"Ya bisa, asal kamu tetep harus utamain Zehra dibanding pekerjaanmu nantinya."
Dewi terkejut, dia tak habis pikir, bisa-bisanya ada orang sebaik Nyonya Trissy. Di saat pada umumnya majikan meminta agar pegawainya lebih mengutamakan pekerjaan, ini malah urusan anak sendiri yang harus dinomor satukan. Luar biasa."Tapi sekarang kalian istirahat aja dulu, ya."Dewi mengerjap. Sementara Nyonya Trissy bangkit dari posisinya, mengajak Dewi dan Zehra ke kamar belakang."Kalian tidur di sini gak apa-apa 'kan?"Dewi celingukan sebelum menjawab pertanyaan Nyonya Trissy. Kamarnya cukup luas dan bersih, sudah lengkap dengan kasur, Ac dan lemari juga."Gak apa-apa Nyonya. Kami bisa tidur di mana saja."Cepat, Dewi duduk di atas kasur empuk itu, Zehra mengikutinya."Ya sudah kalian istirahat aja dulu ya," kata Nyonya Trissy lagi.Dewi cepat menggeleng, "tapi Nyonya saya udah istirahat tadi di posnya Pak Nes, sekarang mau langsung kerja saja.""Beneran kamu mau langsung kerja?""Beneran, Nyonya.""Ya udah kamu langsung ke dapur aja cuci piring, soalnya kalau masak sekarang saya yang handle.""Baik, Nyonya "Dewi gegas pergi ke dapur dan langsung menyambar piring kotor yang ada di wastafel.Saat Dewi sedang mulai berjibaku dengan pekerjaannya, di kamar belakang Nyonya Trissy masih bersama Zehra."Zehra, tunggu di sini ya, Mamanya sedang kerja dulu, kalau Zehra butuh apa-apa bilang saya aja, oke."Zehra yang sedang membaringkan tubuh di kasur empuk itu mengangguk."Oke, Nyonya."Dilihatnya lagi oleh Trissy gadis balita di depannya yang berpakaian lusuh itu, rambutnya acak-acakan dan sedikit berminyak, ketara sekali rambut gadis kecil itu jarang dikeramas."Oh ya ampun." Nyonya Trissy membeliak, dia kaget saat melihat kuku jari kaki gadis kecil itu luka-luka."Kaki Zehra kenapa ini?""Atit Nyonya, tadi Mamah jalan lali-lali," jawab Zehra dengan wajah polosnya."Hah apa? Kamu lari?" tanya Trissy lagi sambil terus berusaha memahami ucapan cadel Zehra."No, enda Nyonya, tapi Mamah yang lali."Trissy sedikit kebingungan memahami omongan Zehra yang belum jelas itu."Ya sudah tunggu ya, saya ambilkan obat luka dulu."Trissy gegas pergi mengambil kotak P3K yang tertempel di tembok tak jauh dari kamar itu. Lalu cepat mengoleskan obat luka pada kaki Zehra."Sakit gak?""Enda, kata Mamah Cela tak boyeh cengeng."Nyonya Trissy mengulum senyum, walau tak begitu paham dengan apa yang diucapkan Zehra tapi gadis itu sangat terlihat lucu di matanya."Sekarang Zehra tidur ya, biar kakinya gak sakit lagi."Zehra mengangguk sambil memejamkan mata.Trissy tak cepat pergi, walau Zehra sudah lelap ia masih merasa ingin duduk di dekat gadis kecil itu."Andai Laura juga udah punya anak, pasti bakal selucu ini," gumamnya sendiri seraya tak lepas memandangi wajah Zehra."Eh ya ampun, Dewi ini gimana sih, kuku anaknya masa dibiarkan panjang dan kotor gini, ini 'kan bisa jadi sarang kuman, kalau kuman masuk ke perut Zehra apa gak kasihan nanti anak ini sakit?" Nyonya Trissy lagi-lagi terkejut saat melihat kuku jari Zehra yang hitam.Gegas ia pun bangkit mengambil gunting kuku. Dan tanpa merasa dirinya adalah seorang majikan, Nyonya Trissy dengan senang hati menggunting kuku-kuku Zehra hingga bersih."Nah 'kan kalau begini enak dilihatnya."Selesai memotong kuku Zehra, Nyonya Trissy