Share

S2| 74. Rahasia Gelap Melanie

Penulis: Pixie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Merasakan kehadiran seseorang, pelupuk Melanie bergetar. Saat mendapati keberadaan sang putra, ia terkesiap. “Frank ....”

Tanpa terduga, Melanie merangkak lalu berhenti tepat di hadapan sang putra. Tangannya tak segan memegangi lutut Frank. “Di mana Barbara? Bagaimana keadaannya sekarang?”

Frank bergeming memperhatikan wajah sang ibu. Kernyitan di dahinya tampak jujur.

“Dia masih di rumah sakit, baru selesai menjalani operasi.”

Melanie mendesah cepat. Ia bergeser lebih dekat. “Bagaimana keadaannya? Dia sudah sadar?”

Raut Frank tetap datar. “Operasinya berjalan lancar. Tapi dia akan kesulitan menggerakkan lengan kanannya untuk sementara.”

Melanie menurunkan pandangan. Matanya berkedip-kedip dan mulutnya membulat. Belum sempat ia mengucapkan syukur, Frank menyela, “Kenapa? Mama kecewa karena serangan Mama gagal membunuh seseorang?”

Melanie kembali tercengang. Getaran pada bola matanya mulai kentara. “Apa maksudmu, Frank? Kau kira Mama tega membunuh putri Mama sendiri?”

Frank bung
Pixie

Jeng jeng jeng ....

| 1
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (3)
goodnovel comment avatar
SK Celey
harusnya Melanie bekerja keras utk membuat Norman mencintai nya, bukan mencoba membunuh.. lanjut Thor
goodnovel comment avatar
D6ta
jahat bener sinenek lampir
goodnovel comment avatar
Winda Sari
wow makin keren ceritamu thor,,,ternyata Frank mengetahui semuanya...lanjut...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S2| 75. Keputusan Frank

    “Jawab, Ma. Apakah karena emas itu adalah bayarannya? Mama rela menukar putra Mama dengan warisan yang entah kapan bisa Mama terima?” desak Frank, dengan napas yang mulai bergemuruh. “Mama melakukan itu demi kebaikanmu, Frank.” Frank menggeleng. “Mama melakukan itu demi kebahagiaan Mama. Mama tidak sanggup hidup dalam tekanan Kakek dan bayang-bayang Papa. Mama takut dihantui oleh penyesalan dan rasa bersalah.” Tiba-tiba, Melanie menutup kedua kupingnya. “Cukup, Frank.” Namun, Frank belum mau berhenti. “Dan setelah semua itu, Mama belum belajar juga? Mama masih saja egois. Mama tidak pernah memikirkan orang lain. Mama rela mengorbankan keluarga demi kepentingan Mama sendiri. Dan karena terbawa emosi, Mama bahkan melukai putri Mama sendiri.” “Tidak, Frank. Mama tidak sengaja. Barbara terluka karena kecelakaan.” “Mama pikir aku menerima Mama di rumah ini karena tidak tahu?” Sambil mengeratkan bibir, Frank menggeleng. “Justru akulah yang paling tahu. Mama adalah ancaman dan bahaya b

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S2| 76. Aku Takut

    "Sekarang,” Philip menelusuri anak rambut Barbara dengan jemarinya, “tunggulah sebentar. Aku harus mengabari perawat kalau kau sudah sadar." Philip menegakkan badan, hendak menekan tombol intercom. Namun, belum sempat ia bergeser, Barbara menggenggam tangannya erat. "Tolong ... jangan pergi. Aku takut." Philip bergeming melihat sorot mata yang tak berdaya itu. Sebagian hatinya pedih, sebagian lagi luluh. "Aku tidak akan ke mana-mana. Hanya perlu menekan tombol itu." Namun, Barbara menggeleng samar. "Aku takut. Jangan tinggalkan aku." Tangannya mulai gemetar. Philip tersenyum sendu. Sambil membungkuk, ia membelai rambut gadis itu. "Baiklah, aku tidak akan ke mana-mana." "Jangan melepas tanganku." Philip mengerutkan bibir. Tatapan Barbara telah menawan pikirannya. "Kamu begitu penakut. Tapi kenapa kamu berani menghentikan ibumu?" Kedipan mata Barbara melambat. Kerutan alisnya sedikit terurai. "Aku tidak mau ibuku menyakitimu." Philip mengembuskan napas samar. "Kau seharu

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S2| 77. Di Mana Mama?

