"Dosok tamal mandi, kata Mamah Cela halus dosok tamal mandi setiap bangun bobo," jawabnya polos.Nyonya Trissy terkejut, "eh gak usah, ayo ayo ke kasur lagi ayo." Zehra menggeleng, "enda Nyonya tatut Mamah malah.""Enggak, mulai sekarang mamamu itu gak akan berani marahin kamu lagi."Cepat Nyonyya Trissy mencuci tangan dan kaki Zehra dengan sabun lalu menggendong gadis kecil itu kembali ke kasur."Mama kamu itu keterlaluan banget, masa anak kecil disuruh gosokin kamar mandi sih. Cela bobo lagi ya, dan mulai sekarang Cela gak usah gosok kamar mandi lagi kalau bangun bobo." Trissy mengelus pipi Zehra lembut.Zehra pun mengangguk dan kembali tidur di atas kasur empuk Nyonya Trissy.-Pukul 7 saat Zehra bangun. Nyonya Trissy cepat memandikan gadis kecil itu karena hari ini ia berniat membawa Zehra pergi ke rumah Fras dan Laura untuk membicarakan keinginannya mengadopsi Zehra.Zehra merasa bahagia karena hari ini dia bisa bangun siang. Bagi Zehra bangun pukul 7 merupakan kebahagiaan yang
Fras mengusap wajahnya kasar, lalu mohon pamit untuk berangkat kerja saja. Dia tahu, berlama-lama di sana hanya akan membuat dadanya makin sempit dan tak tenang "Mi, kalau gitu Fras berangkat sekarang ya." "Ya udah, kamu hati-hati Fras."Setelah berpamitan pada mertua dan istrinya juga, Fras berangkat mengendarai mobil SUV kesayangannya.Sepanjang perjalanan hatinya diselimuti kegundahan. Entah apa yang akan terjadi nanti, dia hanya berharap hubungannya dengan Laura akan baik-baik saja, pria berhidung mancung itu benar-benar tak bisa jika harus kehilangan Laura.Laura adalah wanita yang baik, tulus dan bersahaja. Baginya, bisa menikah dengan Laura adalah anurgah terindah dari Tuhan. Karena itu Fras sangat menjaga hubungannya itu dengan Laura."Arghh." Fras memukul stir mobil. Kepalanya sangat berat dengan pikiran yang bercabang-cabang sekarang."Rumah Mami, apa sebaiknya aku mampir sebentar?" Dia bicara sendiri.Saat melewati rumah mertuanya itu, tiba-tiba terbesit dalam hati Fras
Laura gegas bangkit dari kursi dan mendekati gadis kecil yang tengah duduk di tepi kolam itu."Cela Sayaang, jangan pernah ngomong gitu lagi ya. Gak baik. Tante sedih loh dengernya. Lagian siapa bilang Ayah Cela sudah pergi? Ayah Cela 'kan masih ada cumaan dia belum datang aja."Zehra tersenyum polos."Ya udah, udah hampir sore nih, kita pulang dulu yuk Cel," ajak Nyonya Trissy seraya bangkit juga dari kursi taman.Walau tak mau berpisah dari gadis kecil itu, Laura akhirnya setuju saja."Gak apa-apa mulai besok 'kan Zehra tinggal di sini sama kamu, sekarang Zehra Mami bawa pulang dulu biar si Dewi bisa lihat Zehra dulu sebentar, walau bagaimanapun dia 'kan ibunya, besok Mami kesini lagi sekalian Mami bawain baju-baju Zehra," ujar Trissy panjang lebar, ia mencoba menghilangkan kesedihan Laura."Janji loh Mi, pagi-pagi bawa Zehra ke sini, 'kan mau daftar sekolah juga.""Iya."Pak Ebi pun gegas membawa Zehra dan Nyonya Trissy meluncur pulang. Sampai di rumah Nyonya Trissy langsung menyur