kembali ke dapur karena harus memasak. Di dapur Dewi masih sibuk mengelap piring yang tadi dicucinya."Kalau di kampung kamu kerja apa gimana Dew?" Nyonya Trissy membuka percakapan sambil mulai membersihkan sayuran yang akan diolahnya."Nggak Nyonya, saya jualan mainan anak sedikit-sedikit.""Oh gitu, kalau Bik Asti?""Sehari-harinya pergi ke sawah aja, Nya.""Emmm." Nyonya Trissy manggut-manggut."Oh ya Dew, jangan lupa perhatikan anakmu itu, tadi saya lihat kuku-kukunya panjang dan kotor, tapi sudah saya potong sekarang."Dewi mengerling, lagi-lagi moodnya buruk saat ia mendengar soal Zehra."Oh iya, Nyonya.""Kasihan, anak seusia dia sedang ada dalam masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat loh jadi kebersihan dan asupan makananya harus selalu diperhatikan," ujar Nyonya Trissy lagi.Dewi menarik napas panjang, dia benar-benar malas membicarakan masalah Zehra terus menerus, tapi di sisi lain dia juga tak bisa melarang majikannya untuk berhenti."Iya Nyonya sedikit-sedikit saya juga paham soal itu, tapi sebetulnya Zehra itu agak bandel, saya bukan tak mau menggunting kuku atau yang lainnya, tapi emang dia sendiri yang gak mau, tiap kali mau saya mandikan atau potong kukunya Zehra pasti tantrum gak jelas.""Oh gitu, sabar ya, anak-anak memang begitu, nanti masanya juga akan lewat kok."Dewi mengangguk sambil senyum sekenanya, "ya, Nyonya.""Di sini nanti kamu jangan sungkan-sungkan ya, anggap aja rumah sendiri, ambil makanan apa aja, semua udah tersedia di dalam kulkas, ambil buat kamu utamanya buat Zehra, pastikan anakmu itu gak kelaperan di sini."Lagi, Dewi terperangah. Dia benar-benar tak percaya dia akan bertemu dengan orang sebaik Nyonya Trissy, dia juga merasa sangat beruntung, di saat orang lain mendapatkan perlakuan yang semena-mena dari majikannya, dia malah diperlakukan bak ratu di tempat kerjanya sendiri."Kamu denger enggak, Dew?"Dewi mengerjap, "iya Nyonya pasti, pasti saya akan lebih perhatikan Zehra lagi.""Ngomong-ngomong, suamimu itu kemana? Kenapa kamu sampe harus cari kerja ke sini, Dew?" tanya Nyonya Trissy lagi.Dewi bergeming alih-alih menjawab pertanyaan majikannya."Dew! Malah ngelamun."Dewi mengerjap, "oh ya Nyonya, maaf.""Jadi suamimu itu kemana Dew?"Dewi menarik napas panjang sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Nyonya Trissy."Suami saya ... kabur Nyonya.""Eh loh, kok bisa?" Nyonya Trissy kaget. Pisau yang tengah dipegangnya sampai terlepas begitu saja."Iya Nyonya, dia pergi dengan alasan mau kerja di kota, tapi sampai sekarang malah gak pernah balik lagi.""Ya ampun, maafkan saya ya Dew, bukan maksud saya maksa-maksa kamu buat cerita yang gak enak begini.""Tidak apa-apa, Nyonya.""Kamu baik-baik saja 'kan?" tanya Nyonya Trissy lagi saat ia melihat kedua bola mata Dewi mulai mengembun.Sementara Dewi mendadak tak kuasa menahan kesedihan, sampai air mata lolos begitu saja membentuk anak sungai di pipinya."Saya ... tidak apa-apa, Nyonya."Sekuat-kuatnya wanita, memang ada saat di mana ia tak bisa lagi berpura-pura. Selama ini Dewi mencoba tegar, ia berusaha melupakan semuanya, tapi akhirnya ia juga tak bisa bohong, bahwa memorinya masih menyimpan begitu banyak kenangan pahit yang tak bisa ia lupakan begitu saja."Sekali lagi maafkan saya ya Dew, saya benar-benar nyesel." Nyonya Trissy mengelus pundak Dewi. Dia yang memang sudah berpengalaman bisa memahami betapa sakitnya ada di posisi Dewi sekarang. Terlebih Dewi harus membesarkan anak seorang diri, banting tulang cari uang hanya agar semuanya tetap berjalan normal. Trissy paham, sangat paham berada di posisi itu karena dia sendiri juga mengalaminya.