    Sementara yang lain mengulum senyum, Philip mendesah malu. "Barbara sempat terbangun tadi. Dia ketakutan dan memintaku untuk terus memegang tangannya." Bibir Emily kembali maju. Lengkung alisnya turun. "Kasihan Bibi. Dia pasti tidak mau ditinggal sendiri." Tiba-tiba, Emily menyandarkan pipi gembulnya ke badan Philip. Tangannya menepuk-nepuk perut sang asisten. "Terima kasih sudah menemani Bibi, Philip." Louis tidak mau ketinggalan. "Ya, terima kasih sudah memperhatikan Bibi. Aku yakin, Bibi pasti sangat senang memiliki teman sepertimu." Philip tersenyum kecut. Penolakan halus dari Barbara masih tergambar jelas dalam benaknya. "Sama sekali bukan masalah, Tuan dan Nona Kecil." Ia menepuk-nepuk punggung mereka dengan sebelah tangan. Si Kembar tidak boleh mengetahui keresahannya. Tiba-tiba, Philip merasakan pergerakan tangan Barbara. Saat menoleh, Barbara mulai membuka mata. "Bibi kalian sudah bangun." "Benarkah?" Sementara Louis dan Emily berjinjit, Frank dan Kara menghampiri dar

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S2| 78. Aku Tidak Menolakmu

    "Itu karena Papa dan Mama adalah pasangan suami istri. Kami sudah menikah. Nanti kalian akan mengerti setelah beranjak dewasa," jelas Frank lembut. Bibir Louis mengerucut. Tangannya terlipat di depan dada. "Kupikir Mama tidak malu karena Papa menutup mata. Kehidupan orang dewasa memang membingungkan." "Ya," angguk Emily lucu, "terlalu banyak aturan. Tapi kalau Bibi lebih nyaman bersama Nora, apa boleh buat?" Frank tersenyum simpul. "Baiklah, nanti Papa akan meminta Nora datang menggantikan Philip. Mungkin setelah jam makan siang. Philip kamu tidak keberatan, kan?" Pria itu mengerjap. "Saya? Tentu saja tidak, Tuan." Philip berusaha terdengar biasa. Namun, semua orang tahu ia sedang membendung kekecewaan. Barbara diam-diam merasa tidak enak hati. Namun, itulah satu-satunya cara agar dirinya punya waktu menjauh dari Philip. Ia perlu menetralkan perasaan demi menjernihkan pikiran. Sayangnya, Barbara salah. Sejak Frank sekeluarga pergi dan ia selesai menjalani pemeriksaan ulang, Ph

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S2| 79. Kalian Berpacaran?

    Barbara termenung. Sebagian hatinya ditumbuhi bunga, sebagian lagi dipenuhi semak. Sayang, logikanya memilih bagian yang semrawut."Kau masih memainkan kebohongan itu?" Philip tersentak. "Kau tidak percaya kalau aku jujur?" "Karena itu mustahil. Apa yang membuatmu terpikat padaku? Apakah rasa iba?" Philip menggeleng. "Ke mana perginya Barbara yang percaya diri?" "Coba sebutkan," tantang Barbara lirih. "Apa alasan logis untukmu tertarik padaku?" Philip terdiam, memberi kesempatan Barbara untuk lanjut meluapkan kegundahan. "Tidak ada, Philip. Keadaan sudah berubah. Aku bukan lagi Barbara yang dulu, yang selalu percaya diri dan tidak peduli pada apa pun. Aku sekarang tidak lebih dari gadis pengecut yang rapuh." "Justru karena kau begitu rapuh, aku terpanggil untuk menjagamu. Dan karena kau pengecut, aku punya lebih banyak kesempatan untuk melindungimu." Sebelum Barbara menggeleng, Philip menangkup wajahnya. "Selama ini, aku dilatih untuk tidak punya rasa takut. Aku selalu berpa

