"Bagaimana caranya?" tanya Alea ingin tahu."Kita berangkat dari Paris," jawab Derrick.Alea sedikit terkejut tetapi mengangguk setuju, "Ide bagus, Derrick. Mereka pasti tidak akan menyangka. Aku yakin mereka melakukan penjagaan di bandara-bandara dekat London."Vesa mengangguk, "Aku kira begitu. Jadi kapan kita berangkat?""Lebih cepat lebih baik," ucap Alea.Vesa menoleh, Alea buru-buru berkata, "Keluargamu menunggu di sana, Vesa. Kau harus segera menemui mereka. Mereka membutuhkanmu."Vesa tahu kenapa Alea menggunakan kata 'Mereka'. Dia tidak salah. Memang benar jika dia hany memiliki ayah tapi Ruslan sekarang juga menjadi bagian dari keluarganya. Dia telah menganggap Ruslan keluarganya."Lusa bagaimana?" usul Derrick.Vesa mengangguk, "Oke."Alea menambahkan, "Aku akan mengatur tiketnya."Namun, Derrick tiba-tiba ingat sesuatu, "Paspor kami bagaimana? Kan ada tertinggal di London."Vesa juga baru ingat, wajahnya mulai tampak bingung.Alea tersenyum penuh arti, "Tenang saja. Sebent
"Stefan? Apa maksudmu Stefan terlibat?" tanya Valentino terkejut dengan pemikiran Ruslan."Tuan, bukankah Anda juga tahu jika Tuan Stefan sempat memberitahu Tuan Muda mengenai kejadian Bagaiamana Pak Agusta meninggal saat itu?"Valentino memang sudah tahu akan hal itu tapi dia masih tidak bisa percaya jika Stefan terlibat, "Tapi Ruslan. Stefan mungkin memang bukan orang baik. Namun, rasanya tidak mungkin jika dia akan terlibat soal ini. Lagi pula, masalahku dengannya sudah berakhir lama, Ruslan."Ruslan, "Bagi Anda memang telah berakhir. Mungkin bagi Tuan Stefan belum. Jika Anda masih ingat, dua temannya kehilangan nyawanya dan bibinya juga mati secara mengenaskan, Tuan. Jujur saja, saya masih belum bisa jika Tuan Stefan sudah melupakan masalah itu."Valentino kembali berpikir dan dia masih belum menemukan alasan Stefan menyerangnya seperti yang dikatakan oleh Ruslan. Atau apakah memang dia saja yang terlalu naif karena berpikir jika Stefan sudah melupakan dendam itu? "Kalau dia masi
"Sudah malam, Inka. Cepat tidur sana!" ucap Stefan tanpa berniat menjawab pertanyaan Vesa.Inka menatap paman yang sudah dia anggap sebagai ayahnya sendiri itu dengan sendu. Namun, gadis itu tetap mengangguk patuh dan kemudian dia pun turun dari sana.Inka berjalan gontai menuju kamarnya dan dengan hati yang sedang berkecamuk, dia melempar badannya ke atas tempat tidurnya."Paman diam. Apa artinya paman ikut terlibat atas penculikan itu?" gumam Inka sedih."Apa yang harus aku lakukan sekarang? Mencari Vesa juga tidak mungkin. Bagaimana juga mencarinya?" Dia tahu dia tidak sedekat itu dengan Vesa tapi dia tetap tak bisa membiarkan orang lain terluka, apalagi jika itu berkaitan dengan pamannya. Meskipun belum jelas tentang keterlibatan Stefan tapi dengan diamnya pamannya itu, Inka tidak bisa mengabaikan fakta jika Sang Paman memang terlibat. "Astaga, apa yang sudah paman lakukan sebenarnya?" ucap Inka putus asa. Gadis itu mengusap wajahnya dengan kasar.Sementara itu, di belahan benua