--Tak butuh waktu lama untuk Dewi bersedih, cepat ia seka air matanya dan kembali kerja."Kamu udah selesai lap piringnya Dew?""Udah, Nyonya.""Kalau udah tolong belikan santan kemasan ya ke minimarket deket rumah, deket banget kok di depan, tinggal jalan kaki.""Baik, Nyonya."Dewi gegas pergi, ia berjalan ke minimarket yang letaknya memang tak jauh dari rumah.Sudah sore, tapi cuaca malah makin terasa panas, ya maklum saja namanya juga di kota padat penduduk."Ah gila panas sama gerah banget sih." Dewi mengelap keringat di keningnya lalu duduk sebentar di pilar pagar pinggir jalan.Butuh waktu agak lama untuk dia duduk di sana, sambil sesekali mengipasi dirinya dengan telapak tangan, Dewi juga terus memperhatikan jalanan yang sedang ramai pengendara."Eh heh." Dewi spontan bangkit, sementara kedua bola matanya tertuju pada satu mobil yang baru saja berhenti pinggir jalan untuk membeli air."Apa itu Fras?"Dewi refleks melangkah, tapi belum juga sampai mobil berwarna merah itu sudah kembali melaju kencang."Heii Fraaas! Fraaas!" teriaknya seraya melambai-lambaikan tangan."Argghh sial!" Dewi mendengus saat mobil itu makin menghilang."Awas saja kau Fras, secepatnya aku pasti akan menemukanmu, bagaimanapun caranya."-Selesai membeli santan, Dewi berjalan agak pelan sambil sibuk memperhatikan nomor kendaraan yang lewat di jalanan, ia berharap mobil yang tadi ia lihat akan lewat lagi.Dia hanya ingin memastikan apakah lelaki yang tadi turun dari mobil berwarna merah itu benar Fras atau bukan.Dan benar saja, mobil yang ditunggu-tunggunya itu kembali lewat di jalanan seberang."Heii Fras!! Fraaas!" teriaknya kencang.Beberapa orang yang ada di sekitar jalan sana sampai memperhatikannya karena terkejut dengan teriakan Dewi."Fraaas! Arggghh sial, gagal lagi, gagal lagi." Dewi mendengus untuk yang kesekian kali. Diinjak-injaknya jalanan itu untuk melampiaskan kekesalannya."Awas saja, kalau aku ketemu sama pria itu lagi, akan aku pastikan anaknya ikut sama dia, enak aja aku harus gedein sendiri, banting tulang sendiri demi ngasih anak itu makan sementara dia sendiri ongkang-ongkang kaki menikmati kekayaan, pergi-pergian aja naik mobil, udah kaya rupanya dia," gerutunya dengan emosi meledak-ledak.--Dewi sampai kembali di rumah."Kamu kelamaan di minimarketnya Dew, tadi menantu saya kesini, kalau kamu ada mau saya kenalkan supaya kalau ketemu di jalan kamu bisa menyapanya.""Gak apa-apa Nyonya, kapan-kapan aja." Dewi mendadak tak bersemangat, dia masih terbayang wajah Fras saat tadi dia melihatnya di dalam mobil mewah.***Jam dinding sudah menunjukan pukul sebelas malam, tapi gadis kecil bernama Zehra itu masih belum bisa tidur. Dia gelisah, berbalik ke kanan dan kiri sampai berpuluh kali.Biasanya kalau di kampung, Zehra tidur dengan Mbah Asti, wanita tua itu akan menyanyikan lagu sebelum tidur atau berdongeng untuk Zehra sampai gadis kecil itu terlelap, tapi kali ini tidak ada yang bisa melakukannya, itulah sebabnya Zehra belum bisa tidur walau sudah larut malam.Ditatapnya Dewi yang sudah terlelap di atas kasur, sementara Zehra hanya tidur di bawahnya dengan alas seadanya."Aduh pelut Cela lapel," ringis Zehra sambil memegangi perutnya.Gadis kecil itu pun bangkit, gara-gara dia belum bisa tidur, akhirnya perut dia terasa lapar."Bagaimana Cela bisa matan?"Zehra bingung sendiri, dia ingin membangunkan Dewi untuk minta tolong, tapi dipikirnya lagi be