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S2| 80. Interogasi Calon Mertua

    "Papa," panggil Barbara lemah. "Kumohon, berhentilah menyudutkan Philip. Apakah Papa datang ke sini hanya untuk memarahinya?" Paul melunak. "Tidak, Sayang. Tadi pagi, Frank menelepon Papa. Dia menceritakan semuanya. Papa datang ke sini karena cemas. Bagaimana kondisimu sekarang?" Kerut alis Barbara kini ditemani senyum. "Jauh lebih baik. Berkat Philip." Paul melirik ke samping. Ekspresinya kembali sinis. "Dia bukan dokter. Kenapa kau malah membaik karenanya?" "Aku bisa selamat karena pertolongan dari Philip. Dialah yang membawaku ke rumah sakit, menungguku operasi, dan merawatku semalaman. Aku belum tentu bertahan kalau tidak ada dia." Paul mengembuskan napas panjang, tetapi sorot matanya masih sama. "Bukankah kau penyebab putriku terluka? Kalau bukan karenamu, Melanie tidak mungkin membawa pisau." Bibir Philip menciut. Dua tangannya merapat sopan di depan perut. "Maaf, Tuan. Saya sadar saya kurang tegas semalam. Kalau saja saya langsung merebut pisau dari istri Anda, Barbara

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S2| 81. Philip Bukan Orang Miskin

    "Papa, terima kasih telah menerima Philip," desah Barbara, penuh haru. Paul tersenyum kecil. Dengan hati-hati, ia memeluk putrinya."Apa pun akan Papa lakukan demi kebahagiaanmu, Sayang." Sembari terpejam, Barbara meresapi kehangatan. Dalam hati, ia bersyukur ayahnya berbeda dengan sang ibu."Maaf aku sudah membuat Papa khawatir," bisiknya. "Ini bukan salahmu, Sayang. Mama-mu yang keterlaluan. Pantas saja Frank mengirimnya ke pusat rehabilitasi. Dia memang butuh penyembuhan mental." Senyum Barbara seketika lenyap. Bola matanya bergetar menanti penjelasan."Pusat rehabilitasi?" Sementara Philip mendesah berat, Paul mematung. Ia baru sadar dirinya telah membongkar rahasia. "Kakakmu belum menceritakannya?" Sambil menautkan alis, Paul membelai rambut putrinya."Mungkin Frank tidak mau membuatmu terbebani. Dia terpaksa mengirim Mama ke sana. Tindakan Mama sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Dia bisa saja mence

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S2| 82. Tidak Ada Kesempatan Lagi

    Paul mundur lagi selangkah. "Selamat tinggal, Melanie. Terima kasih atas kebersamaan kita selama ini.” "Apa maksudmu?" Wajah Melanie mendadak menua beberapa tahun. "Kau datang untuk menjemputku, kan? Kau tidak mungkin tega membiarkan istrimu mendekam di dalam sini." Paul meraih gagang pintu. Sorot matanya iba. "Sudah tidak ada kesempatan lagi, Melanie. Rasa cintaku padamu sudah musnah." "Tidak mungkin! Kau bahkan menjaga rapat rahasiaku. Kalau kau tidak mencintaiku lagi, kau pasti sudah menyebarkan bukti-bukti itu. Aku akan berakhir di penjara, bukan di sini!" "Kau masih mengira aku menyimpan bukti-bukti itu?" Paul menaikkan alis. Tawa kecil lolos dari senyum miringnya. "Dari mana aku bisa mendapat bukti-bukti itu? Aku tidak sehebat itu, Melanie. Jadi, katakan kepada orang suruhanmu itu untuk berhenti menggeledah barang-barangku. Bukti itu tidak akan pernah ketemu." Mulut Melanie terbuka lebar. Kepalanya menggeleng menolak percaya. "Tidak mungkin. Kau tidak mungkin berbohong." P