Saat Vesa terbangun, mereka telah lolos lagi dari kejaran para penyerang mereka itu, dia sudah berada di dalam sebuah pesawat. Ketika otaknya kembali memproses kejadian yang baru saja menimpa mereka, dia ingin kembali berteriak. Namun, dengan cepat Derrick yang duduk di sampingnya segera membuatnya tersadar."Ssst. Vesa, kita ada di dalam pesawat. Kau akan menarik perhatian mereka," ucap Derrick pelan.Vesa kemudian melirik ke arah orang-orang di sekitarnya dan benar saja sekarang mereka sedang memperhatikan ke arah dirinya yang mungkin terlihat seperti orang aneh.Derrick masih memegang lengan Vesa, tapi begitu dia mengetahui jika Vesa mulai tenang, dia memutuskan untuk melepaskannya secara perlahan.Vesa kemudian berujar pelan, "Alea, Derrick.""Aku tahu, Vesa. Aku tahu. Dia ditikam tapi kita masih belum tahu apakah dia bisa selamat atau tidak. Kita akan mencari tahu begitu kita sampai di Indonesia, oke?" ujar Derrick berusaha membuat Vesa tenang.Vesa mengusap wajahnya dengan kasa
Hati Vesa begitu berdebar-debar kala pesawat mereka telah mendarat di bandara. Dia dan Derrick tlah berganti pakaian dan memutuskan untuk meninggalkan semua barang-barang mereka di bandara. Mereka hanya membawa kartu dan paspor serta beberapa kartu lainnya yang bisa mereka masukan ke dalam pakaian mereka.Mereka beruntung lantaran di dalam tas mereka, Alea telah menaruh dua topi yang bisa mereka gunakan untuk menyamar. Vesa merasa harus berterima kasih kembali pada Alea karena gadis itu yang telah menyiapkan banyak hal untuk mereka."Tenang saja, kita akan segera mencari tahu tentangnya begitu kita mendapat tempat yang aman, Vesa," ujar Derrick begitu dia melihat wajah Vesa yang tampak murung itu.Vesa hanya memberi sebuah anggukan. Dia lalu mulai memusatkan perhatiannya ketika sudah berjalan menuju keluar pesawat."Mereka tidak mungkin menyerang kita di dalam bandara, Vesa. Kita harus waspada saat kita mulai masuk ke pintu keluar," ujar Derrick.Vesa kembali membenarkan masker yang d
Tubuh Derrick bergetar hebat saat Inka menunjukkan dua photo yang berhasil gadis itu dapatkan. Sesungguhnya Derrick susah mengira jika kedua orang tuanya pasti terbunuh dengan cara yang mengerikan. Akan tetapi, dia tetap saja tidak sanggup melihatnya.Darahnya kian mendidih kala Inka memutar percakapan anak buah Stefan yang dia rekam diam-diam. Terdengar jelas jika mereka tengah bersenang-senang setelah puas membunuh Mikael dan Fransisca White.Tak hanya di situ, Inka juga memberi tahu Derrick Dan juga Vesa mengenai pemakaman orang tua Derrick yang berjalan tidak lancar. Tak bisa dicegah, pria muda itu langsung tersulut emosi."Aku akan membunuh mereka," ucap Derrick geram.Matanya sudah memerah karena terlalu marah sampai air matanya menggenang di matanya.Vesa menepuk bahu sahabatnya itu seraya berkata, "Kita akan membalasnya. Kita akan membuat mereka membayar semuanya."Inka menatap prihatin ke arah Derrick, "Aku turut berduka. Aku tahu aku tidak pantas meminta maaf tapi aku...""B
"Oke. Sekarang siapa yang akan kau hubungi?" tanya Derrick.Vesa menghela napas, "Aku akan mencari Bu Lusi."Derrick terkejut, "Kau gila? Aku tidak yakin dia akan berpihak kepadamu.""Kita belum mencobanya," balas Vesa tak mau begitu saja kehilangan harapan."Lalu maksudnya kau mau uji coba dulu begitu? Mana bisa coba-coba? Kau tidak sedang berada di toko baju dan mencoba beberapa baju sebelum memutuskan baju mana yang akan kau beli," sindir Derrick halus.Vesa menatap jengkel sahabatnya yang lagi-lagi membuatnya sedikit kesal, "Bukan seperti itu konsepnya, Derrick. Maksud aku, aku akan mencoba menemui Bu Lusi dan berbicara dengannya.""Aku paham, Vesa. Jika memang Bu Lusi masih setia kepada keluargamu, itu bagus. Namun, jika dia sudah menjadi pengkhianat, bagaimana? Sama saja kau menghantarkan nyawamu sendiri kepadanya," jelas Derrick.Derrick benar, Vesa baru menyadarinya."Kita tidak punya cara lain selain ini, Derrcik. Aku harus segera muncul di hadapan publik agar semua orang tah