Nyonya Trissy agak kesal.Dewi mengerjap, "oh itu anu Nyonya ... tadinya mau saya kasih, tapi tadi Zehra keburu tidur." Dewi beralasan."Ya sudah, besok-besok kamu tawari sore hari aja biar gak kelewat kayak gini, paham?""Baik, Nyonya."***Pagi-pagi sekali sebelum Dewi berangkat ke pasar, Zehra sudah dibangunkan dan disuruh menyapu halaman oleh Dewi untuk membantu meringankan tugasnya."Nyapu tuh yang bersih, aku mau pergi ke pasar dulu, pokoknya pulang dari pasar halaman udah harus bersih, paham?"Zehra mengangguk sambil memeluk sapu lidi yang dilemparkan Dewi padanya.Tangan kecil itu bahkan belum mampu memegang sapu lidi dengan benar, tapi Zehra tetap melakukannya sebab jika tidak, ia bisa kena marah lagi dari Dewi."Maah, Cela boyeh itut?"Dewi yang sudah berjalan selangkah menuju gerbang kembali berbalik."Jangan harap!" pekiknya dengan mata melotot.Zehra terperanjat, gadis kecil itu akhirnya hanya bisa diam sambil menyaksikan ibunya pergi.Tiiitt!Sebuah klakson mobil berbuny
Suara deru mobil Fras terdengar khas di telinga Laura, wanita berusia 27 tahun itu gegas berlari menuju pintu rumah.Dengan wajah berseri ia menyambut kedatangan suami tercintanya, dibukanya pintu rumah lebar-lebar. Dan betapa kagetnya ia saat ia melihat suaminya itu datang bersama seorang anak kecil."Siapa ini, Mas?" tanya Laura cepat."Kenalin, ini Zehra." Fras tersenyum lebar pada istrinya.Laura membalas sekenanya, ia masih bingung."Zehra? Ya tapi ini anak siapa, Mas?" tanyanya lagi."Anakku lah, anak siapa lagi?"Wajah Laura mendadak tegang, "an-nakmu?"Fras tertawa lebar, "aku cuma bercanda, Sayaang," kekehnya seraya mengelus pipi Laura.Cepat Luara tepis tangan Fras, "isshh kamu ini, bercandanya gak lucu," dengusnya seraya masuk ke dalam rumah."Iya iya deh maaf. Oh ya, kenalin, ini Zehra, anaknya Art baru di rumah, Mami." "Art? Emang ada Art baru di rumah, Mami?""Ada Sayang, baru datang kemarin katanya.""Ouuh, tapi kok bisa kamu bawa anaknya ke sini? Emang emaknya gak mar
***Esok harinya.Zehra terbangun dengan tubuh yang sakit dan ngilu. Dengan langkah pelan dan terseret-seret, gadis kecil itu mendekati Dewi yang sedang sibuk mencuci piring di dapur."Oh masih hidup kamu? Aku pikir kamu udah mati karena kemarin aku gebukin," ketus Dewi.Zehra yang masih ingat kejadian kemarin tak mau banyak bicara, ia benar-benar ketakutan."Sana ambil lap! Terus lapin tuh meja dan kaca-kaca," titah Dewi sambil menyentak.Zehra mengangguk, dan gegas melakukan apa yang Dewi perintahkan. Tangan kecilnya mengelap kaki meja sebisanya, lanjut mengelap kaca dan apa saja yang bisa ia jangkau untuk dibersihkan.Sesekali Zehra melirik ke arah Dewi yang juga sedang sibuk dengan pekerjaannya. Hatinya sedih sekali karena ia merasa Dewi tak pernah menyayanginya."Apa kamu lihat-lihat? Sana kerja!" sengit