Bab terbaru

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   Ungkapan Terima Kasih untuk Pembaca-Pembaca Hebat

    Halo, Teman-Teman yang Baik Hati, Terima kasih banyak, ya, udah ngikutin cerita Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan hingga titik terakhir. Untuk Kak Puji Amriani, SK Celey, Indah Carolina, Ningsih Ngara, Monika, Rini Hartini, Selvyana Yuliansari, D6ta, Is Yuhana, AR Family, Desak Kayan Puspasari, Emma Boru Regar, Binti Mucholifah, Bhiwie Handayani, Sofia Elysa, dan Kakak-Kakak yang gak bisa Pixie sebutin satu per satu. Terima kasih banyak udah rajin banget kasih komentar buat Pixie. Dan buat Kak Azka Aulia, Lida Boelan, Adel Putri, Wenny, SK Celey, MG, Rina Zolkaflee, Susan Vantika, Nazarieda, Firaz Marsyanda, dan yang ada di ranking top fans. Terima kasih banyak atas gems-nya. Pixie harap, kalian bersedia nungguin karya Pixie selanjutnya. Pixie udah ada rencana untuk tulis cerita Louis Emily versi dewasa tapi nanti, setelah Pixie bikin cerita satu lagi. Pixie mau kumpulin lebih banyak bocil buat dipersatukan nanti. Selagi menunggu, kalian boleh banget cek karya Pixie y

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 212. From Zero to Infinity (TAMAT)

    Tanpa permisi lagi, Philip menyerbu masuk dan memegangi tangan Barbara. Belum sempat ia mengatakan apa-apa, Barbara sudah kembali mengejan. Briony pun keluar dan Barbara mengembuskan napas lega. "Philip .... Anak kita sudah lahir." Meskipun kepalanya mengangguk, Philip masih berkedip-kedip. Mulutnya ternganga, tak tahu harus merespon apa. "Ya ...," desahnya selang beberapa saat. Ketika tangisan Briony terdengar, barulah akal sehatnya terkumpul lagi. "Wow," Philip mengerjap. Ia membungkuk, mengelus rambut sang istri dengan perasaan yang bercampur aduk. "Kau sangat hebat, Sayang. Kau bisa melahirkan secepat itu." Barbara tersenyum bangga. "Usaha kita tidak sia-sia, Phil. Padahal, aku sempat ketakutan tadi. Desakan Briony sangat kuat. Tapi Louis dan Emily melarangku mengejan. Aku berusaha menahannya sampai akhirnya, aku menyerah." Philip berdecak kagum sekaligus tak percaya. Masih dengan tampang kaku, ia mengecup pelipis Barbara. "Kau luar biasa, Sayang. Aku senang kau tidak menemu

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 211. Bibi Mau Melahirkan!

    "Louis, Bibi sudah mau melahirkan!" Emily bangkit dengan lengkung alis tinggi. "Ya, kita harus segera membawa Bibi ke rumah sakit!" Tanpa membuang waktu, Louis meraih tangan Barbara, menariknya untuk berputar arah. "Ayo, Bibi. Kita kembali ke mobil." Akan tetapi, Barbara menggeleng. Wajahnya pucat, badannya tegang. Kakinya seolah menyatu dengan bumi. "Ada apa, Bibi?" "Panggil Philip," gumamnya lirih. "Apa?" "Panggil Philip!" Si Kembar mengerjap. Selang satu anggukan, mereka berlari menuju Philip. "Paman Philip! Paman Philip!" "Hei, kalian mau ke mana?" seru Barbara lagi. Si Kembar mengerem. Saat menoleh ke belakang, Barbara ternyata melambai-lambai. "Kenapa kalian meninggalkanku sendirian di sini?" Suaranya melengking. "Tadi Bibi menyuruh kami memanggil Paman Philip?" Louis menggeleng tak mengerti. "Ya, tapi jangan meninggalkan aku di sini." Sambil tertatih-tatih, ia beringsut mendekati Louis dan Emily. "Satu orang saja yang memanggil Philip. Satu orang lagi, pegangi aku!"

