Derrick mendapatkan kunci mobil ayahnya dari sang Ibu yang kebetulan ada di parkiran. "Pergi dari sini, kalian berdua!" teriak Fransisca White pada Derrick dan Vesa."Ibu, ayo ikut!" ajak Derrick.Fransisca menggeleng, "Ibu harus mendampingi ayahmu, Derrick. Kau pergilah dengan Vesa."Mereka bertiga menghindar dari seseorang yang menembak mereka beberapa kali. Fransisca kemudian melempar orang tak dikenal itu dengan sebuah mangkuk dan beruntung lemparannya tepat mengenai sasaran si kepala penembak itu."Sekarang, pergilah. Bawa Vesa pergi, Derrick. Jangan menghubungi siapapun kecuali Ruslan dan keluarga Green," pesan Fransisca. "Green?" ulang Derrick bingung.Fransisca kemudian memberi jalan kepada dua pemuda itu untuk pergi dari sana."Tante," panggil Vesa."Pergilah, Nak. Kau tak aman di sini. Semua penembak itu menargetkan kamu, cepat pergi bersama Derrick," ucap Fransisca cepat sambil melempari semua penembak yang berniat mendekat ke arah mereka."Derrick, cepat!" teriak Fransis
Karena jeritan itu, seseorang penyerang yang merasa sangat terganggu akhirnya menembakkan sebuah peluru yang tepat mengarah pada Fransisca. Wanita paruh baya itu sontak kehilangan nyawanya saat itu juga. Peluru itu mendarat sempurna di dada Fransisca."Bos, kenapa membunuhnya? Bukankah target kita hanya Vesa Araya saja?" tanya salah seorang dari mereka.Seseorang yang dipanggil bos itu sontak memberang marah, "Kau tahu dia siapa?"Orang yang bertanya tadi menggeleng.Si Bos mendecih, "Itu orang tua Derrick White, orang yang membantu Vesa kabur. Dan mereka berdua ini juga telah membantu Vesa kabur dari sini. Kalau bukan karena mereka, kita pasti sudah bisa membunuh si Anak Miliarder itu tadi.""Tetapi tadi dia tertembak, Bos. Dia sempat tertembak," ujar pemuda itu dengan raut sedikit bersemangat.Si Bos tadi langsung menamparnya dengan sangat keras, "Tertembak tapi berhasil kabur. Dasar bodoh!"Orang itu langsung tertunduk."Sudahlah, kita temui Komandan dulu," ucap orang yang dipanggi
"Karena mereka tidak akan mencari kita ke sana, Derrick," ucap Alea serius.Kening Derrick mengerut bingung dan sebelum dia bertanya lagi, Alea sudah kembali berkata, "Mereka tahu aku membawa kalian. Jadi, kemungkinan besar mereka akan mencari di kota-kota yang ada hubungannya dengan keluargaku kan?"Derrick berpikir sejenak, "Benar juga.""Ya, memang benar. Paling aman ya menghindar dari mereka sebisa mungkin dan itu berarti kita harus pergi ke tempat yang tidak bisa mereka tebak," jawab Alea mantap.Derrick mengangguk, "Sejak kapan ka sepintar ini?"Alea menggeram jengkel, dia tahu Derrick sedang menggodanya saja tapi tetap saja dia kesal. Kenapa harus di depan Vesa?Namun, sepertinya Alea tak memiliki waktu untuk menanggapi ucapan Derrick jadi dia lebih memilih untuk berkonsentrasi mengemudi mobil.Menyelamatkan Vesa lebih penting, batin Alea kemudian sambil sesekali melirik lewat spion. Vesa semakin lemah, dia tahu itu. Derrick juga tak berhenti mengecek kondisi Vesa setiap beber
