“Naka, ayo terbang!”“Aaaaa… Papa!”Naka tertawa senang kala Vino mengangkat tubuhnya tinggi-tinggi, lalu bahkan sesekali melemparnya ke udara. Membuat anak itu merasa seperti tengah terbang saja dalam lindungan sang ayah. Teriakan sang putra langsung membuat Soraya langsung melirik ke arah mereka.“Hati-hati, Mas. Ntar jatuh Nakanya. Kamu suka banget deh begitu,” omelnya sambil sibuk membantu beberapa Asisten Rumah Tangga menyiapkan beberapa daging segar yang akan digunakan untuk pesta barbeque keluarga malam ini.“Iya nih, Mama juga cemas. Naka itu kan punya penyakit asma yang mudah kambuh kalau kamu kejutkan begitu. Gimana kalau kambuh coba?” ucap Indah yang juga tampak ikut bekerja.“Para ladies ini terlalu cemas deh.” Arvino menyahut sampe terkekeh. “Aku tahu kok yang aku lakukan, sehingga nggak mungkin aku bahayain dia. Lagipula Naka selalu senang banget main pesawat-pesawatan. Ya nggak, Nak?” tanyanya sambil mengusap sang putra yang telah kembali dia turunkan ke tanah.“Hm… mai
Lima tahun yang lalu. Beberapa bulan semenjak kelahiran Nala dan Naka.“Papa bilang kamu nggak usah memikirkan lagi soal perempuan itu. Papa udah urus semuanya. Kamu hanya perlu fokus sama istri dan kedua anak kamu, sehingga mereka tak akan pernah menyadari semua ketidakberesan ini.”Hardean menyahut begitu saat sekali lagi Vino menanyakan soal keberadaan Ratu.Vino sebenarnya ingin tak peduli sepenuhnya, namun tetap saja ini sudah menjadi urusannya sejak awal. Walau bagaimanapun dia yang terlibat langsung dengan Ratu. Sehingga setelah perempuan itu menghilang begitu saja setelah melahirkan, tentu saja dia jadi terus penasaran. Dia juga khawatir kalau saja nantinya perempuan itu akan kembali datang dan mengacaukan semuanya.“Aku hanya pastikan saja semuanya aman, Pa—““Aman. Semuanya aman-aman saja, jadi kamu sama sekali nggak perlu mencemaskan hal ini. Papa yang akan mengurus semuanya.” Hardean menyahut cuek sambil terus bekerja. Sampai ketika ia tiba-tiba menghentikan pekerjaannya,
Vino melihat mobil yang dinaiki oleh istri dan kedua anaknya mulai bergerak meninggalkan gedung Taman Kanak-Kanak itu. Pria itu bahkan sedikit merungkukkan badannya di bagian belakang mobil, sehingga mereka tidak melihat keberadaannya di sana.Setelah merasa yakin mereka telah pergi, barulah Vino meluruskan duduknya lagi. Pandangannya tertuju pada pintu pagar dengan cat biru muda itu.“Sedan putih di depan. Sepertinya inilah mobil yang dimaksudkan oleh anak buah yang bertugas, Pak.”Vino memfokuskan pandangan pada kendaraan yang dimaksud saat hendak melewati mereka. Sekilas dari jendela kaca, dia seperti melihat wajah dari pengemudinya. Sepertinya cocok dengan orang di foto yang didapatkannya pagi ini.“Segera ikuti dia, Fad.”“Baik, Pak.” Fadly beralih pada sopir di sampingnya. “Pak, tolong ikuti mobil yang tadi. Jangan sampai hilang.”“Siap, Pak.”Mobil mewah itu pun bergerak lagi meninggalkan gedung sekolah itu. Mereka berusaha mengekori mobil sedan yang dieprkirakan dikendarai ole
Dengan tangan yang saling bertautan, Soraya dan Vino memasuki lokasi pesta tersebut. Senyuman kebahagian terpancar di wajah masing-masing saat mereka menyapa beberapa undangan yang cukup mereka kenal dalam lingkungan bisnis ini. Memungut setiap pujian serta ucapan selamat dari semua orang atas posisi baru Vino di perusahaan.“Kita sapa Pak Tanaka dulu, sayang,” bisik Vino setelah mereka berdiri sebentar untuk berbasa basi dengan undangan itu. “Mereka di sana.”Soraya menganggukkan kepalanya. Lantas setelah pamit sejenak pada orang-orang tadi, mereka pun lebih bergeser untuk memasuki ruangan. Menuju pemilik acara yang tampak selalu sibuk untuk menyapa semua tamu undangan.“Itu istri mudanya Pak Tanaka. Wah, dia cantik banget. Bahkan terlihat sangat muda -- seperti masih ABG karena gen mereka yang sering terlihat lebih muda. Apa aku nggak kelihatan kayak Tantenya saat berdiri dengannya nanti,” bisik Soraya sambil mereka terus mendekati pasangan yang sibuk menyapa semua orang itu.Vino t