"Awalnya saya tidak mengerti kenapa berita seperti itu bisa keluar. Sekitar dua minggu yang lalu, saya pergi ke Inggris untuk menghadiri pemakaman kakek dan nenek saya, Hera Adnan dan juga Thomas Miller. Tak disangka-sangka, di sana saya malah diserang." Vesa mengambil jeda sebentar dan dia melirik ke arah Derrick yang terlihat sekali memaksakan dirinya untuk tegar.Vesa menunduk sebentar sebelum melanjutkan, "Di sana sangat kacau bahkan saya kehilangan orang tua teman saya begitu baik. Mereka dibunuh oleh para penyerang itu hanya karena melindungi saya."Vesa terdiam sebentar, dia mengambil napas dalam-dalam, kembai melirik Derrick yang sekarang sedang tersenyum seolah mengatakan dia baik-baik saja.Omong kosong, batin Vesa.Mana ada orang bisa baik-baik saja saat dia kehilangan dua orang yang berharga sekaligus? Apalagi dengan cara yang sangat mengerikan.Namun, Vesa harus mengingatkan dirinya jika saat ini dia sedang live dan disaksikan oleh orang-orang yang mengakses aplikasi vid
Halo, readers. Kita ketemu lagi di sini. Akhirnya selesai juga season kedua ini. Lega sekali rasanya bisa menyelesaikan cerita ini. Zila ucapkan banyak terima kasih yang sudah antusias membaca kisah Vesa Araya, anak dari Valentino Araya ini dan mengikutinya sampai akhir. Semoga ceritanya tidak mengecewakan ya dan kalian puas dengan cerita ini. Endingnya semoga juga memuaskan bagi para readers ya dan nggak ada yang kecewa. Zila harap kisah Vesa Araya ini semoga bisa diingat oleh para pembaca. Akhir kata, Zila harap bisa membuat cerita lain yang juga disukai para pembaca. Salam hangat dari Zila Aicha, sampai ketemu di karya Zila berikutnya.
Tubuh Gea terlihat begitu mengerikan. Dadanya tertancap pisau dan mulutnya mengeluarkan busa serta matanya pun terbuka.Vesa langsung memerintah, "Hubungi polisi sekarang."Inka menutup wajahnya karena tak sanggup melihatnya. Vesa langsung saja memeluk gadis itu agar Inka tak merasa takut."Siapa yang membunuhnya? Itu terlalu kejam, Vesa. Sungguh mengerikan," ujar gadis itu dengan suara bergetar."Kita akan segera tahu, biarkan polisi yang menanganinya," ujar Vesa.Tak lama kemudian polisi datang dan langsung saja memeriksa kasus itu."Apakah Anda berdua bisa ikut kami ke kantor polisi untuk memberi kesaksian?" tanya petugas polisi itu."Ya," jawab Vesa.Vesa pun mengajak Inka untuk ikut ketua polisi itu.Vesa dan Inka harus berada di kantor polisi setidaknya selama dua jam lamanya guna memberi kesaksian mereka. Dan saat dia telah selesai dan keluar dari ruang interogasi, dia melihat Lara, anak Gea itu datang ke kantor polisi dengan raut wajah yang penuh air mata."Apa Anda sudah mene