Dewi.Zehra mengerjap. Cepat, ia seka air mata yang beranak sungai di pipinya dan gegas melanjutkan pekerjaan."Dew, hari ini kamu ke supermarket ya, belanja bahan masakan, anak
"Mamah belanja," jawab Zehra polos.Laura menggeleng tak habis pikir. Gegas ia pun membawa masuk Zehra ke dalam untuk menemui Nyonya Trissy.Sementara Fras yang kini tengah dilanda gundah memilih duduk di kursi taman samping rumah untuk menenangkan pikirannya."Jika benar apa yang dikatakan Dewi tadi, apakah aku harus menerima anak itu? Tapi bagaimana caranya aku membuat Laura mengerti? Dia pasti akan sangat kecewa padaku, dan aku benar-benar tidak mau kehilangannya." Fras bergumam sendiri sambil meremas wajahnya kasar.Sementara di rumah, Laura mencari Nyonya Trissy sambil teriak."Mamiii! Mii!""Hei Sayang, udah datang?""Mami, coba Mami lihat ini." Tanpa basa-basi Laura menunjukan luka lebam di tangan Zehra.Nyonya Trissy terbelalak. "Ya ampuun, Zehra ini kamu kenapa, Nak?""Tadi Zehra bilang dia dipukul sama mamanya, Mi." Laura yang menjawab."Apa? Dipukul? Dipukul sampe lebam-lebam begini? Si Dewi itu emang bener-bener keterlaluan," ujar Nyonya Trissy sambil menggeleng-gelengkan
Laura Turun ke bawah hendak mengambil makanan ringan yang tadi ia bawa untuk Zehra. Dan saat kakinya berhenti di meja makan samar-samar ia dengar suara orang sedang bicara sambil terisak-isak. Gegas ia pun pergi mencari sumber suara."Mami lagi apa? Apa itu ART barunya Mami?" tanyanya sendiri.Laura mematung sebentar sambil memperhatikan mereka."Mungkin ini gak adil buat kamu Dewi, tapi Zehra juga berhak mendapat keadilan, kamu gak bisa menyalahkan Zehra hanya karena apa yang sudah terjadi, yang salah tetap suamimu, dan Zehra sama sekali gak tahu apa-apa," ujar Nyonya Trissy panjang lebar.Dewi diam dan kembali membuang wajahnya."Saya bicara seperti ini sebab pernah merasakan apa yang kamu rasakan sekarang, Dew," ujar Nyonya Trissy lagi."Saya tahu bagaimana beratnya kehidupan yang harus kita jalani saat seorang pria yang kita percaya justru menghancurkan hidup kita. Tapi Dew, semuanya sudah terjadi, meski kamu menangis seperti ini semua gak akan merubah keadaan. Dan satu yang pasti
Fras refleks mengeleng, "ah emm enggak, gak apa-apa.""Emang ya tuh laki gak bisa dikasih ampun, seenaknya aja ninggalin perempuan setelah apa yang sudah dia dapatkan." Laura bicara lagi seraya menonjok-nonjok telapak tangan kirinya dengan tangan kanan yang ia kepalkan.Lagi, Fras hanya bisa menelan ludah.________Sementara di dapur. Dewi menatap wajah majikannya dengan mata yang sudah merah dan sembab. "Bagaimana aku harus mengatakan yang sebenarnya? Kalau Nyonya Trissy tahu semua kebenarannya apa dia masih bisa berkata seperti itu padaku? Dia menyuruhku sabar, dia menyuruhku menerima anak sial itu, dia menyuruku kuat. Apa perlu kuberitahu sekarang juga bahawa pria yang telah menghancurkan hidupku sampai membuatku menjadi sosok yang tempramen seperti ini adalah adalah Fras, menantunya sendiri?" kelakar Dewi dalam hatinya."Ya sudah, lebih baik kamu istirahat dulu aja Dew, tenangin diri kamu di kamar, semua urusan rumah biar saya yang kerjain, lagipula anak saya udah dateng, dia aka
