Setelah hanya berhasil melihat Abi dari kejauhan, Arya memutuskan untuk kembali ke rumah sakit. "Mamih bagaimana? Apa ada perkembangan?" tanya Arya pada Luna sementara Liana sedang berada di kamar mandi. "Ibu sudah bisa menggerakkan jemarinya sedikit demi sedikit Tuan" jawab Luna dengan tersenyum. Liana yang masih berada didepan kamar mandi tercengang dengan ucapan Luna, dia tidak menyangka Mamih Ratna akan mulai pulih dalam waktu yang secepat ini. "Apa lagi yang harus aku lakukan?" gumannya resah. "Kenapa aku tidak sadar Mamih mulai bisa menggerakkan jari?" sambungnya. Untuk mendapat informasi terbaru lainnya, Liana pun mendekati mereka sambil menyapa Arya yang baru saja datang. Setelah itu, merekapun duduk di sofa karena Mamih Ratna sedang tertidur setelah diberi obat. "Jadi apa langkah kamu selanjutnya? Tidakkah kamu ingin menjebloskannya ke penjara?" tanya Liana sedikit meyakinkan Arya. "Aku sedang memikirkan semuanya. Mungkin akan lebih baik jika dia masuk penjara, tapi ti
SWASTIKA "Mau apa lagi dia menghubungi Arya?" gumam Liana yang kemudian menggeser panggilan ke warna merah yang bertanda bahwa panggilan itu ditolak. "Berani-beraninya dia menghubungi Arya lagi" sambungnya dengan nada sinis. "Ada apa?" tanya Arya yang baru saja kembali dari kamar mandi. "Tidak ada apa-apa. Kamu makan dulu, ini aku bawakan makan siang" ucap Liana mencoba menyembunyikan kegugupannya dihadapan Arya sembari membuka kotak bekal makanan. Karena sudah dibawakan, Arya pun memakan bekal itu demi menghargai Liana. Yang menurut Arya sudah berjasa membantunya menjaga Mamih sementara dia sedang bekerja. Arya dengan lahap memakan semua yang diakui Liana sebagai masakannya itu, padahal dia menyuruh asisten rumah tangganya yang memasak. "Ini sudah hampir satu bulan sejak kejadian itu dan kamu masih belum melaporkan wanita kejam itu. Mau sampai kapan Arya? Mamih juga butuh keadilan" ucap Liana setelah Arya selesai makan dan tengah menenggak jus jeruk. "Nanti dululah, masih aku
Karena suara tumpang tindih, teriakan Arya tidak terdengar oleh Swastika. Arya pun segera mendekati mereka dan menarik bahu Brian menjauh dari Swastika kemudian berdiri didepannya dan bersiap untuk memukul wajah Brian sebelum tangannya dihentikan oleh Swastika. "Anda siapa?" tanya Brian yang terkejut dengan kedatangan Arya yang tiba-tiba. "Kamu sudah berlaku tidak sopan padanya" tunjuk Arya pada Swastika yang ada disebelahnya. "Menjauh darinya" ucap Arya tegas. "Apa-apaan sih kamu?" timpal Swastika yang geram dengan sikap Arya. Dan memutuskan untuk mendekati Brian dan menanyakan padanya apakah bahunya sakit atau tidak. "Kamu dilecehkan olehnya" ucap Arya yang seolah ada tanduk muncul diatas kepalanya. "Apanya yang dilecehkan? Dia hanya membantu mengambil bulu mataku yang jatuh disini" jawab Swastika tak kalah geram dengan menunjuk bawah mata kirinya. Tidak ingin merusak acara pesta orang lain, Swastika pun mengajak Brian untuk menjauh tapi Brian justru meminta untuk pulang saja