"Aku tidak apa-apa, jangan melihatku dengan cara seperti itu, Derrick White, tolong." Vesa memohon dengan sangat sambil berusaha bangkit dari tempat tidur di rumah sakit.Derrick berniat membantu karena jelas Vesa sedikit kesusahan tapi Alea meliriknya tajam seolah ingin mengingatkan Derrick agar membiarkan Vesa melakukannya sendiri."Ke mana kita akan pergi?" tanya Vesa setelah berhasil berdiri tegak."Kita akan ke Bristol," jawab Alea.Derrick mengerutkan dahinya, "Bukankah kau punya usaha di sana?"Alea mengangguk, "Benar.""Katamu kita harus pergi ke tempat yang tidak mungkin didatangi mereka. Kenapa kita sekarang ke Bristol?" tanya Derrick.Vesa juga menunggu jawaban Alea. Jangan salah, dia tidak sedang mencurigai Alea akan berkhianat atau apa. Dia hanya ingin mendapat penjelasan yang masuk akal saja. Ini juga karena tak mau mati konyol setelah lolos dari maut."Aku menerima email dari salah seorang saudaraku. Mereka sudah mencari di Bristol, aku pikir di sana aman. Lagi pula ini
"Bagaimana caranya?" tanya Alea ingin tahu."Kita berangkat dari Paris," jawab Derrick.Alea sedikit terkejut tetapi mengangguk setuju, "Ide bagus, Derrick. Mereka pasti tidak akan menyangka. Aku yakin mereka melakukan penjagaan di bandara-bandara dekat London."Vesa mengangguk, "Aku kira begitu. Jadi kapan kita berangkat?""Lebih cepat lebih baik," ucap Alea.Vesa menoleh, Alea buru-buru berkata, "Keluargamu menunggu di sana, Vesa. Kau harus segera menemui mereka. Mereka membutuhkanmu."Vesa tahu kenapa Alea menggunakan kata 'Mereka'. Dia tidak salah. Memang benar jika dia hany memiliki ayah tapi Ruslan sekarang juga menjadi bagian dari keluarganya. Dia telah menganggap Ruslan keluarganya."Lusa bagaimana?" usul Derrick.Vesa mengangguk, "Oke."Alea menambahkan, "Aku akan mengatur tiketnya."Namun, Derrick tiba-tiba ingat sesuatu, "Paspor kami bagaimana? Kan ada tertinggal di London."Vesa juga baru ingat, wajahnya mulai tampak bingung.Alea tersenyum penuh arti, "Tenang saja. Sebent
"Stefan? Apa maksudmu Stefan terlibat?" tanya Valentino terkejut dengan pemikiran Ruslan."Tuan, bukankah Anda juga tahu jika Tuan Stefan sempat memberitahu Tuan Muda mengenai kejadian Bagaiamana Pak Agusta meninggal saat itu?"Valentino memang sudah tahu akan hal itu tapi dia masih tidak bisa percaya jika Stefan terlibat, "Tapi Ruslan. Stefan mungkin memang bukan orang baik. Namun, rasanya tidak mungkin jika dia akan terlibat soal ini. Lagi pula, masalahku dengannya sudah berakhir lama, Ruslan."Ruslan, "Bagi Anda memang telah berakhir. Mungkin bagi Tuan Stefan belum. Jika Anda masih ingat, dua temannya kehilangan nyawanya dan bibinya juga mati secara mengenaskan, Tuan. Jujur saja, saya masih belum bisa jika Tuan Stefan sudah melupakan masalah itu."Valentino kembali berpikir dan dia masih belum menemukan alasan Stefan menyerangnya seperti yang dikatakan oleh Ruslan. Atau apakah memang dia saja yang terlalu naif karena berpikir jika Stefan sudah melupakan dendam itu? "Kalau dia masi
"Sudah malam, Inka. Cepat tidur sana!" ucap Stefan tanpa berniat menjawab pertanyaan Vesa.Inka menatap paman yang sudah dia anggap sebagai ayahnya sendiri itu dengan sendu. Namun, gadis itu tetap mengangguk patuh dan kemudian dia pun turun dari sana.Inka berjalan gontai menuju kamarnya dan dengan hati yang sedang berkecamuk, dia melempar badannya ke atas tempat tidurnya."Paman diam. Apa artinya paman ikut terlibat atas penculikan itu?" gumam Inka sedih."Apa yang harus aku lakukan sekarang? Mencari Vesa juga tidak mungkin. Bagaimana juga mencarinya?" Dia tahu dia tidak sedekat itu dengan Vesa tapi dia tetap tak bisa membiarkan orang lain terluka, apalagi jika itu berkaitan dengan pamannya. Meskipun belum jelas tentang keterlibatan Stefan tapi dengan diamnya pamannya itu, Inka tidak bisa mengabaikan fakta jika Sang Paman memang terlibat. "Astaga, apa yang sudah paman lakukan sebenarnya?" ucap Inka putus asa. Gadis itu mengusap wajahnya dengan kasar.Sementara itu, di belahan benua
