Arya lembur hari ini demi mencari Swastika, dia menitipkan Mamih Ratna pada Luna dan Liana yang saat ini entah ada dimana. Dia juga memantau keadaan Abi melalui Balin dan Elena. Berharap agar Abi bisa menerima semuanya dan mencoba tegar. Walau sekarang Abi jadi lebih pendiam tapi setidaknya dia sudah tidak menangis dan terus-terusan mencari Mamanya. Penjelasan dan penekanan Arya pada setiap kata saat menjelaskan tentang keadaan Mamanya membuat Abi yakin bahwa Mamanya baik-baik saja dan dia juga harus baik-baik saja demi Mamanya. Walau Abi membenci Arya tapi dia masih berharap pada agar Arya bisa menemukan Mamanya dalam keadaan baik-baik saja. "Sudah selesai semuanya?" tanya Liana pada Brian sambil melihat beberapa dokumen. "Sudah. Nanti malam bisa langsung berangkat" jawab Brian sambil mengemas beberapa pakaiannya. Sementara itu, saat ini keadaan Swastika sudah jauh lebih baik. Walau ditubuhnya banyak bekas luka tapi tidak ada yang melukai organ vital dalam tubuhnya. Liana melukai
Rama memberi instruksi pada anak buahnya untuk berpencar dan pergi saat itu juga menuju ke beberapa lokasi tempat kapal-kapal yang sudah berangkat sejak kemarin malam. "Kita pulang dulu saja, besok kita lanjutkan lagi" ajak Rama pada Arya yang sudah lebih dulu duduk dikursi penumpang. Wajahnya kacau, wajah yang semula datar sekarang semakin menakutkan karena bercampur emosi disana. "Siapa sebenarnya mereka?" gumam Arya. "Apa tidak lebih baik jika bertanya pada sahabat-sahabatnya? Mungkin mereka punya petunjuk yang mengarah pada seseorang" ucap Rama dibalik kemudi. Mereka tidak pulang, tapi kembali kekantor. Disana ada kamar rahasia di ruangan mereka yang bisa digunakan pada saat seperti ini. "Nanti akan aku tanyakan" jawab Arya ketus tanpa menatap Rama yang fokus dibalik kemudi. Sementara itu, rombongan Swastika sudah sampai di Malaysia setelah perjalanan yang panjang. Dia yang memang sudah sadar segera berontak dan mencoba kabur beberapa kali saat sedang transit di rest area ata
Dimas bisa membawa Swastika keluar dari wilayah rumah sakit dengan mulus. Sebelum ke bandara, dia mampir dulu ke apartement untuk beristirahat sekaligus meminta Swastika mandi dan berganti pakaian. Dia tidak tau entah sejak kapan terakhir kali Swastika mandi karena dia terlihat lusu walaupun kulitnya tetap terlihat bersih. "Mandilah dulu dan ganti bajumu. Semuanya ada dilemari berwarna biru" ucap Dimas sambil menunukkan letak kamar mandi dan lemari yang dimaksud. "Aku akan memasak. Kamu ada alergi dengan makanan tertentu?" tanya Dimas dan langsung mendapat gelengan dari Swastika. "Good" jawabnya yang kemudian meninggalkan Swastika agat lebih nyaman. Pada awalnya Swastika ragu, dia takut kejadiannya akan sama seperti yang menimpanya beberapa saat yang lalu. Setelah menunggu beberapa lama dan mengamati ruangan itu, Swastika memutuskan untuk melakukan aktivitasnya dikamar mandi. Dia mandi dengan pelan karena luka pada perut dan beberapa bagian di tubuhnya menghambat gerakannya. Entah
Setelah mengetuk pintu, tak lama pintu terbuka. Arya segera masuk dan menyerahkan barang bawaannya pada Balin kecuali kantong yang berisi cemilan. Dia memindai seluruh ruangan tapi tidak menemukan Abi disana. "Mana Abi?" tanyanya masih dengan wajah datar. "Dikamar Mamanya" jawab Elena sambil menunjuk pintu kamar yang berada paling depan. Tanpa mengucapkan terima kasih atau basa basi lainnya, Arya mengetuk pintu itu dua kali dan kemudian membukanya. "Hai Anak Papa yang sedang belajar, boleh Papa masuk?" sapanya dengan mencoba ramah dan tersenyum masih didepan pintu kamar. Sementara Abi tidak bereaksi apapun. Setelah mendekati Abi, Arya melihat sekilas pekerjaan Abi dan menganggukkan kepala karena semua jawaban Abi benar. "Pintar. Ini Papa bawakan cemilan. Dimakan ya. Papa mau mengobrol sebentar dengan Tante Elena dan Om Balin di ruang tamu" ucap Arya setelah meletakkan dua kantong penuh berisi cemilan yang memang sejak dulu dibatasi oleh Swastika. Abi hanya boleh memakan cemilan-c