Untunglah kedua bola matanya melihat bangku yang ada di taman, secepat kilat ia pun duduk di sana."Siapapun yang sedang menuju ke sini, semoga orang itu akan percaya pada alasan yang akan kuberikan."Tap tap tap.Dewi melihat ternyata Nyonya Trissy yang berdiri di depan pintu. Sontak saja hal itu membuat keringat dingin berhamburan di wajah Dewi."Dewi? Kamu di sana? Ngapain malam-malam di luar?" "Emh a anu Nyonya, saya ... lagi nyari angin."Mata Nyonya Trissy menyipit, "Zehra mana?""Ti-tidur, Nyonya.""Kamu juga tidur, udah malem, gak baik membuka pintu malem-malem begini, takut ada orang berniat jahat.""Baik, Nyonya," balasnya seraya mengangguk dan menyeka keringat di keningnya.Nyonya Trissy kembali masuk, diikuti Dewi di belakangnya."Sial! Rencanaku gagal," dengusnya pelan.***Pukul 4 pagi Dewi sudah kembali bangun, sementara di sampingnya Zehra masih tidur lelap. Tangannya gatal, biasanya Dewi akan langsung menyeret Zehra agar gadis kecil itu juga gegas bangun, tapi kali in
"Enggak Mi, Laura nunggu di rumah, kasihan takut kecapekan kalau dia bolak-balik terus, nanti aja Fras jemput dia terus langsung ke sekolahan."Mata Dewi membeliak mendengar ucapan Fras untuk istri tercintanya.Apa dia bilang? Takut Laura kecapekan? Bolak-balik naik mobil aja takut kecapekan? Kemana aja kamu Fras? Aku di kampung menyusuri hutan dan kebun hanya untuk cari makan, duduk pinggir jalan demi uang tak seberapa, saat aku datang kamu malah acuhkan aku begini. Keterlaluan kamu Fras, keterlaluan! pekik Dewi dalam hatinya."Oh gituu, ya udah gimana baiknya aja."Fras mengangguk."Dew, mana bajunya Zehra?" Nyonya Trissy bicara lagi.Cepat Dewi memberikan tas berisi baju-baju gadis kecil itu lalu berjongkok di depannya."Zehra, jangan nakal ya Sayang. Kalau Zehra kangen Mamah, Zehra minta antar Om Fras aja ya," ucapnya seraya tersenyum lebar pada gadis kecil yang tengah berseri-seri itu."Ciap, Mamah."Alis Fras terangkat refleks. Dia merasa hari ini ada yang aneh dari Dewi.Tumben
"Bu ... Mas Fras, Bu ... Mas Fraaas.""Iya, kenapa dia?""Mas Fras pergi Bu, dia bilang kami selesai, Bu." Dewi menangis sesegukan di bawah kaki ibunya."Selesai? Selesai bagaimana?"Dewi tak bisa menjawab lagi. Lukanya begitu dalam, sakit di hatinya membekas bahkan hingga 4 tahun lamanya. 4 tahun Dewi lalui dengan susah payah, berpuluh-puluh kali ia menangis menyesali segalanya, dan beberapa kali wanita itu juga mencoba mengakhiri hidupnya.Untunglah ada Mbah Asti yang selalu mengingatkan Dewi, walau tak dipungkiri juga Mbah Asti sama sakit dan kecewanya dengan keadaan yang terpaksa harus mereka jalani.Mbah Asti sudah tua kala itu, dia juga sudah berhenti kerja dari rumah Nyonya Trissy, tapi terpaksa harus menjadi orang terdepan dan terkuat demi Dewi dan cucunya yang sekuat tenaga ia pertahankan."Jangan pernah coba-coba menyakiti apalagi menghilangkan nyawa anak tak berdosa itu Dewi. Ibu akan mengurusnya kalau kamu tidak mau." Ucapan itu yang kerap terlontar saat Dewi frustasi dan
"Sayang, udah waktunya jemput Cela, kamu gak lupa 'kan?""Oh enggak doong, jahat banget kalau aku sampe lupa hehe.""Hehe makasih istrikuu Sayang, aku percaya sama kamu, kamu baik-baik ya, tolong jaga Cela baik-baik juga.""Siap, Pak Bos."Obrolan mereka berakhir. Laura tersenyum lebar. Kadang ia merasa tak percaya karena punya suami sebaik Fras yang selalu mendukung apapun keinginannya."Makasih Mas, aku mencintai, mu."Dreeet."Astagfirullah." Laura menginjak pedal rem mendadak saat seekor kucing melompat ke kaca mobilnya."Kucing siapa sih? Tapi kayaknya kucing liar. Duh mati enggak ya?"Laura pun turun sebentar. Ia lantas memeriksa kolong mobilnya."Ah gak ada apa-apa, kemana kucingnya ya?"Setelah mencari sebentar, Laura kembali naik dan melajukan mobilnya."Ada-ada aja sih, padahal lagi buru-buru begini," katanya sambil menggeleng-geleng kepala dan terus fokus menyetir.---Teeettt!Bel sekolah Zehra bunyi nyaring. Sejurus dengan itu pintu gerbang juga terbuka lebar. Anak-ana