Saat Vesa terbangun, mereka telah lolos lagi dari kejaran para penyerang mereka itu, dia sudah berada di dalam sebuah pesawat. Ketika otaknya kembali memproses kejadian yang baru saja menimpa mereka, dia ingin kembali berteriak. Namun, dengan cepat Derrick yang duduk di sampingnya segera membuatnya tersadar."Ssst. Vesa, kita ada di dalam pesawat. Kau akan menarik perhatian mereka," ucap Derrick pelan.Vesa kemudian melirik ke arah orang-orang di sekitarnya dan benar saja sekarang mereka sedang memperhatikan ke arah dirinya yang mungkin terlihat seperti orang aneh.Derrick masih memegang lengan Vesa, tapi begitu dia mengetahui jika Vesa mulai tenang, dia memutuskan untuk melepaskannya secara perlahan.Vesa kemudian berujar pelan, "Alea, Derrick.""Aku tahu, Vesa. Aku tahu. Dia ditikam tapi kita masih belum tahu apakah dia bisa selamat atau tidak. Kita akan mencari tahu begitu kita sampai di Indonesia, oke?" ujar Derrick berusaha membuat Vesa tenang.Vesa mengusap wajahnya dengan kasa
Halo, readers. Kita ketemu lagi di sini. Akhirnya selesai juga season kedua ini. Lega sekali rasanya bisa menyelesaikan cerita ini. Zila ucapkan banyak terima kasih yang sudah antusias membaca kisah Vesa Araya, anak dari Valentino Araya ini dan mengikutinya sampai akhir. Semoga ceritanya tidak mengecewakan ya dan kalian puas dengan cerita ini. Endingnya semoga juga memuaskan bagi para readers ya dan nggak ada yang kecewa. Zila harap kisah Vesa Araya ini semoga bisa diingat oleh para pembaca. Akhir kata, Zila harap bisa membuat cerita lain yang juga disukai para pembaca. Salam hangat dari Zila Aicha, sampai ketemu di karya Zila berikutnya.
Tubuh Gea terlihat begitu mengerikan. Dadanya tertancap pisau dan mulutnya mengeluarkan busa serta matanya pun terbuka.Vesa langsung memerintah, "Hubungi polisi sekarang."Inka menutup wajahnya karena tak sanggup melihatnya. Vesa langsung saja memeluk gadis itu agar Inka tak merasa takut."Siapa yang membunuhnya? Itu terlalu kejam, Vesa. Sungguh mengerikan," ujar gadis itu dengan suara bergetar."Kita akan segera tahu, biarkan polisi yang menanganinya," ujar Vesa.Tak lama kemudian polisi datang dan langsung saja memeriksa kasus itu."Apakah Anda berdua bisa ikut kami ke kantor polisi untuk memberi kesaksian?" tanya petugas polisi itu."Ya," jawab Vesa.Vesa pun mengajak Inka untuk ikut ketua polisi itu.Vesa dan Inka harus berada di kantor polisi setidaknya selama dua jam lamanya guna memberi kesaksian mereka. Dan saat dia telah selesai dan keluar dari ruang interogasi, dia melihat Lara, anak Gea itu datang ke kantor polisi dengan raut wajah yang penuh air mata."Apa Anda sudah mene