"Dosok tamal mandi, kata Mamah Cela halus dosok tamal mandi setiap bangun bobo," jawabnya polos.Nyonya Trissy terkejut, "eh gak usah, ayo ayo ke kasur lagi ayo." Zehra menggeleng, "enda Nyonya tatut Mamah malah.""Enggak, mulai sekarang mamamu itu gak akan berani marahin kamu lagi."Cepat Nyonyya Trissy mencuci tangan dan kaki Zehra dengan sabun lalu menggendong gadis kecil itu kembali ke kasur."Mama kamu itu keterlaluan banget, masa anak kecil disuruh gosokin kamar mandi sih. Cela bobo lagi ya, dan mulai sekarang Cela gak usah gosok kamar mandi lagi kalau bangun bobo." Trissy mengelus pipi Zehra lembut.Zehra pun mengangguk dan kembali tidur di atas kasur empuk Nyonya Trissy.-Pukul 7 saat Zehra bangun. Nyonya Trissy cepat memandikan gadis kecil itu karena hari ini ia berniat membawa Zehra pergi ke rumah Fras dan Laura untuk membicarakan keinginannya mengadopsi Zehra.Zehra merasa bahagia karena hari ini dia bisa bangun siang. Bagi Zehra bangun pukul 7 merupakan kebahagiaan yang
Fras mengangguk. Dia agak merasa heran dengan pertanyaan Nyonya Nagita yang mendadak seperti memperdulikan Dewi."Ya Tuhan Fras bisa-bisanya kamu nyuruh Dewi pulang sendirian. Kasihan dia, ini udah malem. Kalau terjadi apa-apa sama dia gimana?"Fras terbelalak. Antara haru dan tak percaya matanya sampai berkaca-kaca."Sana pergi, antarkan dia pulang," titah Nyonya Nagita.Fras mengerjap dan refleks bangkit mengejar Dewi keluar. Tapi sayang rupanya Dewi sudah pergi naik angkot."Ah udah gak ada pula," dengus Fras.Dia pun terpaksa kembali ke ruangannya Nyonya Nagita."Loh kamu kok balik lagi aja?""Dewi udah pergi, Ma. Dia udah naik angkot kayaknya.""Yaah telat kamu Fras."***Seminggu kemudian. Di hari minggu. Zehra dan Dewi kebetulan sedang libur jadi mereka semua sedang ada di rumah.Tok tok tok."Ceel, bisa tolong bukain pintu? Mama lagi nyapu Sayaang!" teriak Dewi."Ote, Mamah."Zehra gegas berhambur ke depan.Kreet."Papaaa. Opaaa." Gadis kecil itu tersenyum lebar dan langsung b
Nyonya Nagita lalu bangkit. Perutnya terasa lapar. Dia baru ingat dari pagi dia belum makan apa-apa. "Ah meningan aku nyari makan ke jalan raya," katanya.Nyonya Nagita jalan tergesa ke jalan raya. Dan saking tergesanya dia sampai tak memperhatikan lalu lalamg mobil yang sedang ramai hingga akhirnya ia terserempet mobil.Bughh. Gedebussh."Aaaa!"Dalam sekali hantaman Nyonya Nagita langsung tak sadarkan diri. Kepalanya terbentur ke bahu jalan sampai keningnya sobek dan mengeluarkan darah yang tak sedikit.Sontak saja semua orang yang ada di sekitar sana langsung berlari mengerubungi Nyonya Nagita."Eh ada kecelakaan ada kecelakaan.""Ada apa itu Dew?" Koh Liem yang melihat orang-orang berlarian depan tokonya ikutan panik."Gak tahu Koh, mungkin ada kecelakaan. Coba Dewi lihat dulu boleh gak Koh?""Ya udah sana sana."Karena penasaran, Dewi gegas lari ke arah orang-orang yang sedang berkerubung."Bawa aja bawa ke rumah sakit.""Tapi siapa yang bakal tanggung jawab? Mana gak ada yang k