"Mohon maaf Bapak, Ibu kalau belum ada janji tidak bisa" ucap bagian resepsionis yang tertulis nama Alice di name tag-nya. "Mbak, ini urgent" ucap Balin sementara Elena yang sejak awal sudah malas berada disana hanya duduk di sofa bersama Abi yang masih cemberut. "Mohon maaf Pak. Memang sudah peraturannya seperti itu". "Tolong mbak. Ini urgent menyangkut hidup dan matinya Swastika" ucap Balin mencoba bernegosiasi. Lama mereka berdebat hingga akhirnya Alice menyerah dan memutuskan untuk menghubungi Rama. Setelah mendengar penjelasan Alice, Rama langsung turun ke lobby karena dia tau betul siapa Swastika dan Abi yang dimaksud Alice dan seberapa penting mereka untuk Bosnya, walaupun dia sendiri tidak tau bagaimana masa lalu mereka. Rama masih belum memberitahukan pada Arya karena Bosnya itu sedang makan siang bersama klien di restoran yang tidak jauh dari kantornya. Dia tidak mendampinginya karena ada dokumen yang harus Rama salin dan harus segera dikirimkan."Abi" gumamnya lirih sam
Arya lembur hari ini demi mencari Swastika, dia menitipkan Mamih Ratna pada Luna dan Liana yang saat ini entah ada dimana. Dia juga memantau keadaan Abi melalui Balin dan Elena. Berharap agar Abi bisa menerima semuanya dan mencoba tegar. Walau sekarang Abi jadi lebih pendiam tapi setidaknya dia sudah tidak menangis dan terus-terusan mencari Mamanya. Penjelasan dan penekanan Arya pada setiap kata saat menjelaskan tentang keadaan Mamanya membuat Abi yakin bahwa Mamanya baik-baik saja dan dia juga harus baik-baik saja demi Mamanya. Walau Abi membenci Arya tapi dia masih berharap pada agar Arya bisa menemukan Mamanya dalam keadaan baik-baik saja. "Sudah selesai semuanya?" tanya Liana pada Brian sambil melihat beberapa dokumen. "Sudah. Nanti malam bisa langsung berangkat" jawab Brian sambil mengemas beberapa pakaiannya. Sementara itu, saat ini keadaan Swastika sudah jauh lebih baik. Walau ditubuhnya banyak bekas luka tapi tidak ada yang melukai organ vital dalam tubuhnya. Liana melukai
Rama memberi instruksi pada anak buahnya untuk berpencar dan pergi saat itu juga menuju ke beberapa lokasi tempat kapal-kapal yang sudah berangkat sejak kemarin malam. "Kita pulang dulu saja, besok kita lanjutkan lagi" ajak Rama pada Arya yang sudah lebih dulu duduk dikursi penumpang. Wajahnya kacau, wajah yang semula datar sekarang semakin menakutkan karena bercampur emosi disana. "Siapa sebenarnya mereka?" gumam Arya. "Apa tidak lebih baik jika bertanya pada sahabat-sahabatnya? Mungkin mereka punya petunjuk yang mengarah pada seseorang" ucap Rama dibalik kemudi. Mereka tidak pulang, tapi kembali kekantor. Disana ada kamar rahasia di ruangan mereka yang bisa digunakan pada saat seperti ini. "Nanti akan aku tanyakan" jawab Arya ketus tanpa menatap Rama yang fokus dibalik kemudi. Sementara itu, rombongan Swastika sudah sampai di Malaysia setelah perjalanan yang panjang. Dia yang memang sudah sadar segera berontak dan mencoba kabur beberapa kali saat sedang transit di rest area ata
Dimas bisa membawa Swastika keluar dari wilayah rumah sakit dengan mulus. Sebelum ke bandara, dia mampir dulu ke apartement untuk beristirahat sekaligus meminta Swastika mandi dan berganti pakaian. Dia tidak tau entah sejak kapan terakhir kali Swastika mandi karena dia terlihat lusu walaupun kulitnya tetap terlihat bersih. "Mandilah dulu dan ganti bajumu. Semuanya ada dilemari berwarna biru" ucap Dimas sambil menunukkan letak kamar mandi dan lemari yang dimaksud. "Aku akan memasak. Kamu ada alergi dengan makanan tertentu?" tanya Dimas dan langsung mendapat gelengan dari Swastika. "Good" jawabnya yang kemudian meninggalkan Swastika agat lebih nyaman. Pada awalnya Swastika ragu, dia takut kejadiannya akan sama seperti yang menimpanya beberapa saat yang lalu. Setelah menunggu beberapa lama dan mengamati ruangan itu, Swastika memutuskan untuk melakukan aktivitasnya dikamar mandi. Dia mandi dengan pelan karena luka pada perut dan beberapa bagian di tubuhnya menghambat gerakannya. Entah