"Aku tidak membencimu, Alea. Hanya saja kau sudah keterlaluan," ucap Vesa. Dia lalu menggandeng Lara pergi dari sana.Alea berteriak, "Vesa."Vesa tak memperdulikannya. Alea hanya bisa menggigit bibir bawahnya dengan perasaan getir. Vesa sudah tak mau berhubungan lagi dengannya. Pria muda itu pastilah sudah begitu jijik padanya.Alea menjambak rambutnya sendiri lalu pergi dari kampus itu karena tak tahan melihat para mahasiswa yang menatapnya dengan tatapan aneh.Di sisi lain, Vesa berujar pelan, "Maafkan aku. Gara-gara aku, kamu jadi...""Tak apa. Well, omong-omong aku harus pergi sekarang, aku rasa temanku sudah datang," ujar Lara kemudian.Vesa mengangguk pelan, masih merasa begitu bersalah. Begitu gadis itu pergi, dia memilih untuk mengubah rencananya. Dia tak mungkin memanfaatkan Lara untuk menjebak Gea. Gadis itu tak tahu apa-apa. Entah kenapa, dia merasa jika Lara memang gadis polos. Maka dari itu dia memutuskan untuk menyerang Gea tanpa melibatkan Lara. Sore itu dia kembali
Hanya dalam waktu tak kurang dari tiga puluh detik saja, Stefan sudah mengirimkan sebuah photo begitu Vesa mematikan sambungan teleponnya.Vesa dengan tenang membuka pesan itu dan tersenyum miring begitu dia melihat photo itu.Kena kau, Gea. Vesa membatin.Segera dia mengantongi kembali ponselnya dan berjalan mendekati Lara sambil tersenyum cerah."Sudah selesai menghubungimu?" tanya Vesa yng jauh lebih ramah dari pada sebelumnya."Sudah. Mau berkeliling sekarang?" tanya Lara balik."Ya, langsung saja. Aku tak akan mengambil waktumu banyak-banyak," ucap Vesa.Lara mengangguk dan kemudian mulai bertindak sebagai seorang tour guide di sana. Meskipun baru meninggalkan kampus itu selama tujuh bulan lamanya, tapi kampus itu sudah cukup banyak berubah.Vesa mengenang masa-masa di kampusnya itu. Walaupun memang banyak kenangan buruk di sana, dia tetap masih sedikit kenangan baik hingga sekarang dia cukup merasa kecewa lagi ketika teringat masa-masa awal pertemanannya dengan Derrick.Derrick
Lara Serafin tergesa-gesa masuk ke dalam kampusnya, Greenwich University. Dia telah berjanji pada Gemma Jones semalam untuk menemani gadis itu ke perpustakaan.Saat dia melangkahkan kakinya menuju tempat itu, dia harus melewati segerombolan mahasiswa dari fakultas lain yang terlihat sedang berbincang-bincang santai.Lara begitu menikmati kehidupan barunya di kampus itu. Meskipun pada awalnya dia merasa banyak sekali hal yang begitu janggal seperti alasan yang tidak jelas sang ibu yang memilih negara ini. Di samping itu, ibunya yang sekarang ini memilih untuk bekerja dari rumah tentu membuatnya semakin bertanya-tanya.Ibunya, Gea Raharjo beralasan jika bekerja dari rumah berarti membuatnya memiliki waktu yang lebih banyak dengannya. Dikarenakan hal itu juga, Lara tak pernah bisa memprotes ataupun bertanya lebih banyak mengenai alasan utama ibunya itu.Dan ketika Lara bertanya tentang pekerjaan ibunya itu, ibunya hanya akan menjawab jika dia bergelut dengan saham. Entah saham yang seper
Derrick hanya bisa terdiam kala melihat sahabat baiknya pergi dari rumahnya. Dia melirik Alea sekilas, ingin sekali dia merengkuh tubuh Alea tapi di saat dia mendekat, Alea mundur ke belakang.Dengan wajah yang sudah basah karena air mata, Alea berkata dengan terisak-isak pelan, "Ini semua salahku. Salahku, Derrick."Derrick menggeleng, "Tidak. Ini salahku, Alea. Kau tidak salah. Aku yang membuat semuanya berantakan.""Aku yang datang padamu, aku yang paling bersalah," ujar Alea lagi."Aku yang memintamu datang, aku, Derrick," lanjut Alea.Derrick menyambar, "Dan aku juga mau datang ke sini. Oke, baiklah. Kita sama-sama bersalah. Kita berdua sama-sama bersalah."Alea jatuh terduduk di lantai halaman rumah Derrick, "Vesa pasti membenciku. Padahal kami baik-baik saja. Dia tidak pernah menyakitiku. Tapi kenapa aku? Derrick, aku hanya kesal karena dia tak pernah mau mengunjungiku ke sini. Padahal kan jelas uang bukan masalah baginya. Tapi dia lebih mementingkan perusahaannya itu. Aku hany