"Ya sudah Pak, boleh. Saya izinkan Bapak menjemput Zehra pulang sekolah tapi itu pun kalau gak merepotkan Bapak.""Terimakasih Dew." Pak Indra mengecup pucuk kepala Zehra.Gadis kecil itu hanya tersenyum membalasnya.***Esok harinya Pak Indra benar-benar menjemput Zehra. Pria itu merasa sangat bahagia sebab impian di masa tuanya terkabul bahkan lebih cepat dari dugaannya. Sepulang menjemput Zehra, Pak Indra juga menyempatkan diri bermain dengan cucu satu-satunya itu sampai lewat tengah hari. Pria itu benar-benar menikmati hidupnya bersama Zehra.Walau sekarang hidupnya kekurangan bahkan cenderung miskin, ia sudah tak peduli lagi. Baginya yang terpenting sekarang adalah dia selalu melihat dan bertemu Zehra setiap hari.Sebab hal itu adalah kebahagiaan yang tak bisa ia dapatkan dari manapun. "Cel ... Opa pulang dulu ya, Cela istirahat 'kan capek main terus dari tadi.""Iya, Opa. Tapi eman Cela tak boyeh itut Opa puyang te lumah Opa?""Nanti ya Nak, sekarang belum saatnya. Nanti kalau
Zehra mengangguk polos."Terus selain ngasih permen Opa Indra ngapain lagi? Dia pasti marahin Mama sama Opa ya?" tanya Fras lagi. Perasaannya mendadak cemas karena kedatangan papanya ke kontrakan Dewi."Eendaa. Opa Indla baik, Opa Indla tak malahin Mamah cama Mbah, Opa cuma main cama Cela," jawab gadis kecil itu apa adanya.Kening Fras mengerut. Ia masih tak percaya. Karena penasaran pria itu pun gegas ke dalam menemui Dewi."Dek, apa bener tadi Papa ke sini?""Iya, Mas.""Mau apa dia? Pasti Papa mau jahatin kamu ya?" tembak Fras.Dewi menggeleng cepat. "enggak Mas, Papamu gak jahatin aku. Beliau ke sini justru mau minta maaf soal kejadian kemarin sore karena aku dimarahin sana mama kamu. Oh ya, papa kamu juga main sama Zehra sampai siang. Aku gak nyangka Mas, ternyata beliau sesayang itu sama Zehra. Papamu mau nerima Zehra sebagai cucunya," jawab Dewi panjang lebar.Fras mengembuskan napas lega."Oh ya? Mas sampe gak percaya, kok bisa tiba-tiba Papa jadi baik sama kamu dan Zehra? Buk
"P-pagi." Dewi langsung gugup. Perasaannya berubah tak karuan."Boleh saya masuk?" Pak Indra tersenyum ramah."Oh ya, ya silakan, Pak," katanya.Pak Indrapun gegas masuk dan duduk di kursi sederhana yang ada di kontrakan Dewi."Ad-da apa ya, Pak?" Dewi makin gugup.Pak Indra mengulum senyuman lebar."Oh iya. Begini. Sebetulnya saya datang ke sini karena saya mau minta maaf sama kamu atas perlakuan istri saya kemarin sore," jawabnya.Dewi menunduk, "gak apa-apa Pak, gak usah dipikirin saya makum kok."Mbah Asti keluar dari dapur."Ada siapa Dew?" tanyanya. Dan keningnya langsung mengerut saat wanita tua itu melihat pria paruh baya tengah duduk bersama putrinya.Sementara Pak Indra menggangguk sopan pada Mbah Asti, "selamat pagi, Bu.""Ya selamat pagi. Maaf Anda siapa ya?" tanya Mbah Asti.Dewi menoleh, "Ibu ini ... ini Papanya Mas Fras," ucapnya.Sama halnya dengan Dewi tadi, perasaan Mbah Asti juga mendadak tak karuan saat tahu yang datang adalah papanya Fras.Mau apa dia datang ke si
"Mas cuma pengen tahu, Dek. Kalau Adek cinta sama Mas, harusnya Adek itu enggak perlu ragu, malu ataupun nolak rencana pernikahan kita."Dewi menarik napas berat, "aku itu bukan ragu, malu ataupun nolak Mas, aku cuma lagi berusaha berdamai aja sama keadaan aku yang baru. Pernikahan itu bukan cuma menyatukan dua insan Mas, kita gak bisa memaksakan kehendak kita sementara orang-orang di sekitar kita kita abaikan begitu aja. Lebih-lebih orang tua kamu. Aku tahu cara mereka mungkin salah, tapi usaha mereka untuk memisahkan kita itu adalah bukti rasa sayang mereka sama kamu Mas, mereka itu gak mau kamu sampai salah langkah dan menikahi orang yang gak tepat," ujar wanita itu panjang lebar.Fras bergeming dengan napas kasar. Kadang ia juga tak percaya wanita di hadapannya itu sekarang sudah berubah banyak sekali. Lebih bijak, lebih dewasa dan lebih pendiam tentunya."Yuk sayang buruan makannya, kita harus pulang, takut Mbah nungguin," ucap Dewi lagi pada Zehra."Ote, Mamah."Selesai makan da