Setelah mengetuk pintu, tak lama pintu terbuka. Arya segera masuk dan menyerahkan barang bawaannya pada Balin kecuali kantong yang berisi cemilan. Dia memindai seluruh ruangan tapi tidak menemukan Abi disana. "Mana Abi?" tanyanya masih dengan wajah datar. "Dikamar Mamanya" jawab Elena sambil menunjuk pintu kamar yang berada paling depan. Tanpa mengucapkan terima kasih atau basa basi lainnya, Arya mengetuk pintu itu dua kali dan kemudian membukanya. "Hai Anak Papa yang sedang belajar, boleh Papa masuk?" sapanya dengan mencoba ramah dan tersenyum masih didepan pintu kamar. Sementara Abi tidak bereaksi apapun. Setelah mendekati Abi, Arya melihat sekilas pekerjaan Abi dan menganggukkan kepala karena semua jawaban Abi benar. "Pintar. Ini Papa bawakan cemilan. Dimakan ya. Papa mau mengobrol sebentar dengan Tante Elena dan Om Balin di ruang tamu" ucap Arya setelah meletakkan dua kantong penuh berisi cemilan yang memang sejak dulu dibatasi oleh Swastika. Abi hanya boleh memakan cemilan-c
"Apa kabar Bapak Arya yang terhormat" ucap pria itu setelah melepas topi dan maskernya. Dengan masih memegang lengannya yang terluka. "Masih berani Anda menemui saya?" ucap Arya dengan tenang. "Kenapa saya harus takut? Saya tidak pernah melakukan sesuatu setengah-setengah. Kalau ujungnya saya pasti akan masuk penjara, kenapa tidak sekalian saja saya mengirim Anda menghadap Tuhan Anda?" pria itu tertawa seolah bangga dengan apa yang dia katakan. "Psikopat. Tunggu saja. Sebentar lagi akan ada polisi yang datang" dan benar saja, tidak lama memang ada polisi yang datang kesana. "Biarkan saja. Saya tidak takut" pria itu masih terus tertawa. "Pak Bramanto, apa Anda yakin keluarga Anda sedang dalam keadaan baik-baik saja saat ini?" gertak Arya yang tentu saja langsung membuat Bramanto ciut. Apalagi saat melihat senyum mengerikan yang Arya berikan, sungguh membuat bulu kuduk meremang."Apa yang Anda tau tentang keluarga saya? Mereka sudah berada ditempat yang aman" ucap Bramanto dengan
Pagi harinya, saat semua keluarga tengah berkumpul untuk sarapan, Arya dan David masih belum menampakkan batang hidungnya. "Kemana Arya? Kenapa belum turun?" gerutu Mamih Ratna. "Dia tadi malam sedikit mabuk Mih, mungkin masih tidur" jawab Swastika. "Akan aku coba bangunkan Mih" sambungnya. "Ya sudah. Suruh dia cepat mandi dan sarapan" "Iya Mih" Swastikapun meninggalkan makanannya dan bergegas menuju kamar Arya. Setelah menanyakan pada para pengawal yang berjaga didepan kamar, Swastika segera masuk. Dan benar saja, Arya masih tertidur pulas diatas ranjang dengan kemeja, celana panjang dan kaos kaki yang sudah berserakan dimana-mana. Swastika memunguti semuanya dan meletakkannya didalam paperbag yang semula berisi pakaian bersih untuk Arya berganti baju. "Ayo bangun" Swastika mencoba menarik lengan Arya untuk mengeluarkannya dari dalam selimut. "Hhmm" "Ayo. Mamih menunggu dibawah" "Biarkan saja. Kepalaku pusing sekali" "Makanya jangan mabuk. Kakimu jugakan masih sakit kenapa