London masih menjadi salah satu kota terpadat yang Vesa datangi. Pemandangan malam kota ini selalu berhasil membuat Vesa rindu. Semenjak kematian kakek dan neneknya sekitar tujuh bulan yang lalu, Vesa Araya belum pernah mendatangi kota itu. Hal ini bukan karena dia yang tak ingin pergi menengok kakek dan neneknya, melainkan karena kesibukannya yang cukup menyita waktu.Dalam enam bulan belakang, selain Vesa harus mengejar gelar pendidikanya, dia harus kembali mengurus perusahaan peninggalan sang ayah. Dirinya yang mungkin menjadi anak miliarder terkaya di Indonesia itu pun hampir tak memiliki waktu senggang sedikit pun.Hingga mungkin, bisa dikatakan jika hidup Vesa hanyalah berkutat pada dunia bisnis, pendidika sekaligus melacak keberadaan Gea yang sampai sekarang belum juga dia ketahui.Namun, Vesa bukanlah orang yang mudah menyerah apalagi Gea menjadi salah satu penyebab segala ketidakberuntungan yang menghinggapinya. Vesa tidak sedikitpun menghentikan pencarian dan malah semakin m
"Kau tidak mau menyelidikinya?" tanya Inka kemudian.Vesa terkejut mendengar perkataan Inka, "Menyelidiki? Kau mengatakannya seolah Derrick telah melakukan sesuatu yang aneh-aneh saja."Inka tergelak, "Vesa, bukan begitu maksudku. Yah, kita tidak tahu apa yang terjadi di sana. Kan bisa jadi dia memang sedang menghadapi masalah yang besar."Inka melihat kening Vesa mengerut. Pria muda itu sedang berpikir."Beberapa waktu aku mengenal Derrick, dia tidak sepertimu. Kau selalu mengatakan apapun. Tapi tidak dengan Derrick. Kalian memang berteman dekat, namun aku rasa dia masih menyimpan rahasia atau bisa dibilang tak selalu mengatakan apapun kepadamu," jelas Inka."Itu aku tahu, Inka. Kan tadi sudah aku katakan. Dia memang tak selalu mengatakan segalanya dan aku tak pernah memaksanya untuk mengatakannya. Aku menghargai privasinya," sahut Vesa."Nah, itu dia, Vesa. Kenapa kau tidak coba selidiki. Siapa tahu sebenarnya dia membutuhkan bantuanmu tapi tak mengatakannya," ucap Inka.Vesa berpik
Gea tersenyum sekilas sebelum menjawab pertanyaan putrinya itu, "Karena Inggris itu negara impian Ibu."Lara bingung tapi berusaha tersenyum, tak ingin mengerecoki ibunya dengan pertanyaan-pertanyaan dirinya lagi yang mungkin saja malah membuat Sang Ibu bersedih."Kau pasti akan suka nanti, Sayang. Kau bisa masuk ke Greenwich University nanti," ujar Gea.Lara mengangguk dan setelah itu makanan datang. Gadis muda yang telah menyelesaikan pendidikan sekolah menengahnya itu mulai berkonsentrasi pada makanan yang ada di depannya."Makanlah dulu, Ibu tidur sebentar ya? Jika perlu apa-apa, kau bisa bangunkan Ibu," ucap Gea lagi.Lara menjawab, "Ya, Ibu tenang saja. Setelah makan, aku akan ikut tidur.""Anak baik," puji Lara sambil mengusap lembut rambut Sang Putri.Tak lama setelah itu, Gea benar-benar terpejam. Sayangnya, meskipun Lara dari luar tampak menikmati makanannya, sayang sekali pikirannya sedang berkelana ke mana-mana.Lara memang masih sangat muda, di usianya yang baru saja meng