"M-Mas, aku ... aku ...." Laura tergagap, air matanya mulai menggenang karena untuk pertamakalinya Fras membentak."Maaf Ma, Pa, kami akan bantu lapor polisi saja untuk kasus ini, tapi Mama dan Papa diharap untuk tenang ya," kata seorang pengajar yang tengah bersama mereka. Pengajar itu cukup paham rupanya kondisi antara Fras dan Laura mulai memanas."Ya sudah tunggu apa lagi?! Memang itu tugas kalian 'kan? Bisa-bisanya kalian lalai!" sentak Fras.Mereka terperanjat, tak kecuali Laura, sampai dengan refleks air matanya luruh membasahi pipi."Kalau sampai anak saya gak cepat ditemukan, saya akan tuntut sekolah ini," kata Fras lagi.Gegas pria itu pergi ke mobilnya. Laura cepat mengekor. Mereka pun akhirnya memutuskan pulang dengan harapan Zehra sudah ada di rumah. Tapi saat sampai rumah lagi-lagi mereka harus kecewa."Gak ada Non Cela pulang, Nyonya," jawab Pak Iglo yang merupakan security rumah mereka."Ya ampun, Cela ... kemana kamu, Nak?" Laura makin terisak. Pikirannya kacau dan be
Fras mengangguk. Dia agak merasa heran dengan pertanyaan Nyonya Nagita yang mendadak seperti memperdulikan Dewi."Ya Tuhan Fras bisa-bisanya kamu nyuruh Dewi pulang sendirian. Kasihan dia, ini udah malem. Kalau terjadi apa-apa sama dia gimana?"Fras terbelalak. Antara haru dan tak percaya matanya sampai berkaca-kaca."Sana pergi, antarkan dia pulang," titah Nyonya Nagita.Fras mengerjap dan refleks bangkit mengejar Dewi keluar. Tapi sayang rupanya Dewi sudah pergi naik angkot."Ah udah gak ada pula," dengus Fras.Dia pun terpaksa kembali ke ruangannya Nyonya Nagita."Loh kamu kok balik lagi aja?""Dewi udah pergi, Ma. Dia udah naik angkot kayaknya.""Yaah telat kamu Fras."***Seminggu kemudian. Di hari minggu. Zehra dan Dewi kebetulan sedang libur jadi mereka semua sedang ada di rumah.Tok tok tok."Ceel, bisa tolong bukain pintu? Mama lagi nyapu Sayaang!" teriak Dewi."Ote, Mamah."Zehra gegas berhambur ke depan.Kreet."Papaaa. Opaaa." Gadis kecil itu tersenyum lebar dan langsung b
Nyonya Nagita lalu bangkit. Perutnya terasa lapar. Dia baru ingat dari pagi dia belum makan apa-apa. "Ah meningan aku nyari makan ke jalan raya," katanya.Nyonya Nagita jalan tergesa ke jalan raya. Dan saking tergesanya dia sampai tak memperhatikan lalu lalamg mobil yang sedang ramai hingga akhirnya ia terserempet mobil.Bughh. Gedebussh."Aaaa!"Dalam sekali hantaman Nyonya Nagita langsung tak sadarkan diri. Kepalanya terbentur ke bahu jalan sampai keningnya sobek dan mengeluarkan darah yang tak sedikit.Sontak saja semua orang yang ada di sekitar sana langsung berlari mengerubungi Nyonya Nagita."Eh ada kecelakaan ada kecelakaan.""Ada apa itu Dew?" Koh Liem yang melihat orang-orang berlarian depan tokonya ikutan panik."Gak tahu Koh, mungkin ada kecelakaan. Coba Dewi lihat dulu boleh gak Koh?""Ya udah sana sana."Karena penasaran, Dewi gegas lari ke arah orang-orang yang sedang berkerubung."Bawa aja bawa ke rumah sakit.""Tapi siapa yang bakal tanggung jawab? Mana gak ada yang k