[+62812XXXXXXX9: Ini aku, Mas. Wanita bergaun biru yang datang hanya untukmu. Temui aku di balkon menuju toilet lantai ini sekarang. Aku menunggu untuk kamu.]Baru sekitar dua menit setelah Ratu tampak berjalan menuju arah kamar mandi, pria itu menerima pesan itu di ponselnya. Membuatnya nyaris meludahkan tetesan anggur yang tengah dikecapnya.Dilayangkannya pandangan ke arah sang istri yang duduk tepat di sampingnya. Walaupun perhatian perempuan itu kini teralihkan pada istri Tuan Tanaka yang duduk di sisinya yang lain. Di mana mereka tampak akrab lebih mudah dari yang Vino bayangkan.Ponselnya bergetar lagi. Sebuah pesan masuk lagi.[+62812XXXXXXX9: Datanglah kalau tidak mau aku membuat masalah. Jangan mengujiku. Lagipula kamu bisa berpura-pura seperti menyapa lagi mantan karyawanmu dulu, kan? Aku hanya memberimu waktu kurang lebih sepuluh menit, Mas. Kutunggu.]Arvino semakin mendesah kesal. ‘Bisa-bisanya dia memerintahku,’ gumam pria itu di dalam hati.Namun, kemudian terpikir ol
‘Apa yang sebenarnya dilakukan oleh Papa kepada Ratu? Kenapa dia tampak sedendam itu?’Kepala Vino jadi dipenuhi oleh hal itu setelahnya. Dari sejak dia meninggalkan tempat pesta tadi, di jalan pulang, bermesraan dengan Soraya, hingga kini saat seharusnya dia mengistirahatkan tubuh setelah lelah seharian. Pikirannya tak bisa berhenti untuk menemukan jawaban atas rasa penasaran ini.Dialihkannya pandangan menuju jam dinding yang menempel di salah satu sudut ruangan, menemukan jarum pendek dan panjangnya sama-sama menunjuk angka tiga. Berarti subuh akan segera jatuh tak lama lagi. Namun, kenapa dia masih juga belum mengistirahatkan dirinya?Kini diliriknya sosok yang tidur tenang di sisinya. Soraya tampak telah tertidur nyenyak walau telah melepaskan diri dari dekapan sang suami. Sebab tentu dia pun juga kelelahan seharian ini mulai dari merawat anak-anak hingga menghadiri pesta. Sehingga setelah tadi mereka bertukar pakaian dan sambil bercumbu selama beberapa menit, akhirnya dia menyer
“Semalam sekitar jam setengah empat kamu ke mana, Mas? Kenapa pas aku bangun kamu nggak ada?”Pertanyaan dari Soraya itu sempat membuat Vino membeku. Sejenak, pria itu terbata dan bingung akan menjawab apa. Sampai kemudian ia dengan cepat mengendalikan kegugupan di dalam hatinya.“Oh, aku nggak bisa tidur. Aku pergi ke atas ke ruangan Papa, lalu merokok sejenak di sana,” katanya santai sambil mendekati sang istri dan duduk di depannya.Ekspresi Soraya tampak sedikit berubah. Dipandangnya sang suami dengan ekspresi prihatin. “Kamu masih sering kepikiran soal Papa ya? Tapi kamu nggak pernah terus terang kepadaku dan menanggungnya sendiri?”Vino padahal hanya menutupi perbuatannya semalam, namun tetap saja dia tersentuh dengan perhatian sang istri. Apalagi karena sesungguhnya memang dia belum sepenuhnya terbiasa ditinggal oleh Hardean. Baik itu sebagai anak, maupun sebagai seorang profesional yang kini menjabat sebagai CEO dadakan. Sehingga tetap saja dia begitu sangat mengapresiasi ucap
‘Ratu benar-benar tak bercanda soal ancamannya. Dia tak hanya menyelundup ke sekolah anak-anak dan mendekati Soraya, dia bahkan mulai mengirimkan sinyal-sinyal tertentu kepada Naka. Aku benar-benar harus segera menghentikannya.’Kembali, pikiran Vino kacau hari ini sehingga ia tak bisa fokus bekerja. Mengunakan kekuasaannya sebagai pimpinan perusahaan, dia kembali menghentikan seluruh jadwal yang harus dihadirinya untuk hari ini. Lalu bolos sekali lagi dengan meninggalkan kantor lebih awal.Nyatanya ada janji baru yang malah dibuatnya di depan kantor. Janji itulah yang membawanya ke sini, di depan gedung Rumah Sakit Brahmadja. Tempat di mana lima tahun yang lalu Nala dan Naka dilahirkan dengan selisih beberapa jam, lalu kebohongan besar untuk Soraya pun dibuat.“Sudah lama kamu tak mengunjungi Om langsung di sini, Vin. Biasanya kita hanya bertemu saat Om diundang sama mendiang Papa kamu ke rumah. Serta tentu saja… waktu kemarin Om dan keluarga melayat ke sana.”Dokter Gilang berkata b