"Aku tidak membencimu, Alea. Hanya saja kau sudah keterlaluan," ucap Vesa. Dia lalu menggandeng Lara pergi dari sana.Alea berteriak, "Vesa."Vesa tak memperdulikannya. Alea hanya bisa menggigit bibir bawahnya dengan perasaan getir. Vesa sudah tak mau berhubungan lagi dengannya. Pria muda itu pastilah sudah begitu jijik padanya.Alea menjambak rambutnya sendiri lalu pergi dari kampus itu karena tak tahan melihat para mahasiswa yang menatapnya dengan tatapan aneh.Di sisi lain, Vesa berujar pelan, "Maafkan aku. Gara-gara aku, kamu jadi...""Tak apa. Well, omong-omong aku harus pergi sekarang, aku rasa temanku sudah datang," ujar Lara kemudian.Vesa mengangguk pelan, masih merasa begitu bersalah. Begitu gadis itu pergi, dia memilih untuk mengubah rencananya. Dia tak mungkin memanfaatkan Lara untuk menjebak Gea. Gadis itu tak tahu apa-apa. Entah kenapa, dia merasa jika Lara memang gadis polos. Maka dari itu dia memutuskan untuk menyerang Gea tanpa melibatkan Lara. Sore itu dia kembali
Hanya dalam waktu tak kurang dari tiga puluh detik saja, Stefan sudah mengirimkan sebuah photo begitu Vesa mematikan sambungan teleponnya.Vesa dengan tenang membuka pesan itu dan tersenyum miring begitu dia melihat photo itu.Kena kau, Gea. Vesa membatin.Segera dia mengantongi kembali ponselnya dan berjalan mendekati Lara sambil tersenyum cerah."Sudah selesai menghubungimu?" tanya Vesa yng jauh lebih ramah dari pada sebelumnya."Sudah. Mau berkeliling sekarang?" tanya Lara balik."Ya, langsung saja. Aku tak akan mengambil waktumu banyak-banyak," ucap Vesa.Lara mengangguk dan kemudian mulai bertindak sebagai seorang tour guide di sana. Meskipun baru meninggalkan kampus itu selama tujuh bulan lamanya, tapi kampus itu sudah cukup banyak berubah.Vesa mengenang masa-masa di kampusnya itu. Walaupun memang banyak kenangan buruk di sana, dia tetap masih sedikit kenangan baik hingga sekarang dia cukup merasa kecewa lagi ketika teringat masa-masa awal pertemanannya dengan Derrick.Derrick
Lara Serafin tergesa-gesa masuk ke dalam kampusnya, Greenwich University. Dia telah berjanji pada Gemma Jones semalam untuk menemani gadis itu ke perpustakaan.Saat dia melangkahkan kakinya menuju tempat itu, dia harus melewati segerombolan mahasiswa dari fakultas lain yang terlihat sedang berbincang-bincang santai.Lara begitu menikmati kehidupan barunya di kampus itu. Meskipun pada awalnya dia merasa banyak sekali hal yang begitu janggal seperti alasan yang tidak jelas sang ibu yang memilih negara ini. Di samping itu, ibunya yang sekarang ini memilih untuk bekerja dari rumah tentu membuatnya semakin bertanya-tanya.Ibunya, Gea Raharjo beralasan jika bekerja dari rumah berarti membuatnya memiliki waktu yang lebih banyak dengannya. Dikarenakan hal itu juga, Lara tak pernah bisa memprotes ataupun bertanya lebih banyak mengenai alasan utama ibunya itu.Dan ketika Lara bertanya tentang pekerjaan ibunya itu, ibunya hanya akan menjawab jika dia bergelut dengan saham. Entah saham yang seper
Derrick hanya bisa terdiam kala melihat sahabat baiknya pergi dari rumahnya. Dia melirik Alea sekilas, ingin sekali dia merengkuh tubuh Alea tapi di saat dia mendekat, Alea mundur ke belakang.Dengan wajah yang sudah basah karena air mata, Alea berkata dengan terisak-isak pelan, "Ini semua salahku. Salahku, Derrick."Derrick menggeleng, "Tidak. Ini salahku, Alea. Kau tidak salah. Aku yang membuat semuanya berantakan.""Aku yang datang padamu, aku yang paling bersalah," ujar Alea lagi."Aku yang memintamu datang, aku, Derrick," lanjut Alea.Derrick menyambar, "Dan aku juga mau datang ke sini. Oke, baiklah. Kita sama-sama bersalah. Kita berdua sama-sama bersalah."Alea jatuh terduduk di lantai halaman rumah Derrick, "Vesa pasti membenciku. Padahal kami baik-baik saja. Dia tidak pernah menyakitiku. Tapi kenapa aku? Derrick, aku hanya kesal karena dia tak pernah mau mengunjungiku ke sini. Padahal kan jelas uang bukan masalah baginya. Tapi dia lebih mementingkan perusahaannya itu. Aku hany