"Ya sudah Pak, boleh. Saya izinkan Bapak menjemput Zehra pulang sekolah tapi itu pun kalau gak merepotkan Bapak.""Terimakasih Dew." Pak Indra mengecup pucuk kepala Zehra.Gadis kecil itu hanya tersenyum membalasnya.***Esok harinya Pak Indra benar-benar menjemput Zehra. Pria itu merasa sangat bahagia sebab impian di masa tuanya terkabul bahkan lebih cepat dari dugaannya. Sepulang menjemput Zehra, Pak Indra juga menyempatkan diri bermain dengan cucu satu-satunya itu sampai lewat tengah hari. Pria itu benar-benar menikmati hidupnya bersama Zehra.Walau sekarang hidupnya kekurangan bahkan cenderung miskin, ia sudah tak peduli lagi. Baginya yang terpenting sekarang adalah dia selalu melihat dan bertemu Zehra setiap hari.Sebab hal itu adalah kebahagiaan yang tak bisa ia dapatkan dari manapun. "Cel ... Opa pulang dulu ya, Cela istirahat 'kan capek main terus dari tadi.""Iya, Opa. Tapi eman Cela tak boyeh itut Opa puyang te lumah Opa?""Nanti ya Nak, sekarang belum saatnya. Nanti kalau
Zehra mengangguk polos."Terus selain ngasih permen Opa Indra ngapain lagi? Dia pasti marahin Mama sama Opa ya?" tanya Fras lagi. Perasaannya mendadak cemas karena kedatangan papanya ke kontrakan Dewi."Eendaa. Opa Indla baik, Opa Indla tak malahin Mamah cama Mbah, Opa cuma main cama Cela," jawab gadis kecil itu apa adanya.Kening Fras mengerut. Ia masih tak percaya. Karena penasaran pria itu pun gegas ke dalam menemui Dewi."Dek, apa bener tadi Papa ke sini?""Iya, Mas.""Mau apa dia? Pasti Papa mau jahatin kamu ya?" tembak Fras.Dewi menggeleng cepat. "enggak Mas, Papamu gak jahatin aku. Beliau ke sini justru mau minta maaf soal kejadian kemarin sore karena aku dimarahin sana mama kamu. Oh ya, papa kamu juga main sama Zehra sampai siang. Aku gak nyangka Mas, ternyata beliau sesayang itu sama Zehra. Papamu mau nerima Zehra sebagai cucunya," jawab Dewi panjang lebar.Fras mengembuskan napas lega."Oh ya? Mas sampe gak percaya, kok bisa tiba-tiba Papa jadi baik sama kamu dan Zehra? Buk
"P-pagi." Dewi langsung gugup. Perasaannya berubah tak karuan."Boleh saya masuk?" Pak Indra tersenyum ramah."Oh ya, ya silakan, Pak," katanya.Pak Indrapun gegas masuk dan duduk di kursi sederhana yang ada di kontrakan Dewi."Ad-da apa ya, Pak?" Dewi makin gugup.Pak Indra mengulum senyuman lebar."Oh iya. Begini. Sebetulnya saya datang ke sini karena saya mau minta maaf sama kamu atas perlakuan istri saya kemarin sore," jawabnya.Dewi menunduk, "gak apa-apa Pak, gak usah dipikirin saya makum kok."Mbah Asti keluar dari dapur."Ada siapa Dew?" tanyanya. Dan keningnya langsung mengerut saat wanita tua itu melihat pria paruh baya tengah duduk bersama putrinya.Sementara Pak Indra menggangguk sopan pada Mbah Asti, "selamat pagi, Bu.""Ya selamat pagi. Maaf Anda siapa ya?" tanya Mbah Asti.Dewi menoleh, "Ibu ini ... ini Papanya Mas Fras," ucapnya.Sama halnya dengan Dewi tadi, perasaan Mbah Asti juga mendadak tak karuan saat tahu yang datang adalah papanya Fras.Mau apa dia datang ke si
"Mas cuma pengen tahu, Dek. Kalau Adek cinta sama Mas, harusnya Adek itu enggak perlu ragu, malu ataupun nolak rencana pernikahan kita."Dewi menarik napas berat, "aku itu bukan ragu, malu ataupun nolak Mas, aku cuma lagi berusaha berdamai aja sama keadaan aku yang baru. Pernikahan itu bukan cuma menyatukan dua insan Mas, kita gak bisa memaksakan kehendak kita sementara orang-orang di sekitar kita kita abaikan begitu aja. Lebih-lebih orang tua kamu. Aku tahu cara mereka mungkin salah, tapi usaha mereka untuk memisahkan kita itu adalah bukti rasa sayang mereka sama kamu Mas, mereka itu gak mau kamu sampai salah langkah dan menikahi orang yang gak tepat," ujar wanita itu panjang lebar.Fras bergeming dengan napas kasar. Kadang ia juga tak percaya wanita di hadapannya itu sekarang sudah berubah banyak sekali. Lebih bijak, lebih dewasa dan lebih pendiam tentunya."Yuk sayang buruan makannya, kita harus pulang, takut Mbah nungguin," ucap Dewi lagi pada Zehra."Ote, Mamah."Selesai makan da