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 210. Kegugupan Barbara

    "Halo, Orion," bisik Emily saat bayi mungil dalam kotak membuka mata. Tangannya terulur, berusaha menggapai pipi gembul itu. Dari sisi lain boks, Louis juga melongok ke dalam. "Halo, Oscar." "Louis?" tegur Emily dengan mata bulat. "Kenapa kamu memanggilnya Oscar? Ini pertemuan pertama kita dengannya. Jangan membuat kesan buruk." Louis langsung mengerutkan bibir. "Oke, maaf. Aku sudah kebiasaan. Biar kuulang." Setelah berdeham, ia kembali menunduk. "Halo, Orion. Ini aku, Louis. Aku sepupumu." Emily tersenyum kecil dan mengangguk. "Itu baru benar." Usai mengacungkan jempol kepada Louis, ia melambaikan tangan ke bawah. "Dan aku Emily. Senang bertemu denganmu, Orion." Selama beberapa saat, dua balita itu sibuk mengamati Orion. Philip dan Barbara merasa terhibur mendengar komentar mereka. "Ternyata Paman Philip benar. Orion mirip kedua orang tuanya. Matanya mirip Bibi, sedangkan hidung dan mulutnya mirip paman." "Dagunya juga mirip Paman. Tapi rambutnya mirip Bibi." "Emily, coba k

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 209. Perjuangan Ava

    Seorang perawat berusaha menenangkan Ava. Akan tetapi, wanita itu terus menggeleng, menolak semua kata-kata yang ditujukan kepadanya. Ia sudah sangat lemas. Rasa sakit seakan merontokkan seluruh tulang dalam badannya. Otaknya tidak bisa lagi berfungsi dengan normal. "Tidak. Aku sudah tidak kuat. Aku tidak bisa melanjutkan." Setelah menarik napas berat, Jeremy akhirnya membungkuk. Perawat tadi pun bergeser. Jeremy jadi lebih leluasa untuk membelai rambut Ava yang basah oleh keringat serta wajahnya yang dibanjiri air mata. "Ava, bisakah kau mendengarku? Ava?" Tatapan mereka akhirnya bertemu. Jeremy bisa melihat keputusasaan dalam manik cokelat itu. "Aku tidak sanggup lagi, Jeremy. Aku tidak sanggup. Biar dokter saja yang mengeluarkannya. Aku tidak tahan lagi." Dada Jeremy seperti dicabik-cabik. Ia nyaris tersedak oleh rasa nyeri. Namun, sambil mengelus pundak Ava, ia menggeleng. "Tidak, aku kenal dirimu. Kamu bukanlah orang yang pantang menyerah, Ava. Kamu pasti bisa." "Tapi aku

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 208. Kegembiraan Louis dan Emily

    "Lihat ini, Brandon." Louis meletakkan setumpuk kertas foto di atas meja. Kemudian, satu per satu ia tunjukkan kepada temannya. "Ini foto Russell sedang menangis. Ini foto Russell sedang tertawa. Dan ini foto Russell sedang marah." "Apakah anak bayi sudah bisa marah? Bukankah dia masih terlalu muda untuk mengerti apa-apa?" Brandon menggeleng samar. Louis mengedikkan bahu. "Aku tidak tahu soal itu. Tapi kalau Russell melihat sesuatu yang tidak disukainya, tangannya terus mengepak dan mulutnya berbunyi ...." Louis meniru erangan bayi yang membuat penjaga perpustakaan melirik. "Russell juga punya tatapan tajam, Brandon. Kalau dia merasa terganggu oleh kita, dia akan melotot sambil mengerutkan alis." Emily menyentuh pangkal alisnya, memeriksa apakah bentuknya sudah sama seperti alis Russell pada gambar. Brandon tersenyum melihat ekspresi Emily. "Kurasa dia pasti sangat lucu saat marah." "Ya!" Emily mengangguk cepat. "Dia selalu lucu, setiap saat. Louis, tunjukkan foto Russell saat ma