London masih menjadi salah satu kota terpadat yang Vesa datangi. Pemandangan malam kota ini selalu berhasil membuat Vesa rindu. Semenjak kematian kakek dan neneknya sekitar tujuh bulan yang lalu, Vesa Araya belum pernah mendatangi kota itu. Hal ini bukan karena dia yang tak ingin pergi menengok kakek dan neneknya, melainkan karena kesibukannya yang cukup menyita waktu.Dalam enam bulan belakang, selain Vesa harus mengejar gelar pendidikanya, dia harus kembali mengurus perusahaan peninggalan sang ayah. Dirinya yang mungkin menjadi anak miliarder terkaya di Indonesia itu pun hampir tak memiliki waktu senggang sedikit pun.Hingga mungkin, bisa dikatakan jika hidup Vesa hanyalah berkutat pada dunia bisnis, pendidika sekaligus melacak keberadaan Gea yang sampai sekarang belum juga dia ketahui.Namun, Vesa bukanlah orang yang mudah menyerah apalagi Gea menjadi salah satu penyebab segala ketidakberuntungan yang menghinggapinya. Vesa tidak sedikitpun menghentikan pencarian dan malah semakin m
"Kau tidak mau menyelidikinya?" tanya Inka kemudian.Vesa terkejut mendengar perkataan Inka, "Menyelidiki? Kau mengatakannya seolah Derrick telah melakukan sesuatu yang aneh-aneh saja."Inka tergelak, "Vesa, bukan begitu maksudku. Yah, kita tidak tahu apa yang terjadi di sana. Kan bisa jadi dia memang sedang menghadapi masalah yang besar."Inka melihat kening Vesa mengerut. Pria muda itu sedang berpikir."Beberapa waktu aku mengenal Derrick, dia tidak sepertimu. Kau selalu mengatakan apapun. Tapi tidak dengan Derrick. Kalian memang berteman dekat, namun aku rasa dia masih menyimpan rahasia atau bisa dibilang tak selalu mengatakan apapun kepadamu," jelas Inka."Itu aku tahu, Inka. Kan tadi sudah aku katakan. Dia memang tak selalu mengatakan segalanya dan aku tak pernah memaksanya untuk mengatakannya. Aku menghargai privasinya," sahut Vesa."Nah, itu dia, Vesa. Kenapa kau tidak coba selidiki. Siapa tahu sebenarnya dia membutuhkan bantuanmu tapi tak mengatakannya," ucap Inka.Vesa berpik
Gea tersenyum sekilas sebelum menjawab pertanyaan putrinya itu, "Karena Inggris itu negara impian Ibu."Lara bingung tapi berusaha tersenyum, tak ingin mengerecoki ibunya dengan pertanyaan-pertanyaan dirinya lagi yang mungkin saja malah membuat Sang Ibu bersedih."Kau pasti akan suka nanti, Sayang. Kau bisa masuk ke Greenwich University nanti," ujar Gea.Lara mengangguk dan setelah itu makanan datang. Gadis muda yang telah menyelesaikan pendidikan sekolah menengahnya itu mulai berkonsentrasi pada makanan yang ada di depannya."Makanlah dulu, Ibu tidur sebentar ya? Jika perlu apa-apa, kau bisa bangunkan Ibu," ucap Gea lagi.Lara menjawab, "Ya, Ibu tenang saja. Setelah makan, aku akan ikut tidur.""Anak baik," puji Lara sambil mengusap lembut rambut Sang Putri.Tak lama setelah itu, Gea benar-benar terpejam. Sayangnya, meskipun Lara dari luar tampak menikmati makanannya, sayang sekali pikirannya sedang berkelana ke mana-mana.Lara memang masih sangat muda, di usianya yang baru saja meng