"Aku tidak ingin pulang. Aku ikut kemana Anda pergi" ucap gadis itu dengan wajah memelas dan air mata yang masih menggenang. "HAH?" Rama yang bingung tidak tau harus membawa gadis itu kemana, akhirnya memilih untuk tetap meninggalkan acara pesta. Sebelum pergi dia mengabari Arya bahwa ada urusan mendesak yang membuatnya harus pergi lebih dulu. "Rama kenapa?" tanya Swastika yang mendapat bisikan mengenai kepulangan Rama. "Tidak tau. Katanya ada urusan mendesak" jawab Arya tidak peduli. Merekapun melanjutkan menikmati rangkaian acara lain dengan Abi yang sudah lebih dulu masuk kedalam kamar hotel. Arya sengaja memesan kamar hotel yang memang berada disatu lokasi dengan gedung tempat acara pernikahan Elena. Dia sudah menduga bahwa acara ini akan berlangsung hingga lebih dari tengah malam. Dia juga sudah memesan untuk yang lain termasuk Rama tapi karena dia sudah pulang lebih dulu, kamar itu hanya akan dihuni oleh David sementara Abi akan tetap bersama Ryan dan dua pengawal lain, da
Dua jam sebelum acara dimulai, mereka sudah berangkat beriringan menggunakan tiga mobil dan beberapa pengawal yang ada di belakang rombongan mereka. "Jangan cemberut sepert itu dong. Ayo senyum" goda David pada Rama yang kalah dalam tantangan tahan nafas. "Sialan. Ini tidak mungkin. Pasti kalian berdua curang" tuding Rama pada Abi dan David. "TIDAK" sangkal Abi dan David. "Itu hampir 15 menit. Tidak mungkin kalian bisa tahan nafas sampai selama itu terutama kamu" tunjuk Rama pada David. "Lebih baik kita nanti tanyakan pada Pak Arya saja" jawab David yang tertawa bersama Abi. Mereka merasa lucu melihat Rama yang uring-uringan karena tidak terima dengan kekalahannya. Setelah berkendara membelah kemacetan hampir 2 jam akhirnya mereka sampai ke tempat acara. "Wow. Dekorasinya cantik sekali" kagum Swastika yang lekat memandang dekorasi ruangan itu. Pada awalnya Elena menginginkan tema outdoor tapi karena ramalan cuaca yang tidak menentu akhirnya dia harus mengganti tema menjadi indo
"Wah, tadi itu benar-benar menyenangkan" ucap Abi kegirangan saat sudah masuk kedalam kamarnya. Tidak pernah dia membayangkan akan berada dalam situasi seperti itu. Sangat mirip dengan adegan perkelahian di film action yang sering ditontonnya. Seketika ponselnya bergetar menandakan ada sebuah pesan masuk. "Waaahhhh" teriak Abi kegirangan sembari joget-joget masuk kedalam kamar mandi. Pesan dari Arya yang berisi perintah untuk mulai belajar pisau dan pedang membuat adrenalin Abi terpacu. "Baru pulang sudah sibuk dengan ponselmu lagi?" Ucap Swastika yang keheranan dengan kelakuan Arya. "Hehe. Maaf. Sayang sini sebentar" "Ada apa?" Swastika mendekat membawa es jeruk dan beberapa cemilan. Arya merogoh sesuatu yang ada didalam sakunya dan menunjukkannya pada Swastika. "Marry Me?" ucap Arya tiba-tiba.Swastika yang kaget hanya bisa menutup mulutnya yang menganga. Jantungnya berdetak cepat sampai dia benar-benar tidak bisa berkata-kata. "Maaf karena tidak ada acara istimewa. Aku buk
Sampai dikantornya, Arya segera menuju ruangannya dan meminta Rama dan David untuk segera menemuinya. "Kamu istirahat disini dulu sebentar ya. Aku ada meeting sebentar dengan Rama dan David" ucap Arya setelah mengantar Swastika keruangan pribadinya. "Baiklah. Sepertinya ini perihal rahasia perusahaanmu. Aku akan tunggu disini" jawab Swastika. Sebelum meninggalkan Swastika disana, Arya meninggalkan kecupan dikening dan kemudian menggunakan tongkatnya untuk berjalan menuju ruangannya. Disana Rama dan David sudah menunggu. "Jadi bagaimana? Jelaskan" pinta Arya.Merekapun menjelaskan pada Arya mengenai bukti-bukti temuannya dan siapa saja yang dicurigai sebagai komplotannya. Rama juga menjelaskan bahwa disalah satu cabang perusahaannya, mereka berhasil membawa kabur sejumlah uang. "Kenapa bisa kecolongan lagi?" tanya Arya yang sudah kesal sedari tadi. "Maaf, kami tidak menyangka kalau komplotannya bahkan sudah ada dimana-mana" jawab David. "Untuk sekarang, semua yang ada di kantor c