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 207. Ulang Tahun Bersama Russell

    "Oh, lihatlah Russell, Louis. Bukankah dia sangat tampan? Dia sudah bersih dan wangi." Emily mendekatkan hidungnya ke wajah Russell. Ketika berhasil mencium pipi yang sangat lembut itu, Emily terkikik menahan tawa. Ia tidak ingin mengganggu Kara yang tertidur dalam pelukan Frank. "Ya, dia sangat tampan. Dia mirip denganku. Bukankah begitu, Nenek?" Louis mengangkat pandangannya ke arah wanita yang menggendong Russell. Susan tersenyum geli. "Ya, dia mirip denganmu. Hanya saja, hidungnya sedikit lebih mancung." Bibir Louis langsung mengerucut. Telunjuknya meruncing menyentuh hidungnya sendiri. "Mau setinggi apa hidung Russell nanti? Padahal, hidungku sudah sangat mancung." Susan terkekeh mendengar jawaban Louis. "Nenek hanya bercanda, Louis. Siapa yang lebih mancung itu bukan masalah. Yang penting adalah kalian sama-sama sehat." Louis mengangguk sepakat. Tangannya kini terangkat menyentuh kaki adiknya yang mungil. "Nenek, apakah Russell berat?" Susan sontak mengangkat alis. "Kau ma

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 206. Russell Lucu Sekali!

    "Halo, Anak Baik. Selamat datang." Kara merengkuh Russell dengan hati-hati, seolah makhluk kecil itu adalah mutiara yang sangat rapuh. Air mata terus mengucur di pelipisnya. Usai mengecup bayi yang diselimuti oleh handuk itu, Kara kembali berbisik, "Ini Mama, Russell. Mama senang akhirnya Mama bisa memelukmu begini." Sambil mengulum bibir, Frank ikut membungkuk. Ia mengelus punggung mungil itu, lalu mengecup kepalanya yang bergerak-gerak mengimbangi tangis. "Dan ini Papa, Russell. Papa juga senang kau akhirnya hadir di sini." Masih dengan senyum merekah dan mata merah, Frank menatap Kara lembut. Sebelum genangan keharuannya menetes lagi, ia cepat-cepat mengecup kening sang istri. Kara terpejam menerima kehangatan itu. "Terima kasih telah melahirkan putra kita, Ratu Lebah," bisik Frank serak. Kara tersenyum lebih lebar dan mengangguk samar. "Terima kasih telah menemaniku di sini.""Itulah yang seharusnya kulakukan sejak dulu." Frank mengelus pipi Kara sebelum mengecupnya lagi. "P

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 205. Keluarlah, Russell!

    Kara sedang duduk di ranjang. Sambil memejamkan mata, ia berusaha mengatur napas. Kepalanya bersandar pada pundak bidang di sebelahnya. "Apakah ada kabar dari si Kembar?" tanya Kara lirih. Frank menggeleng samar. Tangannya terus memijat jemari Kara. "Kau tidak perlu mengkhawatirkan mereka, Ratu Lebah. Mereka anak-anak yang mandiri dan cerdas. Mereka pasti mengerti kalau kamu harus segera melahirkan. Mari merayakan ulang tahun mereka setelah Russell lahir, hmm?" Selang anggukan singkat, Kara menoleh. "Apakah kamu menangis?" Alis Frank sontak tertarik dahi. Sambil menjauhkan kepala agar karena lebih mudah melihatnya, ia menggeleng. "Kenapa kau berpikir aku menangis?" "Suaramu bergetar, Frank." Sambil mengerutkan bibir, Frank menarik napas panjang. "Aku tidak menangis." "Lalu mengapa matamu merah dan berair?" Frank berkedip tegas. "Aku tidak menangis," ulangnya dengan penekanan lebih. Masih dengan napas tersengal-sengal, Kara meloloskan tawa. Kepalanya sedikit miring, menanti gum

DMCA.com Protection Status