir wanita itu pergi. Meningalkan aku yang bahkan tidak dilihatnya walaupun sedetik saja. Apalagi untuk menyusui dan mengatakan selamat tinggal.Papa begitu kecewa dan mencoba menghapus jejak wanita itu dari dalam diriku. Papa mulai memberiku nama laki-laki. Membesarkan aku seperti laki-laki agar bayangan wanita itu hilang dari diriku.Sayangnya kecantikannya menurun padaku. Papa takut jika sikapku akan semakin mirip dengan wanita itu. Sehingga aku semakin di didik keras layaknya laki-laki. Papa membelikan aku mainan dan pakaian laki-laki. Menghilangkan sipat lembut dan menumbuhkan sipat layaknya laki-laki.Apalagi kami hidup dalam lingkungan penuh kekerasan dan bahaya. Pap