"Antar ke rumah sakit ya Pak" ucap Abi pada sopir yang mengawalnya. Karena permintaan Arya, untuk sementara Abi tidak diperbolehkan untuk naik sepeda motor sebagai gantinya, dia akan diantar jemput oleh sopir kepercayaan Arya dan beberapa pengawal. Karena hal itu pula, setelah Arya memberi instruksi pada Rama, ada pengawal yang datang kesekolah Abi dan mengambil motor yang dibawanya tadi pagi. "Kenapa harus sebegitunya sih? Kenapa juga tidak boleh naik motor? Dia yang punya musuh kenapa harus aku yang berkorban?" ocehan Abi disepanjang perjalanan. "Tuan Arya hanya mengkhawatirkan Tuan Muda. Karena dibidang yang digeluti Tuan Arya, para musuh tidak akan hanya mencoba menyerang Tuan Arya sendiri tetapi juga orang-orang yang ada disekelilingnya. Jadi saya mohon Tuan Muda untuk tidak berprasangka buruk dulu" ucap Ryan, pengawal pribadi Abi. "Hufh" Abi memutar bola matanya dan memilih untuk kembali fokus pada ponselnya. Setelah menempuh perjalanan yang memakan waktu lama karena terjeb
"Bu, saya mau ijin pulang dulu. Sebentar lagi mau masuk jam kantor" pamit Rama. "Iya. Berangkatlah" jawab Mamih Ratna. Setelah berpamitan, Rama diantar Swastika hingga keluar ruangan. "Rama, kalau ada info terbaru tolong kabari ya" pinta Swastika. "Baik Bu. Akan saya infokan kalau ada perkembangan. Saya permisi" Rama pun meninggalkan rumah sakit dan pergi menuju kantornya. Saat Swastika kembali kedalam ruangan dan melanjutkan kegiatannya mengelap tubuh Arya, tiba-tiba dia merasakan jemari Arya bergerak. Cepat-cepat dia berdiri dan memanggil Mamih Ratna dan Swastika meminta tolong pada Luna untuk memanggilkan dokter. Tak berapa lama, kedua mata Arya perlahan terbuka."Arya" "Sayang" "Kamu bisa dengar Mamih?" "Arya" "Arya" panggil Mamih Ratna dan Swastika saling sahut. Mereka terus memberikan afirmasi pada Arya agar segera sadar tetapi Arya tidak merespon apapun. Dia masih berusaha membuka matanya. "Mamih" "Tika" ucapnya tanpa mengeluarkan suara. "Hei, kamu sudah bangun? Tu
"Tenang dulu Bu" ucap dokter itu kala melihat Swastika yang menangis. "Bapak Arya mengalami patah tulung kaki sebelah kiri dan beberapa luka luar. Untuk luka luar sudah kami tangani, tetapi untuk luka dikaki kami akan segera melakukan operasi. Mohon Ibu untuk menandatangani dokumen persetujuan ini sebelum kami melanjutkan tindakan" ucap dokter itu. Kemudian salah seorang perawat mendatanginya dan menyodorkan dokumen yang harus ditandatangani. "Tapi dia baik-baik saja kan Dok?" tanyanya sekali lagi. "Sejauh yang kami periksa, tidak ada luka dalam selain pada kaki. Semuanya baik-baik saja Bu" jawab dokter. Setelah dokumen ditandatangani, mereka bergegas membawa Arya menuju ruang operasi dan menyuruh Swastika untuk menunggu didepan ruangan. Disana, Swastika menghubungi Luna untuk mengabarkan apa yang tengah terjadi pada Arya karena setelah mencoba menghubungi Rama dia masih belum mendapat jawaban. Luna yang saat itu masih mengantuk dan setengah sadar tersentak mendengar kabar itu. D