Laura dan Aagha yang tak menyangka akan bertemu dengan Zehra di tempat makan itu langsung salah tingkah. "Pak Gulu ciniii," panggil Zehra lagi.Aagha cengar-cengir dan gegas menghampiri meja Zehra. Laura juga mengekor di belakangnya."Eh Cela kok ada di sini?" tanya Aagha."Iya Pak Gulu, Cela ladi mam cama Papa dan Mama Dewi. Pak Gulu cama Mama Laula mau mam juga?""Hehe iya.""Cini duduk baleng Cela." Gadis kecil itu menepuk kursi di sampingnya."Eh gak usah. Pak Guru sama Mama Laura duduk di sana aja, kalau di sini nanti kami malah ganggu," tolak Aagha.Zehra menggeleng, "endaa. Enda dandu kok, iya tan, Pa?"Fras yang sedang berpura-pura fokus makan refleks megangguk, "ah ya silakan, silakan duduk aja bareng kami," ucap dia sekenanya."Gak usah. Pak kita duduk di sana aja," tolak Laura seraya menunjuk ke meja yang ada di pojok. "Oh oke. Gadis cantik Pak Guru sama Mama Laura makan di sana ya."Zehrapun mengangguk.Baru saja Laura dan Aagha akan beranjak ke meja itu, beberapa oran
"Gak apa-apa, gak usah dipikirin."Dewi diam meski perasaannya mulai diterpa gundah. Orang tua Mas Fras jelas menolakku, dia gak akan menerima aku sebagai menantunya. Terus aku harus gimana? Ujarnya sepanjang jalan."Gimana gimana tadi? Apa calon mertuamu mau nerima kamu, Nak?" tanya Mbah Asti saat mereka sampai.Dewi menggeleng lesu. Raut wajah Mbah Asti yang tadi sangat bersemangat mendadak ikut lesu."Tadi Mamah dimalah-malahin cama Oma, Mbah," ucap Zehra dengan polosnya.Mbah Asti menarik napas berat. Ketakutannya benar-benar jadi kenyataan.Kasihan Dewi. Padahal dia udah berusaha jadi wanita yang lebih baik lagi. Sebelum berangkat dia juga gak henti-hentinya berdo'a tapi dia malah harus menerima kenyataan pahit ini. Ya Tuhan, semoga Dewi gak sampai putus asa lagi."Gak apa-apa Dek, gak usah dipikirin, mereka cuma masih kaget aja karena Mas tiba-tiba datang ngenalin kamu, harusnya Mas emang bilang dulu sama mereka," ujar Fras. Mengelus pundak Dewi."Gak apa-apa Mas, bukan salah k
Sore harinya setelah Fras pulang kerja. Fras benar-benar mengajak Dewi dan Zehra bertemu dengan kedua orang tuanya."Pa, kita mau temana?""Kita mau ketemu sama Oma, Sayang.""Oma? Omana Cela?""Iya Omanya Cela, Papa sama Mamanya Papa." Fras menunjuk dadanya memberi Zehra penjelasan."Ooh aciiik," sorak gadis kecil itu polos."Ini, bawa makanan ini buat mereka Fras." Mbah Asti memberikan kue Adas yang tadi dibuatnya bersama Dewi."Iya Bu, makasih ya. Kalian siap?" Fras bertanya pada Zehra dan Dewi yang terlihat masih ragu-ragu itu."Ciaaap." Zehra bersemangat."Dek?"Dewi terdiam lesu."Loh Nak, kok malah lesu? Ayo sana, temui calon mertuamu," kata Mbah Asti pada putrinya."Dewi kayaknya masih belum siap deh Bu, Mas."Mbah Asti mengembuskan napas kasar, "iya tapi mau sampe kapan toh? Sudah sana pergi, mumpung mereka juga ada di sini 'kan?" Dewi pun akhirnya mengangguk lalu gegas pergi bersama Fras dan Zehra."Mas, aku ragu, meningan jangan sekarang deh ya." Dewi menghentikan langkah