Tepukan tangan Dimas membuyarkan acara tangis menangis itu. Semua memandangnya heran. "Perhatian semuanya" teriak Dimas diantara kesunyian hinhga suaranya terdengar menggema di seluruh ruangan. Dia kemudian menarik salah satu tangan Swastika dengan paksa untuk berada dekat dengannya. Sehingga mau tidak mau Swastika melepas tangan Abi dan Elena agar mereka tidak ikut terluka karena Swastika dapat merasakan cengkraman tangan Dimas berbeda dengan saat dia menggandengnya di bandara. "Mamaaa" teriak Abi yang tubuhnya ditahan oleh Arya. Dia khawatir Mamanya terluka karena perlakuan kasar Dimas. "Ada apa lagi?" tanya Balin tidak kalah terkejut, dia bahkan siap memukul Dimas kalau saja tidak ditahan oleh Elena dan Arya. Arya tau betul Dimas tidak akan melukai orang lain jadi dia diam saja saat Dimas menarik tangan Swastika. Hanya saja sudah 6 tahun sejak terakhir kali mereka bertemu. Apakah dia masih Dimas yang sama? "Kalian mau dia? Hah, tidak segampang itu. Aku sudah mengeluarkan uang
Arya mengemudi dengan kecepatan tinggi, untung saja saat ini sudah dini hari jadi jalanan tergolong sepi. Dimas yang skill mengemudimya tidak kalah dari Arya bahkan sampai kewalahan mengejarnya. "Dia ya, benar-benar. Kalau ditangkap polisikan bisa gawat" gerutu Dimas didalam mobil sambil celingukan kanan kiri karena akan menerobos lampu merah. Benar seperti dugaannya, Arya pulang ke mansion. Orang-orang di mansion sudah kenal akrab dengan Dimas, jadi mereka semua menyambut Dimas yang sudah beberapa tahun tidak main kesana. Bahkan Dimas berbincang sejenak dengan satpam yang lebih dulu menyapanya. Setelah itu, diapun masuk kedalam rumah mencari Arya. "Hei, apa Mamih sudah bangun? Aku mau menyapa sebentar" ucapnya yang saat berada didepan kamar Mamih Ratna, saat itu pula Arya membuka pintu dan keluar dari sana. "Tidak perlu, Mamih masih tidur" jawab Arya yang berubah ketus tidak seperti saat mereka bertemu di apartemen Swastika. Tanpa mempedulikan omelan Dimas, Arya melenggang masuk
Setelah Arya menutup telfonnya, secara bergantian Balin dan Elena juga menelfonnya dan menyarankan hal yang sama. Tak terkecuali Dimas yang justru menyarankannya untuk bedrest total agar lukanya segera sembuh. Karena semua orang menyarankan hal yang sama, Swastika pun menurut. Hingga beberapa minggu berlalu, Swastika masih berdiam diri didalam rumah. Lukanya juga sudah sangat jauh lebih baik tinggal menunggi recovery kulitnya saja. Abi juga sangat membantu dengan tidak mengatakan pada teman-temannya bahwa sang Mama sudah kembali. Selama beberapa hari itu pula, Arya maupun Rama sudah tidak lagi memghubunginya. Dari berita yang beredar di tv atau online, memang perusahaannya saat ini sedang sangat sibuk. Mereka baru saja meliris produk baru yang mendapat respon sangat baik dari masyarakat bahkan penjualannya meningkat setiap harinya. Beberapa kali Dimas masih bolak balik ke apartemennya untuk memantau perkembangan luka Swastika dan memintanya bersabar sedikit lagi hingga semua masalah
Undangan Pernikahan VVIP dari Arya dan Liana berjumlah 4 pcs membuat mereka sampai tak bisa berkata-kata. Dengan sedikit catatan khusus ditulis tangan dikertas note yang berbeda, agar semua barang yang dikirim hari ini berjumlah 6 box dipakai saat acara. "6?" ucap Elena dan Swastika bersamaan. Tak lama terdengar lagi suara bel, jika yang tertera disurat ini benar, berarti bisa dipastikan itu berasal dari kurir yang mengantarkan 3 box kekurangannya. Dengan cepat Elena berlari ke depan pintu. Dan sesuai dengan prediksi mereka, yang memencet bel itu adalah kurir dengan membawa 3 box tambahan yang ukurannya lebih kecil. Elena pun menerimanya dan membawa semuanya ke depan Swastika. Kali ini, warna kertas pembungkusnya berbeda. Mereka berwarna abu-abu dengan pita yang diikat dengan warna serasi. Benar dugaan mereka bahwa itu adalah setelan jas untuk Abi, ukurannya pun sangat pas dibadan Abi beserta sepatu dan peralatan make up dengan lagi-lagi tercetak lambang salah satu luxury brand.