Laura dan Aagha yang tak menyangka akan bertemu dengan Zehra di tempat makan itu langsung salah tingkah. "Pak Gulu ciniii," panggil Zehra lagi.Aagha cengar-cengir dan gegas menghampiri meja Zehra. Laura juga mengekor di belakangnya."Eh Cela kok ada di sini?" tanya Aagha."Iya Pak Gulu, Cela ladi mam cama Papa dan Mama Dewi. Pak Gulu cama Mama Laula mau mam juga?""Hehe iya.""Cini duduk baleng Cela." Gadis kecil itu menepuk kursi di sampingnya."Eh gak usah. Pak Guru sama Mama Laura duduk di sana aja, kalau di sini nanti kami malah ganggu," tolak Aagha.Zehra menggeleng, "endaa. Enda dandu kok, iya tan, Pa?"Fras yang sedang berpura-pura fokus makan refleks megangguk, "ah ya silakan, silakan duduk aja bareng kami," ucap dia sekenanya."Gak usah. Pak kita duduk di sana aja," tolak Laura seraya menunjuk ke meja yang ada di pojok. "Oh oke. Gadis cantik Pak Guru sama Mama Laura makan di sana ya."Zehrapun mengangguk.Baru saja Laura dan Aagha akan beranjak ke meja itu, beberapa oran
"Gak apa-apa, gak usah dipikirin."Dewi diam meski perasaannya mulai diterpa gundah. Orang tua Mas Fras jelas menolakku, dia gak akan menerima aku sebagai menantunya. Terus aku harus gimana? Ujarnya sepanjang jalan."Gimana gimana tadi? Apa calon mertuamu mau nerima kamu, Nak?" tanya Mbah Asti saat mereka sampai.Dewi menggeleng lesu. Raut wajah Mbah Asti yang tadi sangat bersemangat mendadak ikut lesu."Tadi Mamah dimalah-malahin cama Oma, Mbah," ucap Zehra dengan polosnya.Mbah Asti menarik napas berat. Ketakutannya benar-benar jadi kenyataan.Kasihan Dewi. Padahal dia udah berusaha jadi wanita yang lebih baik lagi. Sebelum berangkat dia juga gak henti-hentinya berdo'a tapi dia malah harus menerima kenyataan pahit ini. Ya Tuhan, semoga Dewi gak sampai putus asa lagi."Gak apa-apa Dek, gak usah dipikirin, mereka cuma masih kaget aja karena Mas tiba-tiba datang ngenalin kamu, harusnya Mas emang bilang dulu sama mereka," ujar Fras. Mengelus pundak Dewi."Gak apa-apa Mas, bukan salah k
Sore harinya setelah Fras pulang kerja. Fras benar-benar mengajak Dewi dan Zehra bertemu dengan kedua orang tuanya."Pa, kita mau temana?""Kita mau ketemu sama Oma, Sayang.""Oma? Omana Cela?""Iya Omanya Cela, Papa sama Mamanya Papa." Fras menunjuk dadanya memberi Zehra penjelasan."Ooh aciiik," sorak gadis kecil itu polos."Ini, bawa makanan ini buat mereka Fras." Mbah Asti memberikan kue Adas yang tadi dibuatnya bersama Dewi."Iya Bu, makasih ya. Kalian siap?" Fras bertanya pada Zehra dan Dewi yang terlihat masih ragu-ragu itu."Ciaaap." Zehra bersemangat."Dek?"Dewi terdiam lesu."Loh Nak, kok malah lesu? Ayo sana, temui calon mertuamu," kata Mbah Asti pada putrinya."Dewi kayaknya masih belum siap deh Bu, Mas."Mbah Asti mengembuskan napas kasar, "iya tapi mau sampe kapan toh? Sudah sana pergi, mumpung mereka juga ada di sini 'kan?" Dewi pun akhirnya mengangguk lalu gegas pergi bersama Fras dan Zehra."Mas, aku ragu, meningan jangan sekarang deh ya." Dewi menghentikan langkah